Tag Archives: kisah nabi

Kisah Nabi Sulaiman dan Semut yang Diabadikan dalam Al-Qur’an


Jakarta

Dalam perjalanan hidup Nabi Sulaiman AS, terdapat banyak mukjizat yang menunjukkan kekuasaan Allah SWT, salah satunya adalah kemampuan beliau untuk berbicara dengan hewan. Namun, mukjizat ini beliau gunakan untuk melakukan hal-hal baik terhadap makhluk lain yang berinteraksi dengannya.

Mukjizat Nabi Sulaiman AS tersebut terbukti dalam kisahnya dengan semut, yang telah diabadikan dalam Al-Qur’an. Salah satu bukti nyata dari mukjizat tersebut dapat dilihat dalam kisah Nabi Sulaiman dan semut berikut ini.

Kisah Nabi Sulaiman Mengengar Percakapan Semut

Dikisahkan dalam buku Rahasia Kekayaan Nabi Sulaiman yang disusun oleh Muhammad Gufron Hidayat bahwa suatu ketika, Nabi Sulaiman AS beserta rombongan yang terdiri dari manusia, jin, dan bala tentaranya melewati sebuah lembah. Di lembah tersebut, ada sekawanan semut yang sedang beraktivitas sesuai dengan tugas masing-masing.


Sebagian semut bertugas membangun sarang, sebagian lainnya mengangkut material, sementara beberapa semut lagi bekerja menempelkan material satu sama lain hingga membentuk sarang. Semut-semut yang bertanggung jawab mengumpulkan makanan bekerja tanpa kenal lelah, mengangkut makanan di pundaknya untuk disimpan dalam sarang.

Begitu juga semut-semut prajurit, dengan penuh waspada dan teliti mengawasi setiap sudut wilayah untuk mencegah segala gangguan yang mungkin muncul tiba-tiba.

Sebelum iring-iringan Nabi Sulaiman sampai di lembah tersebut, seekor semut penjaga sudah melihat kedatangan rombongan itu. Ia segera melapor kepada pimpinan semut, memberitahukan bahwa Nabi Sulaiman AS dan bala tentaranya akan melewati lembah ini. Semut penjaga menggambarkan bagaimana besar iring-iringan tersebut, serta kemungkinan kehancuran yang dapat menimpa sekawanan semut.

Mendapatkan laporan dari prajuritnya, pimpinan semut pun langsung mengumumkan kepada semua semut untuk segera menyingkir, menyelamatkan diri dari bahaya terinjak oleh rombongan Nabi Sulaiman. Jika tidak, mereka akan hancur.

Salah satu kelebihan Nabi Sulaiman AS adalah kemampuan untuk mengerti bahasa binatang. Oleh karena itu, ketika pemimpin semut memerintahkan para semut untuk menyingkir, Nabi Sulaiman AS yang sudah sangat dekat dengan mereka langsung memberi perintah kepada pasukannya untuk berhenti.

Nabi Sulaiman AS kemudian tersenyum dan berkata, “Tuhanku, tetapkanlah aku untuk selalu bersyukur atas nikmat-Mu dan selalu melakukan perbuatan yang Engkau ridhoi.”

Nabi Sulaiman AS bersyukur karena dianugerahi kemampuan untuk mengerti bahasa binatang oleh Allah SWT. Ia juga bersyukur karena dengan kemampuan tersebut, ia tidak sengaja menginjak atau membinasakan sekawanan semut.

Kisah Nabi Sulaiman dan semut ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah An-Naml ayat 18-19,

حَتَّى إِذَا أَتَوْا عَلَى وَادِ النَّمْلِ قَالَتْ نَمْلَةٌ يَا أَيُّهَا النَّمْلُ ادْخُلُوا مَسَاكِنَكُمْ لَا يَحْطِمَنَّكُمْ سُلَيْمَانُ وَجُنُودُهُ وَهُمْ لا يَشْعُرُون . فَتَبَسَّمَ ضَاحِكًا مِّن قَوْلِهَا وَقَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ

Artinya: “Hingga apabila mereka sampai di lembah semut berkatalah seekor semut: ‘Hai semut-semut, masuklah ke dalam sarang-sarangmu, agar kamu tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, sedangkan mereka tidak menyadari.’ Maka dia (Sulaiman) tersenyum dengan tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu. Dan dia berdoa: ‘Ya Rabbku, berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh.”

Kisah Nabi Sulaiman dan Seekor Semut yang Membawa Kurma

Selain itu, ada pula kisah Nabi Sulaiman dan semut yang diceritakan dalam buku 365 Kisah Teladan Islam karya Ariany Syurfah.

Suatu hari, Nabi Sulaiman AS sedang berjalan-jalan dan bertemu dengan seekor semut kecil yang sedang membawa sebutir buah kurma.

Nabi Sulaiman AS pun bertanya kepada semut itu, “Hai semut kecil, untuk apa kamu membawa sebutir buah kurma itu?”

Semut itu menjawab, “Kurma ini adalah pemberian Allah SWT untuk persediaan makan saya selama setahun.”

Nabi Sulaiman AS pun berkata, “Kemarilah, hai semut!” Semut itu lalu mendekat kepada Nabi Sulaiman.

Setelah dekat, Nabi Sulaiman AS berkata lagi, “Hai semut, aku akan membelah buah kurma ini menjadi dua bagian. Separuhnya akan aku bawa, dan separuhnya lagi untuk persediaanmu selama setahun. Aku ingin melihat apakah kamu dapat bertahan hidup dengan separuh buah kurma.”

Nabi Sulaiman AS kemudian mengambil sebuah botol dan berkata, “Sekarang, masuklah ke dalam botol ini dengan membawa separuh buah kurma yang aku berikan.”

Semut itu pun menuruti perintah Nabi Sulaiman AS dan masuk ke dalam botol. Setelah itu, Nabi Sulaiman AS meninggalkan semut tersebut.

Waktu pun berlalu selama setahun, dan Nabi Sulaiman AS merasa penasaran dengan keadaan semut kecil itu, apakah ia dapat bertahan hidup hanya dengan separuh buah kurma atau tidak. Nabi Sulaiman AS pun pergi untuk menemui semut itu.

Betapa takjubnya Nabi Sulaiman AS ketika melihat semut kecil itu masih hidup dan dalam keadaan segar. Sementara itu, separuh buah kurma masih tersisa.

Nabi Sulaiman AS pun bertanya, “Bagaimana kamu bisa bertahan hidup hanya dengan separuh buah kurma? Padahal, biasanya kamu memerlukan sebutir kurma untuk makanan selama setahun?”

Semut itu menjawab, “Saya banyak berpuasa dan hanya mengisap sedikit airnya. Biasanya, Allah SWT memberikan sebutir kurma untuk makanan saya selama setahun. Ketika Anda mengambil separuhnya, saya takut tahun depan Allah SWT tidak memberikan kurma lagi kepada saya, karena saya tahu, Anda bukanlah sang Pemberi Rezeki.”

Demikianlah dua kisah Nabi Sulaiman dengan semut. Semoga kisah-kisah ini dapat diambil pelajarannya agar kita lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Wallahu a’lam.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah ketika Rasulullah Dihina oleh Orang di Sekitarnya


Jakarta

Sepanjang perjalanan dakwahnya, Rasulullah SAW menghadapi berbagai tantangan berat, mulai dari penolakan, penghinaan, hingga kekerasan. Meskipun demikian, beliau tetap tegar dalam menyampaikan wahyu dan mengajarkan nilai-nilai kebenaran.

Tidak hanya cobaan dalam dakwahnya saja, di kehidupan sehari-hari pun, beliau harus menghadapi hinaan dan perlakuan buruk dari sebagian orang di sekitarnya. Namun, Rasulullah SAW selalu bisa mengendalikan dirinya, tidak membalas dengan kebencian, dan justru mendoakan kebaikan bagi mereka.

Dari kesabaran dan kerendahan hati beliau ini akhirnya meluluhkan hati banyak orang, bahkan sebagian di antara penghina beliau membalikkan hati mereka untuk mengikuti ajaran Islam.


Seperti dua kisah ketika Rasulullah dihina oleh umatnya berikut ini. Sebagaimana dikutip dari buku Kisah Orang-orang Sabar yang distulis oleh Nasiruddin.

Kisah ketika Rasulullah Dihina Pengemis Buta

Di sudut pasar Madinah, terdapat seorang pengemis Yahudi yang buta. Setiap hari, ia selalu mencela Nabi Muhammad SAW di depan orang-orang yang melintas, dengan mengatakan “Wahai saudaraku jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya kalian akan dipengaruhinya.” Berulang kali ia katakan ucapan buruk ini.

Namun, setiap pagi, Rasulullah SAW tetap mendekatinya, membawa makanan, dan menyuapinya tanpa berkata sepatah kata pun, meskipun pengemis itu terus menghinanya. Rasulullah melakukan hal ini dengan penuh kesabaran, bahkan hingga menjelang wafatnya.

Setelah Rasulullah wafat, pengemis buta tersebut tidak lagi menerima makanan setiap pagi. Suatu hari, Abu Bakar RA bertanya kepada putrinya, Aisyah RA, “Anakku adakah sunnah kekasihku yang belum aku kerjakan?”

Aisyah menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum ayah lakukan kecuali satu sunnah saja.”

“Apakah itu?” tanya Abu bakar RA.

“Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang berada di sana,” kata Aisyah.

Keesokan harinya, Abu Bakar RA mendatangi pengemis tersebut dan memberinya makanan. Saat Abu Bakar mulai menyuapinya, pengemis itu marah dan berteriak, “Siapakah kamu?”

Abu Bakar menjawab, “Aku orang yang biasa.”

Pengemis itu menyangkal, “Bukan! Engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,”

“Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut dengan mulutnya setelah itu ia berikan padaku dengan mulutnya sendiri,” pengemis itu melanjutkan perkataannya.

Mendengar hal itu, Abu Bakar RA pun menangis dan berkata, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Rasulullah SAW.”

Setelah mendengar penjelasan tersebut, pengemis buta itu pun menangis. Ia menyadari kesalahannya selama ini, yang telah menghinakan Rasulullah tanpa tahu betapa mulianya beliau. “Benarkah demikian?, tanya pengemis itu.

“Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pemah memarahiku sedikit pun, ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia.”

Pengemis itu akhirnya bersyahadat di hadapan Abu Bakar RA, mengakui kekeliruannya, dan memeluk Islam. Kesabaran Rasulullah SAW memang tidak terbatas dan tanpa pandang bulu walaupun kepada seorang pengemis buta Yahudi yang selalu mencemooh beliau.

Kisah ketika Rasulullah Diludahi Wanita Tua

Tidak hanya satu saja kisah ketika Rasulullah dihina oleh umatnya. Bahkan, ada seorang wanita tua yang berani mencerca Rasulullah SAW. Setiap kali beliau melintas di depan rumahnya, wanita tersebut meludahi beliau dengan air liurnya, “Cuh, cuh, cuh.” Peristiwa ini terjadi berulang kali, bahkan setiap hari.

Suatu kali, ketika Rasulullah melewati rumah wanita itu, ia tidak meludahinya seperti biasanya, bahkan rumahnya pun tampak kosong. Rasulullah SAW pun mempertanyakan wanita si peludah tadi.

Karena penasaran, Rasulullah SAW lantas bertanya kepada seseorang, “Wahai Fulan, tahukah engkau, di manakah wanita pemilik rumah ini, yang setiap kali aku lewat selalu meludahiku?”

Orang yang ditanya merasa heran mengapa Rasulullah justru menunjukkan rasa penasaran, bukannya merasa senang. Namun, orang tersebut tidak terlalu memikirkannya dan segera menjawab pertanyaan beliau, “Apakah engkau tidak tahu wahai Muhammad, bahwa si wanita yang biasa meludahimu sudah beberapa hari terbaring sakit?”

Mendengar jawaban itu, Rasulullah SAW hanya mengangguk, kemudian melanjutkan perjalanannya menuju Ka’bah untuk beribadah dan memohon kepada Allah SWT.

Setelah kembali dari ibadah, Rasulullah SAW datang untuk menjenguk wanita yang biasa meludahinya. Begitu mengetahui bahwa orang yang setiap hari dia ludahi justru datang menjenguk, wanita itu lantas menangis.

“Duhai, betapa luhur budi manusia ini. Kendati tiap hari aku ludahi, justru dialah orang pertama yang menjenguk kemari.” Dengan penuh haru, wanita itu pun bertanya, “Wahai Muhammad, kenapa engkau menjengukku, padahal tiap hari aku meludahimu?”

Rasulullah menjawab, “Aku yakin, engkau meludahiku karena engkau belum tahu tentang kebenaranku. Jika engkau sudah mengetahuinya, aku yakin engkau tak akan lagi melakukannya.”

Mendengar ucapan bijak dari manusia utusan Allah SWT ini, si wanita menangis dalam hati. Dadanya terasa sesak, dan tenggorokannya seperti tercekik. Setelah beberapa saat mengatur napas, akhirnya ia bisa berbicara dengan lega, “Wahai Muhammad, mulai saat ini aku bersaksi untuk mengikuti agamamu.” Kemudian, wanita itu mengikrarkan dua kalimat syahadat.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Zulkifli AS, Sosok Raja yang Penyabar dan Bijaksana


Jakarta

Nabi Zulkifli AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul utusan Allah SWT yang kisahnya termaktub dalam Al-Qur’an. Ia memiliki nama asli Basyar dan merupakan keturunan dari Nabi Ayyub AS.

Nabi Zulkifli AS merupakan raja yang dikenal penyabar dan bijaksana. Simak kisah lengkapnya dalam artikel berikut.

Nabi Zulkifli Diangkat Menjadi Raja Menggantikan Raja Ilyasa

Zulkifli AS merupakan sosok raja yang bijaksana, adil, dan sederhana. Diperkirakan, Nabi Zulkifli AS hidup pada 1500 atau 1425 SM dan memiliki dua orang putra.


Menukil dari buku Kisah Menakjubkan 25 Nabi dan Rasul yang ditulis Nurul Ihsan, Nabi Zulkifli AS diangkat menjadi nabi sekitar tahun 1460 SM. Beliau diutus kepada kaum Amoria di Damaskus.

Gelar raja yang diperoleh Nabi Zulkifli AS diperoleh karena sosoknya yang rendah hati. Kala itu, seorang raja bernama Ilyasa sudah tidak dapat menjalankan pemerintahan karena usianya yang sudah tua.

Sang raja membutuhkan pemimpin pengganti, namun dirinya tidak memiliki putra pewaris kerajaan. Akhirnya, raja Ilyasa mengumpulkan rakyat untuk meminta kesediaan menggantikannya sebagai pemimpin Bani Israil.

Raja Ilyasa mengajukan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk raja pengganti. Persyaratan itu mencakup berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari, dan tidak boleh marah.

“Adakah yang sanggup dari kalian semua?” kata Raja Ilyasa bertanya.

Tak seorang dari rakyatnya yang sanggup. Terlebih, memang tidak mudah menemukan calon pengganti raja dengan persyaratan yang begitu sulit.

Lalu, seorang pemuda yang tak lain adalah Nabi Zulkifli AS menawarkan diri untuk menggantikan raja. Mulanya, Raja Ilyasa tidak percaya bahwa Zulkifli AS dapat menyanggupi persyaratannya, namun sang nabi terus menyakinkan raja.

Akhirnya Raja Ilyasa percaya, sementara Nabi Zulkifli AS memenuhi persyaratan dan menepati janjinya. Ia sangat sabar untuk bangun salat di malam hari, berpuasa pada siang hari dan tidak marah. Zulkifli AS juga tidak pernah emosi ketika menetapkan putusan hukum.

Usai menggantikan Raja Ilyasa, Nabi Zulkifli AS tidak pernah marah. Ia sangat menjaga waktu tidurnya dan waktu-waktu lain untuk mengurus rakyat.

Meski Zulkifli AS berpuasa pada siang hari, ia tetap melayani rakyatnya dengan sepenuh hati. Tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin tidak pernah ia baikan.

Ketika malam tiba, Zulkifli AS menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah SWT. Kesabaran Nabi Zulkifli AS yang luar biasa tertuang dalam surah Al Anbiya ayat 85,

وَاِ سْمٰعِيْلَوَاِ دْرِيْسَوَذَاالْكِفْلِ ۗكُلٌّمِّنَالصّٰبِرِيْنَ

Artinya : “Dan (ingatlah kisah) Ismail, Idris, dan Zulkifli. Mereka semua termasuk orang-orang yang sabar.”

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Yusuf Dibuang ke Sumur hingga Akhirnya Jadi Anak Angkat Petinggi Mesir



Jakarta

Nabi Yusuf adalah utusan Allah SWT yang termasuk sosok beriman dan memiliki paras tampan. Sayangnya Nabi Yusuf dibenci oleh saudara-saudaranya dan dibuang ke sumur.

Mengutip buku Sejarah Terlengkap 25 Nabi karya Rizem Aizid, Nabi Yusuf adalah anak yang paling disayang dan dimanjakan oleh ayahnya, serta lebih dicintai dibandingkan dengan saudara-saudaranya, terutama setelah ibu kandungnya, Rahil, meninggal dunia ketika Yusuf masih berusia 12 tahun.

Perlakuan berbeda dari Nabi Yaqub AS kepada anak-anaknya itu menimbulkan rasa iri hati dan dengki di antara saudara Yusuf yang lain. Mereka merasa dianaktirikan oleh ayahnya yang terlihat sangat memanjakan Yusuf.


Rasa iri saudara-saudara Yusuf tidak terbendung lagi. Suatu hari, saudara-saudara Yusuf yang benci dan dengki kepadanya berkumpul dan bermusyawarah untuk mengemukakan perasaan mereka masing-masing atas perlakuan sang ayah kepada Yusuf. Mereka memutuskan untuk membuang Yusuf.

Dalam Al-Qur’an kisah ini diabadikan dalam surat Yusuf ayat 11-15, yang artinya, “Mereka berkata: “Wahai ayah kami, apa sebabnya kamu tidak mempercayai kami terhadap Yusuf, padahal sesungguhnya kami adalah orang-orang yang mengingini kebaikan baginya. Biarkanlah dia pergi bersama kami besok pagi, agar dia (dapat) bersenang-senang dan (dapat) bermain-main, dan sesungguhnya kami pasti menjaganya. Berkata Ya’qub: “Sesungguhnya kepergian kamu bersama Yusuf amat menyedihkanku dan aku khawatir kalau-kalau dia dimakan serigala, sedang kamu lengah dari padanya.” Mereka berkata: “Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi”. Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf: “Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi”.

Nabi Yaqub AS bertanya kepada mereka, “Mengapa kalian menangis? Apakah terjadi sesuatu pada Yusuf?”

Mereka menjawab sambil semakin menangis tersedu-sedu, seperti yang diterangkan dalam firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 17 dan 18, artinya, “Mereka berkata: “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala; dan kamu sekali-kali tidak akan percaya kepada kami, sekalipun kami adalah orang-orang yang benar.”

“Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya’qub berkata: “Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan”.

Nabi Yaqub AS memegang bajunya Yusuf. Lalu ia mengangkat baju itu dan memperhatikan di bawah cahaya yang terdapat dalam kamar. Ia membalik-balikkan baju itu di tangannya, namun ia melihat bahwa baju itu masih utuh dan tidak ada tanda-tanda cakaran atau robek.

Nabi Yaqub mengetahui bahwa anak-anaknya berbohong. Ia hanya memohon agar diberi kesabaran dan pertolongan Allah SWT atas sesuatu yang dilakukan terhadap putra kesayagannya.

Nabi Yusuf Diselamatkan dari Sumur

Di sumur tempat Yusuf dibuang oleh saudara-saudaranya, ada kafilah yang sedang berjalan menuju Mesir, yaitu satu kafilah besar yang berjalan cukup jauh sehingga dinamakan sayyarah.

Semua kafilah itu menuju sumur. Mereka berhenti untuk menambah air. Mereka mengulurkan timba ke sumur. Lalu, Yusuf bergelantungan pada timba tersebut.

Orang yang mengulurkan timba mengira bahwa timbanya telah penuh dengan air. Namun, setelah dilihat, kafilah itu terkejut sambil berkata, “Hai, alangkah gembiranya kita. Kita mendapat seorang anak yang tampan.”

Yusuf dibawa ke Mesir oleh rombongan orang-orang itu.

Setibanya di Mesir, orang yang menemukan Yusuf itu pun segera menjualnya dengan harga yang sangat murah. Yusuf dibeli oleh salah satu pembesar di Mesir. Ia merawat Yusuf dan menjadikannya anak angkat.

Peristiwa ini diceritakan dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 19-21 yang artinya, “Kemudian datanglah kelompok orang-orang musafir, lalu mereka menyuruh seorang pengambil air, maka dia menurunkan timbanya, dia berkata: “Oh; kabar gembira, ini seorang anak muda!” Kemudian mereka menyembunyikan dia sebagai barang dagangan. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja, dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf. Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada isterinya: “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak”. Dan demikian pulalah Kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf di muka bumi (Mesir), dan agar Kami ajarkan kepadanya ta’bir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”

Laki-laki yang membeli Yusuf bukanlah orang sembarangan, melainkan seorang yang penting. Ia termasuk orang yang berasal dari pemerintahan yang berkuasa di Mesir. Ia adalah ketua menteri yang bernama Al Aziz.

Wallahu ‘alam.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Isa dan 3 Orang yang Serakah, Hikmah agar Tidak Cinta Dunia


Jakarta

Sifat serakah merupakan salah satu sifat yang sangat dibenci oleh Allah. Sifat ini dapat mendatangkan keburukan kepada diri seseorang, baik di dunia maupun di akhirat.

Rasulullah SAW bersabda:

لَوْ كَانَ لِابْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لَابْتَغَى وَادِيًا ثَالِثًا، وَلَا يَمْلَأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلَّا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ


“Jika anak Adam memiliki dua lembah harta, ia pasti ingin memiliki lembah ketiga. Dan tidak ada yang bisa memenuhi perut anak Adam kecuali tanah (kematian). Dan Allah akan menerima taubat siapa saja yang bertaubat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Oleh sebab itu, sepatutnyalah setiap orang menghindari sifat tamak dan serakah.

Berikut ini kisah Nabi Isa dan tiga orang serakah yang dikutip dari kitab Qashash al-Anbiya’, karya al-Tsa’labi yang terdapat dalam buku Kumpulan Kisah Teladan susunan Prof. Dr. H.M. Hasballah Thaib, MA. Semoga dapat menjadi pengingat agar menjauhkan diri dari sifat buruk tersebut.

Kisah Nabi Isa dan Orang Serakah

Pada suatu waktu, seorang lelaki mendatangi Nabi Isa a.s. dengan niat untuk bersahabat dengannya.

Ia berkata, “Aku ingin sekali bersahabat denganmu ke mana saja engkau pergi.”

Nabi Isa pun mengabulkan permintaan itu dan berkata, “Baiklah, jika itu yang engkau inginkan.”

Suatu hari, mereka berjalan di tepi sungai dengan membawa tiga potong roti sebagai bekal. Nabi Isa memakan satu potong, lelaki itu memakan satu potong, dan satu potong sisanya diletakkan. Ketika Nabi Isa pergi ke sungai untuk minum, ia kembali dan mendapati roti yang tersisa telah hilang.

Beliau bertanya kepada pemuda tersebut, “Siapakah yang mengambil sepotong roti itu?”

Lelaki itu menjawab, “Aku tidak tahu.”

Nabi Isa tidak memperpanjang pertanyaan dan mereka melanjutkan perjalanan.

Di perjalanan, mereka bertemu seekor rusa dengan dua anaknya. Nabi Isa memanggil salah satu anak rusa itu, lalu menyembelih dan memanggangnya untuk dimakan bersama. Setelah selesai makan, Nabi Isa memohon kepada Allah agar anak rusa yang telah disembelih itu hidup kembali. Dengan izin Allah, anak rusa itu hidup kembali.

Nabi Isa kembali bertanya, “Demi Allah, yang memperlihatkan kekuasaan-Nya ini, siapakah yang mengambil sepotong roti itu?”

Namun, lelaki itu tetap bersikeras menjawab, “Aku tidak tahu.”

Mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di tepi sungai. Nabi Isa menggenggam tangan pemuda itu dan membawanya berjalan di atas air hingga mereka sampai ke seberang.

Nabi Isa kemudian bertanya sekali lagi, “Demi Allah, yang memperlihatkan bukti kebesaran-Nya ini, siapakah yang mengambil sepotong roti itu?”

Lagi-lagi, lelaki itu menjawab, “Aku tidak tahu.”

Ketika mereka tiba di sebuah hutan, Nabi Isa mengambil segumpal tanah dan kerikil, lalu berdoa kepada Allah agar benda itu berubah menjadi emas. Dengan izin Allah, tanah dan kerikil itu berubah menjadi emas.

Nabi Isa membaginya menjadi tiga bagian dan berkata, “Sepertiga untukku, sepertiga untukmu, dan sepertiga untuk orang yang mengambil roti itu.”

Mendengar hal itu, lelaki itu akhirnya mengaku, “Akulah yang mengambil roti itu.”

Nabi Isa lalu berkata, “Jika begitu, ambillah semua bagian ini untukmu.”

Setelah itu, Nabi Isa meninggalkan lelaki tersebut.

Lelaki itu kemudian didatangi dua orang yang ingin merampas hartanya. Ia mengusulkan agar harta itu dibagi bertiga. Mereka pun sepakat, dan salah satu dari mereka pergi ke pasar untuk membeli makanan.

Namun, orang yang pergi ke pasar berniat licik. Ia berpikir, “Lebih baik makanan ini aku racuni, agar mereka mati, dan aku bisa mengambil seluruh harta.”

Sementara itu, dua orang yang menunggu di hutan juga memiliki niat jahat. Mereka merencanakan untuk membunuh orang yang pergi ke pasar, agar harta itu dapat dibagi berdua.

Ketika orang yang membeli makanan kembali, ia segera dibunuh oleh dua orang lainnya. Setelah itu, mereka memakan makanan yang telah diracuni tanpa tahu bahwa itu berbahaya. Akhirnya, keduanya tewas seketika, dan harta itu tetap berada di hutan tanpa pemilik, sementara mereka semua mati di sekitarnya.

Kemudian ketika Nabi Isa berjalan di hutan dan melihat kejadian tersebut, beliau memberi nasihat kepada para pengikutnya.

Beliau berkata, “Inilah gambaran dunia. Berhati-hatilah terhadap tipu daya dunia, karena ia dapat menjerumuskan manusia dalam kehancuran.”

Wallahu a’lam.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perjanjian Hudaibiyah, Bukti Syiar Islam Penuh Kedamaian


Jakarta

Perjanjian Hudaibiyah adalah perjanjian damai yang dilakukan Nabi SAW atau umat Islam dengan kaum Quraisy. Perjanjian ini terjadi pada bulan Dzulqa’dah, tahun 6 Hijriah.

Perjanjian Hudaibiyah membuktikan Islam tidak disebarkan dengan peperangan, tetapi dianut secara sukarela dalam kondisi damai. Terbukti dalam waktu dua tahun setelah perjanjian, jumlah orang yang memeluk Islam melebihi kaum muslim yang masuk Islam sebelum disepakatinya perjanjian.

Simak kisah terjalinnya Perjanjian Hudaibiyah yang dikutip dari buku Dakwah Rasulullah: Sejarah & Problematika oleh M. Yunan Yusuf di bawah ini.


Latar Belakang Perjanjian Hudaibiyah

Enam tahun setelah hijrah ke Madinah, kaum muslim rindu dengan Makkah yang merupakan kampung halaman mereka. Mereka ingin berziarah ke Kakbah sembari melaksanakan ibadah haji dan umrah.

Pada bulan Dzulqa’dah, Rasulullah SAW bersama para sahabat dari kalangan Muhajirin dan Anshar berangkat menuju Makkah. Diriwayatkan jumlahnya sebanyak 1.400 orang dengan membawa 70 ekor unta sebagai binatang kurban.

Istri Nabi yang ikut dalam perjalanan ini adalah Ummu Salamah. Ketika rombongan sampai di Dzulhulaifah, mereka mulai mengucapkan talbiyah.

Berita rombongan Nabi SAW terdengar oleh orang musyrik Makkah. Mereka kemudian menyiapkan pasukan berkuda sejumlah 200 orang yang dipimpin oleh Khalid bin Walid dan Ikrimah bin Abu Jahal. Pasukan ini bergerak mendekati rombongan umat Islam dan berkemah di Dzu Thuwa.

Kaum muslim terus bergerak menuju Makkah dan sesampainya di ‘Usfan, mereka bertemu seseorang dari Bani Ka’ab. Rasul SAW bertanya berita tentang kaum Quraisy dan orang itu mengatakan bahwa mereka sudah mendengar perjalanan kaum muslim dan mengutus pasukan berkudanya.

Mendengar itu, Nabi SAW khawatir terjadi pertumpahan darah padahal sejak awal beliau bermaksud memasuki Makkah dengan tenteram. Rasulullah SAW kemudian menyerukan siapa di antara rombongan yang mengetahui jalan lain mencapai Makkah dan akhirnya mereka menempuh jalur Hudaibiyah, yang terletak di sebelah bawah Kota Makkah.

Kaum Quraisy mengirimkan seorang utusan dari Bani Khuza’a bernama Budail bin Warqa untuk menanyakan tujuan rombongan umat Islam datang ke Makkah. Setelah bertemu Nabi SAW, Budail menyampaikan kepada musyrik Quraisy bahwa rombongan tersebut datang untuk berziarah ke Kakbah dan bukan untuk berperang.

Laporan tersebut tidak disukai mereka karena kaum Musyrik menginginkan peperangan. Untuk kesekian kalinya, Quraisy mengutus seseorang dan kali ini berasal dari Bani Ahabisy dengan utusan bernama Hulais yang diperintahkan untuk menanyakan kembali maksud kedatangan kaum muslim ke Makkah.

Tatkala melihat Hulais, Rasulullah SAW melepaskan hewan kurban sehingga terlihat jelas di matanya bahwa kedatangan mereka dengan tujuan berziarah bukan berperang. Tanpa menemui Nabi SAW, Hulais kembali dan menceritakan apa yang dilihat dengan matanya serta bersaksi bahwa maksud kedatangan mereka adalah benar berziarah.

Lagi-lagi utusan dikirimkan oleh musyrik Quraisy, kali ini Urwah bin Mas’ud. Setelah mendapat penjelasan panjang lebar dari Rasul SAW, ia kembali dan menceritakan kepada kaum Quraisy:

“Saudara-saudara, saya sudah pernah bertemu dengan Kisra, dengan Kaisar, dan dengan negus di kerajaan mereka masing-masing. Tetapi belum pernah saya melihat seorang raja dengan rakyatnya seperti Muhammad dan sahabat-sahabatnya itu. Begitu ia hendak mengambil wudhu, sahabat-sahabatnya sudah lebih dahulu bergegas. Begitu mereka melihat ada rambutnya yang jatuh, cepat-cepat pula mereka mengambilnya. Mereka tidak akan menyerahkannya bagaimanapun juga. Pikirkanlah kembali baik-baik.”

Suatu malam, sekitar 50 orang kaum Quraisy mendekati kemah Nabi SAW dan melemparinya dengan batu. Kemudian mereka tertangkap dan beliau memaafkannya. Rasulullah SAW ingin menempuh jalur damai karena menghormati bulan suci dan menghindari pertumpahan darah karena Hudaibiyah adalah bagian dari Tanah Suci Makkah.

Saat Nabi SAW coba mengirim utusan, beliau menunjuk Umar bin Khattab tapi ditolak olehnya. Umar khawatir Quraisy menyerangnya mengingat tindakan tegas yang selama ini ia lakukan terhadap mereka. Akhirnya, Utsman bin Affan lah yang dipilih.

Ketika Utsman bertemu Abu Sufyan, ia diperintahkan untuk menghentikan keinginan kaum muslim untuk masuk ke Makkah. Perundingan berlangsung cukup lama hingga muncul isu bahwa Utsman dibunuh oleh kaum Quraisy.

Akibat isu kematian Utsman ini, Rasulullah SAW membuat baiat atau sumpah setia yang terkenal dengan nama Bai’atur Ridhwan, yang terjadi di bawah pohon Samrah. Baiat ini yang menjadi asbabun nuzul-nya Surah Al-Fath ayat 18.

لَقَدْ رَضِيَ اللّٰهُ عَنِ الْمُؤْمِنِيْنَ اِذْ يُبَايِعُوْنَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِيْ قُلُوْبِهِمْ فَاَنْزَلَ السَّكِيْنَةَ عَلَيْهِمْ وَاَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيْبًاۙ – 18

Artinya: “Sungguh, Allah benar-benar telah meridai orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu (Nabi Muhammad) di bawah sebuah pohon. Dia mengetahui apa yang ada dalam hati mereka, lalu Dia menganugerahkan ketenangan kepada mereka dan memberi balasan berupa kemenangan yang dekat,”

Beberapa saat setelah baiat berlangsung, Utsman kembali namun baiat tetap berlaku. Penegasan Utsman mengenai tujuan kedatangan kaum muslim ke Makkah sebenarnya sudah diterima oleh musyrik Quraisy, tapi mereka tidak ingin kehilangan muka di hadapan suku Arab lainnya.

Kemudian dikirimkan utusan lagi dari pihak Quraisy yaitu Suhail bin Amr dari Bani Amir bin Luai untuk berunding dan membuat kesepakatan terbaik bersama Nabi SAW.

Penulisan Naskah Perjanjian Hudaibiyah

Sesampainya di Hudaibiyah, Suhail bin Amr meminta kaum muslim membatalkan ziarahnya ke Kakbah pada tahun tersebut karena orang-orang musyrik Makkah sudah berada dalam posisi serba sulit. Akhirnya, kedua belah pihak mengadakan perjanjian. Rasulullah SAW memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menulis naskah perjanjian tersebut.

Nabi SAW meminta Ali mulai menuliskan kalimat “Bismillahirrahmanirrahim (Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang). Saat hendak menulisnya, Suhail, berkata: “Berhenti! Nama Rahman dan Rahim ini tidak saya kenal. Tapi tulislah Bismikallahumma (Dengan nama-Mu ya Allah).”

Mendengar itu, Rasul SAW menerimanya sembari menyuruh Ali menuliskan kata tersebut. Beliau SAW berkata lagi kepada Ali: “Tulislah, inilah yang telah disetujui oleh Muhammad Rasulullah dan Suhail bin Amr.” Untuk kedua kalinya, Suhail menghentikan Ali yang hendak menuliskan naskah dalam perjanjian: “Berhenti! Jika saya mengakui engkau sebagai seorang Rasul Allah, tentu saya tidak memerangimu. Tetapi tulislah namamu dan nama bapakmu.”

Nabi SAW pun meminta Ali menulis seperti apa yang diinginkan oleh Suhail tersebut. Padahal, beliau SAW tidak begitu mempersoalkan redaksi perjanjian tersebut. Akhirnya, kesepakatan antara kaum muslim dan musyrik Quraisy yang dikenal dengan Perjanjian Hudaibiyah selesai dibuat.

Berikut naskah Perjanjian Hudaibiyah yang dikutip dari Sirah Nabawiyyah oleh Ibnu Hisyam yang ditahqiq oleh Musthafa al-Saqa:

“Bismikallahumma. Inilah perdamaian Muhammad bin Abdullah dan Suhail bin Amr, bahwa kedua belah pihak berdamai untuk menghentikan perang selama 10 tahun, masing-masing memberikan keamanan selama jangka waktu tersebut, masing-masing pihak menahan diri dari pihak lainnya. Barang siapa dari golongan Quraisy yang datang kepada Muhammad tanpa seizin walinya harus dikembalikan kepada mereka, dan barang siapa dari pengikut Muhammad menyeberang kepada Quraisy, tidak akan dikembalikan Kita harus komitmen dengan isi perdamaian, pencurian rahasia dan pengkhianatan tidak diperkenankan. Bahwa barang siapa dari masyarakat Arab yang senang mengadakan persekutuan dengan Muhammad diperbolehkan; dan barang siapa yang senang mengadakan persekutuan dengan Quraisy diperbolehkan. Bahwa engkau (Muhammad) pulang dari tempat kami tahun ini dan tidak boleh masuk ke Makkah tahun ini. Tahun depan, kami ke luar Makkah, kemudian engkau memasuki Makkah bersama sahabat-sahabatmu. Engkau berada di sana selama 3 hari dengan membawa senjata layaknya musafir yaitu pedang tersarung dan tidak dibenarkan membawa senjata lain.”

Isi Perjanjian Hudaibiyah

Dari naskah tersebut, isi Perjanjian Hudaibiyah setidaknya terdiri dari 7 poin berikut:

  • Kedua belah pihak bersedia damai dan menghentikan perang selama 10 tahun, dengan masing-masing pihak menjamin keamanan satu sama lain selama jangka waktu tersebut dan masing-masing menahan dirinya dari pihak lain.
  • Pelaksanaan ibadah haji pada tahun tersebut ditangguhkan hingga tahun berikutnya.
  • Lama kunjungan ibadah haji tahun berikutnya hanya 3 hari dan tidak diperbolehkan membawa senjata selain pedang tersarung.
  • Harus mengembalikan orang Quraisy yang memeluk Islam tanpa seizin walinya.
  • Kaum Quraisy tidak wajib mengembalikan umat Islam (pengikut Muhammad) yang menjadi pengikut mereka.
  • Orang-orang Arab diperbolehkan bersekutu dengan Muhammad dan kaum Quraisy.
  • Kedua belah pihak harus menaati isi perjanjian damai. Demikian tidak diperbolehkan pencurian rahasia dan pengkhianatan.

Hikmah Perjanjian Hudaibiyah

Isi Perjanjian Hudaibiyah dapat disimpulkan cukup merugikan kaum muslim, tapi di balik kesepakatan itu terdapat hikmah besar antara lain proses dakwah Islam menjadi lebih mudah.

Sejak disepakatinya perjanjian ini, mengutip buku Fikih Sirah oleh Said Ramadhan Al-Buthy, umat Islam bisa bergaul dengan rukun bersama orang-orang musyrik Makkah dengan berbincang dan berdiskusi. Dengan begitu, kaum muslim dapat berdakwah kepada mereka secara aman dengan memperdengarkan Al-Qur’an serta mengajak untuk memeluk Islam tanpa dihantui rasa takut. Banyak muslim yang terang-terangan menampakkan keislamannya padahal sebelumnya tidak berani.

Karena suasananya damai, Rasulullah SAW juga berdakwah secara tertulis dengan mengirim surat kepada raja-raja dan kepala negara tetangga untuk mengajak mereka memeluk Islam. Hal ini tentunya sebuah kemajuan dalam dimensi dakwah karena sebelumnya beliau SAW berdakwah secara lisan saja.

Dalam waktu dua tahun usai Perjanjian Hudaibiyah, jumlah orang yang memeluk Islam telah melebihi kaum muslim yang masuk Islam sebelum perjanjian itu.

Di sisi lain, Perjanjian Hudaibiyah merupakan peristiwa pendahuluan bagi Fathu Makkah atau Penaklukkan Makkah. Ibnu Qayyim menyebut kesepakatan damai ini menjadi pintu gerbang sekaligus kunci menuju peristiwa lebih besar yaitu penaklukkan Kota Makkah.

(azn/row)



Sumber : www.detik.com