Tag Archives: krisis iklim

Nyamuk Pertama Kali Ditemukan di Islandia, Ilmuwan: Bukti Nyata Krisis Iklim



Jakarta

Islandia dikenal sebagai wilayah tanpa nyamuk karena lingkungan dingin yang ekstrem. Namun, baru-baru ini, nyamuk ditemukan di Islandia. Pertanda apa?

Menurut pakar, nyamuk pertama kali ditemukan di Islandia seiring krisis iklim yang menghangatkan negara tersebut. Diketahui, tiga spesimen ditemukan di tempat yang sebelumnya merupakan satu-satunya tempat di dunia tanpa nyamuk.


Para ilmuwan telah lama memperkirakan jika nyamuk dapat berkembang biak di Islandia karena terdapat banyak habitat perkembangbiakan seperti rawa dan kolam. Namun, banyak spesies tidak akan mampu bertahan hidup di iklim yang keras.

Namun kini Islandia sedang memanas, empat kali lebih cepat daripada belahan Bumi utara lainnya. Gletser telah mencair dan ikan dari iklim selatan yang lebih hangat seperti makerel telah ditemukan di perairan negara tersebut.

Seiring menghangatnya planet ini, lebih banyak spesies nyamuk mulai ditemukan di seluruh dunia. Di Inggris, telur nyamuk Mesir (Aedes aegypti) ditemukan tahun ini, dan nyamuk macan Asia (Aedes albopictus) telah ditemukan di Kent. Nyamuk-nyamuk ini merupakan spesies invasif yang dapat menyebarkan penyakit tropis seperti demam berdarah, chikungunya, dan virus Zika.

3 Spesimen Nyamuk Ditemukan di Islandia

Penggemar serangga, Björn Hjaltason, menemukan nyamuk-nyamuk tersebut dan membagikannya di grup Facebook Serangga di Islandia.

“Saat senja tanggal 16 Oktober, saya melihat seekor lalat aneh di pita anggur merah,” kata Björn, merujuk pada perangkap yang ia gunakan untuk menarik serangga, dalam The Guardian, dikutip Selasa (21/10/2025).

“Saya langsung curiga dan segera menangkap lalat itu. Ternyata lalat itu betina,” tambahnya.

Ia menangkap dua lalat lagi danmengirimkannya ke lembaga sains tempat mereka diidentifikasi.

Matthías Alfreðsson, seorang entomolog di Institut Ilmu Pengetahuan Alam Islandia, mengonfirmasi temuan tersebut di Islandia. Ia mengidentifikasi serangga tersebut setelah dikirimkan kepadanya oleh seorang ilmuwan warga.

“Tiga spesimen Culiseta annulata ditemukan di Kiðafell, Kjós, dua betina dan satu jantan. Semuanya dikumpulkan dari tali anggur selama proses pengikatan anggur yang bertujuan untuk menarik ngengat,” ungkapnya.

Ketiga spesies ini diketahui tahan dingin dan dapat bertahan hidup di Islandia dengan berlindung selama musim dingin di ruang bawah tanah dan lumbung.

(nir/faz)



Sumber : www.detik.com

Forum Iklim 2025 Ditutup, Tekankan Aksi Iklim Tak Bisa Ditunda


Jakarta

Rangkaian Indonesia Climate Change Forum 2025 (ICCF 2025) resmi berakhir pada Kamis (23/10). Forum tersebut dihadiri sejumlah pejabat pemerintah, pelaku usaha energi terbarukan, hingga pegiat iklim.

Dalam pidato penutupan, Wakil Ketua MPR sekaligus inisiator ICCF Eddy Soeparno menyebut forum ini menjadi ruang dialog berbagai pihak dalam merespons dampak perubahan iklim.

“Forum ini menjadi Call to Action bahwa krisis iklim sudah terjadi di depan mata kita, bukan lagi di masa depan tapi terjadi hari ini di sekitar kita. Karena itu tidak ada waktu lagi, aksi iklim harus dimulai saat ini, Climate Action Starts Now!” kata Eddy dalam keterangannya, Rabu (23/10/2025).


Ia mengatakan, bagi MPR RI forum ini merupakan implementasi amanat UUD 1945 Pasal 28H ayat 1 tentang hak atas lingkungan hidup yang sehat.

“Kami di MPR RI yakin dan percaya, pesan Prof. Emil Salim ‘Satu Bumi untuk semua generasi’ harus menjadi kompas moral sekaligus panduan bagi pegiat iklim, pengambil kebijakan hingga entitas bisnis dalam upaya menghadapi dampak perubahan iklim,” lanjutnya.

Salah satu rekomendasi forum ini adalah mendorong Indonesia mengambil peran lebih aktif dalam COP 30. Eddy juga mendorong Indonesia mengambil posisi kepemimpinan global terkait aksi iklim.

“Sejalan dengan itu melalui forum ICCF ini sejalan dengan upaya kami di MPR untuk mendorong Indonesia dan Presiden Prabowo untuk menjadi Climate Leader dengan mengambil inisiatif kepemimpinan global dalam aksi iklim,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pembahasan pengelolaan sampah melalui pendekatan teknologi termasuk waste to energy sesuai Perpres No. 109 Tahun 2025.

“Kami di MPR terus berkolaborasi dengan walikota dan kepala daerah serta Kementerian terkait untuk memastikan pendekatan waste to energy ini bisa secara signifikan mengurangi masalah sampah dan di saat yang sama menjadi sumber energi terbarukan,” tuturnya.

Eddy menutup forum dengan menekankan pentingnya kolaborasi multipihak dalam aksi iklim.

“Forum ini mengingatkan kita bahwa masa depan hanya bisa dijaga bila semua pihak berjalan bersama. ICCF sekali lagi Adalah call to action bahwa bahwa aksi iklim tidak menunggu besok tapi harus dimulai hari ini.”

“Pesan Prof, Emil satu Bumi untuk semua generasi harus menjadi kompas moral bagi pembuat kebijakan, pelaku usaha, dan masyarakat sipil,” kata Eddy.

(fdl/fdl)



Sumber : finance.detik.com

ICCF Perkuat Kolaborasi Hadapi Dampak Krisis Iklim


Jakarta

Rangkaian acara Indonesia Climate Change Forum (ICCF) 2025 yang merupakan kolaborasi MPR RI dan Emil Salim Institute resmi ditutup dengan menghasilkan solusi dan rekomendasi dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan, energi hingga krisis iklim.

Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, sebagai kolaborator ICCF bersama Emil Salim Institute menyampaikan bahwa forum ini merupakan penegasan urgensi ketahanan pangan, energi, termasuk wilayah air menghadapi krisis iklim.

“Kita menghasilkan beberapa resolusi yang salah satunya di antaranya adalah bagaimana kita, satu, mempercepat transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan. Kedua, kita juga akan membahas lebih lanjut lagi dan memberikan rekomendasi terkait masalah pemanfaatan energi terbarukan yang lebih masif dalam proses transisi energi tersebut, termasuk juga kebijakan-kebijakan yang pro energi terbarukan,” tegas Eddy, di Hotel Sultan, Jakarta, dalam keterangannya, Kamis (23/10/2025).

Misalnya, kata dia, dari aspek pelaksanaan percepatan pemanfaatan lahan untuk pemanfaatan energi terbarukan. Termasuk masalah sampah, Wali Kota Bogor Didie A. Rachim dan Pandawara Group yang turut menjadi narasumber juga telah memaparkan solusinya.

Eddy juga mensyukuri bahwa Indonesia kini telah memiliki Peraturan Presiden (Perpres) 109 Tahun 2025 tentang Penanganan Sampah Perkotaan Melalui Pengolahan Sampah Menjadi Energi Terbarukan Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan.

“Alhamdulillah sekarang sudah ada Perpres 109 tahun 2025 yang memberikan solusi terhadap sampah itu melalui pembangunan insinerator yang nanti akan membakar habis sampah tersebut, dan memudahkan proses penanganan sampah yang saat ini memang sudah menumpuk di mana-mana dan tidak bisa tertampung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA),” tuturnya.

Ia menuturkan, dalam forum ini juga turut membahas mengenai ekonomi karbon, Indonesia saat ini juga tengah melaksanakan proses transisi energi yang masif. Termasuk melaksanakan reforestasi dam pengembangan sektor teknologi lain seperti carbon capture.

“Agar kita kemudian menurunkan emisi, dengan menurunkan emisi itu, emisi gas rumah kaca, kita juga akan memperoleh manfaat. Manfaatnya adalah dengan adanya karbon ekonomi yang akan hidup. Ini kemudian akan menjadi salah satu pilar pendapatan negara ke depannya,” sambung dia.

Apalagi dengan adanya Perpres Nomor 110 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Instrumen Nilai Ekonomi Karbon dan Pengendalian Emisi Gas Rumah Kaca Nasional, Eddy yakin dengan aturan tersebut akan mempermudah terealisasinya solusi yang disampaikan dari forum ini, khususnya menjelang Conference of the Parties (COP) ke-30.

“Kita membahas banyak hal mengenai dampak daripada perubahan iklim, apa yang perlu kita lakukan dan kira-kira langkah selanjutnya apa yang secara real bisa dilaksanakan. Ini merupakan momentum yang tepat karena kita bicara iklim ini dan bicara masalah forum yang sedang diselenggarakan ini pada saat kita menjelang pelaksanaan COP ke-30,” sambungnya.

Eddy juga mengaku bangga pemerintah tengah menginisiasi sejumlah legislasi strategis di bidang energi dan lingkungan. Di antaranya, penyelesaian Undang-Undang Energi Terbarukan dan Undang-Undang Ketenagalistrikan yang menjadi fondasi transisi energi nasional.

Selain itu, Undang-Undang Pengelolaan Perubahan Iklim telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2026, yang diharapkan menjadi payung hukum utama dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Ketentuan yang saat ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 juga akan menjadi bagian penting dalam pembahasan RUU tersebut.

“Semoga ICCF menjadi ruang untuk memperkuat ruang kolaborasi multipihak untuk menghadapi dampak krisis iklim,” tutup Eddy.

Lihat juga Video ‘Kadar CO2 di Atmosfer Pecah Rekor, Siap-siap Bumi Makin Panas’:

(prf/ega)



Sumber : news.detik.com