Tag Archives: khulafaur rasyidin

Kumpulan Kata-kata Bijak Umar bin Khattab tentang Kehidupan yang Inspiratif


Jakarta

Umar bin Khattab RA merupakan sahabat Nabi Muhammad SAW sekaligus Khulafaur Rasyidin. Ia memiliki sifat yang tegas dan berani.

Dikutip dari buku Sejarah Keteladanan Nabi Muhammad SAW yang disusun Yoli Hemdi, Umar bin Khattab RA dulunya termasuk salah satu orang yang menentang ajaran Rasulullah SAW. Ia sangat membenci sang rasul dan menganggapnya sebagai orang yang memecah belah kesatuan masyarakat Makkah.


Seiring berjalannya waktu, beliau mendapat hidayah dan masuk Islam. Kala itu ia mendengar lantunan ayat suci dan bergetar. Prasangka buruknya terhadap Nabi SAW langsung sira begitu saja.

Kemudian Umar RA berkata, “Demi Allah! Ini (benar) adalah (ucapan) tukang syair sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy!”

Lalu, saat Nabi Muhammad SAW membaca surah Al-Haqqah ayat 40-41, Umar RA berkata lagi pada dirinya, “Ini adalah (ucapan) tukang tenung (juru ilmu hitam)!”

Dilanjutkannya oleh Rasulullah dengan bacaan surah Al-Haqqah sampai akhir ayat. Pada kemudian hari Umar berujar, “Ketika itulah Islam memasuki relung hatiku.” Itulah awal benih-benih kebenaran Islam masuk ke hati Umar bin Khattab.

Kata-kata Mutiara Umar bin Khattab RA Semasa Hidup

Semasa hidupnya, Umar bin Khattab banyak mengucap kata-kata bijak dan mutiara. Berikut beberapa di antaranya seperti dikutip dari buku 2.000 Kata Mutiara dari 200 Tokoh Dunia oleh Budi Santoso serta buku Kumpulan Kata Bijak Khulafaur Rasyidin tulisan Amir Mubarak.

1. “Aku khawatir akan datangnya hari di mana orang-orang yang tidak beriman merasa bangga dengan kedustaannya, sementara orang-orang yang beriman malu dengan keimanannya.”

2. “Hendaklah kalian menghisab diri kalian sebelum kalian dihisab, dan hendaklah kalian menimbang diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah akan datangnya hari besar ditampakkannya amal.”

3. “Sabar adalah bahan ramuan paling menyehatkan dalam hidup kita.”

4. “Jika pasanganmu sedang marah, maka kamu harus tenang. Karena ketika satu di antaranya adalah api, maka satu yang lainnya harus bisa menjadi air yang bisa meredam amarah tersebut.”

5. “Bila engkau menemukan celah pada seseorang dan engkau hendak mencacinya, maka cacilah dirimu, karena celahmu lebih banyak darinya.”

6. “Duduklah bersama orang-orang yang mencintai Allah. Itu karena bergaul bersama orang seperti mereka akan mencerahkan pikiran.”

7. “Wanita bukanlah pakaian yang bisa kamu kenakan dan kamu tanggalkan sesuka hati. Wanita itu terhormat dan memiliki haknya.”

8. “Ilmu ada tiga tahapan. Jika seseorang memasuki tahapan pertama, dia akan sombong. Jika dia memasuki tahapan kedua, maka dia akan rendah hati. Jika dia memasuki tahapan ketiga, maka dia akan merasa bahwa dirinya tidak ada apa-apanya.”

9. “Mahkota seseorang adalah akalnya. Derajat seseorang adalah agamanya. Sedangkan kehormatan seseorang adalah budi pekertinya.”

10. “Ilmu ada tiga tahapan. Jika seseorang memasuki tahapan pertama, dia akan sombong. Jika dia memasuki tahapan kedua, maka dia akan rendah hati. Jika dia memasuki tahapan ketiga, maka dia akan merasa bahwa dirinya tidak ada apa-apanya.”

11. “Kebajikan yang ringan adalah menunjukkan muka berseri-seri dan mengucapkan kata-kata lemah lembut.”

12. “Aku tidak pernah sekalipun menyesali diamku. Tetapi aku berkali-kali menyesali bicaraku.”

13. “Andai terdengar suara dari langit yang berkata, ‘Wahai manusia, kalian semua sudah dijamin pasti masuk surga kecuali satu orang saja’. Sungguh aku khawatir satu orang itu adalah aku.”

14. “Jagalah sholatmu. Karena saat kamu kehilangan sholat, maka kamu akan kehilangan segalanya.”

15. “Hindarilah sifat malas dan bosan, karena keduanya kunci keburukan. Sesungguhnya jika engkau malas, engkau tidak akan banyak melaksanakan kewajiban. Jika engkau bosan, engkau tidak akan tahan dalam menunaikan kewajiban.”

16. “Jikalau kita letih karena kebaikan, maka sesungguhnya keletihan itu akan hilang dan kebaikan akan kekal. Namun jikalau kita bersenang-senang dengan dosa, maka sesungguhnya kesenangan itu akan hilang dan dosa itu akan kekal.”

17. “Orang yang banyak tertawa itu kurang wibawanya.”

18. “Janganlah kamu berburuk sangka dari kata-kata tidak baik yang keluar dari mulut saudaramu, sementara kamu masih bisa menemukan makna lain yang lebih baik.”

19. “Aku tidak pernah mengkhawatirkan apakah doaku akan dikabulkan atau tidak, tapi yang lebih aku khawatirkan adalah aku tidak diberi hidayah untuk terus berdoa.”

20. “Jangan berlebihan dalam mencintai sehingga menjadi keterikatan, jangan pula berlebihan dalam membenci sehingga membawa kebinasaan.”

21. “Perbanyaklah mengingat Allah, karena itu adalah obat. Janganlah buat dirimu terlalu banyak mengingat manusia, karena itu adalah penyakit”

22. “Raihlah ilmu, dan untuk meraih ilmu belajarlah keadaan tenang dan sabar”.

23. “Tidak ada rasa bersalah yang dapat mengubah masa lalu dan tidak ada kekhawatiran yang dapat mengubah masa depan”

24. “Keyakinan (iman) adalah di mana seharusnya tidak ada perbedaan antara perbuatan, perkataan, dan apa yang kamu pikirkan.”

25. “Ketahuilah saudara-saudaraku, bahwa sikap keras itu sekarang sudah mencair. Sikap itu (keras) hanya terhadap orang yang berlaku zalim dan memusuhi kaum Muslimin,” kata Umar.

26. “Tetapi buat orang yang jujur, orang yang berpegang teguh pada agama dan berlaku adil saya lebih lembut dari mereka semua,” Umar melanjutkan.

27. “Ya Allah, saya ini sungguh keras, kasar, maka lunakkanlah hatiku! Ya Allah, saya sangat lemah, maka berilah saya kekuatan! Ya Allah, saya ini kikir, jadikanlah saya orang dermawan!”

28. “Mahkota seseorang adalah akalnya. Derajat seseorang adalah agamanya. Sedangkan kehormatan seseorang adalah budi pekertinya.”

29. “Ilmu ada tiga tahapan. Jika seseorang memasuki tahapan pertama, dia akan sombong. Jika dia memasuki tahapan kedua, maka dia akan rendah hati. Jika dia memasuki tahapan ketiga, maka dia akan merasa bahwa dirinya tidak ada apa-apanya.”

30. “Biasakan diri dengan hidup susah, karena kesenangan tidak akan kekal selamanya.”

31. “Jika tidur pada malam hari, aku telah menyia-nyiakan diriku. Jika aku tidur pada siang hari, aku telah menyia-nyiakan rakyatku.”

32. “Duduklah dengan orang-orang yang bertaubat, sesungguhnya mereka menjadikan segala sesuatu lebih berfaedah.”

33. “Barangsiapa takut kepada Allah SWT niscaya tidak akan dapat dilihat kemarahannya. Dan barangsiapa takut kepada Allah, tidak sia-sia apa yang dia kehendaki.”

34. “Sesungguhnya kita adalh kaum yang dimuliakan oleh Allah dengan Islam, maka janganlah kita mencari kemuliaan dengan selainnya.”

35. “Seandainya kejujuran merendahkanku dan sedikit yang bisa dilakukan, maka hal tersebut lebih aku cintai dari kebohongan yang dapat menaikkan posisiku, meski sedikit yang bisa dilakukan.”

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Khalifah Abu Bakar Perintahkan Bakar Pelaku Homoseksual



Jakarta

Abu Bakar As-Shiddiq RA adalah khalifah pertama yang memerintah sepeninggalan Rasulullah SAW. Pada masa kepemimpinannya, ia memerintahkan untuk membakar hidup-hidup para pelaku homoseksual.

Hukuman mati dengan cara dibakar bagi para penyuka sesama jenis yang ditetapkan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA ini dijelaskan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah dalam Ath-Thuruq Al-Hukmiyyah fi As-Siyasah Asy-Syar’iyyah, sebuah kitab yang memuat tentang hukum-hukum dalam memutuskan perkara.

Diceritakan, alasan Abu Bakar Ash-Shiddiq RA menetapkan hukuman ini karena ia ingin para pelaku homoseksual merasakan panasnya api dunia sebelum merasakan panasnya api neraka. Para sahabat lain juga mengatakan bahwa pemerintah boleh membakar kaum homoseksual jika sudah menjadi ketetapan.


Pada saat itu, Khalid bin Al-Walid RA mengirim surat kepada Abu Bakar ash-Shiddiq RA yang isinya di beberapa wilayah Arab, terdapat seorang lelaki yang “dinikahi” sebagaimana wanita juga “dinikahi.”

Untuk menjawab surat itu, Abu Bakar RA kemudian meminta saran dari para sahabat Radhiyallahu Anhum, termasuk di antaranya Ali bin Abu Thalib RA yang merupakan sahabat paling keras pendapatnya.

Ali RA berkata, “Dosa ini tidak dilakukan oleh umat manapun selain satu umat (umat Nabi Luth). Karena itu, Allah menurunkan azab-Nya sebagaimana yang juga kalian tahu. Aku berpendapat, mereka dibakar saja.”

Setelah mendengar saran Ali RA, Abu Bakar RA mengirimkan surat balasan kepada Khalid RA yang isinya memerintahkan agar membakar pelaku homoseksual, “Dia (pelaku homoseksual) dibakar.” Khalid RA pun membakar orang tersebut, sebagaimana diceritakan dalam hadits yang dikeluarkan oleh Al-Baihaqi dari jalur Shafwan bin Sulaim dengan derajat hadits mursal.

Khalifah lain yang menerapkan hukuman serupa dengan Abu Bakar ash-Siddiq RA adalah Abdulah bin Zubair. Ia membakar para pelaku homoseksual. Hal yang sama juga dilakukan Khalifah Hisyam bin Abdul Malik.

Perilaku menyimpang dalam skala besar pernah terjadi pada masa Nabi Luth AS. Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiyaa menceritakan, kaum Nabi Luth AS adalah penyuka sesama jenis. Hingga Allah SWT menurunkan azab kepada mereka.

Kisah homoseksual kaum Nabi Luth AS diceritakan dalam Al-Qur’an surah Al Qamar ayat 33-40. Allah SWT berfirman,

كَذَّبَتْ قَوْمُ لُوْطٍ ۢبِالنُّذُرِ ٣٣ اِنَّآ اَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ حَاصِبًا اِلَّآ اٰلَ لُوْطٍ ۗنَجَّيْنٰهُمْ بِسَحَرٍۙ ٣٤ نِّعْمَةً مِّنْ عِنْدِنَاۗ كَذٰلِكَ نَجْزِيْ مَنْ شَكَرَ ٣٥ وَلَقَدْ اَنْذَرَهُمْ بَطْشَتَنَا فَتَمَارَوْا بِالنُّذُرِ ٣٦

وَلَقَدْ رَاوَدُوْهُ عَنْ ضَيْفِهٖ فَطَمَسْنَآ اَعْيُنَهُمْ فَذُوْقُوْا عَذَابِيْ وَنُذُرِ ٣٧ وَلَقَدْ صَبَّحَهُمْ بُكْرَةً عَذَابٌ مُّسْتَقِرٌّۚ ٣٨ فَذُوْقُوْا عَذَابِيْ وَنُذُرِ ٣٩ وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْاٰنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكِرٍ ࣖ ٤٠

Artinya: “Kaum Luth pun telah mendustakan peringatan-peringatan. Sesungguhnya Kami menimpakan atas mereka badai batu, kecuali pengikut Luth. Kami menyelamatkan mereka sebelum fajar menyingsing sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Sungguh, dia (Luth) benar-benar telah memperingatkan mereka akan hukuman Kami, tetapi mereka membantah peringatan itu.

Sungguh, mereka benar-benar telah membujuknya berkali-kali (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka). Lalu, Kami butakan mata mereka. Maka, rasakanlah azab-Ku dan peringatan-peringatan-Ku! Sungguh, pada esok harinya mereka benar-benar ditimpa azab yang terus-menerus. Maka, rasakanlah azab-Ku dan peringatan-peringatan-Ku! Sungguh, Kami benar-benar telah memudahkan Al-Qur’an sebagai pelajaran. Maka, adakah orang yang mau mengambil pelajaran?”

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Umar bin Khattab dan Ummu Kultsum yang Bantu Perempuan Melahirkan



Jakarta

Umar bin Khattab adalah salah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW. Sepeninggal Nabi Muhammad SAW, Umar menjadi khalifah kedua dari empat Khulafaur Rasyidin.

Di masa kepemimpinannya, Umar bin Khattab dikenal sebagai pemimpin yang hebat, adil dan bijaksana. Banyak kisah kebaikan yang dilakukan kepada orang-orang di bawah kepemimpinannya.

Mengutip buku Kisah-Kisah Inspiratif Sahabat Nabi oleh Muhammad Nasrulloh, dikisahkan pada suatu malam, Amirul Mukminin Umar bin Khattab melakukan kebiasaannya berjalan di tengah malam melihat langsung kondisi rakyatnya.


Ia kemudian penasaran melihat sebuah tenda baru yang belum pernah ia saksikan sebelumnya. Dalam tenda tersebut terdengar
suara perempuan sedang merintih sehingga mengundang tanya Sang Khalifah.

Lalu dipanggil penghuni tenda tersebut dan keluarlah seorang laki-laki dan terjadilah percakapan.

Umar: “Siapakah engkau?”

Laki-laki: “Aku seorang pria pedesaan yang datang ke kota mencari keadilan Umar sang Amirul Mukminin yang terkenal sangat mengayomi rakyatnya dan mementingkan kebutuhan rakyat.”

Umar: “Lantas suara apa rintihan itu?”

Laki-laki: “Itu istriku yang sedang kesakitan hendak melahirkan.”

Umar: “Apakah di sampingnya ada orang yang merawat dan membantu melahirkan?”

Laki-laki:”Tidak ada selain aku sendiri.”

Umar: “Apakah kamu punya bekal untuk dimakan?”

Sang laki-laki hanya menjawab dengan menggelengkan kepalanya.

Umar: “Tunggu di sini, aku akan kembali membawa makanan dan orang yang membantunya melahirkan.”

Kemudian Umar bergegas pulang dan segera menemui istrinya Ummu Kultsum bin Abi Thalib

Umar: “Apakah engkau dalam kondisi sehat?”

Ummu kultsum: “Kenapa engkau bertanya begitu?”

Umar: “Di ujung kota tergeletak perempuan miskin yang sedang kesakitan di tendanya karena hendak melahirkan tanpa ditemani seorang yang ahli dalam membantu
melahirkan. Dapatkah engkau membantunya dan menyiapkan apa yang dia butuhkan?”

Ummu Kultsum: “Tentu!”

Lalu Umar segera menuju tenda tersebut bersama istrinya seraya ia pikul makanan yang diambil dari rumahnya. Sang istri masuk ke dalam tenda membantu persalinan dan Umar mempersiapkan makanan dengan tangannya sendiri ditemani sang laki-laki di luar tenda.

Dengan berharap cemas, terdengarlah suara dari Ummu Kultsum.

Ummu Kultsum: “Wahai Amirul Mukminin, Allah SWT telah mengaruniai seorang anak dan ibunya dalam kondisi baik”.

Mendengar kata-kata Ummu Kultsum, sang laki-laki segera memalingkan diri ditemani rasa tidak percaya bahwa orang yang telah membantunya adalah Umar bin Khattab sang Amirul Mukminin.

Melihat tingkah sang laki-laki, Umar pun tertawa dan memanggilnya.

Umar: “Mendekatlah!”. Memang benar aku adalah Umar bin Khattab, Amirul Mukminin dan yang di dalam tenda adalah istriku Ummu Kultsum putri Ali Bin Abi Thalib

Laki-laki: “Keluarga Nabi membantu persalinan istriku. Sementara Amirul Mukminin yang memasak untukku dan istriku,” ia berkata sembari menjatuhkan dirinya dan menangis terharu.

Umar: “Ambillah makanan ini, aku akan kembali dengan membawa makanan lainnya untukmu.”

Sebagai sosok pemimpin Umar bin Khattab bukan hanya dikenal bijaksana dan adil. Ia juga adalah pribadi yang sederhana dan selalu mementingkan rakyatnya.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Umar bin Khattab dan Kebijakan Subsidi Makanan bagi Rakyatnya



Jakarta

Umar bin Khattab merupakan salah satu sahabat Rasulullah SAW yang kemudian menjadi khalifah kedua. Di masa kepemimpinannya, Umar dikenal sebagai sosok yang bijaksana.

Rasulullah SAW memberikan julukan Abu Faiz bagi Umar bin Khattab. Julukan ini disematkan karena kecerdasan Umar dalam mengatur pemerintahan dan strategi perang. Umar memang lihai dalam mengatur sistem pemerintahan, termasuk mengambil kebijakan untuk memberikan subsidi makanan bagi rakyatnya.

Dirangkum dari buku Kisah-Kisah Inspiratif Sahabat Nabi oleh Muhammad Nasrulloh, dikisahkan bahwa Umar memberikan subsidi makanan bagi anak-anak yang telah disapih. Ternyata kebijakan ini disalahartikan oleh beberapa orang.


Suatu malam tiba, Umar bin khattab mendapati kafilah dagang yang sedang singgah di salah satu tempat di kota Madinah. la mendapati Abdurrahman bin ‘Auf sedang bersama mereka. Umar pun berkata pada Abdurrahman bin ‘Auf yang juga merupakan sahabat Rasulullah SAW ini.

“Apakah engkau sedang menemani dan menjaga mereka?” tanya Umar.

Abdurrahman bin ‘Auf: “Benar!”

Umar: “Kalau begitu aku bantu menemanimu terjaga untuk menjaga mereka”.

Di tengah malam, Umar mendengar isak tangis anak kecil, kemudian ia mencari sumber suara dari mana asal tangisan tersebut. Umar akhirnya mengetahui bahwa anak itu tengah bersama ibunya.

Umar pun mengingatkan ibu tersebut: “Berbuat baiklah pada buah hatimu”. Kemudian Umar mendengar lagi isak tangis anak kecil tersebut dan kembali memperingatkan si ibu untuk berlaku baik pada anaknya.

Hingga di penghujung malam, Umar mendengar kembali isak tangis anak kecil tersebut lalu ia berkata pada ibunya.

“Celaka engkau! Sungguh engkau ibu yang buruk! Tidak henti-hentinya aku melihat dan mendengar putramu menangis sejak malam tadi”.

Ibu: “Wahai tuan, aku sudah berusaha memberinya makan. Namun ia tidak mau.”

Ibu ini tidak mengetahui kalau lawan bicaranya adalah Amirul Mukminin Umar bin Khattab.

Umar: “Kenapa engkau paksa ia makan?”

Ibu: “Karena Umar tidak memberi subsidi makanan kecuali hanya bagi anak yang telah disapih”.

Umar: “Berapa usia anakmu?”

Ibu: “Masih beberapa bulan”

Umar: “Celaka engkau. Jangan tergesa-gesa menyapihnya!”

Dari pengalaman ini, Umar kemudian sadar bahwa kebijakannya memberi subsidi dengan membagikan makanan hanya kepada anak yang telah disapih telah membuat banyak ibu-ibu mempercepat menyapih bayinya. Tujuan tidak lain yakni agar para ibu mendapatkan makanan dari pemerintah.

Menyadari bahwa dirinya telah melakukan kesalahan, ia pun berkata pada dirinya sendiri: “Buruk sekali engkau Umar. Sudah berapa anak yang telah engkau sengsarakan?”

Umar lalu membuat kebijakan baru agar setiap orang tidak tergesa-gesa menyapih anaknya. Dan subsidi makanan kemudian diberikan kepada setiap anak yang lahir tanpa menunggu disapih.

Dikutip dari buku ‘Umar Ibn Al-Khattab His Life and Times Vol. 1, kekeringan dan kelaparan parah juga sempat terjadi pada tahun ke 18 setelah hijrah. Tahun ini disebut Ar-Ramadah karena angin menerbangkan debu seperti abu atau Ar-Ramad.

Bencana ini mengakibatkan kematian hingga hewan-hewan ikut merasakan dampaknya. Bencana alam ini terjadi pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab.

Sebagai pemimpin yang bertanggung jawab, Umar memastikan agar rakyatnya tidak ada yang kesulitan mendapatkan makanan. Ia bahkan tak segan untuk turun langsung dan membagikan makanan.

Kebijakan memberikan makanan bagi rakyatnya bukan satu atau dua kali dilakukan Umar tetapi menjadi kegiatan yang rutin.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Tempat Umar bin Khattab Nyatakan Keislamannya di Hadapan Rasulullah



Jakarta

Umar bin Khattab RA merupakan sahabat Nabi SAW yang menjadi Khulafaur Rasyidin kedua. Dulunya ia sangat menentang nabi, namun kemudian menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah SAW.

Umar bin Khattab RA menyatakan keislamannya di hadapan Rasulullah SAW di rumah Arqam bin Abi al-Arqam. Allah SWT membalikkan hatinya yang semula sangat membenci Islam, menjadi sahabat Nabi SAW yang berjihad melawan kekafiran bersama beliau.

Umar bin Khattab RA tentu pernah melalui masa-masa jahiliah sebelum menjadi orang mukmin. Kisah jahiliahnya diulas dalam buku Jejak Langkah Umar bin Khattab oleh Abdul Rohim.


Masa Jahiliyah Umar bin Khattab RA

Umar bin Khattab RA adalah seorang mantan orang yang jahil (kafir). Masa kecilnya ia habiskan dengan melakukan adat masyarakat Quraisy yang tidak beradab dan penuh kesesatan.

Sejak kecil ia menjadi penggembala kambing dan unta. Hal tersebut memunculkan sikap luhur yang dimilikinya, seperti bertanggung jawab, tegar, dan berani menghadapi sesuatu.

Masa mudanya ia juga terkenal terampil dalam berbagai olahraga seperti gulat dan berkuda. Ia juga merupakan seseorang yang cerdas yang ahli dalam menciptakan syair dan mendendangkannya.

Ketika dewasa, dirinya menjadi orang yang penting bagi masyarakat Quraisy. Ia sangat mencintai masyarakatnya dan siapa pun yang mengganggu mereka, dia akan menjadi tokoh terdepan dalam membela dan mempertahankan masyarakatnya. Termasuk dakwah Nabi Muhammad SAW.

Ia sangat membenci Rasulullah SAW dan ajarannya karena ia menganggap hal ini memecah belah masyarakat Quraisy yang menurutnya sudah baik.

Umar bin Khattab RA sering menyiksa para pengikut Nabi Muhammad SAW dengan kejam. Ia tak segan-segan untuk memukul wanita, hamba sahaya, dan bahkan membuat rencana pembunuhan untuk Rasulullah SAW.

Bagi umat Islam, Umar bin Khattab RA adalah sebuah ancaman yang besar dan sangat menakutkan. Sehingga Nabi Muhammad SAW pun berdoa kepada Allah SWT untuk mengokohkan Islam dengan melunakkan hati salah satu dari dua ancaman besar untuk kaum muslim, Abu Jahal dan Umar bin Khattab RA.

Awal Mula Benih Islam Masuk ke Hati Umar bin Khattab RA

Dikisahkan dalam buku Sejarah Keteladanan Nabi Muhammad SAW: Memahami Kemuliaan Rasulullah Berdasarkan Tafsir Mukjizat Al-Qur’an oleh Yoli, suatu malam, Umar bin Khattab RA keluar rumah dan pergi menuju Ka’bah. Saat itu Nabi SAW tengah salat dan membaca surah al-Haqqah.

Peristiwa ini menjadi awal mula bergetarnya hati Umar bin Khattab RA karena prasangka buruknya langsung dijawab dengan ayat-ayat yang tengah dibaca oleh Nabi SAW.

Umar RA berkata, “Demi Allah! Ini (benar) adalah (ucapan) tukang syair sebagaimana yang dikatakan oleh orang-orang Quraisy!”

Rasulullah SAW membaca surah Al-Haqqah ayat 40-41 dalam salatnya,

اِنَّهٗ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ كَرِيْمٍۙ ٤٠ وَّمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍۗ قَلِيْلًا مَّا تُؤْمِنُوْنَۙ ٤١

Artinya: “Sesungguhnya ia (Al-Qur’an) itu benar-benar wahyu (yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia. Ia (Al-Qur’an) bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kamu beriman (kepadanya).”

Umar RA lalu berkata pada dirinya, “Ini adalah (ucapan) tukang tenung.”

Lalu Nabi SAW meneruskan bacaannya pada surah Al-Haqqah ayat 42-43,

وَلَا بِقَوْلِ كَاهِنٍۗ قَلِيْلًا مَّا تَذَكَّرُوْنَۗ ٤٢ تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَّبِّ الْعٰلَمِيْنَ ٤٣

Artinya: “(Al-Qur’an) bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran (darinya). (Al-Qur’an itu) diturunkan dari Tuhan semesta alam.”

Selanjutnya kisah Umar bin Khattab menyatakan keislamannya di rumah Arqam>>>

Umar bin Khattab RA Menyatakan Keislamannya di Rumah Arqam

Umar bin Khattab RA merasa sangat marah atas kehadiran Nabi Muhammad SAW yang menurutnya memecah belah kaum Quraisy. Ia lantas memutuskan untuk membunuh Nabi SAW agar keadaan Makkah kembali seperti semula dalam kejahilan.

Umar RA sudah siap dengan pedangnya hendak menuju rumah Arqam bin Abi al-Arqam untuk membunuh Rasulullah SAW. Namun dalam perjalanannya ia berpapasan dengan Nu’aim bin Abdullah an-Nahham al-‘Adawiy.

Orang tersebut bertanya tujuan perginya. Ia pun menyatakan kepada Umar RA bahwa saudara perempuan dan suaminya telah memeluk Islam. Umar RA pun langsung mendatangi keduanya.

Ternyata di dalam rumah itu, keduanya sedang dibacakan shahifah (lembaran Al-Qur’an) oleh Khabbab bin al-Arat.

Umar RA berkata, “Tampaknya kalian berdua sudah menjadi penganut ash-Shabiah (Islam).”

Iparnya berkata, “Wahai Umar! Bagaimana pendapatmu jika kebenaran itu berada pada selain agamamu?”

Umar RA langsung marah dan menginjak-injak iparnya itu. Tak cukup sampai di situ, ketika adiknya mencoba membela agamanya, Umar RA pun tega untuk memukul adiknya hingga memar/berdarah.

Adiknya berkata, “Wahai Umar! Jika kebenaran ada padaselain agamamu, maka bersaksilah bahwa tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah dan bersaksilah bahwa Muhammad adalah Rasulullah.”

Umar RA merasa bersalah dan malu setelah menampar adiknya tersebut. Lantas ia meminta untuk diberikan shahifah (lembaran-lembaran Al-Qur’an) tersebut, namun ditolak oleh adiknya karena Umar RA masih najis.

Setelah mandi, ia kembali memegang shahifah tersebut dan membaca surah Thaha ayat 14,

اِنَّنِيْٓ اَنَا اللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّآ اَنَا۠ فَاعْبُدْنِيْۙ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَ لِذِكْرِيْ

Artinya: “Sesungguhnya Aku adalah Allah, tidak ada tuhan selain Aku. Maka, sembahlah Aku dan tegakkanlah salat untuk mengingat-Ku.”

Maka hati Umar bin Khattab RA pun bergetar. Ia lalu meminta untuk diantar ke hadapan Nabi SAW.

Setelah tiba di rumah Arqam bin Abi al-Arqam, ia mengetuk pintu dan dari celah-celah pintu itu ada seorang penjaga yang mengintip dan melihat dirinya menghunus pedang.

Rasulullah SAW mendapat laporan tersebut dan langsung menghadapi Umar RA sendiri. Beliau lantas membuka pintu itu dan langsung memegang gagang pedang Umar bin Khattab RA dan menariknya dengan keras.

Rasulullah SAW berkata, “Tidakkah engkau akan berhenti dari tindakanmu, wahai Umar, hingga Allah menghinakanmu dan menimpakan bencana sebagaimana yang terjadi terhadap al-Walid bin al-Mughairah?”

Umar RA tak menjawab pertanyaan Nabi SAW, melainkan ia menjawab dengan, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain Allah dan engkau adalah Rasulullah.”

Pernyataan Umar bin Khattab RA ketika masuk Islam ini membawa kebahagiaan dan disambut dengan pekikan takbir oleh penghuni rumah sehingga terdengar sampai luar.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Masa Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah, Capai Berbagai Kemajuan



Jakarta

Ali bin Abi Thalib adalah salah satu sahabat Rasulullah SAW yang juga sepupu dari sang nabi. Ia lahir di Makkah pada 13 Rajab pada tahun ke-32 dari kelahiran Nabi Muhammad. Pendapat lain ada yang menyebut Ali lahir 21 tahun sebelum hijriah.

Dalam buku Kisah Hidup Ali bin Abi Thalib oleh Dr Musthafa Murad, disebutkan nama lengkap Ali ialah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Dirinya masuk Islam saat usia muda bahkan masih anak-anak.

Nabi Muhammad SAW mengasuh, mendidik, dan mengajari Ali sejak kecil. Setelah dewasa, kasih sayang sang rasul-lah yang membentuk karakter Ali.


Ali dikenal sebagai sosok yang cerdas. Saking pintarnya, tak jarang Abu Bakar, Umar, dan Utsman mendatangi beliau untuk meminta bantuan memecahkan permasalahan yang sulit.

Jabatannya sebagai khalifah diperoleh Ali seusai Utsman bin Affan wafat. Pada tahun 35 Hijriah, Ali dinobatkan sebagai khalifah keempat seperti dinukil dari buku Sejarah Peradaban Islam susunan Akhmad Saufi dan Hasmi Fadhilah.

Masa kekhalifahan Ali tidak lama, hanya berselang 5 tahun sampai akhirnya ia wafat pada 40 Hijriah. Sebagai seorang pemimpin, Ali bin Abi Thalib merupakan pribadi yang senantiasa berakhlak baik.

Ali sering berkeliling hanya untuk menantikan siapa saja yang menghampiri beliau guna meminta bantuan atau bertanya padanya. Suatu ketika, pada siang yang terik Ali tiba di pasar.

Sang khalifah mengenakan dua lapis pakaian, gamis sebatas betis, sorban melilit tubuhnya, dan bertumpu pada sebatang tongkatnya. Ali bin Abi Thalib berjalan menyusuri pasar untuk berdakwah, mengingatkan manusia agar senantiasa bertakwa pada Allah SWT dan melakukan transaksi jual beli dengan baik.

Disebutkan, Ali bin Abi Thalib memiliki kebiasaan berjalan ke pasar seorang diri. Umumnya ia menasihati orang yang tersesat, menunjukkan arah pada orang yang kehilangan, menolong orang yang lemah, serta menasihati para pedagang dan penjual sayur.

Meski masa kepemimpinannya sebagai khalifah cukup singkat, ada sejumlah prestasi yang Ali capai. Dirinya mampu mengganti beberapa pejabat yang kurang cakap dalam bekerja demi pemerintahan yang efektif dan efisien.

Selain itu, Ali bin Abi Thalib juga membenahi keuangan negara atau Baitul Mal. Sebab, pada masa Khalifah Utsman bin Affan banyak kerabatnya yang diberi fasilitas negara.

Ali bertanggung jawab untuk membereskan permasalahan tersebut. Ia menyita harta para pejabat yang diperoleh secara tidak benar, selanjutnya harta itu disimpan di Baitul Mal untuk keperluan rakyat.

Tak sampai di situ, capaian prestasi Ali lainnya adalah memajukan bidang ilmu bahasa. Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yang mempelajari tata bahasa Arab. Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat membantu orang-orang non-Arab dalam mempelajari sumber utama agama Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadits.

Lalu, pada bidang pembangunan Ali juga berhasil membangun Kota Kuffah secara khusus. Mulanya, kota tersebut disiapkan sebagai pusat pertahanan oleh Mu’awiyah bin Abi Sofyan, namun pada akhirnya Kota Kuffah berkembang sebagai pusat ilmu tafsir, hadits, nahwu, dan ilmu pengetahuan lainnya.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah, Gantikan Utsman bin Affan



Jakarta

Ali bin Thalib adalah salah satu sahabat yang juga merupakan sepupu Rasulullah SAW. Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutalib bin Hasyim bin Abdul Manaf.

Ali menjabat sebagai khalifah menggantikan Utsman bin Affan. Masa kekhalifahannya tidak lama karena hanya berjalan selama 5 tahun sebelum ia wafat.

Menukil Pendidikan Agama Islam: Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII oleh Dr H Murodi MA, setelah Utsman bin Affan meninggal kaum muslimin merasa bingung seakan-akan kehilangan tokoh yang akan menggantikan beliau. Pada situasi itu, Abdullah bin Saba yang merupakan seorang pemimpin di Mesir mengusulkan agar Ali bin Abi Thalib diangkat sebagai khalifah.


Usulan tersebut lantas disetujui oleh mayoritas masyarakat muslim kecuali mereka yang berada di sisi Muawiyah bin Abi Sufyan. Ali bin Abi Thalib mulanya menolak usulan tersebut dan tidak ingin menerima jabatan karena situasinya kurang tepat. Kala itu banyak terjadi kerusuhan di berbagai tempat.

Menurutnya, situasi demikian harus diatasi terlebih dahulu sebelum membicarakan masalah kepemimpinan. Namun, para pengikutnya kian mendesak Ali bin Abi Thalib sehingga ia menerima tawaran tersebut dan menjabat sebagai khalifah pada 23 Juni 656 M.

Sejak saat itu, Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah menggantikan kedudukan Utsman bin Affan. Dijelaskan dalam buku Parlemen di Negara Islam Modern oleh Prof Dr Ali Muhammad Ash Shallabi, pada dasarnya pembaiatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah dilakukan oleh mayoritas masyarakat dan sebagian besar dari mereka memilih secara langsung .

Masyarakat umum dan anggota dewan perwakilan berpartisipasi bersama-sama dalam pembaiatan tersebut. Alasannya karena Ali bin Abi Thalib menolak pembaiatan kecuali dilaksanakan di masjid secara terbuka dan di hadapan semua orang.

Saat masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, ia meneruskan cita-cita Abu Bakar dan Umar bin Khattab. Selain itu, ia juga mengembalikan semua kekayaan yang diperoleh para pejabat melalui cara-cara yang tidak baik ke dalam perbendaharaan negara atau Baitul Mal.

Kemudian, Ali bin Abi Thalib juga bertekad mengganti semua gubernur yang ia anggap tidak mampu memimpin dan tidak disenangi masyarakat. Ia mencopot jabatan gubernur Basrah dari tangan Abu Bakar bin Muhammad bin Amr dan digantikan oleh Utsman bin Hanif.

Mengutip buku Sejarah Peradaban Islam karya Akhmad Saufi dan Hasmi Fadhilah, Ali bin Abi Thalib merupakan sosok pemimpin yang berakhlak baik. Ia sering berkeliling hanya untuk menantikan siapa saja yang menghampirinya untuk meminta bantuan atau bertanya.

Suatu ketika, pada siang yang terik Ali tiba di pasar. Sang khalifah mengenakan dua lapis pakaian, gamis sebatas betis, sorban melilit tubuhnya, dan bertumpu pada sebatang tongkatnya. Ali berjalan menyusuri pasar untuk berdakwah, mengingatkan manusia agar senantiasa bertakwa pada Allah SWT dan melakukan transaksi jual beli dengan baik.

Dirinya memiliki kebiasaan berjalan ke pasar seorang diri. Umumnya ia menasehati orang yang tersesat, menunjukkan arah pada orang yang kehilangan, menolong orang yang lemah, serta menasehati para pedagang dan penjual sayur.

Meski masa kepemimpinannya sebagai khalifah cukup singkat, ada sejumlah prestasi yang Ali capai. Salah satunya ialah memajukan bidang ilmu bahasa.

Khalifah Ali bin Abi Thalib memerintahkan Abu Aswad ad Duali untuk mengembangkan pokok-pokok ilmu nahwu, yaitu ilmu yang mempelajari tata bahasa Arab. Keberadaan ilmu nahwu diharapkan dapat membantu orang-orang non-Arab dalam mempelajari sumber utama agama Islam, yaitu Al-Qur’an dan hadits.

Pada bidang pembangunan Ali juga berhasil membangun Kota Kuffah secara khusus. Mulanya, kota tersebut disiapkan sebagai pusat pertahanan oleh Mu’awiyah bin Abi Sofyan, namun pada akhirnya Kota Kuffah berkembang sebagai pusat ilmu tafsir, hadits, nahwu, dan ilmu pengetahuan lainnya.

Ali bin Abi Thalib wafat pada Jumat, 17 Ramadhan tahun 40 Hijriah. Ia meninggalkan 33 anak yang terdiri atas 15 laki-laki dan 18 perempuan. Penyebab kematiannya ialah ditikam ketika hendak salat Subuh.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Masa Kecil Umar bin Khattab, Terlahir di Keluarga Bangsawan


Jakarta

Umar terlahir dengan nama lengkap Umar bin Khattāb bin Nufail bin abd al Uzza bin Rabah bin Abdullah bin Qursth bin Razah bin Adiy bin Ka’ab bin Luay bin Ghalib Al-Quraisi Al Adawi. Umar bin Khattab lahir sekitar tahun 586 M.

Nama lengkap ayahnya adalah Al Khattāb bin Nufail dan ibunya bernama Hatamah binti Hasyim bin Mughiroh.

Kakek moyangnya Nufail bin Abd Al Uzza adalah seorang hakim, dimana orang Quraisy memercayainya untuk menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi di antara mereka. Ditambah lagi moyangnya Ka’ab bin Luay, adalah orang yang terpandang di kalangan bangsa Arab. Dari situlah di kemudian hari nanti Umar selalu mendapat posisi yang strategis di kalangan masyarakat Quraisy.


Jika dirunut, nasab Umar bertemu dengan Nabi Muhammad dari Ka’ab dan Luay.

Mengutip buku Jejak Langkah Umar bin Khattab oleh Abdul Rohim dijelaskan bahwa Umar kecil lahir di tengah keluarga bangsawan di Makkah.

Umar Tumbuh Menjadi Anak yang Keras dan Tegas

Sejak kecil Umar tumbuh seperti anak-anak Quraisy pada umumnya. Ia menghabiskan separuh perjalanan hidupnya dimasa Jahiliyah yang penuh dengan adat masyarakat yang tidak beradab.

Umar juga dikenal sebagai anak yang suka belajar dan cerdas, dia tumbuh menjadi anak yang bertanggung jawab. Meskipun hidup di tengah keluarga yang kaya, Umar bukanlah anak yang suka bermewah-mewah.

Umar juga terkenal mempunyai watak yang keras, hal ini karena pola asuh yang diterapkan sejak dini oleh sang ayah yang menempatkannya di dunia gembala. Di dunia inilah sosok Umar mulai terbentuk, mental

kerasnya terbentuk dari perlakuan keras sang ayah yang mewariskan sikap-sikap keras dan tegas pada diri Umar.

Diceritakan oleh Abdurrahman bin Hathib dalam suatu riwayat, “Suatu ketika, aku pernah bersama Umar bin Khattab di bukit Djanan. Umar bercerita, “Dulu, aku menggembalakan unta milik Al-Khattāb di tempat ini. Ia adalah orang yang kasar dan keras tutur katanya. Terkadang aku disuruh Al-Khattāb menggembala unta dan terkadang mengumpulkan kayu bakar.”

Suatu hari ketika Umar bin Khattãb sudah menjadi seorang khalifah pun memori tentang perjalanan kecilnya yang keras sebagai seorang penggembala kambing ia ceritakan kepada kaum muslimin, dengan tujuan untuk mengukur dirinya sendiri.

Muhammad bin Umar AI Makzumi merawikan dari ayahnya, ia bercerita “Suatu hari Umar mengumandangkan adzan shalat, setelah orang-orang berkumpul dan melakukan shalat berjamaah, ia naik ke atas mimbar. Setelah mengucapkan puji syukur kepada Allah dan shalawat kepada Nabi, ia menyampaikan kepada hadirin,

“Wahai hadirin sekalian, tadi malam aku bermimpi menggembala kambing dan unta milik beberapa bibi dari Bani Mahkzum. Mereka memberi bekal segenggam kurma dan kismis. Aku masih mengenang masa lalu ku itu.”

Setelah itu Umar turun dari mimbar. “Wahai Amirul mukminin mengapa Anda mencela dirimu sendiri?” kata Abdurahman bin Auf.

Umar menjawab “Celakalah Anda wahai bin Auf! Sungguh aku telah mencoba melupakan kenangan itu, tapi hati kecilku berkata padaku, “Anda adalah Amirul mukminin, siapa lagi yang paling hebat selain diri Anda.” Karenanya maka aku ingin mengenalkan tentang jiwaku tentang hakikatku sebenarnya.”

Dalam riwayat yang lain, Umar mengatakan, “Kutemui ganjalan dalam hatiku, maka aku ingin merasa kecil darinya.”

Dari riwayat-riwayat tersebut tergambar jelas bahwa pekerjaan menggembala kambing dan unta yang keras telah menempa hidup Umar bin Khattab sehingga memunculkan sikap yang luhur yang dimiliki Umar, seperti bertanggung jawab, tegar dan berani menghadapi sesuatu.

Pada masa Jahiliyah, Umar bin Khattab tidak hanya pernah menjadi seorang penggembala. Ia juga terampil dalam berbagai olahraga seperti berkuda.

Di samping itu Umar juga ahli dalam menciptakan syair dan mendendangkannya. Ini sangat sesuai dengan budaya yang terkenal di jazirah Arab dengan keunggulan sastranya dan para penyairnya. Pada masa Jahiliyyah, Umar juga tidak bisa dilepaskan dengan budaya kesusastraan tersebut.

Rasa ingin tahu yang tinggi serta minat belajar yang sejak kecil tertanam dalam diri Umar, memikat perhatiannya pada masalah sejarah dan urusan-urusan kaum Quraisy. Hal ini membuat Umar gemar mengunjungi pasar-pasar besar bangsa Arab seperti, pasar Ukazh, pasar Majannah, dan pasar Dzu Al-majaz.

Kunjungannya ke berbagai tempat umum ini selain ia gunakan untuk mempelajari sejarah bangsa Arab, ia juga gunakan untuk berdagang dan mengetahui berbagai kejadian yang sedang terjadi, kontes pembangunan keturunan, dan persengketaan di antara suku.

Dari sini juga Umar sering melihat persaingan antarsuku di Pasar Ukazh yang telah menyulut perang saudara selama empat kali.

Umar Mahir Berdagang

Di dunia perdagangan Umar tergolong sebagai pedagang yang sukses, ia meraih keuntungan yang sangat besar dari kunjungan dagangnya di berbagai tempat di jazirah Arab.

Saat musim panas, Umar berdagang ke wilayah Syam, dan pada musim dingin ke daerah Yaman. Hal ini yang menghantarkan Umar menjadi salah satu orang terkaya dan terpandang di kota Makkah.

Sebagai orang kaya di kota Makkah, Umar juga mendapatkan posisi strategis di tengah masyarakat.

Umar juga dikenal sebagai orang yang adil dan mampu menyelesaikan konflik yang terjadi.

Ibnu Sa’ad mengatakan, “Sebelum masa Islam, Umar sudah terbiasa menyelesaikan berbagai sengketa yang terjadi di kalangan bangsa Arab.” Selain menjadi orang yang dipercayai masyarakat untuk menjadi hakim, Umar juga sering dijadikan delegasi bagi suku Quraisy dan menjadi wakil dalam membanggakan keturunan mereka dengan suku-suku yang lainnya.”

Ibnu Jauzi mengatakan “Umar bin Khattab menempati posisi sebagai duta atau delegator. Bila terjadi peperangan di antara suku Quraisy dengan suku-suku yang lain, maka mereka akan mengutus Umar sebagai delegasi yang menangani konflik di antara mereka. Mereka dengan suka rela mempercayakan urusan semacam ini kepada Umar.”

Keterlibatan Umar yang memberikan kontribusi yang sangat signifikan di tengah masyarakat Quraisy membuat Umar sangat dicintai masyarakat Makkah. Dan sebaliknya Umar juga mencintai masyarakatnya. Sehingga apa pun yang menggangu kelangsungan kehidupan masyarakat, dia menjadi tokoh pertama yang akan membela dan mempertahankan apa yang sudah diyakini tersebut.

Keteguhan Umar bin Khattab ini membuat proses dakwah pertama yang dilakukan Nabi Muhammad mengalami kesulitan. Umar menjadi salah satu tokoh yang paling semangat menentang agama Islam.

Umar merasa khawatir terhadap kehadiran Islam pada saat itu, kalau merusak tatanan sosial, politik masyarkat Makkah yang sudah mapan. Bahkan Umar termasuk tokoh yang paling kejam menyiksa para pengikut Islam di awal keberadaanya.

Kisah Kerasnya Umar Menentang Islam

Sebelum mengenal dan memeluk Islam, Umar dikenal sebagai orang yang sangat menentang Islam dan Nabi Muhammad. Umar pernah memukul seorang hamba sahaya perempuan yang telah menganut agama Islam sampai kedua tangannya letih dan cambuk yang ia gunakan terjatuh dari tangannya.

Ia berhenti memukul sahaya perempuan tersebut setelah ia mengalami kelelahan. Saat itu, Abu Bakar lewat dan melihat Umar sedang memukuli hamba sahaya perempuan tersebut. Abu Bakar kemudian membelinya dan memerdekakannya.

Dari kisah ini dapat dilihat bahwa Umar adalah sosok orang yang sangat teguh dalam memegang pendirian dan mempunyai watak yang kasar. Apalagi di dalam situasi
masyarakat yang Jahiliyah saat itu yang penuh akan kerusakan moral tidak tahu akan perbuatan yang haq dan yang batil, membuat Umar nampak sebagai seorang yang sangat kejam dan tidak punya perasaan.

Setelah menerima hidayah dan akhirnya masuk Islam, Umar menjadi pembela Islam yang sangat loyal, dan pengetahuan yang didapatkan dari ajaran Islam tentang akhlak yang baik membuat Umar menjadi sosok yang bisa membedakan akan kebenaran dan
kebatilan. Sehingga Umar dijuluki sebagai Al-Faruq yang artinya sang pembeda.

Setelah memeluk Islam, Umar menjadi salah satu sahabat setia Rasulullah SAW. Hingga pada akhirnya Umar bin Khattab terpilih menjadi Khalifah pada 634 hingga tahun 644. Ia menjadi Khulafaur Rasyidin kedua menggantikan Khalifah Abu Bakar.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kenapa Malaikat Malu kepada Utsman bin Affan?



Jakarta

Khulafaur Rasyidin adalah julukan kepada empat sahabat yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Namun diantara para sahabat Rasulullah SAW, ada salah satu sahabat membuat malaikat menjadi malu. Kenapa malaikat malu kepada Utsman bin Affan?

Riwayat dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Umatku yang paling penyayang adalah Abu Bakar, yang paling tegas dalam agama Allah adalah Umar, yang paling jujur dan malu adalah Utsman, yang paling tahu halal dan haram adalah Mu’adz bin Jabal, yang paling ahli qira’ah adalah Ubay, dan yang paling mengetahui faraidh (ilmu tentang warisan) adalah Zaid bin Tsabit. Tiap-tiap umat ada orang yang terpercayanya dan orang yang terpercaya umat ini adalah Abu Ubaidah bin Al-Jarah.”


Dari buku Rasulullah SAW: The Untold Story karya Ali Abdullah, Utsman adalah sahabat pilihan Rasulullah SAW, diantara para sahabat yang dijamin masuk Surga, maka Utsman adalah salah satunya.

Suatu kisah Abu Bakar As-Siddiq datang ke rumah Rasulullah SAW, beliau bersikap biasa saja. Umar bin Khattab pun datang kepada Rasulullah SAW, tetapi beliau juga tetap bersikap biasa saja.

Ketika Utsman bin Affan datang, Rasulullah SAW tampak memberikan perhatian khusus. Beliau duduk dan membenarkan pakaian yang beliau kenakan.

Kisah ini pernah diriwayatkan oleh Aisyah RA:

عَنْ عَائِشَة قالت: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُصْطَجعًا فِي بَيْتِي، كَاشِفَا عَنْ فَخِذَيْهِ، أَوْ سَاقَيْهِ، فَاسْتَأذِنَ أَبُو بَكْرٍ فَأذِنَ لَهُ، وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الحال، فَتَحَدَّثَ ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ، فَأَذِنَ لَهُ، وَهُوَ كَذلِكَ، فَتَحَدَّثَ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ، فَجَلَسَ رَسُولُ اللهِ صلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَوَّى ثِيَابَهُ – قَالَ مُحَمَّدٌ: ولا أقولُ ذَلِكَ فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ، فَلَمَّا خَرَجَ قالتْ عَائِشَة دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ فَقَالَ : أَلا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ.

Artinya: “Dari Aisyah, dia berkata, “Suatu ketika Rasulullah SAW., berbaring di rumahku dalam keadaan tersingkap dua paha atau dua betis beliau. Kemudian Abu Bakar meminta izin menemui beliau. Beliau mengizinkannya masuk, sementara beliau masih dalam keadaan sebagaimana adanya. Lalu Abu Bakar bercakap- cakap dengan beliau. Kemudian Umar datang meminta izin untuk masuk. Beliau mengizinkannya masuk, sementara beliau tetap demikian keadaannya. Mereka pun berbincang-bincang. Kemudian Utsman datang minta izin untuk menemui beliau. Beliau langsung duduk dan membenahi pakaian beliau. Utsman pun masuk dan berbincang-bincang. Ketika Utsman pulang, Aisyah berkata, ‘Abu Bakar masuk menemui engkau, tapi engkau tidak bersiap menyambut dan tidak mempedulikannya. Begitu pula ketika Umar masuk menemui engkau. Engkau juga tidak bersiap menyambut dan tidak mempedulikannya. Ketika Utsman masuk, engkau segera duduk dan membenahi pakaian engkau.’ Rasulullah saw., menjawab, “Tidakkah aku merasa malu kepada seseorang yang malaikat pun merasa malu kepadanya?” (HR. Muslim).

Kenapa malaikat malu kepada Utsman bin Affan?

Dari buku The Great Figure of Utsman bin Affan Kisah Teladan Sang Ahli Sedekah yang Menjalani Sifat Zuhud karya A.R. Shohibul Ulum dijelaskan Nabi Muhammad SAW menghormati Utsman bin Affan bukan karena usia, sebab Utsman lebih mudah dari Rasulullah SAW.

Rasulullah SAW menghormati Utsman karena kemuliaan akhlak Utsman yang berada di atas rata-rata manusia umumnya.

Rasa malu Utsman juga bukan malu yang dibuat-buat atau hanya menjaga image saja. Akan tetapi sifat malunya sudah mendarah daging bersatu dengan jiwanya.

Rasa malunya membuat dia takut berbicara, segan berdialog, dan berdebat lama-lama. Tetapi Utsman tetaplah orang yang gigih dan tidak mudah menyerah. Sehingga rasa malunya inilah yang memberikan kebaikan, keberkahan, kelembutan, dan kasih sayang.

Dan sungguh, “Malu kepada Allah, yaitu dengan menjaga apa yang di kepala, menjaga apa isi perut, dan selalu ingat dengan kematian serta meninggalkan gemerlapnya dunia,” tutur Ibnu Mas’ud ketika menjelaskan makna malu yang hakiki.

Selain itu, Al-Junaid rahimahullah berkata, “Rasa malu yaitu melihat kenikmatan dan keteledoran sehingga menimbulkan suatu kondisi yang disebut dengan malu. Hakikat malu ialah sikap yang memotivasi untuk meninggalkan keburukan dan mencegah sikap menyia-nyiakan hak pemiliknya.”

Karena rasa malu Utsman bin Affan yang begitu dalam, dan juga telah menjaga dirinya sehingga tidak ada bagian dari tubuhnya yang merupakan aurat bisa dilihat orang lain, maka malaikat pun malu kepadanya.

Demikianlah kisah luar biasa dari Utsman bin Affan yang dapat membuat para malaikat merasa malu terhadapnya. Karena rasa malu membuatnya terhindar dari keburukan.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Detik-detik Terbunuhnya Utsman bin Affan saat Baca Al-Qur’an



Jakarta

Utsman bin Affan merupakan salah satu dari 4 sahabat Rasulullah SAW yang dijuluki Khulafaur Rasyidin. Meninggal dalam keadaan syahid kala menghadapi orang-orang Islam Munafik. Di bawah ini kisah Utsman bin Affan terbunuh di rumahnya.

Mengutip buku Biografi Utsman bin Affan karya Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shallabi, menjelaskan biografi lengkap Utsman bin Affan.

Utsman bin Affan bin Abu Al-‘Ash bin Umayyah bin Abdi Syams bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah pada Abdi Manaf. Sedang ibunya bernama Arwa binti Kuraiz bin Rabi’ah bin Habib bin Abd Syams bin Abdi Manaf bin Qushay.


Utsman bin Affan mendapatkan gelar Dzunnurain (Pemilik dua cahaya), dan semasa hidupnya beliau mempunyai nama panggilan Abu ‘Amru. Kemudian, ketika Utsman bin Affan mempunyai anak dari Ruqayah binti Rasulullah yang diberi nama Abdullah, maka Utsman pun dipanggil Abu Abdillah.

Kisah Terbunuhnya Utsman bin Affan

Penulis M. Syaikuhudin dalam buku Sahabat Rasulullah Utsman bin Affan, mengisahkan kejadian terbunuhnya Utsman bin Affan di rumahnya ketika mengaji bersama istrinya.

Kisah bermula ketika Muhammad bin Abu Bakar As-Siddiq merencanakan pembunuhan terhadap Khalifah Utsman bin Affan. Sedangkan yang melaksanakan pembunuhannya adalah Aswadan bin Hamrab, Al Ghafiki, dan Sudan bin Hamram.

Malam itu, ketika Muhammad bin Abu Bakar bersama kedua temannya memanjat dinding belakang rumah Khalifah Utsman bin Affan. Saat Khalifah sedang membaca Al-Qur’an yang ditemani oleh istrinya bernama Na’ilah.

Sesudah berhasil menyusup masuk ke kamar Khalifah, mereka segera menyergap Utsman bin Affan. Muhammad bin Abu Bakar memulai pertama dengan memegang janggut Khalifah sambil berkata, “Hah Na’sal, Allah telah menghinamu.”

Utsman sempat membalas omongannya, “Saya bukan Na’sal, tetapi saya hamba Allah Amirul Mu’minin.”

Muhammad bin Abu Bakar tetap saja merenggut janggut Utsman bin Affan sambil berkata, “Muawiyah tidak akan dapat menolong anda, begitu juga Abdullah bin Amir dan surat-suratmu itu!”

Utsman bin Affan pun berkata, “Lepaskanlah janggut ku. Ayahmu pun tidak akan memperlakukan aku, seperti yang kamu lakukan ini. Kalau ayahmu melihat perbuatanmu, ia pun tidak akan setuju.”

Muhammad bin Abu Bakar menjawab: “Saya tidak ingin menggenggam janggutmu lebih keras lagi.”

Utsman menjawab dengan sabar dan tabah: “Atas perbuatanmu ini saya meminta pertolongan Allah dan kepada- Nya aku berlindung.”

Mendengar ucapan Utsman, hati Muhammad bin Abu Bakar terharu, cair, dan luluh. Tanpa disadari, tangan yang sedang memegang erat janggut memutih itu mengendor perlahan-lahan dan lepaslah. Tetapi malang, dua orang teman Muhammad yang turut masuk menyerbu tidak dapat menguasai hatinya masing-masing.

Kemudian salah satu dari mereka mengangkat anak panah dan menghunjamkannya ke pangkal telinga Utsman sampai tembus ke tenggorokan, lalu menghantamnya dengan pedang.

Utsman bermaksud hendak menangkis pedang itu dengan tangannya sampai tangannya putus. Begitu juga dengan istrinya Na’ilah, jarinya terputus ketika ia menelungkup kepada suaminya hendak mengambil pedang itu dengan tangannya.

Kemudian, Utsman dihantam pada bagian rusuknya sehingga ia jatuh tersungkur. Seketika itu juga Utsman gugur. Na’ilah yang menyaksikan peristiwa itu berteriak dan menjerit-jerit histeris bersamaan dengan melesatnya tiga orang pemuda itu lari melompat jendela.

Na’ilah terus-menerus menjerit: “Amirul Mukminin terbunuh! Amirul Mukminin terbunuh!”

Segera setelah mendengar berita tentang terbunuhnya Khalifah Utsman, Ali bin Abi Thalib masuk menuju ke kamar Utsman. Duka hatinya yang mendalam terpancar terang sekali

Peristiwa pembunuhan Utsman tersebut terjadi pada tanggal 18 bulan Zulhijah, tahun 35 Hijriyah, yaitu waktu Khalifah Utsman genap berusia 82 tahun setelah menjabat sebagai Khalifah selama 12 tahun. la dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.

Alasan Munculnya Kudeta Terhadap Pemerintahan Utsman bin Affan

Mengutip buku Kitab Sejarah Lengkap Khulafaur Rasyidin karya Ibnu Katsir, dijelaskan mengenai seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba’ yang menjadi sebab kudeta terjadi.

Abdullah bin Saba berpura-pura masuk Islam dan pergi ke daerah Mesir, untuk menyebarkan pemikiran dan propaganda nya sendiri kepada masyarakat disana.

Ia mengatakan, “Bukankah Isa bin Maryam akan kembali ke dunia?”

Jawab orang itu, “Ya!”

Ia berkata lagi, “Rasulullah SAW lebih baik dari Isa. Apakah kamu mengingkari bahwa beliau akan kembali ke dunia, sementara beliau lebih mulia daripada Isa bin Maryam?”

Kemudian ia berkata, “Beliau telah memberikan wasiatnya kepada Ali bin Abi Thalib. Muhammad Nabi terakhir dan Ali penerima wasiat yang terakhir.”

Lanjutnya, “Berarti Ali lebih berhak untuk menjabat sebagai khalifah daripada Utsman bin Affan dan Utsman telah merampas hak yang bukan miliknya.”Maka, mulailah orang-orang mengingkari kepemimpinan Utsman bin Affan.

Demikianlah sejarahnya, Khalifah Utsman bin Affan syahid di rumahnya ketika sedang membaca Al-Qur’an bersama istri tercinta. Beliau pun dikuburkan di kota yang sama dengan tempat tinggalnya, yakni kota Madinah.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com