Tag Archives: kontaminasi

Diklaim Sudah Siap Minum, Bolehkah Air Mineral Direbus?


Jakarta

Air Mineral Dalam Kemasan (AMDK) diklaim sudah siap minum, tidak perlu dimasak. Namun ada kalanya butuh menghangatkan, atau bahkan merebusnya sampai mendidih.

Harus diakui, AMDK sudah jadi bagian dari gaya hidup modern. Praktis, mudah didapat, dan dianggap lebih aman dibanding air isi ulang atau air keran. Tapi di tengah kebiasaan serba instan, masih banyak orang yang memilih menghangatkan atau bahkan merebus air mineral sebelum diminum.

Alasannya sangat beragam, agar lebih bersih, lebih hangat, atau sekadar kebiasaan. Lalu, pertanyaannya sederhana: perlukah air mineral dalam kemasan dipanaskan? Atau, apakah pemanasan itu justru mengubah kandungan alami dan manfaat AMDK?


AMDK Bisa Langsung Diminum

Air mineral kemasan tidak diambil begitu saja dari sumber air dan langsung dibotolkan. Sebelum sampai ke tangan konsumen, air ini telah melewati serangkaian proses penyaringan dan sterilisasi yang ketat. Proses tersebut memastikan tidak ada mikroorganisme patogen, logam berat, atau bahan kimia berbahaya yang tertinggal di dalam air.

Dengan kata lain, air mineral sudah layak diminum langsung tanpa harus direbus lagi. Inilah yang membedakannya dengan air sumur atau air keran yang mungkin masih mengandung bakteri atau partikel lain sehingga perlu proses perebusan terlebih dahulu.

Namun, sebagian orang tetap memilih untuk memanaskan air kemasan karena ingin merasa lebih aman. Tindakan ini sebenarnya tidak salah, tetapi bisa sedikit memengaruhi kandungan mineral alami di dalamnya.

Apa Saja Perubahan yang Terjadi?

Meskipun air mineral tampak stabil, ternyata pemanasan bisa menimbulkan sedikit perubahan pada komposisi kimianya. Penelitian yang terbit dari Water Journal tahun 2025 menunjukkan bahwa proses perebusan dapat mengurangi kadar mineral seperti kalsium dan magnesium. Hal ini terjadi karena pemanasan menyebabkan gas karbon dioksida (CO₂) di dalam air lepas, lalu sebagian kalsium dan magnesium bereaksi menjadi endapan kalsium karbonat. Fenomena ini dikenal dengan istilah precipitation of hardness minerals yaitu reaksi yang juga sering menyebabkan kerak putih pada teko air.

Meski demikian, dari sisi gizi, penurunan kadar mineral akibat pemanasan ini tergolong sangat kecil dan tidak mengubah manfaat air mineral secara signifikan. Tubuh manusia masih bisa mendapatkan asupan mineral penting dari makanan sehari-hari, seperti sayuran, susu, atau kacang-kacangan.

Perubahan rasa air yang sebelumnya terasa lembut atau berisi bisa terasa sedikit lebih hambar setelah dipanaskan. Itu terjadi karena beberapa ion yang memberi sensasi rasa seperti kalsium, magnesium, dan bikarbonat ada yang sedikit mengendap. Proses ini merupakan reaksi alami kalsium karbonat akibat suhu tinggi. Meskipun tidak berbahaya, endapan tersebut menandakan bahwa sebagian mineral dalam air telah berubah bentuk dan tidak lagi larut sempurna.

Sementara itu, studi lain dalam Jurnal Environmental Monitoring and Assessment tahun 2021 juga mengonfirmasi bahwa suhu tinggi dapat mengubah pH air dan sedikit meningkatkan total zat terlarut atau Total Dissolved Solids (TDS). Namun, perubahan ini masih dalam rentang aman untuk dikonsumsi.

Apakah Berarti Pemanasan Mengurangi Kualitas?

Selama proses pemanasan dilakukan dalam durasi wajar, misalnya untuk membuat air hangat atau mendidihkan sekali, kualitas air mineral tetap terjaga. Tidak ada perubahan signifikan yang membuat air jadi berbahaya atau kehilangan manfaatnya.

Pemanasan berulang atau terlalu lama justru bisa mempercepat pengendapan mineral. Akibatnya, kandungan mineral dalam air bisa berkurang lebih banyak dan rasa segarnya semakin berkurang.

Selain itu, penting juga memastikan wadah yang digunakan untuk memanaskan air yang berasal dari AMDK bersih dan bebas logam berat. Jika menggunakan teko logam yang sudah berkarat atau ketel yang jarang dibersihkan, justru risiko kontaminasi bisa meningkat.

Hal yang Perlu Diperhatikan:

  • Air mineral dengan kandungan kalsium dan magnesium tinggi lebih mungkin membentuk endapan dibanding air dengan kandungan mineral rendah.
  • Pemanasan bisa memunculkan endapan halus berwarna putih di dasar wadah. Itu bukan tanda air rusak, melainkan sisa kalsium karbonat dari mineral alami yang bereaksi saat dipanaskan.
  • Tidak perlu merebus terlalu lama atau berulang kali karena justru bisa mempercepat pengendapan mineral.

Kesimpulan

Memanaskan atau merebus air mineral dalam kemasan boleh dan aman dilakukan, selama dilakukan sewajarnya. Proses ini memang dapat menimbulkan sedikit perubahan pada komposisi mineral, terutama kalsium dan magnesium, tetapi jumlahnya sangat kecil dan tidak berpengaruh terhadap keamanan maupun manfaat air.

Jadi, jika tujuannya hanya untuk membuat air hangat atau merasa lebih nyaman, langkah ini tetap tergolong aman. Namun jika ingin mempertahankan rasa segar dan kandungan mineral alaminya, sebaiknya AMDK diminum langsung sesuai fungsinya karena air telah siap konsumsi, murni, dan menyehatkan.

Air mineral sudah melalui perjalanan panjang sebelum sampai konsumen, dari sumber mata air, proses penyaringan, hingga pengemasan yang higienis. Jadi, tidak perlu lagi diragukan kebersihannya. Yang terpenting, simpan di tempat sejuk dan hindari paparan panas secara langsung agar kualitasnya tetap terjaga.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Mengenal Senyawa Nitrit, Pemicu Keracunan MBG di Bandung Barat


Jakarta

Kasus keracunan massal yang menimpa 1.315 siswa di Bandung Barat bikin geger publik. Dari hasil investigasi Badan Gizi Nasional (BGN), ditemukan kadar nitrit yang sangat tinggi pada hidangan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang disantap para siswa.

Senyawa ini ditemukan terutama pada sampel melon dan lotek, dengan kadar mencapai 3,91 mg/L dan 3,54 mg/L. Padahal menurut US Environmental Protection Agency (EPA), batas aman nitrit dalam minuman hanya 1 mg/L. Artinya, kadar dalam sampel makanan itu nyaris empat kali lipat dari batas maksimum yang disarankan.

Temuan ini memunculkan pertanyaan besar: sebenarnya seberapa berbahaya nitrit bagi tubuh, dan dari mana zat ini bisa muncul dalam makanan?


Apa Itu Nitrit dan Kenapa Bisa Berbahaya?

Nitrit adalah senyawa kimia turunan nitrogen yang sering terbentuk dari hasil reduksi nitrat yaitu senyawa yang banyak ditemukan di tanah, air, dan tanaman. Dalam kondisi tertentu, seperti penyimpanan yang tidak higienis atau pengolahan yang kurang tepat, nitrat bisa berubah menjadi nitrit akibat aktivitas bakteri.

Selain muncul secara alami, nitrit juga sengaja ditambahkan dalam industri pangan sebagai bahan pengawet, terutama pada produk seperti sosis, kornet, ham, dan daging asap. Tujuannya adalah untuk mencegah pertumbuhan bakteri berbahaya dan menjaga warna serta rasa daging tetap menarik.

Namun, jika kadarnya berlebihan, nitrit bisa berbalik jadi racun. Dalam tubuh, nitrit mampu mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin, yaitu bentuk hemoglobin yang tidak bisa mengikat oksigen dengan baik. Kondisi ini disebut methemoglobinemia dan bisa membuat tubuh kekurangan oksigen.

Dalam jangka panjang, nitrit juga bisa membentuk nitrosamin yaitu senyawa yang bersifat karsinogenik atau pemicu kanker, terutama jika makanan yang mengandung nitrit dipanaskan berulang kali atau dibakar pada suhu tinggi.

Sumber Nitrit dan Makanan yang Mudah Tercemar

Senyawa nitrit memang bisa terbentuk secara alami di beberapa jenis makanan, terutama dari bahan yang mengandung nitrat tinggi. Tapi, ada juga pangan yang rawan mengalami cemaran nitrit tambahan akibat proses pengolahan, penyimpanan, atau kontaminasi mikroba.

Menurut beberapa penelitian, nitrit bisa berasal dari banyak sumber, baik alami maupun akibat kontaminasi. Ini beberapa di antaranya:

1. Daging olahan dan produk pengawet

Penelitian dari Jurnal Food Additives & contaminants, tahun 2020 menunjukkan bahwa nitrit digunakan sebagai bahan tambahan untuk mencegah bakteri dan menjaga warna daging tetap merah muda. Karena itu, sosis, bacon, atau kornet bisa mengandung nitrit dalam batas tertentu.

2. Sayuran berdaun hijau seperti bayam, selada, dan sawi

Sayuran ini kaya nitrat secara alami. Dalam kondisi penyimpanan yang lembab atau tidak higienis, bakteri di permukaan daun bisa mengubah nitrat menjadi nitrit. Menurut penelitian, kadar nitrit meningkat signifikan bila sayur disimpan lebih dari 48 jam pada suhu ruang.

3. Buah-buahan seperti melon dan semangka

Meski jarang disangka, buah berair juga bisa jadi media tumbuh bakteri pengubah nitrat menjadi nitrit, terutama bila sudah dikupas, dipotong, lalu dibiarkan terbuka terlalu lama. Hal inilah yang juga ditemukan pada kasus Bandung Barat, di mana sisa buah melon mengandung nitrit tinggi.

4. Air yang terkontaminasi

Menurut Journal Water and Health tahun 2023, Air tanah atau sumur di area pertanian kadang mengandung nitrat tinggi dari pupuk. Bila air ini digunakan mencuci atau memasak makanan tanpa pengolahan memadai, nitrit bisa ikut masuk ke dalam tubuh.

5. Penyimpanan dan kontaminasi silang

Kondisi dapur yang lembab, suhu ruang tinggi, serta alat masak yang tidak bersih bisa mempercepat konversi nitrat menjadi nitrit.

Gejala Keracunan Nitrit, Tidak Selalu Diare

Gejala yang muncul akibat keracunan nitrit bisa berbeda dari keracunan makanan biasa. Dalam kasus Bandung Barat, sebagian besar siswa justru mengalami mual, muntah, dan nyeri lambung dibandingkan diare.

“Sekitar 36 persen korban mengalami gangguan di saluran cerna bagian atas, sementara diare hanya 3 persen,” jelas Ketua Tim Investigasi Independen BGN, Dra Karimah Muhammad Apt.

Selain itu, gejala pusing dan kepala terasa ringan juga banyak dilaporkan. Hal ini disebabkan oleh pelebaran pembuluh darah akibat paparan nitrit. Sekitar 29 persen korban mengalami gejala ini.

Dalam beberapa kasus, lemas dan sesak napas juga bisa muncul karena kadar oksigen di darah menurun. Ini terjadi saat nitrit mengubah hemoglobin menjadi methemoglobin. Gejala beratnya bisa berupa kulit kebiruan, jari-jari terasa kram, bahkan penurunan kesadaran.

Penanganan Keracunan Nitrit: Fokus pada Oksigen dan Cairan Tubuh

Meski terdengar menakutkan, sebagian besar kasus keracunan nitrit bisa ditangani dengan baik jika segera mendapat pertolongan medis.

Menurut laporan BGN, 93 persen korban di Bandung Barat langsung diperbolehkan pulang setelah mendapat observasi dan obat oral, seperti paracetamol, ondansetron, atau omeprazol. Hanya 7 persen yang perlu rawat inap untuk infus cairan dan observasi lanjutan.

Penanganan medis umumnya meliputi:

  • Pemberian oksigen bagi pasien yang tampak sesak atau kadar oksigennya turun.
  • Terapi cairan intravena (seperti Ringer Laktat atau Dextrose) untuk menjaga keseimbangan tubuh.
  • Methylene blue dapat diberikan pada kasus berat yang disertai methemoglobinemia, di bawah pengawasan dokter.
  • Jika gejala ringan, seperti mual atau nyeri lambung, cukup diberikan terapi suportif dan observasi ketat.

Bisa Ditangani, Asal Pengolahan Pangan Tepat

Kasus ini jadi pengingat penting bahwa sumber keracunan makanan tak selalu berasal dari bakteri. Senyawa kimia seperti nitrit pun dapat menjadi penyebab serius.

Agar hal serupa tidak terulang, berikut langkah pencegahan yang disarankan menurut beberapa penelitian:

  • Pastikan bahan makanan disimpan dalam suhu dingin dan tidak terlalu lama sebelum diolah.
  • Gunakan air bersih yang sudah melalui proses filtrasi atau perebusan.
  • Hindari penggunaan bahan pengawet nitrit berlebihan pada produk olahan.
  • Perhatikan kebersihan alat masak dan hindari kontaminasi silang.
  • Terapkan sistem keamanan pangan seperti HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Points) di dapur sekolah, katering, atau penyedia makanan massal.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Kini Jadi Syarat Wajib Dapur MBG, Apa Itu Sertifikat HACCP?


Jakarta

Kasus keracunan makanan dari program Makanan Bergizi Gratis (MBG) belakangan bikin heboh. Hingga September 2025, tercatat 6.517 penerima manfaat MBG mengalami keracunan di berbagai daerah. Banyak di antaranya mengalami gejala mual, pusing, hingga muntah setelah menyantap makanan yang semestinya aman dan bergizi. Program yang niatnya baik justru meninggalkan tanda tanya: sebenarnya, seberapa aman makanan yang dikonsumsi anak-anak di sekolah?

Nah, dari situ kemudian muncul istilah HACCP. Pemerintah mulai mewajibkan SPPG memiliki sertifikasi HACCP, selain syarat lain yaitu Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Tujuannya jelas, supaya kasus serupa tidak terulang lagi.

Tapi sebenarnya, apa sih HACCP itu, kenapa penting, dan bagaimana sistem ini dapat mencegah keracunan makanan dan menjaga keamanan makanan program MBG?


Apa Itu HACCP?

HACCP adalah singkatan dari Hazard Analysis and Critical Control Points. Sistem ini pertama kali diperkenalkan pada 1960-an oleh NASA dan perusahaan makanan Pillsbury untuk memastikan makanan astronot benar-benar aman dikonsumsi di luar angkasa. Sejak saat itu, HACCP berkembang menjadi standar internasional yang diakui banyak negara.

Secara sederhana, HACCP adalah cara mengidentifikasi potensi bahaya dalam makanan lalu menetapkan titik kritis yang wajib dikendalikan. Tujuannya supaya bahaya itu tidak sampai masuk ke tubuh konsumen.

Ada tiga bahaya yang akan diawasi:

  • Biologis: bakteri, virus, jamur, atau parasit.
  • Kimia: residu pestisida, logam berat, atau bahan tambahan yang berlebihan.
  • Fisik: benda asing seperti serpihan plastik, kaca, atau logam kecil.

Berbeda dengan pemeriksaan produk yang telah jadi, HACCP menekankan pencegahan sejak awal. Jadi kalau berpotensi adanya masalah, dapat dihentikan sebelum makanan terlanjur sampai ke konsumen.

5 Langkah Awal HACCP

Terdapat lima langkah awal yang harus dipersiapkan agar HACCP bisa berjalan efektif sebelum masuk tujuh prinsip dasar HACCP. Langkah ini seperti fondasi sebelum sistem benar-benar diterapkan.

1. Membentuk Tim HACCP

Dibutuhkan tim dengan latar belakang berbeda, misalnya ahli produksi, kualitas, sanitasi, hingga teknisi. Tim inilah yang akan merancang dan mengawasi penerapan HACCP.

2. Deskripsi Produk

Produk makanan harus dijelaskan secara detail yaitu bahan baku yang digunakan, cara pengolahan, kondisi penyimpanan, hingga masa simpan. Deskripsi ini memudahkan untuk identifikasi risiko.

3. Menentukan Tujuan Penggunaan Produk

Produk ditujukan untuk siapa? Anak-anak, orang dewasa, atau kelompok khusus seperti penderita penyakit tertentu. Informasi ini penting karena tiap kelompok punya risiko berbeda.

4. Menyusun Diagram Alir Proses

Alur proses makanan digambarkan mulai dari bahan mentah, pencucian, pemotongan, pemasakan, penyimpanan, hingga distribusi. Diagram alir membantu melihat titik rawan bahaya.

5. Verifikasi Diagram Alir di Lapangan

Setelah digambar, alur proses harus dicek langsung di lapangan untuk memastikan sesuai dengan praktik nyata. Kalau ada perbedaan, diagram perlu direvisi sebelum dipakai.

Dengan lima langkah awal ini, sistem HACCP memiliki dasar yang kuat untuk masuk ke tahap berikutnya, yaitu tujuh prinsip utama.

Prinsip Dasar HACCP

Sistem HACCP berjalan dengan tujuh prinsip utama yang saling melengkapi.

1. Analisis Bahaya

Setiap tahap produksi makanan dievaluasi. Misalnya, sayuran segar bisa mengandung bakteri dari tanah atau pestisida yang tertinggal.

2. Titik Kendali Kritis (CCP)

Titik kritis adalah bagian paling rawan yang harus dikendalikan. Contohnya, tahap memasak ayam menjadi CCP karena suhu yang kurang bisa membuat bakteri Salmonella tetap hidup.

3. Batas Kritis

Batas kritis biasanya berupa angka pasti, misalnya suhu minimal 75 derajat celcius untuk memasak ayam atau pH tertentu untuk mencegah pertumbuhan bakteri.

4. Monitoring

Proses ini memastikan semua batas kritis terpenuhi. Bisa berupa pengecekan suhu dengan termometer, atau catatan berapa lama makanan disimpan di suhu ruang.

5. Tindakan Korektif

Kalau hasil monitoring menunjukkan penyimpangan, harus ada langkah perbaikan. Misalnya, makanan yang tidak mencapai suhu aman tidak boleh diedarkan.

6. Verifikasi

Tahap ini memastikan sistem HACCP benar-benar berjalan efektif. Bisa dengan audit internal, pemeriksaan laboratorium, atau penilaian pihak ketiga.

7. Dokumentasi

Semua proses dicatat. Dokumentasi inilah yang jadi bukti kalau produsen memang menjalankan HACCP dengan benar.

Dampak Jika HACCP Tidak Diterapkan

Bayangkan jika dapur, pabrik makanan, atau layanan katering mengabaikan HACCP. Risikonya bisa besar:

  • Keracunan makanan massal akibat bakteri seperti E. coli atau Salmonella.
  • Kontaminasi benda asing yang dapat melukai konsumen.
  • Residu kimia berlebih yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan jangka panjang.
  • Hilangnya kepercayaan publik terhadap program MBG.
  • Kerugian ekonomi karena produk harus ditarik atau dibuang, SPPG ditutup, bahkan bisa saja berhadapan dengan masalah hukum.

Kasus MBG beberapa menjadi contoh nyata betapa pentingnya sistem keamanan pangan. Tanpa pengawasan yang ketat, makanan yang terlihat normal bisa saja mengandung bahaya.

Kenapa HACCP Penting dalam MBG?

Dalam program Makanan Bergizi Gratis (MBG), keamanan pangan jadi isu utama. Makanan yang disajikan ditujukan untuk anak-anak sekolah, kelompok usia yang sangat rentan terhadap penyakit dalam makanan. Karena itu, penerapan HACCP di dapur MBG bukan sekadar formalitas, melainkan kebutuhan mendesak.

Dengan HACCP, setiap tahap pengolahan bisa diawasi ketat, mulai dari bahan baku, proses memasak, penyimpanan, hingga distribusi. Sistem ini membantu mencegah kontaminasi biologis, kimia, maupun fisik yang berpotensi membahayakan penerima MBG.

Selain memberi perlindungan kesehatan, HACCP juga dapat mengembalikan kepercayaan publik. Orang tua dan guru bisa lebih tenang karena tahu makanan yang dikonsumsi anak-anak diawasi dengan standar internasional. Langkah ini juga memperkuat citra pemerintah bahwa program MBG benar-benar aman dan berkualitas.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Kenapa Makanan Basi Keluar Lendir? Kenali Juga Tanda Bahaya Lainnya


Jakarta

Hingga September 2025, tercatat 6.517 kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG). Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam rapat kerja bersama DPR-RI Komisi IX mengusulkan Upaya Kesehatan Sekolah (UKS) untuk membantu mengawasi keamanan dalam program Makanan Bergizi (MBG).

Selain itu, Menkes juga usulkan mata pelajaran wajib dalam kurikulum sekolah mengenai keamanan pangan dan gizi. Menurutnya, usulan ini adalah upaya agar anak sekolah memahami makanan yang disajikan dalam program MBG masih layak dikonsumsi atau tidak.

Meski biasanya makanan yang sudah dimasak aman dikonsumsi, makanan yang disimpan terlalu lama atau tidak sesuai standar penyimpanan makanan akan memberi kesempatan terjadinya kontaminasi bakteri atau rentan basi. Karena itu, menurut Menkes penting untuk tahu ciri-ciri makanan yang sudah tidak layak konsumsi.


Beberapa ciri makanan tidak layak konsumsi yang bisa dikenali antara lain sebagai berikut.

Bau dan Rasa Berubah

Indra penciuman dan perasa menjadi cara paling cepat untuk mendeteksi keamanan makanan yang akan dikonsumsi. Nasi basi akan beraroma asam yang menusuk, sayur bening yang rusak akan berbau masam, sementara lauk bersantan cenderung langu atau tengik.

Perubahan ini terjadi karena pertumbuhan bakteri pembusuk. Misalnya, Bacillus cereus yang sering muncul pada nasi menghasilkan asam organik saat memecah pati, sehingga muncul aroma kecut. Begitu pula pada sayur berkuah, bakteri fermentatif memecah kandungan karbohidrat sayuran menjadi asam, membuat rasanya berubah. Minyak dalam santan yang teroksidasi juga menghasilkan bau tengik.

Menurut penelitian yang terbit di Jurnal Foods (2025), senyawa volatil hasil metabolisme mikroba inilah yang memunculkan bau dan rasa tak sedap, meski secara kasat mata makanan kadang masih terlihat normal.

Tekstur Tidak Normal

Perubahan tekstur pada makanan juga dapat mengindikasikan makanan tidak layak. Nasi yang pulen bisa berubah menjadi kering, menggumpal, bahkan berlendir jika sudah basi. Pada sayur berkuah, kuah yang semula jernih bisa menjadi kental atau berbusa. Lauk bersantan biasanya mengalami pecah santan, yaitu minyak terpisah dan terlihat mengambang di permukaan.

Penyebabnya bisa datang dari tiga faktor yaitu aktivitas mikroba, enzim alami makanan yang masih aktif meski sudah dimasak, serta suhu penyimpanan yang tidak tepat. Kombinasi faktor ini mempercepat kerusakan makanan matang, bahkan sebelum ada tanda lain seperti bau menyengat.

Warna Berubah

Warna juga bisa menjadi indikator. Sayur bening yang biasanya jernih bisa berubah keruh, sop ayam yang cerah bisa menjadi keabu-abuan, dan lauk bersantan bisa tampak cokelat kusam.

Menurut penelitian yang dipublikasikan di International Journal of Food Science & Technology tahun 2024, perubahan warna ini umumnya dipicu oleh oksidasi lemak, pemecahan pigmen alami bahan makanan, serta pertumbuhan mikroba. Pada santan misalnya, oksidasi membuat warnanya berubah gelap, sementara aktivitas bakteri pada sayur bisa membuat kuahnya menjadi keruh.

Tidak Selalu Gampang Dikenali

Namun perlu diingat, tidak semua makanan matang yang terkontaminasi akan menunjukkan tanda-tanda perubahan. Ada kalanya makanan tetap tampak normal, tapi sebenarnya berbahaya.

Contohnya, nasi goreng atau mie goreng yang disimpan di suhu ruang bisa terkontaminasi Staphylococcus aureus, meski bau dan rasanya masih sama. Lauk berkuah juga bisa mengandung Salmonella atau E. coli tanpa perubahan fisik yang jelas.

Selain bakteri, ada pula risiko dari histamin. Pada lauk berbahan ikan laut seperti tongkol atau cakalang, bakteri tertentu bisa memecah histidin menjadi histamin. Masalahnya, histamin bisa bertahan meski ikan sudah dimasak. Akibatnya, makanan tampak normal namun bisa memicu gejala keracunan seperti wajah memerah, sakit kepala, mual, hingga diare. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety (2020) menyebut fenomena ini sebagai scombroid poisoning, yang kerap luput terdeteksi.

Dampak Mengonsumsi Makanan Tidak Layak

Mengonsumsi makanan matang yang sebenarnya sudah tidak layak bisa memicu berbagai masalah kesehatan. Gejalanya bisa muncul cepat, beberapa jam setelah makan, atau tertunda hingga sehari kemudian, tergantung jenis mikroba maupun toksin yang terbentuk.

1. Gangguan saluran cerna

Gejala paling umum adalah mual, muntah, sakit perut, hingga diare. Bacillus cereus pada nasi basi, misalnya, dikenal memicu muntah dan diare akibat toksin yang tahan panas.

2. Keracunan bakteri berbahaya

Jika makanan terkontaminasi Salmonella atau E. coli, gejalanya bisa lebih berat, seperti demam, kram perut, diare berdarah, bahkan dehidrasi parah. Kondisi ini butuh penanganan medis cepat, terutama pada anak-anak.

3. Reaksi mirip alergi

Pada ikan yang menghasilkan histamin, gejala muncul menyerupai alergi: wajah dan tubuh memerah, sakit kepala, jantung berdebar, hingga rasa panas di kulit. Kondisi ini dikenal sebagai scombroid poisoning, yang sering tidak disadari karena makanan terlihat normal.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Beda Aturan RI Vs Taiwan, Sisi Lain Gaduh Residu Pestisida dalam Mi Instan


Jakarta

Baru-baru ini, produk mi instan asal Indonesia kembali jadi sorotan internasional. Food and Drug Administration (FDA) Taiwan menemukan adanya kandungan etilen oksida (EtO) dalam varian Indomie Mi Instan Rasa Soto Banjar Limau Kuit. Akibat temuan ini, produk tersebut dinyatakan tidak memenuhi standar keamanan pangan di Taiwan dan dilarang beredar.

Lalu, apa sebenarnya etilen oksida? Seberapa berbahaya bila terkandung dalam makanan, dan kenapa kasus ini viral?

Apa Itu Etilen Oksida?

Etilen oksida (EtO) adalah senyawa kimia berbentuk gas yang sangat reaktif. EtO adalah gas beracun yang tidak berwarna, memiliki bau seperti eter, reaktif dan mudah terbakar, serta memiliki rumus kimia C2H4O. Di dunia industri, EtO digunakan untuk mensterilkan alat medis, membasmi mikroorganisme, hingga menjadi bahan baku kimia lain.


Pada berbagai studi, EtO ditemukan sebagai senyawa genotoksik dan mutagenik. EtO mampu menembus bahan berpori dan membunuh bakteri, jamur, maupun virus tanpa perlu suhu tinggi. Itulah sebabnya gas ini banyak dipilih untuk sterilisasi produk yang sensitif terhadap panas.

Indomie rasa soto banjar limau kuitIndomie rasa soto banjar limau kuit. Foto: Aida Adha Siregar/detikHealth

Fungsi Penggunaan Etilen Oksida pada Makanan

Dalam industri pangan, etilen oksida digunakan sebagai agen fumigasi. Tujuannya adalah membunuh mikroorganisme yang bisa menurunkan mutu produk, terutama pada rempah-rempah, herba, dan bumbu kering.

Jika bumbu hanya dipanaskan, risiko kerusakan aroma dan cita rasa sangat tinggi. Oleh karena itu, beberapa produsen memilih sterilisasi dengan EtO agar bumbu tetap wangi dan tidak berubah warna.

Namun, permasalahannya, EtO bisa meninggalkan residu berbahaya jika proses aerasi (penghilangan gas sisa) tidak dilakukan sempurna. EtO akan bereaksi dengan ion klorida yang terkandung dalam pangan membentuk 2-kloroetanol (2-CE).

Bagaimana EtO Bisa Ada di Mi Instan?

Berdasarkan laporan FDA Taiwan, residu EtO sebesar 0,1 mg/kg ditemukan pada bumbu penyedap mi instan, bukan pada mie-nya. Artinya, kemungkinan besar proses sterilisasi menggunakan EtO dilakukan pada rempah atau bumbu untuk mencegah kontaminasi bakteri.

Dalam kondisi ideal, sisa EtO akan hilang setelah bumbu didiamkan beberapa waktu atau saat dimasak. Tetapi bila EtO yang ditemukan adalah analitnya yaitu 2-kloroetanol (2-CE) maka menghilangkan kadar 2-CE harus dilakukan pada suhu 430-496 derajat celcius. Hal ini terdapat pada Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 229 Tahun 2022.

Bahaya EtO bagi Kesehatan

Menurut International Agency for Research on Cancer (IARC), etilen oksida dikategorikan sebagai karsinogen bagi manusia (kelompok 1). Paparan jangka panjang dapat meningkatkan risiko:

  • Kanker (leukemia, limfoma, dan kanker payudara)
  • Kerusakan DNA dan mutasi genetik
  • Gangguan sistem saraf

Selain itu, EtO juga bisa berubah menjadi senyawa lain ketika terpapar pada makanan bernama 2-chloroethanol (2-CE), yang sama-sama bersifat toksik. Karena sifatnya ini, banyak negara menerapkan kebijakan nol toleransi terhadap EtO dalam makanan.

Perbedaan Standar Taiwan vs Indonesia

Setiap negara punya regulasi yang berbeda. Taiwan melarang total residu EtO pada produk pangan, sedangkan Indonesia (BPOM) memisahkan syarat antara EtO dan 2-CE. Batas maksimal residu EtO dan 2-CE diatur yaitu 0,01 mg/kg dan 85 ppm (85 mg/kg).

Inilah sebabnya, produk yang dianggap aman di Indonesia bisa saja ditolak di luar negeri. Perbedaan regulasi sering menimbulkan kontroversi ketika produk ekspor diuji dengan standar yang lebih ketat.

Kenapa Kasus Ini Jadi Viral?

Mi instan adalah makanan favorit masyarakat Indonesia, bahkan populer di seluruh dunia. Ketika ada isu keamanan pangan, wajar publik jadi heboh.

Selain itu, kasus ini juga menyoroti:

  • Kredibilitas produk lokal di pasar global
  • Kesenjangan standar keamanan antarnegara
  • Tingginya kepercayaan masyarakat terhadap mi instan

Tidak heran, kabar tentang EtO pada mi instan asal Indonesia langsung viral karena menyangkut produk yang sehari-hari dikonsumsi banyak orang.

Di Indonesia sendiri, isu ini menimbulkan kecemasan masyarakat terhadap keamanan mi instan yang beredar di pasaran. Banyak konsumen khawatir, apakah produk yang mereka beli di toko juga mengandung EtO, meski BPOM sudah menyatakan produk yang beredar di dalam negeri aman.

Apa yang Bisa Dilakukan Konsumen?

Sebagai konsumen, ada beberapa langkah bijak yang bisa dilakukan:

  • Pantau informasi resmi dari BPOM terkait keamanan pangan.
  • Batasi konsumsi mi instan, bukan hanya karena isu EtO, tapi juga karena tinggi garam, lemak, dan kalori.
  • Lengkapi pola makan dengan sayur, buah, dan protein segar supaya kebutuhan gizi tetap seimbang.

Kesimpulan

Kasus Indomie Soto Banjar Limau Kuit yang ditolak di Taiwan membuka mata kita bahwa perbedaan standar keamanan pangan antarnegara bisa menimbulkan polemik. Hal ini dikarenakan Codex Allimentarius Commission (CAC) sebagai organisasi internasional di bawah WHO/FAO belum mengatur batas maksimal residu EtO. Etilen oksida memang bermanfaat untuk sterilisasi, tapi keberadaannya dalam makanan berisiko bagi kesehatan bila dikonsumsi terus-menerus.

Isu ini harus menjadi pengingat pentingnya transparansi industri pangan, pengawasan ketat dari regulator, serta kesadaran konsumen untuk lebih selektif dalam memilih makanan.

Catatan redaksi:

Dalam keterangan resminya, BPOM RI menyampaikan penjelasan produsen bahwa produk mi instan yang bermasalah di Taiwan bukan merupakan ekspor resmi. Diduga, ekspor dilakukan oleh trader dan tanpa sepengetahuan produsen.

Berdasarkan penelusuran data registrasi, BPOM RI juga menegaskan produk tersebut memiliki izin edar sehingga dapat diedarkan di Indonesia. BPOM juga memastikan produk tersebut tetap dapat dikonsumsi.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Dosen IPB Tegaskan Ikan Hiu Bukan Bahan Pangan yang Aman bagi Anak!



Jakarta

Dosen Program Studi Manajemen Industri Jasa Makanan dan Gizi Sekolah Vokasi IPB University, Rosyda Dianah menegaskan bahwa ikan hiu bukanlah bahan pangan yang aman bagi anak-anak. Hal ini diungkapnya usai kasus keracunan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di SDN 12 Benua Kayong, Ketapang, Kalimantan Barat.

Rosyda menyebut ikan hiu mengandung logam berat di dalam tubuhnya karena perannya sebagai predator puncak. Untuk itu, daging ikan hiu berbahaya jika dikonsumsi manusia, apalagi anak-anak.

“Hiu adalah predator puncak yang mudah mengakumulasi merkuri, arsenik, dan timbal melalui proses biomagnifikasi. Akumulasi ini menjadikan daging hiu berbahaya jika dikonsumsi manusia,” tutur Rosyda dikutip dari laman resmi IPB University.


Dampak Memakan Daging Ikan Hiu pada Anak

Dalam rantai makanan, ada sebuah proses yang disebut dengan biomagnifikasi atau keadaan ketika konsentrasi zat beracun meningkat. Merkuri yang ada di laut umumnya terserap oleh tumbuhan laut lalu berpindah ikan.

Lantaran hiu adalah predator puncak yang memakan ikan lain, merkuri yang ada di proses sebelumnya akan terkumpul dalam jumlah tinggi di tubuh hiu. Kandungan merkuri pada daging hiu bersifat racun yang dapat menimbulkan mual hingga gangguan saraf serius.

Rosyda menekankan, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan terhadap efek ini. Oleh karena itu, seharusnya pengolahan daging hiu tidak jadi pilihan pada MBG.

“Kandungan metil merkuri pada hiu bersifat toksik, dapat menimbulkan mual, muntah, sakit kepala, hingga gangguan saraf serius,” jelas Rosyda.

Tidak hanya daging, sirip ikan hiu juga mengandung merkuri dan arsenik dalam kadar tinggi. Paparan arsenik dapat merusak hati, ginjal, kulit, dan paru-paru.

Jenis logam terakhir yang ada di daging hiu adalah timbal. Jika dikonsumsi, timbal bisa menimbulkan gejala kejang, koma, bahkan kematian.

“Pemilihan ikan hiu sebagai bahan menu Makan Bergizi Gratis (MBG) jelas tidak tepat, apalagi untuk konsumsi anak sekolah,” tegasnya.

Makanan MBG Harus Aman

Tidak sembarangan, penyusunan makanan anak-anak di MBG harus mengikuti konsep B2SA, yakni beragam, bergizi, seimbang, dan aman. Konsep ini bisa memastikan anak memperoleh energi dan gizi yang cukup tanpa risiko kesehatan.

Bila konsepnya siap diterapkan, Rosyda mengingatkan agar bahan makanan yang dibeli harus bisa diterima anak-anak dengan tetap menyesuaikan kemampuan daya beli masyarakat

Sorot Kebersihan Dapur dan Distribusi Makanan

Hal penting lainnya yang tak luput dari sorotan Rosyda yaitu kebersihan dapur dan distribusi makanan. Ia menekankan, dapur pembuatan MBG harus selalu bersih, bebas kontaminasi, memiliki fasilitas cuci tangan, serta memenuhi standar pengendalian hama.

Sedangkan distribusi makanan MBG ke sekolah diharapkan tepat waktu. Terlambatnya distribusi berpengaruh pada keamanan pangan.

Kasus yang terjadi di Ketapang, baginya merupakan sebuah pembelajaran yang harus diperhatikan. Masyarakat diharapkan lebih berhati-hati dalam memilih serta mengelola pangan.

“Anak-anak tidak boleh dijadikan korban dari kelalaian dalam penyusunan menu dan pengelolaan makanan. Konsep B2SA harus menjadi pedoman utama,” pungkasnya.

(det/twu)



Sumber : www.detik.com

Heboh Udang Terkontaminasi Radioaktif, Pakar Ungkap Cara Aman Mengolahnya


Jakarta

Isu kontaminasi radioaktif pada pangan laut sempat menjadi obrolan publik dan membuat masyarakat cemas. Hal itu muncul setelah adanya laporan FDA Amerika Serikat.

FDA menemukan adanya kandungan Cesium-137 (Cs-137) pada sejumlah sampel produk laut. Seberapa bahaya jadinya jika udang mengandung zat tersebut?


Pakar teknologi pangan dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Lukman Hudi STP MMT menjelaskan bahwa unsur radioaktif seperti Cs-137 dapat masuk ke tubuh organisme laut melalui paparan lingkungan.

“Sekali radionuklida seperti Cesium-137 sudah masuk ke jaringan organisme hidup (misalnya udang atau ikan), sulit sekali dihilangkan sepenuhnya,” katanya dikutip dari laman Umsida, Minggu (12/10/2025).

Tips Aman Mengolah Udang dari Paparan Radioaktif

Menurut Hudi, masyarakat tidak perlu panik berlebihan. Ada beberapa cara mudah dalam meminimalkan risiko paparan sebelum mengonsumsi udang. Berikut di antaranya.

1. Cuci dan Rendam dengan Larutan Garam atau Cuka

Langkah pertama yang penting adalah mencuci udang dengan air mengalir hingga bersih. Lalu, rendam udang dalam larutan garam ringan (NaCl 1-3%) atau cuka encer (0,5-1%) selama 15-30 menit.

Metode ini mampu mengurangi kontaminasi permukaan hingga 20-40%, meskipun tidak dapat menghilangkan Cs-137 yang sudah masuk ke jaringan otot udang.

2. Jangan Digoreng, tapi Direbus

Tahapan berikutnya adalah perebusan. Metode merebus udang dengan air bersih dapat mengurangi kandungan Cs-137 hingga 30-60%, tergantung lama dan suhu proses.

“Semakin lama dan lebih panas perebusan, semakin banyak cesium yang dipindahkan ke air rebusan,” katanya.

Perlu diingat, jangan konsumsi kaldu hasil rebusan udang tersebut.

3. Gunakan Asam Alami

Perendaman tambahan dengan bahan alami seperti jus lemon, asam sitrat, atau cuka menurut Hudi juga dapat membantu melarutkan ion cesium dari jaringan permukaan.

Kombinasi perendaman dan perebusan disebutnya sebagai cara paling efektif untuk tingkat rumah tangga.

Cara Industri dan Teknologi Deteksi Radiasi

Lebih lanjut Hudi menjelaskan, industri melakukan pembersihan dengan pertukaran ion menggunakan resin zeolit atau Prussian Blue, serta pengeringan dan pengabuan terkontrol. Meski ampuh, metode ini tidak praktis untuk konsumsi sehari-hari.

Sementara itu, deteksi kontaminasi radioaktif di industri dapat dilakukan menggunakan spektrometer gamma (HPGe) yang dapat mengukur pancaran radiasi gamma dari elemen seperti Cs-137.

“Untuk mengurangi kontaminasi, kombinasi pertukaran ion dan pengolahan termal seperti perebusan terbukti efektif menurunkan kadar radioaktif hingga 30-60%,” katanya.

Dr Hudi juga menyebut, penelitian terbaru tengah mengembangkan mikroba biosorben dan kemasan aktif berbasis mineral. Hasilnya dirancang agar mampu menyerap kontaminan radioaktif secara alami.

Hudi mengatakan, batas paparan radiasi pangan sudah diatur ketat oleh lembaga internasional dan nasional. Misalnya oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dalam Codex Alimentarius, ditetapkan batas aman paparan publik sebesar 1 mSv/tahun, dan kadar Cs-137 maksimal 100 Bq/kg untuk produk bayi.

Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan WHO mendukung pengawasan ketat dengan standar serupa. Di Indonesia, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan batas Cs-137 pada pangan umum ≤ 1.000 Bq/kg, serta 100 Bq/kg untuk produk bayi, sesuai SNI 19-6937-2003.

Hudi menegaskan, masyarakat tak perlu takut mengonsumsi udang selama diolah dengan benar. Namun, jika salah pengolahan, barulah udang bisa bahaya dikonsumsi.

“Yang penting, lakukan pencucian, perendaman, dan perebusan dengan air bersih. Hindari menggoreng atau hanya membekukan, karena itu tidak mengurangi cesium,” tegasnya.

Dengan pengolahan yang tepat, Hudi menyebut risiko paparan radioaktif pada pangan laut bisa ditekan. Dengan begitu, masyarakat tetap bisa menikmati udang dengan aman dan tenang.

(cyu/twu)



Sumber : www.detik.com

AQUA Luruskan Disinformasi soal Sumber Air, Pajak, dan Dampak Lingkungan


Jakarta

Tambahan informasi artikel ini dinaikkan dengan label advertorial

AQUA meluruskan informasi yang saat ini beredar di media sosial, yang menyebutkan penggunaan air dari sumur bor biasa, bukan dari air pegunungan, serta menyoroti isu pajak, SIPA, dampak lingkungan, hingga kontribusi sosial perusahaan. Sebagai pelopor air minum dalam kemasan di Indonesia, AQUA ingin tidak ada kesalahpahaman di masyarakat.

AQUA berkomitmen untuk menjaga kualitas dan kemurnian air yang kami hadirkan kepada masyarakat. Kami percaya bahwa transparansi dan edukasi publik adalah kunci untuk membangun kepercayaan. Oleh karena itu, AQUA menyampaikan klarifikasi ini berdasarkan data ilmiah, regulasi, dan fakta lapangan.

Fakta dan Komitmen AQUA

1. Sumber Air Pegunungan yang Terlindungi
Air AQUA berasal dari 19 sumber air pegunungan yang tersebar di seluruh Indonesia. Setiap sumber air dipilih melalui proses seleksi ketat yang melibatkan 9 kriteria ilmiah, 5 tahapan evaluasi, serta minimal 1 tahun penelitian.

Proses ini dilakukan oleh tim ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti geologi, hidrogeologi, geofisika, dan mikrobiologi. AQUA hanya menggunakan air dari akuifer dalam (kedalaman 60-140 meter), bukan dari air permukaan atau air tanah dangkal.

Akuifer ini terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat. Hal ini juga berdasarkan hasil studi hidrogeologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) dan Universitas Padjadjaran (Unpad) yang mengonfirmasi bahwa sumber air AQUA tidak bersinggungan dengan air yang digunakan masyarakat dan setiap penentuan titik sumber air AQUA telah melewati kajian dampak terhadap lingkungan dan masyarakat.

2. Proses Produksi yang Higienis dan Terstandarisasi
Untuk menjaga kemurnian air, AQUA menerapkan sistem pengemasan otomatis tanpa sentuhan tangan manusia. Proses yang dilakukan mencakup pengaliran air melalui pipa stainless food-grade dengan kekedapan optimal, pengolahan dengan mesin berteknologi tinggi, pengujian lebih dari 400 parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi, serta pemenuhan standar keamanan pangan dari BPOM dan SNI.

3. Kepatuhan Regulasi: SIPA dan Pajak
AQUA memiliki dan memperbarui SIPA (Surat Izin Pengusahaan Air Tanah) untuk setiap sumber air, serta membayar pajak air dan retribusi sesuai ketentuan dan regulasi yang berlaku di Indonesia. Proses pelaporan volume air dilakukan secara transparan dan diaudit oleh instansi pemerintah terkait. Manipulasi data dilarang keras dan diawasi ketat oleh pemerintah daerah dan pusat melalui Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Bagian dari kepatuhan SIPA adalah pemberian akses air kepada masyarakat.

4. Komitmen terhadap Keberlanjutan dan Masyarakat
AQUA berupaya mengembalikan air lebih banyak dari yang diambil ke dalam tanah dan masyarakat melalui program konservasi yang tersertifikasi oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional. AQUA menjalankan program konservasi sumber daya air berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS) di berbagai wilayah operasional.

Upaya yang dilakukan AQUA antara lain, penanaman lebih dari 2,5 juta pohon secara nasional, pembangunan lebih dari 2.300 sumur resapan dan 12.000 rorak, pengelola dan melakukan konservasi di 17 area taman keanekaragaman hayati, program WASH (Water Access, Sanitation, and Hygiene) untuk lebih dari 500.000 penerima manfaat, serta pertanian regeneratif untuk menjaga kualitas dan kuantitas air tanah serta penerapan ekonomi sirkular dan pengelolaan sampah.

AQUA juga aktif berdialog dan melibatkan masyarakat serta LSM untuk memastikan pengelolaan air yang adil, transparan, dan berkelanjutan melalui pendekatan yang terintegrasi dari hulu hingga hilir.

Sumber Air dan Proses Produksi

AQUA menggunakan air dari akuifer dalam yang merupakan bagian dari sistem hidrogeologi pegunungan. Air ini terlindungi secara alami dan telah melalui proses seleksi serta kajian ilmiah oleh para ahli dari UGM dan Unpad. Sebagian titik sumber juga bersifat self-flowing (mengalir alami).

Selain itu, air yang digunakan berasal dari lapisan dalam yang tidak bersinggungan dengan air permukaan yang digunakan masyarakat. Proses pengambilan air dilakukan sesuai izin pemerintah dan diawasi secara berkala oleh pemerintah daerah dan pusat melalui Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

AQUA memiliki Kebijakan Perlindungan Air Tanah Dalam (Ground Water Resources Policy), yang mengatur bahwa pengelolaan sumber daya air harus menjamin kemurnian dan kualitas sumber air, menjaga kelestarian sumber daya airnya, berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan di wilayah operasional serta melindungi dan turut mempromosikan adat dan cagar budaya di sekitar wilayah operasionalnya.

Berdasarkan kajian bersama UGM, pengambilan air dilakukan secara hati-hati dan tidak menyebabkan pergeseran tanah atau longsor. Namun, faktor lain seperti perubahan tata guna lahan dan deforestasi juga berpengaruh.

Disamping itu, AQUA aktif melakukan konservasi dan pemantauan lingkungan secara berkala serta melibatkan masyarakat dan pemangku kepentingan setempat untuk mengelola sumber daya air secara terintegrasi dari hulu hingga hilir sehingga terjaga kualitas dan kuantitasnya. Hal ini juga menjaga area tangkapan dan resapan air tetap terjaga fungsi dan keberlanjutannya.

Pajak, SIPA, dan Regulasi

AQUA secara konsisten dan transparan memenuhi seluruh kewajiban perpajakan dan retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembayaran dilakukan secara berkala dan resmi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan, yang menjamin transaksi tercatat secara sah secara hukum.

Sebagai informasi, AQUA hanya mengambil air sesuai dengan kuota yang ditetapkan dalam SIPA (Surat Izin Pengusahaan Air Tanah) dan berada di bawah pengawasan ketat dari instansi terkait.

Sebagai bagian dari komitmen keberlanjutan, AQUA juga menjalankan program konservasi air dan pengembalian air ke alam dan masyarakat melalui program WASH (Water Access, Sanitation, and Hygiene) yang telah menjangkau lebih dari 500,0000 penerima manfaat di berbagai wilayah operasional AQUA di Indonesia.

AQUA juga membentuk tim khusus (SIPA Taskforce) untuk memantau dan mengelola seluruh proses perizinan dan pelaporan SIPA. Selain itu, AQUA juga menjalankan program konservasi air dan pengembalian air ke masyarakat sebagai bagian dari kewajiban SIPA, termasuk melalui program WASH dan konservasi berbasis DAS.

Seperti perusahaan lainnya, proses perizinan dapat menghadapi tantangan administratif atau teknis. Namun, AQUA selalu berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan pusat untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai ketentuan. AQUA juga aktif dalam advokasi kebijakan air melalui asosiasi industri dan forum publik.

AQUA berkomitmen penuh pada transparansi dan integritas. Seluruh volume air yang diambil dilaporkan sesuai realisasi dan diaudit oleh pemerintah. Setiap pelanggaran akan dikenakan sanksi tegas sesuai hukum yang berlaku.

Harga air mineral mencerminkan proses seleksi sumber, pengujian kualitas, produksi higienis, distribusi, dan komitmen keberlanjutan lingkungan. AQUA memastikan harga yang diterapkan sejalan dengan nilai tambah dan manfaat yang diberikan kepada konsumen.

Lingkungan dan Manfaat untuk Warga

AQUA berkomitmen agar keberadaan perusahaan membawa manfaat nyata, mulai dari akses air bersih, konservasi lingkungan, hingga pemberdayaan ekonomi lokal. Setiap program CSR dirancang bersama masyarakat dan pemerintah daerah untuk memastikan dampak positif yang berkelanjutan.

Proses penentuan sumber air AQUA dilakukan oleh tim ahli dari berbagai disiplin ilmu seperti geologi, hidrogeologi, geofisika, dan mikrobiologi. AQUA hanya menggunakan air dari akuifer dalam (kedalaman 60-140 meter), bukan dari air permukaan atau air tanah dangkal. Akuifer ini terlindungi secara alami oleh lapisan kedap air, sehingga bebas dari kontaminasi aktivitas manusia dan tidak mengganggu penggunaan air masyarakat.

Untuk terus menjaga kualitas dan kuantitasnya, AQUA menjalankan program konservasi sumber daya air berbasis Daerah Aliran Sungai (DAS) di berbagai wilayah operasional, termasuk Subang. Di Subang sendiri, AQUA tercatat telah melakukan penanaman lebih dari 250,000 pohon, membangun lebih dari 120 sumur resapan dan 2.800 rorak, serta melakukan berbagai program pemberdayaan ekonomi masyarakat bersama masyarakat Subang.

AQUA akan terus menjaga komitmennya dalam menyediakan air minum berkualitas tinggi, menjaga keberlanjutan lingkungan, dan membangun hubungan yang transparan dengan masyarakat. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi layanan konsumen AQUA Menyapa di nomor 0800-15-88888.

(adv/adv)



Sumber : news.detik.com

Wanti-wanti WHO soal Sirup Obat Batuk India yang Terkontaminasi, Picu Kematian


Jakarta

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin (13/10/2025) mengeluarkan peringatan kesehatan tentang tiga sirup obat batuk terkontaminasi yang teridentifikasi di India. Mereka mendesak pihak berwenang untuk melaporkan setiap temuan obat-obatan ini di negara masing-masing kepada badan kesehatan.

WHO mengungkapkan obat-obatan yang terdampak adalah batch tertentu Coldrif dari Sresan Pharmaceutical, Respifresh TR dari Rednex Pharmaceuticals, dan ReLife dari Shape Pharma.

“WHO menyatakan bahwa produk-produk yang terkontaminasi tersebut menimbulkan risiko yang signifikan dan dapat menyebabkan penyakit parah, yang berpotensi mengancam jiwa,” tutur organisasi tersebut, dikutip dari Reuters.


Otoritas kesehatan India, Central Drugs Standard Control Organization (CDSCO) atau Organisasi Pengendalian Standar Obat Pusat, telah memberitahu WHO bahwa sirup tersebut dilaporkan dikonsumsi oleh anak-anak. Semuanya berusia di bawah lima tahun, yang baru-baru ini meninggal dunia di distrik Chhindwara, India.

Diketahui, obat batuk tersebut mengandung dietilen glikol beracun dalam jumlah hampir 500 kali lipat dari batas yang diizinkan.

CDSCO menyatakan tidak ada obat-obatan terkontaminasi yang diekspor dari india dan tidak ada bukti ekspor ilegal. Food and Drug Administration AS (FDA) juga mengonfirmasi sirup batuk beracun ini tidak dikirim ke Amerika Serikat.

(sao/suc)



Sumber : health.detik.com

US FDA Percayakan BPOM soal Sertifikasi Keamanan Rempah Indonesia


Jakarta

Indonesia mencatat sejarah baru di kancah global. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI resmi dipercaya oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA) sebagai Lembaga Sertifikasi Impor (Certifying Entity/CE) untuk produk rempah-rempah Indonesia yang masuk ke pasar Amerika Serikat.

Keputusan ini tertuang dalam Letter of Intent yang ditandatangani Donald A. Prater, Principal Deputy Director for Human Foods Program FDA, dan diumumkan melalui Import Alert 99-52.

Langkah tersebut menandai pengakuan resmi terhadap kapasitas pengawasan pangan Indonesia di tingkat dunia.


“FDA tidak sembarangan memberi mandat seperti ini. Mereka menilai bukan hanya teknis, tapi juga komitmen dan integritas sistem pengawasan Indonesia. Ini momentum pengakuan global,” beber Kepala BPOM RI Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., Ph.D., dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/10/2025).

Sebelumnya, sertifikasi ekspor rempah Indonesia ke AS dilakukan oleh lembaga pihak ketiga di luar negeri. Kini, untuk pertama kalinya, BPOM diberi kewenangan langsung oleh FDA, menandakan posisi sejajar dengan otoritas pangan dunia seperti FDA (Amerika), EFSA (Eropa), dan MHRA (Inggris).

FDA berharap BPOM dapat menjamin keamanan rempah dari potensi kontaminasi isotop Cesium-137, unsur radioaktif yang menjadi perhatian utama di pasar AS.

“Kami akan melibatkan BRIN dan BAPETEN agar seluruh protokol pemeriksaan bersifat ilmiah, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan di forum global,” tegas Taruna.

Dengan mandat ini, Indonesia tak hanya mengekspor rempah, tetapi juga mengekspor standar dan kepercayaan internasional.
BPOM kini berperan aktif dalam pembahasan teknis sertifikasi pangan global, sejajar dengan lembaga internasional lainnya.

“Ini bukan hanya soal ekspor rempah, tapi tentang posisi Indonesia di dunia. Kita tidak lagi sekadar mengikuti standar, melainkan dipercaya ikut menetapkannya,” ujar Taruna.

Penunjukan FDA kepada BPOM menandai babak baru diplomasi pangan Indonesia, rempah menjadi simbol kedaulatan sains dan reputasi bangsa di panggung global.

(naf/naf)



Sumber : health.detik.com