Tag Archives: kolonel

Menengok Sejarah Kelam PKI di Monumen Kresek Madiun



Madiun

Monumen Kresek, sering disebut Monumen Keganasan PKI 1948, bukan sekadar objek wisata. Monumen itu dibangun untuk mengenang korban pemberontakan PKI di Madiun.

Di sebuah lapangan hijau seluas beberapa hektare di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, berdiri sebuah patung dan relief bisu berdiri sebagai pengingat peristiwa berdarah yang pernah mengguncang kota tersebut.

Dari arsip pemberitaan detikcom, peristiwa berdarah itu terjadi pada 18 September 1948, ketika PKI di bawah pimpinan Musso berhasil menguasai kota Madiun selama 13 hari.


Selama periode itu, terjadi kekerasan terhadap tokoh masyarakat, ulama, dan prajurit TNI. PKI berusaha menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mendirikan negara berdasarkan ideologi komunis.

Pemberontakan ini dipicu ketegangan politik dan ekonomi pasca-kemerdekaan, serta ketidakpuasan PKI terhadap kebijakan pemerintah, termasuk hasil Perjanjian Renville yang dianggap merugikan Indonesia.

Musso kembali dari pengasingan di Uni Soviet untuk memimpin pemberontakan, dengan tujuan mengganti dasar negara Pancasila dengan ideologi komunis dan mendirikan Republik Soviet Indonesia.

Pada dini hari 18 September, PKI mulai merebut gedung-gedung penting di Madiun, termasuk kantor pos, telekomunikasi, markas TNI, dan Radio Republik Indonesia (RRI) untuk menyebarkan propaganda.

Namun, perlawanan dari pasukan TNI yang dipimpin Kolonel A H Nasution berhasil membendung gerakan ini. Pada 30 September 1948, Madiun berhasil kembali direbut pemerintah.

Peristiwa ini menelan banyak korban jiwa. Sekitar 1.920 orang tewas, termasuk 17 tokoh masyarakat yang namanya diabadikan di Monumen Kresek. Salah satu korban adalah Kiai Husen, seorang ulama dan anggota DPRD Madiun, yang dibunuh secara kejam oleh Musso.

Saksi Bisu Kekejaman PKI di Madiun

Menurut jurnal Universitas PGRI Madiun berjudul Monumen Kresek Tempat Wisata Penuh Sejarah yang ditulis Salimah Yuniasih dkk, untuk memastikan tragedi ini tidak terlupakan, dibangunlah Monumen Kresek sebagai saksi bisu kekejaman PKI dan pengingat sejarah bagi publik.

Monumen ini mulai dibangun pada 1987. Peresmian dilakukan pada 10 Juni 1991 oleh Gubernur Jawa Timur kala itu, Soelarso. Berjarak sekitar 40 menit dari Kota Madiun, monumen ini berdiri di atas lahan seluas 3,3 hektare.

Pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 40 menit dari Kota Madiun untuk mencapai Monumen Kresek. Begitu memasuki kawasan monumen, mata langsung tertuju pada patung dramatis yang menampilkan dua sosok.

Satu dalam posisi seolah siap memenggal, dan yang satunya duduk, menunggu nasibnya. Patung ini menggambarkan Musso, pemimpin pemberontakan PKI, yang sedang menyiksa Kiai Husen, salah satu tokoh agama lokal yang menjadi korban.

Pengunjung harus menaiki tangga menuju patung ini, jumlahnya disusun secara simbolis, yaitu 17-8-45, yang merujuk pada tanggal 17 Agustus 1945, hari kemerdekaan Indonesia.

Di bagian atas monumen, terdapat relief yang menggambarkan kekejaman PKI selama pemberontakan. Adegan-adegan yang terukir memperlihatkan dengan jelas bagaimana para anggota PKI melakukan kekerasan terhadap warga sipil, tokoh masyarakat, dan prajurit TNI.

monumen kresek di madiunMonumen Kresek di Madiun Foto: Sugeng Harianto

Sementara di sisi kanan bagian bawah monumen, terdapat prasasti batu yang mengabadikan nama-nama prajurit TNI dan tokoh masyarakat yang gugur dalam pertempuran di Desa Kresek.

Salah satunya adalah Kolonel Inf Marhadi, prajurit berpangkat tertinggi yang gugur dalam pertempuran tersebut. Sebagai penghormatan, namanya diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Kota Madiun, dan patungnya juga dibangun di alun-alun kota.

Monumen ini bukan sekadar patung dan relief, setiap elemen menyimpan kisah heroik dan tragis yang menjadi pengingat akan keberingasan PKI, sekaligus menghormati pengorbanan mereka yang gugur dalam mempertahankan kedaulatan dan keamanan masyarakat Madiun.

Kini Jadi Destinasi Wisata Sejarah

Monumen Kresek bukan hanya situs sejarah, tetapi menjelma destinasi wisata yang menyajikan keindahan alam dan fasilitas publik yang memadai. Terletak sekitar 8 km dari pusat Kota Madiun, monumen ini dapat dicapai dalam waktu sekitar 40 menit perjalanan.

Setibanya di lokasi, pengunjung akan disambut patung besar yang menggambarkan sosok Musso yang sedang memenggal Kiai Husen, simbol dari kekejaman yang terjadi pada peristiwa Madiun 1948.

Monumen Kresek buka setiap hari mulai pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB. Harga tiket masuk sangat terjangkau, sekitar Rp 5.000 per orang, tergantung pada kebijakan yang berlaku.

Tersedia juga fasilitas seperti pendopo, taman bermain, balai pertemuan, kios kuliner, dan area parkir yang membuatnya cocok sebagai tujuan rekreasi keluarga dan acara komunitas.

Dengan kombinasi antara nilai sejarah, keindahan alam, dan fasilitas yang memadai, Monumen Kresek menjadi destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi, terutama bagi mereka yang ingin belajar tentang sejarah Indonesia sambil menikmati suasana yang tenang dan asri.

Monumen Kresek bukan sekedar patung atau area taman, ia adalah fragmen sejarah yang memaksa pengunjung untuk mengingat bahwa pembangunan ruang publik dan pendidikan sejarah bisa berjalan bersamaan.

Dengan pengelolaan yang tepat, peningkatan interpretasi sejarah, dan keterlibatan masyarakat lokal, monumen Kresek berpotensi menjadi contoh bagaimana situs trauma dapat bertransformasi menjadi ruang belajar, penghormatan, dan rekreasi bermakna.

——-

Artikel ini telah naik di detikJatim.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Sejarah Patung Jenderal Sudirman yang Mau Dipindahkan, Sudah ‘Hormat’ Sejak 2003



Jakarta

Patung Jenderal Sudirman di Kawasan Dukuh Atas, Jakarta, akan dipindahkan ke tempat baru. Sudah ‘hormat’ sejak 2003, seperti apa sejarah patung Jenderal Sudirman?

Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama Pemprov Jakarta berencana menggabungkan Stasiun Karet dan StasiunSudirman Baru. Menteri PerhubunganDudyPurwagandhi mengatakan rencana ini sudah dibicarakan dengan Gubernur Jakarta Pramono Anung dalam sebuah pertemuan pada Senin (29/9/2025). Dalam pertemuan itu, dibahas pula konsekuensi dari proyek ini adalah pemindahan patung JenderalSudirman.


“Kemarin Pak Gubernur menyampaikan bahwa ada kemungkinan memindahkan Patung Jenderal Besar Sudirman. Itu yang semula ada di sisi selatan, akan dipindahkan lebih mendekati ke arah Jalan MH Thamrin,” kata Dudy dalam detikNews dikutip Sabtu (4/10/2025).

Patung Jenderal Sudirman sudah diresmikan sejak 16 Agustus 2003. Berdiri setinggi 11 meter, sebenarnya siapa itu Jenderal Sudirman?

Sosok Jendral Sudirman

Menurut laman Dinas Pemuda Olahraga Budaya dan Pariwisata Kabupaten Banyumas, Jenderal Sudirman terlahir dengan nama Soedirman pada Senin, 24 Januari 1916. Sudirman muda memulai pendidikan dari Hollandsch-Inlandsche School (HIS) dan Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) Wiworotomo Cilacap.

Ia cukup aktif dalam kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) dan Hizbul Wathon (HW). Sebelum bergabung dengan tentara, Sudirman pernah menjadi guru HIS Muhammadiyah Cilacap.

Pada masa pendudukan Jepang, Sudirman terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mewakili Cilacap. Memasuki masa perang kemerdekaan, Sudirman diangkat menjadi Komandan Resimen Divisi V dengan pangkat kolonel. Dalam konferensi Tentara keamanan Rakyat (TKR) 12 November 1945, Sudirman terpilih sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat.

Tak lama berselang,Sudirman dilantik sebagai Panglima Besar Angkatan Perang RI dengan pangkat Jenderal. JenderalSudirman wafat pada hari Senin, 29 Januari 1950 di usia 34 tahun.

Filosofi Patung Jenderal Sudirman yang Selalu Hormat

Patung Jenderal Sudirman dibuat oleh seniman asal Bandung, Edi Sunaryo. Pembuatan patung itu didanai oleh keluarga dan disumbangkan kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sekitar tahun 2003-2004 di masa kepemimpinan Gubernur Sutiyoso.

Hal yang paling ikonik dari patung ini adalah pose Jenderal Sudirman yang selalu hormat. Pose ini bahkan pernah disentil oleh dalam salah satu adegan di film Naga Bonar Jadi Dua. Naga Bonar yang diperankan oleh Deddy Mizwar mempertanyakan kenapa seorang Jenderal dan pahlawan Indonesia justru menghormat pada warga yang berlalu-lalang.

Cucu Jenderal Sudirman, Ganang Sudirman, mengatakan filosofi hormat ini karena pihak keluarga ingin agar Jenderal Sudirman menghormati rakyat.

“Kami bikin menghormat, karena beliau ingin menghormat kepada rakyat. Itu yang buat pematung di Bandung, Pak Edi Sunaryo. Itu patung perunggu,” kata Ganang Soedirman saat berbincang dengan detikcom di Museum Satria Mandala, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Kamis (12/11/2015) silam.

Ganang menuturkan jika Jenderal Sudirman adalah pemangku jabatan. Artinya, Jenderal Sudirman harus hormat kepada pemberi jabatan, yakni rakyat.

“Menurut eyang putri saya, beliau merasa beliau itu pemangku jabatan, pemangku jabatan harus memberikan hormat kepada yang memberikan jabatan, yaitu rakyat ini. Sudirman dipilih bukan oleh presiden, tapi oleh para Panglima Kodam, yang melantik presiden. Beliau merasa harus menghormati rakyat ini. Karena itu dibuat Gestur hormat,” tuturnya.

Ganang menuturkan, pembuatan patung dengan gestur hormat itu juga pernah ditanyakan oleh dua mantan Panglima TNI. Salah satunya Jenderal (Purn) Wiranto.

“Pak Wiranto sempat tanya, ‘kenapa kau buat itu hormat, kasihanlah, itu ikon kami’, oh ndak bapak, itulah Soedirman, Soedirman nggak mau dihormati, ingin menghormati siapapun juga,” jelas Ganang.

“Itu tangan diturunkan kalauamanahnya sudah nggak ada, tapi kan kebetulan beliau meninggalamanahnya masih ada, jadi sampai kapanpun nggak akan turun tangan itu,”imbuhnya.

6 Lokasi Patung Jenderal Sudirman

Sosok Jenderal Sudirman berdiri tegak di enam kota berikut:

Jakarta

Yogyakarta

Surabaya

Pacitan

Purwokerto

Alor

Itulah sejarah patung Jenderal Sudirman yang selalu hormat. Sudah pernah lihat secara langsung?

(nir/pal)



Sumber : www.detik.com