Tag Archives: kisah inspiratif

Hijabers Ini Raup Omzet Ratusan Juta dari Bisnis Daster, Awalnya Jual Pulsa

Jakarta

Devi Septrianingsih, seorang hijabers inspiratif, membuktikan bahwa ketekunan dan keberanian untuk mencoba bisa membawa kesuksesan. Berawal dari berbagai usaha kecil-kecilan seperti menjual cupcake dan pulsa, kini ia berhasil membangun bisnis busana rumahan-daster dan piyama print-yang laris manis di pasaran.

Wanita kelahiran 28 september 1991 ini mengaku memulai semuanya dari nol, tanpa gengsi mencoba berbagai jenis usaha. Latar belakang keluarga yang sederhana membuatnya terbiasa berjuang sendiri sejak muda. Ia percaya bahwa asal dijalani dengan niat dan usaha sungguh-sungguh, setiap peluang bisa mendatangkan hasil. Kini, produk-produknya tidak hanya dikenal karena motif yang menarik, tapi juga karena kualitas yang terus ia jaga.

“Pertama banget jualan itu cupcake, pulsa, jualan apa saja yang bisa dijual. Karena aku berasal dari orang yang berada, jadi kita lakukan sebisa mungkin jualan yang bisa menghasilkan uang,” ungkap Devi Septrianingsih saat ditemui Wolipop di acara Srawungayu Koncoturu di Rise n Roll Cake, Jakarta Timur, Minggu (10/8/2025).


.

Foto Devi Septrianingsih pemilik brand Deav Hijab dan Koncoturu.Foto Devi Septrianingsih pemilik brand Deav Hijab dan Koncoturu. Foto: Dok. pribadi Devi Septrianingsih.

Kemudian, Devi beralih menjual tanktop dan baju lengan pendek. Saat mulai hijrah dan berhijab, Devi Septrianingsih menjual hijab.

“Awalnya dari pre order (produk) dari Tanah Abang. Jualan hijab itu oke ya sudah punya market. Jualan awal aku di Twitter, pertama di Blackberry dan langsung ke Instagram. Aku terus bangun Deav Hijab, awalnya juga bukan Deav namanya lalu re-branding,” tuturnya.

Setelah Deav Hijab mulai berjalan, ia berpikir untuk membuat koleksi baju tidur dengan target market yang berbeda dengan Deav Hijab. Ia lalu membuat brand baru dengan nama Koncoturu.

Foto koleksi Koncoturu saat acara Srawungayu Koncoturu berlangsung di Rise & Roll Cake, Jakarta Timur (10/8/2025).Foto Devi Septrianingsih. Foto: Dok. pribadi Devi Septrianingsih.

“Masya Allah ternyata banyak banget yang butuh piyama dan daster sekitar tahun 2021 pas pandemi. Dulu sistemnya pre order, kalau sekarang sudah ready stock terus. Alhamdulillah malah semakin meningkat,” jelasnya haru.

Modal awal, Devi mengaku mendapatkan subsidi dari brand sebelumnya Deav Hijab. Pada awal merintis brand Koncoturu, Devi membuka pemesanan setiap awal bulan.

“Biasanya stok 100 piece untuk awal dan habis semua dalam waktu beberapa menit. Range harga bukan yang murah-murah gitu Rp 75 Ribu awalnya piyama Rp 150 Ribu dan busui friendly. Ada bukaan di samping dada kanan dan kiri. Kita marketnya itu untuk wanita yang sudah menikah dan ibu menyusui,” kisah Devi.

Devi Septrianingsih yang membangun brand daster wanira yang berkualitas. Suasana produksi brand Koncoturu.Devi Septrianingsih yang membangun brand daster wanira yang berkualitas. Suasana produksi brand Koncoturu. Foto: Dok. pribadi Devi Septrianingsih.

“Pertama banget aku mencoba dua size, sampai akhirnya sudah roll-rollan. Daster aja dulu awal tiga pieces per motif. Aku beli meteran yang penting motifnya aku suka dan tambahin lace. Kita jual dengan model yang ada dan tidak pakai model, flatlay biasa aja, tanpa perlu dipakai model,” lanjutnya lagi.

Menciptakan baju daster, Devi tidak mengeluarkan koleksi setiap saat. Ia hanya membuat produk yang seriesnya laris manis di pasaran.

“Kita hanya punya 6-7 produk sampai saat ini. Dari awal terbentuk. Alhamdulillah best seller banget, karena kita fokus untuk busui,” saut Devi.

Bahan yang ia gunakan dari berbagai pusat kain lokal yang berada di Pasar Cipadu, Tanah Abang dan Bandung. “Aku tidak mencari motif dan pilih-pilih motif juga. Di Koncoturu motifnya tidak ada yang norak. Sudah terfilter motifnya,” jelasnya.

Foto Devi Septrianingsih pemilik brand Deav Hijab dan Koncoturu.Foto Devi Septrianingsih pemilik brand Deav Hijab dan Koncoturu. Foto: Dok. pribadi Devi Septrianingsih.

Berawal dari dua orang saat membentuk Koncoturu, kini Devi memiliki enam orang karyawan yang bekerja di kantor dan sembilan penjahit. Ada juga freelance lainnya. Koleksi daster Koncoturu dijual dengan harga mulai dari Rp 95 Ribu dan piyama Rp 195 Ribu.

“Terakhir omzetnya Rp 250 Juta per bulan. Kalau Deav beda seasonnya, dia naik di Ramadan dan Lebaran. Alhamdulillah ada Koncoturu jadi bisa subsidi,” ucap Devi.

Di pasaran beredar koleksi daster wanita dengan harga yang murah meria, Devi mengaku tak takut dengan persaingan harga. Dia meyakini memiliki produk daster yang berkualitas.

“Kalau kita selalu selipin lace, ada piyama baru juga lacenya. Kita itu identik dengan baju busui, ada resleting yang berkualitas,” tutur Devi.

Intimate Event untuk Pelanggan Setia

Foto Devi Septrianingsih pemilik brand Deav Hijab dan Koncoturu.Foto suasana acara intimate event bertajuk Srawungayu Koncoturu. Foto: Dok. pribadi Devi Septrianingsih.

Alumnus Universitas Gunadarma, Fakultas Teknik Industri, Jurusan Teknik Informatika ini mengucapkan rasa terima kasih dengan cara membuat intimate event Koncoturu yang bertajuk Srawungayu Koncoturu pada Minggu (10/8/2025). Ia mengundang pelanggan setia Koncoturu, Influencer, sesama pemilik usaha hijab dan modest.

“Acara perdana Koncoturu bahkan Deav Hijab belum pernah bikin acara. Aku mau bikin daster dan bisa keren juga lho. Aku ingin membuktikan itu dan memperkenalkan brand Koncoturu,” jelas Devi.

Acara tersebut memperkenalkan beragam koleksi Koncoturu yang laris manis di pasaran. Seluruh tamu undangan yang hadir menggunakan koleksi Koncoturu.

Foto koleksi Koncoturu saat acara Srawungayu Koncoturu berlangsung di Rise & Roll Cake, Jakarta Timur (10/8/2025).Foto koleksi Koncoturu saat acara Srawungayu Koncoturu berlangsung di Rise & Roll Cake, Jakarta Timur (10/8/2025). Foto: Dok. pribadi Devi Septrianingsih.

Ada juga kegiatan pottery clas bersama Titik Semesta yang membuat suasana semakin hangat. Devi menuturkan acara seperti ini akan ia adakan kembali secara berkala tiga bulan hingga enam bulan ke depan.

“Harapannya yang datang bisa lebih kenal dengan Koncoturu. Aku ingin brand ini tidak dipandang daster kok mahal banget? Semua tidak hanya harga, daster ini kan kualitasnya bagus dan ingin mendongkrak stigma jika daster itu murah lewat kualitas,” pungkasnya.

Foto koleksi Koncoturu saat acara Srawungayu Koncoturu berlangsung di Rise & Roll Cake, Jakarta Timur (10/8/2025).Foto koleksi Koncoturu saat acara Srawungayu Koncoturu berlangsung di Rise & Roll Cake, Jakarta Timur (10/8/2025). Foto: Dok. pribadi Devi Septrianingsih.

(gaf/eny)



Sumber : wolipop.detik.com

Kisah Wanita Sarjana Peternakan Sukses Bangun Brand Busana dan Hijab Anak

Jakarta

Siapa sangka, seorang hijabers lulusan Fakultas Peternakan Universitas Padjajaran justru menemukan jalannya di dunia bisnis fashion muslim anak. Ia membuktikan bahwa keberanian untuk mulai bisa membuka jalan menuju kesuksesan.

Berawal dari kebutuhan sederhana, ia berani melangkah merintis bisnis meski dengan modal terbatas, hingga kini karyanya dikenal luas. Ialah Swistya Ardiana atau akrab disapa Tya yang awalnya tak menyangka akan terjun ke dunia fashion muslim anak.

Tya mulai merintis bisnis pada 2016, berawal dari keinginan sederhana untuk menyediakan busana dan hijab yang nyaman bagi anak-anaknya. Kala itu, ia melihat minimnya pilihan pakaian hijab yang kasual, dinamis, dan sesuai kebutuhan anak aktif.


Kisah inspiratif, hijabers bernama Swistya Ardiana ini sukses membangun bisnis baju muslim dan hijab anak.Kisah inspiratif, hijabers bernama Swistya Ardiana ini sukses membangun bisnis baju muslim dan hijab anak. Foto: Dok. pribadi Swistya Ardiana

“Sempat vakum 1,5 tahun karena merasa perlu mempelajari detail pola dan jahitan terlebih dahulu, lalu saya melanjutkan lagi sampai sekarang. Awalnya untuk memenuhi kebutuhan anak-anak saya yang ingin berjilbab sejak kecil. Bersekolah di sekolah Islam Terpadu, dan melihat aktivitas bundanya sehari-hari dengan hijab, membuat mereka ingin mulai berhijab,” ungkap Tya saat berbincang dengan Wolipop baru-baru ini di Senayan City, Jakarta Selatan.

Saat itu, Tya mengaku kesulitan menemukan daily outfit yang nyaman untuk anaknya. Dari keresahan itu, lahirlah brand yang kini ditekuninya, Little Missmos.

“Saya yakin ini adalah masalah banyak orangtua yang juga memiliki anak-anak yang mulai ingin berpakaian sopan dan berjilbab. Little Missmos hadir untuk mencoba menjawab solusi tersebut, dan Alhamdulillah saat itu sambutannya sangat baik,” jelas Tya.

Bermodalkan keberanian, sedikit bahan baku, dan semangat belajar, Tya mulai memproduksi dalam jumlah kecil, lalu memasarkan lewat media sosial. Modal awalnya berjualan hanya cukup untuk membeli beberapa bahan baku.

“Saya coba produksi dalam jumlah kecil dulu, lalu saya foto dan unggah di sosial media. Dari situ saya mulai belajar bagaimana mengatur keuntungan agar bisa terus berputar. Jadi, bagi saya modal awal bukan hanya soal uang, tapi juga soal keberanian untuk mulai dari kecil,” lanjut Tya.

Perjalanan Jatuh Bangun Bisnis

Kelas Modeling.id tampil perdana di Senayan City Fashion Nation dengan membawa tema Runaway Celebration.Brand Litlle Missmos tampil perdana di Fashion Nation, Senayan City. Foto: Dok. Kelas Modeling.id.

Tya mengaku awalnya memulai bisnis seorang diri. Saat brandnya perlahan tumbuh, dia kemudian merekrut tim tak sampai tiga orang.

“Sekarang jumlah karyawan sudah berkembang sesuai kebutuhan produksi, marketing, dan penjualan. Jadi, jumlah tim memang naik turun menyesuaikan kondisi, tapi yang pasti perlu tetap ditanamkan semangat untuk tumbuh bersama,” jelasnya.

Brand busana anak siap pakai, Little Missmos tampil perdana di Fashion Nation, Senayan City.Brand busana anak siap pakai, Little Missmos tampil perdana di Fashion Nation, Senayan City. Foto: Dok. Little Missmos.

Ia melihat peluang karena sesuai dengan target pasar yang ingin ditujunya. Seiring berjalannya waktu, Tya bertemu banyak teman di komunitas-komunitas yang membuatnya paham langkah demi langkah apa yang perlu ditempuh untuk membuat Little Missmos terus bertumbuh.

Perjalanan membangun Little Missmos tentu tidak selalu mulus. Tya menghadapi beragam tantangan. Namun, ia memilih untuk fokus mencari solusi satu per satu. Diskusi dengan komunitas bisnis, mentor, hingga tim internal menjadi kunci baginya untuk tetap adaptif dan menemukan jalan keluar di tengah ketidakpastian.

“Satu hal yang mungkin akhirnya saya sadari penuh, menjalankan sebuah bisnis dari nol dengan tujuan ingin terus bertumbuh adalah bahwa di setiap langkahnya berisi tantangan demi tantangan. Mulai dari gagal produksi saat cashflow sedang tidak baik-baik saja, tiba-tiba ditinggal karyawan saat kerjaan sedang banyak-banyaknya, produksi banyak tanpa perhitungan pasti yang akhirnya tidak diserap pasar, atau sebaliknya produksi sedikit ternyata permintaan sangat tinggi sehingga bagian produksi perlu mengejar kekurangan secepat mungkin, dan masih banyak hal-hal tidak terduga lainnya,” ungkap Tya.

Dalam menghadapi tantangan atau masalah, Tya memecahnya menjadi bagian-bagian kecil agar tidak kewalahan. Strategi ini membantunya lebih fokus menemukan solusi yang realistis dan terukur.

“Dengan memecah masalah besar menjadi langkah-langkah kecil, saya bisa fokus mencari solusi yang realistis. Tidak jarang saya berdiskusi dengan sesama pelaku bisnis, mentor, atau bahakan cukup dengan tim internal untuk mendapatkan banyak sudut pandang tentang masalah yang saya hadapi. Karena bisnis selalu berubah, saya belajar untuk adaptif. Kalau satu cara tidak berhasil, saya mencoba mencari cara lain,” terangnya.

Pandemi menurutnya menjadi salah satu ujian berat dalam menjalani bisnis. Penjualan brandnya sempat menurun drastis karena perubahan perilaku konsumen dan channel penjualan online yang berkembang pesat. Meski sempat hampir mati suri, Little Missmos bangkit kembali berkat momentum Lebaran.

“Ternyata bagaimanapun kondisi sosial distancing saat itu, lebaran tetap menjadi momen yang ditunggu oleh masyarakat Indonesia untuk membeli baju baru, penjualan Little Missmos kembali meningkat, dan kembali memililiki bahan bakar untuk berjalan lagi, sambil terus beradaptasi dengan chennel pernjualan online yang dinamis,” lanjutnya.

Dari situ, Tya belajar pentingnya menjaga keuangan sehat, fleksibel terhadap tren pasar, serta memperkuat hubungan dengan pelanggan agar bisnis tetap bertahan. Hingga kini, Tya konsisten memproduksi produk untuk busana dan hijab untuk anak. Selain itu, ia juga merambah produk khusus untuk wanita dewasa dengan brand swistya.label.

Fashion Show Perdana

Brand busana anak siap pakai, Little Missmos tampil perdana di Fashion Nation, Senayan City.Brand busana anak siap pakai, Little Missmos tampil perdana di Fashion Nation, Senayan City. Foto: Dok. Little Missmos.

Little Missmos tampil di panggung besar Fashion Nation Senayan City, event tahunan bergengsi yang kali ini berkolaborasi dengan Kelas Modeling. Dalam kesempatan spesial ini, Tya mempersembahkan koleksi terbarunya bertajuk “Pastel Parade”, sebuah rangkaian busana modest untuk anak-anak perempuan yang ingin tampil cantik, casual, nyaman, sekaligus sopan.

“Ini menjadi pengalaman pertama Little Missmos melakukan fashion show, dan langsung di panggung besar, rasanya luar biasa,” ujar Tya.

Koleksi Pastel Parade hadir untuk mematahkan stigma bahwa busana modest anak terasa ribet dan membatasi gerak. Dengan potongan yang lebih loose namun tetap rapi, ditambah sentuhan palet pastel yang lembut, setiap outfit memberi kesan ringan, ceria, dan membuat anak lebih percaya diri. Bagi Tya, koleksi ini bukan sekadar busana, melainkan selebrasi kecil untuk hari-hari penuh keceriaan anak-anak.

Brand busana anak siap pakai, Little Missmos tampil perdana di Fashion Nation, Senayan City.Brand busana anak siap pakai, Little Missmos tampil perdana di Fashion Nation, Senayan City. Foto: Dok. Little Missmos.

Brand busana anak siap pakai, Little Missmos tampil perdana di Fashion Nation, Senayan City. Foto: Dok. Little Missmos.

Meski persiapannya terbilang singkat, hanya sekitar satu bulan, Tya dan tim tetap optimis koleksi ini bisa menjadi jawaban kebutuhan fashion anak berjilbab yang sopan tapi tetap menyenangkan.

“Awalnya sempat gugup karena ini fashion show pertama kami, apalagi skalanya besar. Tapi Alhamdulillah tim Fashion Nation dan Kelas Modeling banyak membimbing, sehingga prosesnya terasa lebih mudah dijalani,” ungkapnya.

Dalam pagelaran ini, Little Missmos menampilkan tujuh koleksi, yang terdiri dari atasan, long dress, celana hingga rok. Inspirasi desainnya berangkat dari pengalaman pribadi Tya sebagai ibu yang sering kesulitan menemukan outfit sopan, nyaman, dan tetap fashionable untuk anak-anaknya. Dari situlah lahir ide menghadirkan pilihan modest fashion anak yang ringan dipakai, tapi tetap manis dan ceria.

Lewat koleksi ini, Tya berharap Little Missmos semakin dikenal luas, khususnya sebagai brand yang menghadirkan busana cantik, sopan, dan menyenangkan bagi anak-anak perempuan. “Semoga koleksi ini bisa membuat anak merasa bahagia dengan outfitnya, bebas bergerak, sekaligus tetap anggun,” harapnya.

(gaf/eny)



Sumber : wolipop.detik.com

Kisah Petani Tegal Antar Anak Raih Gelar Sarjana di UNJ



Jakarta

Rasa haru bercampur bangga tak mampu disembunyikan Sutarwo, seorang petani asal Tegal, Jawa Tengah. Akhirnya, ia bisa menyaksikan putrinya diwisuda di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Senin (6/10/2025).

Putrinya, Suni Putri Anggraini, resmi menyandang gelar sarjana dari Program Studi Pendidikan Tata Boga, Fakultas Teknik UNJ. Bagi Sutarwo, ini merupakan sebuah pencapaian luar biasa dan tak pernah terbayangkan.

“Alhamdulillah, acaranya meriah sekali dan luar biasa. Ini kali kedua saya ke Jakarta, dan kali ini sangat istimewa karena bisa melihat anak sendiri memakai toga dan apalagi langsung bersalaman dengan Pak Rektor,” ujar Sutarwo dikutip dari laman UNJ, Selasa (7/10/2025).


Perjuangan Sutarwo untuk Kuliahkan Anak

Sutarwo kembali mengenang masa-masa berjuang untuk putrinya. Sebagai petani, penghasilan Sutarwo bergantung pada hasil panen.

Ia bercerita, sebagian besar pendapatannya selalu disisihkan untuk biaya kuliah sang anak. Terkadang, saat hasil sawah belum bisa dipanen, ia terpaksa harus menjual barang di rumah demi menutup biaya pendidikan.

“Kalau habis panen, disisihkan buat biaya kuliah. Tapi kalau belum panen dan anak butuh bayar kos atau semester, ya kadang sampai jual apa yang ada,” tuturnya.

Sutarwo memang tidak punya jejak pendidikan yang tinggi. Namun, ia selalu yakin meski hidup sederhana, ia harus berpegang pada prinsip kerja keras dan keikhlasan.

Kegigihan Orang Tua-Anak Demi Pendidikan

Kerja keras demi pendidikan juga dilakukan putrinya. Tak tinggal diam, ia bekerja paruh waktu di hotel dan membantu di warung keluarga.

“Dia pernah bantu mamanya di warung, kerja paruh waktu di hotel, bantu masak dan dekorasi gedung. Namanya juga anak tata boga, ya dia manfaatkan ilmunya,” katanya.

Sutarwo hanya menamatkan pendidikan hingga kelas dua SMP. Namun, ia percaya bahwa pendidikan adalah jalan untuk memperbaiki nasib sehingga hal itu ia tanamkan pada anak-anaknya.

“Saya enggak sekolah tinggi, tapi anak jangan sampai kayak bapaknya. Zaman sudah beda. Kalau anak mau sekolah, orang tua jangan minder. Usaha dulu, Tuhan pasti kasih jalan,” katanya.

Saat pandemi Covid-19 melanda, sang putri menghadapi ujian yang cukup sulit, Warung keluarga di Jakarta harus tutup dan penghasilan berhenti.

Meski demikian, semangat belajar sang anak tidak padam. Ia tetap belajar secara online sembari membantu Sutarwo bertani di sawah.

“Waktu corona itu berat banget. Warung enggak bisa buka, penghasilan berhenti, tapi anak tetap harus kuliah. Ya sudah, dibawa pulang dulu ke kampung, bantu saya di sawah. Tapi dia tetap semangat belajar online,” kenangnya.

Doa dan Harapan yang Jadi Kenyataan

Perjuangan untuk melewati masa-masa sulit tersebut kini terbayar. Upaya Sutarwo dan sang putri berbuah manis dengan disandangnya gelar sarjana.

“Saya cuma bisa bersyukur. Yang penting ilmunya bermanfaat. Mau kerja di Jakarta atau pulang ke kampung, saya cuma berharap dia bisa pakai ilmunya buat orang lain,” ucapnya.

Menurut Sutarwo, orang tua harus selalu mendukung penuh sang anak untuk menempuh pendidikan setinggi mungkin. Ia yakin usaha untuk menyekolahkan anak selalu diberikan jalan rezekinya.

“Kalau anak punya keinginan buat sekolah, dukung saja. Jangan takut nggak mampu. Selama kita mau usaha, pasti ada jalan. Jangan lupa banyak bersyukur. Punya Rp 5 ribu pun kalau disyukuri, rasanya cukup,” tuturnya.

(cyu/twu)



Sumber : www.detik.com

Dari Buruh Pengupas Mete Jadi Wisudawan Terbaik UB, Ini Kisah Annes



Jakarta

Senyum bangga dan bahagia terlihat di wajah gadis ini saat momen wisuda di Universitas Brawijaya (UB). Namanya adalah Try Bhuwaneswari yang dinobatkan sebagai wisudawan terbaik prodi Pendidikan Teknologi Informasi UB.

Perempuan yang akrab disapa Annes ini bukan datang dari keluarga berada. Ia berhasil meraih prestasi tersebut berkat perjuangannya dan keteguhan hati.

“Saya bukan berasal dari keluarga berkecukupan. Sejak ayah meninggal saat saya berusia sembilan tahun, saya harus berjuang bersama keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup,” tutur Annes dikutip dari laman UB, Selasa (14/10/2025).


Sudah Terbiasa Bekerja dari Kecil

Sejak kecil, Annes sudah terbiasa menanggung tanggung jawab besar. Di usia ketika sebagian anak sibuk bermain, ia justru harus bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya.

Semasa SMA, Annes menghabiskan hari-harinya sebagai buruh kacip-pekerja pengupas mete-sembari tetap berjuang menuntaskan sekolah. Ketekunannya tak berhenti di situ. Berbekal kecerdasan dan semangat belajar tinggi, ia membuka les privat bagi anak-anak di sekitar rumahnya.

“Pekerjaan itu memang berat, tapi saya jalani dengan ikhlas,” tutur Annes. “Saya tahu, satu-satunya jalan keluar dari keterbatasan adalah pendidikan.”

Dari Jerih Payah Kini Jadi Prestasi

Kerja keras itu akhirnya berbuah manis. Annes berhasil menyelesaikan kuliahnya dengan IPK 3,94 dan resmi menyandang gelar Wisudawan Terbaik Universitas Brawijaya Periode IV.

Hal yang jauh lebih membanggakan adalah kini dirinya sudah bekerja di bidang yang sejalan dengan jurusannya. Dari sana ia kemudian semakin yakin bahwa perjuangan dan konsistensi tak pernah sia-sia.

“Awalnya saya hanya ingin kuliah di bidang pendidikan saja, karena sejak SMA saya sudah sering menjadi asisten mengajar dan guru les. Tapi setelah masuk jurusan ini, saya justru jatuh cinta pada dunia teknologi,” kata Annes.

Pekerjaan sekarang bagi Annes sangat membuatnya tertarik. Ia merasa sudah cukup banyak belajar selama 4 tahun di kampus untuk menjalankannya.

“Butuh waktu hampir empat tahun untuk benar-benar bisa menikmati dunia baru ini,” tambahnya.

Cita-Cita Sederhana, Semangat Luar Biasa

Annes sudah melewati masa-masa sulitnya selama SMP, SMA dan kuliah. Setelah lulus, ia ingin memaksimalkan apa yang sudah dia peroleh dari bangku kuliah.

Harapan Annes sekarang adalah ingin meraih kebebasan finansial (financial freedom). Besar harapan, Annes ingin menjadi orang yang memberikan inspirasi bagi banyak orang.

“Cita-cita saya sederhana saya ingin anak-anak saya nanti tidak merasakan kesulitan seperti yang saya alami dulu,” harapnya.

(cyu/pal)



Sumber : www.detik.com

IPK Sempurna 7 Semester, Tegar Anak Kedokteran UGM Terapkan Strategi Belajar Ini



Jakarta

Tekad kuat dan kerja keras menjadi kunci kesuksesan Tegar Inang Pratama, mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) yang konsisten meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sempurna 4,00 dari semester 1 hingga 7.

Di balik prestasinya tersebut, Tegar menyimpan kisah inspiratif dalam berjuang untuk hidup dan kuliah. Sejak kecil, Tegar diasuh oleh kakek dan neneknya.

Namun, kondisi ekonomi keluarga yang terbatas tak pernah menjadi alasan baginya untuk menyerah pada keadaan. Ia berhasil menembus Fakultas Kedokteran UGM melalui jalur Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP) dan mendapat beasiswa KIP Kuliah (KIP-K).


“Cara belajarnya adalah manajemen waktu sih. Jadi setiap minggu tuh kita harus tahu mau ngapain aja terus kalau belajar mau di mana,” ungkap Tegar dikutip dari unggahan Instagram @kemdiktisaintek.ri, Selasa (14/10/2025).

Ingin Jadi Dokter gegara Suka Anime

Kemauannya menjadi seorang dokter saat kecil berangkat dari alasan sederhana. Tegar senang menonton anime dengan tema medis.

“Menonton anime medis, di sana berkembang rasa kepedulian saya untuk bisa berguna, dan bermanfaat untuk banyak orang, saya suka untuk menolong sesama,” katanya dikutip dari laman Kemendiktisaintek.

Selama ini, Tegar tumbuh dengan prinsip kerja keras dan doa. Ia yakin dan sudah membuktikan kedua hal itu sudah membawanya sejauh ini.

“Saya bukan orang yang punya privilege. Jadi saya belajar untuk tidak menyerah. Kalau bukan saya yang berjuang untuk masa depan saya, siapa lagi,” katanya.

Tips Pertama, Pilih Pertemanan Positif di Kampus!

Tegar menekankan pentingnya konsistensi dan lingkungan pertemanan yang positif. Ia mengaku beruntung karena memiliki teman-teman yang ingin saling bertumbuh.

“Pertemanan menentukan prestasi. Pilih circle yang positif yang saling dukung untuk belajar. Jadi setiap ketemu itu yang ngomonginnya ‘udah belajar sampai mana?’ terus yang ‘paham materi apa?’,” katanya.

Konsisten & Manajemen Waktu Tak Kalah Penting

Menurut Tegar, kesadaran sosial menjadi motivasi terbesarnya dalam menuntut ilmu. Tak lupa, Tegar juga senantiasa konsisten dalam menjalani kuliah.

“Terus konsisten aja selama 7 semester, insyaallah dapat 4,” katanya.

Menurut Tegar, kuliah kedokteran memang cukup menantang. Ritme akademiknya cukup padat.

Setiap dua pekan, ia harus mengikuti ujian. Belum ditambah tumpukan bahan belajar yang harus dipahami, membuat Tegar akhirnya membuat strategi manajemen waktu.

“Biasanya saya langsung fokus pada jadwal kuliah saya, kemudian setelah itu saya akan menuliskan pada seminggu ke depan, saya ingin melakukan kegiatan apa, dan saya mau belajar di mana,” ungkap Tegar.

Bagi Tegar, KIP-K adalah Nyawa Selama Kuliah

Tegar mengaku sadar bahwa ia bisa berkuliah dengan bantuan beasiswa KIP-Kuliah. Di mana beasiswa tersebut berasal dari pemerintah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersumber dari rakyat.

“Terus belajar dan sadar bahwa semua pembiayaan kalian di kuliah itu dari rakyat, jadi kalian harus belajar dan punya mimpi untuk mengembalikan itu kepada negara,” tuturnya.

Baginya, beasiswa tersebut adalah nyawa. Ia bisa melanjutkan kuliah kedokteran tanpa harus dibebani biaya yang fantastis.

“Ketika lolos KIP Kuliah, ya enggak nyangka juga sih, soalnya siapa yang nyangka kuliah kedokteran gratis, sampai jadi dokter, dan enggak cuma saya, mungkin orang-orang di sekitar saya pun juga kaget,” ujar Tegar dalam laman Kemendiktisaintek.

(cyu/pal)



Sumber : www.detik.com

Kisah Seorang Muadzin yang Didoakan Rasulullah SAW



Jakarta

Di zaman Rasulullah SAW terdapat seorang pemuda yang membenci beliau karena diperintahkan untuk mengumandangkan adzan. Pemuda ini kemudian diajarkan adzan oleh Rasulullah SAW hingga pandai.

Setelah mampu mengumandangkan adzan dengan baik, Rasulullah SAW memujinya seraya mendoakan pemuda itu.

Kisah pemuda yang menjadi muadzin ini dikutip dari Kitab Umm Jilid 2 karya Imam Syafi’i.


Dikisahkan dari Ar Rabi yang mengabarkan kepada kami, dia berkata: Asy Syafi’i mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muslim bin Khalid mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Juraij, dia berkata: Abdul Aziz bin Abdul Malik bin Abu Mahdzurah mengabariku, bahwa Abdullah bin Muhairiz, seorang anak yatim yang diasuh Abu Mahdzurah mengabarinya ketika dia akan mengirimnya ke Syam.

Dia berkata: Aku berkata kepada Abu Mahdzurah, “Wahai paman, aku keluar ke Syam, dan aku ingin bertanya bagaimana caramu adzan?” Lalu dia mengabarkan kepadaku, dan dia berkata, “Baik.”

Dia berkata, “Saya keluar bersama beberapa orang menuju ke Hunain, lalu Rasulullah SAW kembali dari Hunain dan bertemu kami di jalan. Lalu seorang muadzin Rasulullah mengumandangkan adzan untuk suatu salat di hadapan beliau.

Kami mendengar suara muadzin sambil bersandar, lalu kami berteriak menirukannya sambil mencelanya.

Rasulullah SAW mendengar suara kami, lalu beliau mengutus seseorang kepada kami agar kami menghadap beliau. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa di antara kalian yang tadi saya dengar suaranya sedemikian tinggí?” Semua orang menunjuk ke arahku. Beliau lantas melepas mereka dan menahanku.

Rasulullah SAW pun bersabda, “Berdiri dan adzanlah untuk salat!” Lalu aku berdiri, dan ketika itu tidak ada yang lebih aku benci daripada Rasulullah SAW, dan tidak pula apa yang beliau perintahkan kepadaku. Aku berdiri di hadapan Rasulullah, lalu beliau sendiri yang menyampaikan cara adzan kepadaku.

Beliau bersabda, “Bacalah: Allahu Akbar, Alaahu Akbar. Asyhadu allaa ilaaha ilallaah, Asyhadu allaa ilaaha ilaallah. Asyhadu anna Muhamnadan Rasulullah, Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.”

Kemudian beliau bersabda kepadaku, “Ulangi dan panjangkan suaramu!” Lalu beliau membaca, Asyhadu alla ilaaha illallaah, Ashadu allaa laaha llallaah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayya Alas Sholaah, Hayya ‘Alas Sholah, Haya Alal Falaah, Hayya Alal Falaah. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar Laa laaha llaAllah.

Lalu beliau memanggilku setelah aku mengumandangkan adzan, dan memberiku kantong yang berisi perak.

Rasulullah SAW kemudian meletakkan tangannya pada ubun-ubun Abu Mahdzurah, lalu mengusapkannya pada wajahnya, lalu bagian di antara kedua tangannya, lalu jantungnya, hingga tangan Rasulullah sampai pada pusar Abu Mahdzurah.

Sesudah itu Rasulullah berdoa, “Semoga Allah menjadikan keberkahan pada dirimu, dan mengaruniakan keberkahan kepadamu.”

Lalu aku berkata kepada Rasulullah, “Perintahkanlah kepadaku untuk membaca adzan di Makkah.” Beliau menjawab, “Aku perintahkan engkau untuk adzan.”

Sejak saat itu hilanglah setiap kebencianku kepada Rasulullah dan semua itu berbalik menjadi rasa cinta kepada Nabi SAW.

Aku lantas menemui Attab bin Usaid, pekerja Rasulullah di Makkah, lalu aku mengumandangkan adzan untuk salat atas perintah Rasulullah SAW.

Asy Syafii berkata: Adzan dan iqamat itu seperti yang saya ceritakan dari keluarga Abu Mahdzurah. Barangsiapa yang mengurangi sedikit saja darinya, atau mendahulukan yang akhir, maka dia harus mengulangi hingga membaca apa yang dia kurangi, dan hingga ia membaca setiap kalimat pada tempatnya. Muadzin pertama dan muadzin kedua sama dalam membaca kalimat adzan. Saya tidak menyarankan tatswib dalam shalat Shubuh atau dalam shalat lain, karena Abu Mahdzurah tidak menuturkan dari Nabi bahwa beliau menyuruhnya melakukan tatswib.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Mushab bin Umair, Sahabat Rasulullah yang Punya Senyum Menawan



Jakarta

Ada beberapa sahabat Rasulullah SAW yang memiliki ciri khas unik, seperti salah satunya Mushab bin Umair. Mushab dikenal sebagai sosok yang murah senyum.

Mengutip buku Agar Cinta Bersemi Indah karya M. Fauzil Adhim dijelaskan Mushab berasal dari keluarga terpandang suku Quraisy. Ia berasal dari keluarga yang kaya sehingga hidupnya diliputi kemewahan.

Setelah masuk Islam, Mushab meninggalkan kehidupan mewahnya. Mushab hidup dengan sederhana namun keimanan dan akhlaknya yang tumbuh semakin kaya.


Mushab bin Umair memiliki gelar Mushab al-Khair yang artinya Mushab yang baik. Kebaikan bukan hanya terpancar dari tingkah lakunya tetapi juga dari senyumnya yang teduh dan menawan.

Di awal penyebaran Islam, senyuman Mushab banyak berjasa dalam meluluhkan hati orang-orang musyrik yang memusuhi. Ia menarik banyak orang, termasuk para pemimpin bangsa Arab, bukan dengan kerasnya sikap dan kasarnya ucapan. Ia menaklukkan hati orang-orang melalui senyuman yang hangat dan santun setiap kali memperkenalkan ajaran Islam.

Usaid bin Hudair Masuk Islam setelah Bertemu Mushab

Suatu ketika, Mushab mendatangi satu kabilah untuk mengajak masuk Islam. Pemimpin mereka adalah Usaid bin Hudair dan Sa’ad bin Mu’adz, mereka musyrikin yang sangat berpengaruh.

Ketika mengetahui Mushab al-Khair datang bersama As’ad bin Jurarah, Sa’ad bin Mu’adz segera menyuruh Usaid bin Hudair untuk menemui kedua sahabat ini agar tidak mempengaruhi keyakinan orang-orang yang ada dalam kepemimpinannya. Dengan tombak yang siap dihunjamkan, Usaid bin Hudair menemui Mushab.

Bukan untuk mengajaknya berbicara secara santun dari hati ke hati, tetapi dengan memaki dan hampir-hampir menyakiti kalau saja tidak ada As’ad bin Jurarah. Sebab, sekalipun mereka sangat membenci keislaman As’ad, tetapi mereka menaruh hormat kepada keluarga As’ad bin Jurarah.

Usaid bin Hudair menanti Mushab dengan mata memerah menahan amarah. Begitu Mushab tiba, ia langsung memaki-maki dengan perkataan yang menyakitkan. Akan tetapi, Mushab menanggapinya dengan senyuman hangat. Tanpa menahan kemarahannya, Usaid berkata, “Mau apa kalian datang kepada kami lalu menipu orang-orang bodoh di antara kami. Pergilah kalau kalian masih memerlukan napas kalian!!!”

Mushab bin Umair berkata, tetap dengan tersenyum ramah, “Bagaimana kalau engkau duduk sebentar. Kita berbincang-bincang sejenak. Kalau engkau senang, terimalah. Kalau engkau tidak senang, engkau dijauhkan dari apa yang tidak engkau senangi.”

Berhadapan dengan kata-kata Mushab yang santun dan senyumannya yang tulus, hati Usaid bin Hudair luluh. Ia berkata, “Engkau benar.” Ia lalu meletakkan tombak di tanah.

Sejenak kemudian, Mushab bin Umair menerangkan Islam dengan kata-kata yang terpilih dan senyuman penuh kasih. Ia bacakan Al-Qur’an kepada Usaid bin Hudair. Ketika melihat Usaid mendengarkan dengan penuh perhatian, ia berkata, “Demi Allah, aku sudah melihat di wajahmu keislaman sebelum aku berbicara.”

Usaid bin Hudair tertegun. Ia berkata, “Alangkah indahnya perkataanmu itu. Kalau ada orang yang berkeinginan masuk Islam, bagaimanakah caranya?”

“Engkau mandi, bersuci, bersihkan pakaianmu, kemudian ucapkan kalimat syahadat. Sesudah itu, engkau shalat,” kata Mushab bin Umair dan As’adbin Jurarah.

Mereka baru saja menjinakkan hati Usaid bin Hudair dengan senyuman, keramahan, dan kata-kata terpilih. Yang awalnya keras memusuhi, berubah menjadi ketundukan berkat sikap yang santun dan keinginan yang kuat untuk mengajak manusia pada kebenaran.

Sesudah menyatakan keislamannya, Usaid bin Hudair menunjukkan kepada Mushab al-Khair dan As’ad bin Jurarah agar mengajak Sa’ad bin Mu’adz kepada Islam sebab dialah pemimpin yang paling disegani. Kalau Sa’ad bin Mu’adz dapat tersentuh hatinya, niscaya orang-orang yang ada di belakangnya semua akan mengikuti Islam.

Singkat cerita, mereka akhirnya menyentuh hati Saʻad bin Mu’adz dengan lembutnya perkataan, tulusnya senyuman, dan kuatnya keinginan untuk mengajak manusia kepada kebenaran. Sa’ad bin Mu’adz menyatakan keislamannya, kemudian diikuti oleh seluruh kaumnya. Kelak, mereka inilah yang menjadi jalan masuknya hidayah Allah kepada hati orang-orang Anshar.

Wallahu ‘alam.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com