Tag Archives: konservasi satwa

Di Kampung Ini Jalak Bali Dikonservasi dengan Adat dan Gotong-royong Warga



Tabanan

Jalak bali nyaris punah. Di kampung ini, satwa itu dilindungi lewat adat.

Adalah di Banjar Tingkihkerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, jalak bali mempunyai rumah. Di kampung itu dilakukan konservasi jalak bali berbasis kekuatan hukum adat yang ditaati masyarakat setempat.

Bendesa Adat Tengkudak, I Nyoman Oka Tridadi, menyebutkan bahwa Banjar Tingkihkerep memiliki awig-awig (aturan adat) khusus yang melindungi lingkungan dan habitat jalak Bali. Salah satu aturan pentingnya adalah larangan menebang pohon tanpa izin. Jika dilanggar, pelakunya diwajibkan menanam dua pohon pengganti, terutama pohon buah-buahan yang bisa menjadi sumber pakan bagi burung jalak Bali.


“Kalau ada warga, bahkan dari luar banjar, yang nebang pohon, dia harus tanam dua pohon. Terutama yang bisa jadi makanan jalak Bali,” ujar Oka Tridadi, Minggu (8/6/2025), dikutip dari detikbali.

Menariknya, aturan pelestarian itu hanya berlaku di Banjar Tingkihkerep dan tidak diberlakukan di banjar adat lain di desa tersebut.

“Masyarakat di sini memang memiliki semangat tinggi dalam menjaga satwa dan lingkungan sekitarnya,” Oka menambahkan.

Banjar Tingkihkerep bukan dipilih secara sembarangan sebagai lokasi konservasi. Project Manager dari Yayasan FNPF I Made Sugiarta mengatakan bahwa pemilihan lokasi dilakukan setelah observasi mendalam, mempertimbangkan faktor geografis, kekuatan hukum adat, dan karakter masyarakatnya.

burung jalak Bali di Kampung Jalak Bali, Banjar Tingkihkerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu (8/6/2025). (I Dewa Made Krisna Pradipta)burung jalak Bali di Kampung Jalak Bali, Banjar Tingkihkerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu (8/6/2025). (I Dewa Made Krisna Pradipta)

“Kampung Jalak Bali ini bukan sekadar tempat wisata, tapi kawasan konservasi berbasis edukasi. Hanya saja, yang masih kurang itu ruang informasi. Jadi wisatawan belum terlalu paham soal karakter atau perkembangan jalak Bali di sini,” ujarnya.

Yayasan FNPF bekerja sama dengan Balai KSDA dan sejumlah akademisi Universitas Udayana dalam program ini, yang kini menjadi salah satu contoh konservasi berbasis masyarakat yang berhasil.

Camat Penebel, I Putu Agus Hendra Manik Mastawa, menilai keberadaan Kampung Jalak Bali sangat potensial untuk menjadi destinasi pendukung pariwisata Jatiluwih yang telah mendunia sebagai warisan budaya UNESCO.

“Desa Jatiluwih itu ikonnya Penebel. Nah, desa-desa di sekitarnya, seperti Tengkudak, bisa jadi penyangga. Apalagi Kampung Jalak Bali ini punya konsep yang sangat menarik dan ramah lingkungan,” kata dia.

Kecamatan juga terus menggali potensi lokal lainnya, mulai dari pertanian, budidaya kopi, durian, lebah madu, hingga wisata religi untuk memperkuat daya tarik kawasan Penebel secara keseluruhan.

Saat ini, tantangan utama yang dihadapi Kampung Jalak Bali adalah minimnya fasilitas dasar untuk wisatawan, seperti ruang informasi dan toilet. Manik Mastawa akan mengusulkan kebutuhan ini kepada Dinas Pariwisata Tabanan agar bisa segera direalisasikan.

“Saya rasa ini wajib ada, dan akan kami sampaikan ke pemerintah daerah,” kata dia.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Mengapa Macan Tutul Bisa Berkeliaran di Hotel Bandung? Pakar IPB Bilang Begini



Jakarta

Macan tutul yang diduga lepas dari Lembang Park Zoo ditemukan di kawasan hotel di Bandung, Jawa Barat. Mengapa satwa liar itu malah berada di permukiman?

Diketahui, seekor macan tutul dari Lembang Zoo ditemukan di kawasan Hotel Anugerah, Kota Bandung. Pada Senin (6/10), tim gabungan yang terdiri dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Diskarmat) Kota Bandung bersama jajaran kepolisian, Balai KonservasiSDA (BKSDA), Lembang Park Zoo, dan manajemen hotel berhasil mengevakuasi macan tutul tersebut.


Kepala Diskarmat Kota Bandung Soni Bakhtyar mengaku menerima laporan keberadaan macan tutul sekitar pukul 06.50 WIB. Pihaknya segera mengerahkan 10 personel Diskarmat ke lokasi.

“Petugas tiba di lokasi pukul 07.50 WIB, dan proses penanganan berlangsung hingga pukul 10.25 WIB. Saat ini macan tutul sudah dibawa ke Lembang Park Zoo untuk diobservasi,” katanya dalam laman Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Rabu (8/10/2025).

Menurut Soni, kebun binatang akan memastikan status macan tutul tersebut merupakan satwa yang lepas dari Lembang Park Zoo atau berasal dari habitat lain.

“Jika ternyata bukan milik Lembang Park Zoo, maka akan dibawa olehBKSDA keSukabumi untuk dilepaskan kembali ke habitat aslinya,”ucapnya.

Mengapa Macan Tutul Bisa Berkeliaran di Kawasan Hotel?

Pakar ekologi satwa liar IPB University yang juga dosen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Dr Abdul Haris Mustari, menjelaskan ada lima indikator utama kesejahteraan satwa dalam penangkaran, yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan lingkungan fisik, bebas dari rasa sakit dan penyakit, bebas dari rasa takut dan tekanan, serta bebas mengekspresikan perilaku alaminya.

“Meskipun satwa diberi makan setiap hari, kebutuhan mereka untuk mengekspresikan perilaku alami seperti berburu dan berinteraksi sosial tidak bisa digantikan,” ucapnya dalam laman IPB University, dikutip Rabu (8/10/2025).

Kondisi tertekan di dalam kandang sering menjadi alasan satwa berusaha keluar. Dr Mustari juga menambahkan, satwa yang sudah lama dikandangkan dan terbiasa diberi makan oleh manusia akan memiliki ketergantungan pada suplai makanan tersebut.

“Karena itu, ketika lepas, mereka cenderung kembali mendekati lingkungan manusia,” ujarnya.

Sebagai solusi jangka panjang, Dr Mustari menekankan peran penting konservasi in-situ, yakni perlindungan satwa di habitat aslinya. Pendekatan ini tidak hanya melindungi satu spesies, tetapi juga seluruh keanekaragaman hayati di dalam ekosistem.

“Dengan konservasi in-situ, sumber air, iklim mikro, dan keseimbangan ekologis dapat terjaga dengan baik,” tutur DrMustari.

Minta Pemerintah & Lembaga Konservasi Jaga Kesejahteraan Satwa

Dr Mustari juga menekankan pesan untuk menjaga kesejahteraan satwa liar dalam upaya konservasi.

“Memelihara satwa liar predator tidaklah mudah, pihak pengelola hendaknya memperhatikan faktor keamanan dan kesejahteraan satwa,” jelasnya.

Ia juga menegaskan agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehutanan (Kemenhut)/BKSDA sebagai otoritas pengelola (management authority), lebih meningkatkan pengawasannya terhadap lembaga konservasi (LK), seperti kebun binatang, taman margasatwa, dan taman safari.

(nir/twu)



Sumber : www.detik.com

Tak Cuma buat Rekreasi, TSI Juga Jadi Tempat Edukasi dan Konservasi



Jakarta

Tak hanya menjadi destinasi wisata favorit keluarga, Taman Safari Indonesia (TSI) juga berperan penting sebagai pusat edukasi dan konservasi satwa. Melalui berbagai program pelestarian dan kegiatan pembelajaran interaktif, TSI berupaya menumbuhkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga keanekaragaman hayati.

Beberapa hari lalu, detikTravel berkesempatan untuk berkunjung ke Taman Safari Indonesia (TSI) yang berada di Bali. Di sana diperlihatkan bukan hanya TSI sebagai destinasi wisata tapi juga sebagai destinasi edukasi yang sekaligus menjaga tempat konservasi.

Terpantau ada beberapa area yang didedikasikan untuk konservasi beberapa satwa seperti burung Jalak Bali yang begitu cantik. Dengan keseluruhan badannya didominasi warna putih dan ada warna biru di bagian matanya.


Tak cuma di Bali, TSI yang mempunyai unit di beberapa kota di Indonesia juga melakukan pelestarian yang sama. Board of Director TSI, Agus Susanto, menjelaskan beberapa keberhasilan dalam mem-breeding dan melestarikan satwa yang sudah terancam populasinya.

“Di (Taman Safari) Batang itu dolphin akan melahirkan pada awal November, kemudian di Solo itu beberapa kali sudah melahirkan tiga ekor anak macan bengal. Oh iya di Batang juga burung unta, kemudian komodo sering netes (telurnya) di Batang,” kata Agus, Sabtu (11/10/2025).

“Di Taman Safari Bogor yang sedang kita coba sekarang itu pada ya. Jadi ini adalah usaha-usaha dari Taman Safari Group untuk melakukan konservasi,” dia menambahkan.

Lebih lanjut, Agus bercerita di Taman Safari Prigen ada area konservasi untuk burung-burung kicau yang sudah langka dan salah satunya termasuk burung Jalak Bali. Dengan upaya tersebut kini burung Jalak Suren yang sudah dilepasliarkan di sana pun telah beranak-pinak.

Taman Safari Indonesia bukan sekadar tempat rekreasi tapi juga jadi tempat edukasi sekaligus tempat konservasiPenjelasan TSI bukan sekadar tempat rekreasi tapi juga tempat edukasi dan konservasi di Taman Safari Bali, Jumat (10/10/2025). (Muhammad Lugas Pribady/detikcom)

Dan masih banyak lagi satwa-satwa lainnya yang coba untuk dilestarikan oleh Taman Safari Indonesia. Setiap tahunnya akan ada satwa-satwa yang dilepas kembali ke alam liar.

Dalam kesempatan yang sama, Head of Media Digital TSI, Finky Santika, mengatakan bahwa TSI ini lebih mengedepankan aspek konservasinya, yang diimbangi dengan rekreasinya. Hal tersebut supaya masyarakat yang berkunjung bukan sekadar terhibur tetapi juga bisa belajar dan ikut memahami pentingnya pelestarian satwa.

“Taman Safari sendiri terdaftar sebagai lembaga konservasi, jadi kalau misalnya orang-orang tahunya Taman Sadari itu tempat bermain, betul juga. Tapi kita lebih fokusnya ke lembaga konservasi,” kata Finky.

Taman Safari Indonesia juga bekerja sama dengan beberapa pihak seperti Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup, BKSDA, dan beberapa NGO lainnya.

“Kita dipercaya untuk membantu mereka dalam menjaga ekosistem yang ada di Indonesia. Jadi kayak kemarin kita berhasil melepas atau introduction Banteng Jawa di Pangandaran itu kita kasih dua pasang Banteng Jawa,” kata dia.

Finky bercerita populasi Banteng Jawa di sana sudah tidak ada lagi dan kebetulan pihaknya masih memiliki satwa tersebut. Hingga sekarang Banteng Jawa yang telah dikirim ke Pangandaran itu sudah berhasil berkembang biak.

“Di sana itu sudah punah jadi sudah tidak ada lagi. Tapi kita masih ada, akhirnya kita kirim dua pasang Banteng Jawa dan berhasil breeding kemarin baru lahiran di bulan Agustus jadi itu membantu,” ujar dia.

(upd/fem)



Sumber : travel.detik.com

Bali Tak Hanya Pantai, tapi Juga Tempat Lahirnya Hiu Bambu Langka!



Gianyar

Bali tak hanya terkenal dengan pantainya, tapi juga jadi tempat untuk berkembangnya satwa-satwa endemik Indonesia. Beberapa satwa endemik Indonesia sudah mulai terancam populasinya. Hal tersebut sangatlah menyedihkan untuk ekosistem di Indonesia.

Oleh karenanya sebagai lembaga konservasi, Taman Safari Indonesia Group mengembangkan variasi atraksi mereka di Taman Safari Bali yakni Marine Safari Bali (MSB).

Bukan sekadar jadi tempat rekreasi keluarga saja, tapi jauh lebih penting adalah tentang edukasi dan juga konservasi satwa-satwa yang sudah mulai terancam. Dibuka akhir tahun 2024 lalu, telah banyak berhasil di beberapa pemeliharaan satwa terancam.


Dengan pengelolaan yang baik dan terjaga, salah satu yang berhasil dikembangbiakkan adalah hiu bambu.

“Kita punya beberapa inisiatif penyelamatan jadi captive breeding adalah sesuatu yang kita lakukan sekarang. Kita bisa lihat sekarang telur dan anak hiu bambu, ini adalah salah satu program penyelamatan yang berhasil,” kata Operation Manager of MSB, Samuel Liu, beberapa waktu lalu di Bali.

“Salah satu yang sangat penting terutama untuk Indonesia adalah spesies endemik seperti hiu bambu ini. Jadi yang kita lakukan sekarang adalah upaya penyelamatan spesies tersebut dengan bantuan dari berbagai pihak juga,” lanjutnya.

Tempat captive breeding hiu bambu, hiu endemik Indonesia yang ada di Marine Safari Bali.Tempat captive breeding hiu bambu, hiu endemik Indonesia yang ada di Marine Safari Bali. (Taman Safari Indonesia)

Bagi pengunjung yang datang ke MSB dan ingin melihat bagaimana bentuk hiu bambu itu bisa dilihat di aquarium yang berada di zona The Ocean. Atau jika ingin melihat tentang pengembangbiakannya bisa dilihat di Educaiton and Conservation Center.

Education Manager of MSB and Taman Safari Bali, Muhammad Khoiri Habibullah, menjelaskan dari bentuk telur yang telah memiliki embrio hingga menetas itu membutuhkan waktu sekitar empat bulan.

Hiu bambu dewasa itu memiliki warna yang didominasi warna coklat. Uniknya ketika menetas, hiu bambu ini tidak berwarna coklat, melainkan berwarna hitam

“Jadi mereka akan menetas sekitar empat bulan dan ketika mereka menetas, dia akan menjadi kayak gini warna hitam dulu. Ini adalah salah satu captive breeding yang berhasil kita lakukan di Bali,” ungkap Khoiri.

“Jadi bamboo shark itu bisa menghasilkan telur ketika mereka sudah mencapai usai matang, tapi telur itu belum tentu punya embrionya,” lengkapnya.

(upd/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Harimau-Macan Tutul Muncul di Permukiman, Pakar BRIN: Itu Alarm Ekologis!



Jakarta

Fenomena tak biasa terjadi di dua daerah berbeda di Indonesia belakang ini. Seekor macan tutul jawa tiba-tiba masuk ke hotel di kawasan Bandung, Jawa Barat.

Selain itu, seekor harimau sumatra juga tertangkap kamera berada di sekitar kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Agam, Sumatera Barat. Kejadian tersebut seketika ramai karena diunggah di media sosial.

Pertanda apa hewan-hewan liar dan buas tersebut mendekati wilayah pemukiman manusia? Menurut Peneliti Ahli Utama bidang konservasi keanekaragaman hayati Pusat Riset Ekologi BRIN, Prof Hendra Gunawan, dua kejadian tersebut adalah sinyal bahaya tentang keseimbangan alam yang sedang terganggu.


“Kalau mereka sekarang muncul di kebun, jalan raya, bahkan hotel, itu bukan perilaku alami, tapi Itu tanda mereka terpaksa keluar dari hutan untuk bertahan hidup,” kata Hendra dikutip dari laman BRIN, Rabu (22/10/2025).

Penyebab Satwa Liar Masuk Pemukiman Manusia

Ia menambahkan, perilaku aneh satwa ini bisa terjadi karena beberapa sebab. Pertama karena kerusakan habitat akibat pembukaan lahan, pembangunan jalan, dan perluasan permukiman.

Kedua karena mereka tengah mengejar mangsanya. Monyet ekor panjang atau babi hutan biasanya tinggal di tepi hutan sehingga kemungkinan mengejar mereka pun bisa terjadi.

Macan-Harimau Kehilangan Orientasi Arah

Penyebab selanjutnya bisa terjadi akibat hewan memang tersesat. Mereka kemudian mengalami disorientasi spasial atau kehilangan orientasi karena tak tahu dengan lingkungan tersebut.

“Kalau mereka sekarang muncul di kebun, jalan raya, bahkan hotel, itu bukan perilaku alami, tapi Itu tanda mereka terpaksa keluar dari hutan untuk bertahan hidup,” kata Hendra.

“Begitu ia masuk ke bangunan beton tanpa vegetasi, ia kehilangan arah dan bisa panik. Inilah yang terjadi ketika macan masuk hotel atau kantor,” lanjutnya.

Hendra menegaskan bahwa fragmentasi hutan merupakan akar masalah di balik meningkatnya konflik antara manusia dan satwa liar. Fragmentasi terjadi ketika hutan besar terpecah menjadi potongan kecil yang terisolasi oleh ladang, jalan, atau permukiman.

“Fragmentasi lebih berbahaya daripada sekadar pengurangan luas hutan,” tegasnya.

Predator Puncak Berebut Wilayah

Menyempitnya habitat hewan akibat pemukiman manusia mengakibatkan predator puncak seperti harimau sumatera dan macan tutul jawa membutuhkan wilayah jelajah lebih luas untuk mencari mangsa dan berkembang biak.

Ketika ruang hidupnya menyempit, satwa-satwa ini terpaksa berebut wilayah. Dalam berebut, mereka biasanya keluar dari hutan menuju area manusia.

BRIN mencatat sedikitnya 137 kasus konflik manusia-harimau di Sumatera Barat antara tahun 2005-2023. Terutama di kawasan yang hutannya sudah terfragmentasi parah seperti Lanskap Cagar Alam Maninjau.

Kehadiran Satwa Liar di Pemukiman Jadi Alarm Serius

Hendra menilai bahwa solusi jangka panjang bukan sekadar mengevakuasi satwa yang muncul, tapi menata ulang kebijakan tata ruang dan pembangunan berbasis ekologi.

Selain itu, Hendra mendorong penerapan pendekatan human-wildlife coexistence atau hidup berdampingan secara berkelanjutan dengan empat tahapan utama yakni:

Avoidance (Penghindaran): Mencegah kontak langsung lewat perencanaan ruang dan pengamanan ternak.

Mitigation (Mitigasi): Mengurangi dampak konflik tanpa melukai satwa.

Tolerance (Toleransi): Menumbuhkan empati masyarakat terhadap keberadaan satwa liar.

Coexistence (Koeksistensi): Menciptakan manfaat bersama melalui kegiatan seperti ekowisata berbasis komunitas.

“Kalau masyarakat bisa melihat harimau bukan sebagai ancaman, tapi sebagai penjaga keseimbangan ekosistem, kita bisa hidup berdampingan dengan damai,” ujarnya.

Menurut Hendra, harimau di kantor BRIN dan macan tutul di hotel seharusnya tidak dilihat sebagai ancaman, melainkan alarm ekologis. Ia mengingatkan bahwa sebenernya hewan-hewan tersebut bukanlah musuh manusia.

“Harimau bukan musuh kita, mereka adalah cermin dari kesehatan hutan. Jika harimau hilang, itu artinya ekosistem kita runtuh. Menjaga harimau berarti menjaga masa depan kita sendiri,” katanya.

(cyu/nah)



Sumber : www.detik.com