Tag Archives: kua

Hukum Talak Saat Marah dalam Islam, Apakah Sah?


Jakarta

Ketika menikah, setiap pasangan tentu berharap agar pernikahan tersebut menjadi pernikahan yang langgeng dan penuh kebahagiaan. Namun, dalam perjalanan rumah tangga, tak jarang muncul tantangan yang membuat pasangan suami-istri tidak sejalan dalam pandangan dan sikap terhadap suatu hal.

Perbedaan pendapat yang tidak diselesaikan dengan tenang sering kali berujung pada pertengkaran dan luapan emosi. Dalam kondisi seperti ini, kata-kata bisa meluncur tanpa kendali, termasuk ucapan talak yang diucapkan dalam keadaan marah.

Hal ini menimbulkan pertanyaan yang kerap muncul di benak banyak orang: bagaimana hukum talak yang diucapkan saat sedang marah dan emosi? Apakah talak tersebut tetap sah di mata Islam, atau justru tidak dianggap karena diucapkan tanpa kesadaran penuh?


Hukum Talak Saat Emosi

Dikutip dari website resmi Kementerian Agama, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai talak yang diucapkan oleh suami dalam keadaan marah atau emosi. Sebagian ulama berpendapat bahwa talak yang diucapkan dalam kondisi tersebut tetap sah dan memiliki kekuatan hukum.

Salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Syekh Zainuddin al-Malibari dari mazhab Syafi’i, yang menjelaskan bahwa talak orang yang marah tetap dianggap sah selama ia masih dalam keadaan sadar dan mengetahui apa yang diucapkannya.

واتفقوا على وقوع طلاق الغضبان وإن ادعى زوال شعوره بالغضب

Artinya: “Para ulama bersepakat bahwa talak orang yang marah itu tetap jatuh, meskipun ia mengklaim bahwa kesadarannya hilang karena marah.” (Syekh Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in [Semarang, Thoha Putra: t.t], halaman 112).

Sementara itu, sebagian ulama lain berpendapat bahwa talak yang diucapkan suami dalam keadaan marah berat atau emosi yang memuncak tidak dianggap sah. Alasannya, pada tingkat kemarahan tersebut, seseorang tidak lagi sepenuhnya sadar terhadap ucapan dan tindakannya.

Kondisi ini bahkan disamakan dengan keadaan orang yang kehilangan akal, seperti orang gila atau penderita epilepsi saat kambuh.

وأربع لا يقع طلاقهم: الصبي، والمجنون. وفي معناه المغمى عليه، والنائم، والمكرَه

Artinya: “Empat orang yang penyataan talaknya dianggap tidak berlaku, yaitu anak kecil, orang gila – termasuk di dalamnya adalah penderita epilepsi-, orang yang sedang tidur, dan orang yang dipaksa”. (Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib al-Mujib, [Semarang, Thoha Putra: t.t] halaman 48).

Tingkat Kemarahan Suami Saat Mengucap Talak

Masih mengutip dari laman Kemenag, Syekh Abdurrahman al-Jaziri dalam Kitabul Fiqhi ‘alal Madzhabil Arba’ah (Beirut, Darul Kutubil Ilmiyah: 2003), juz IV, halaman 262, menjelaskan bahwa tingkat kemarahan seorang suami saat mengucapkan talak dibagi menjadi tiga.

Pertama, marah tingkat awal, yaitu ketika seseorang mulai marah namun masih mampu mengendalikan diri dan menyadari setiap ucapannya. Dalam kondisi ini, talak yang diucapkan tetap sah karena dilakukan dalam keadaan sadar.

Kedua, marah tingkat puncak, yakni saat emosi telah memuncak hingga menghilangkan akal dan kesadaran. Orang dalam kondisi ini disamakan dengan orang gila, sehingga talaknya tidak sah dan tidak berlaku.

Ketiga, marah tingkat pertengahan, yaitu ketika kemarahan sudah tinggi dan membuat seseorang keluar dari kebiasaannya, tetapi belum sampai kehilangan kesadaran. Dalam kondisi ini, mayoritas ulama berpendapat bahwa talaknya tetap sah, karena pelaku masih dalam keadaan sadar dan mengetahui apa yang diucapkannya.

Menentukan tingkat kemarahan suami saat mengucapkan talak perlu dilakukan dengan penilaian yang objektif melalui bukti, saksi, serta pertimbangan pihak berwenang seperti petugas KUA atau tokoh agama agar keputusan sesuai dengan syariat.

Cara Menahan Amarah dalam Islam

Emosi yang tidak terkendali dapat membuat seseorang kehilangan kemampuan untuk berpikir jernih dan bertindak rasional. Dalam konteks pernikahan, hal ini bisa memicu pertengkaran yang berujung pada retaknya hubungan suami-istri.

Oleh karena itu, penting bagi setiap pasangan untuk menahan amarah dan tidak mengambil keputusan saat emosi memuncak. Islam pun mengajarkan umatnya untuk mengendalikan amarah sebagai bentuk menjaga diri dan keharmonisan rumah tangga.

Menurut Buku Ajar Akidah Akhlak karya Syafiuddin dan Machnunah Ani Zulfah, salah satu cara menahan amarah dalam Islam adalah dengan beristighfar. Dalam menghadapi tantangan rumah tangga, seperti perbedaan pendapat atau kesalahpahaman dengan pasangan, beristighfar membantu menenangkan hati agar tidak terbawa emosi.

Cara kedua adalah menahan diri dari melampiaskan kemarahan. Rasulullah SAW pernah memberi wasiat agar seseorang tidak marah, dan hal ini sangat relevan dalam pernikahan, karena kemampuan menahan diri dapat mencegah ucapan atau tindakan yang bisa melukai pasangan.

Ketiga, amarah juga bisa diredam dengan berwudhu, karena wudhu menyucikan diri dari emosi negatif dan menurunkan panas hati. Dalam kehidupan rumah tangga, berwudhu sebelum melanjutkan pembicaraan dapat membantu suami-istri berpikir lebih jernih dan bijak dalam menyelesaikan masalah.

Cara keempat adalah berdiam diri dan membaca ta’awudz ketika marah. Dengan diam, seseorang dapat menghindari kata-kata yang memperkeruh suasana, dan dengan membaca ta’awudz, ia memohon perlindungan Allah SWT agar setan tidak memperbesar konflik dalam rumah tangga.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Potensi Wakaf Besar, Bisa Bantu Program Makan Siang Gratis


Jakarta

Ketua Badan Wakaf Indonesia Kamaruddin Amin menyebut potensi wakaf di Indonesia sangat besar. Saking besarnya dia yakin jika potensi itu dimaksimalkan wakaf bisa menjadi salah satu instrumen untuk membantu program makan siang gratis pemerintahan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.

Hal itu dikatakan oleh Kamaruddin saat berbincang dengan sejumlah editor media massa nasional di Jakarta Jumat malam 11 Oktober 2024. “Kita tahu pemerintah sekarang punya program makan siang bergizi gratis. Saya kira kalau nanti pengumpulan wakaf kita sudah banyak, menurut saya ini juga bisa menjadi salah satu instrumen untuk membantu bersama-sama pemerintahan. Misalnya memberikan bantuan kepada santri-santri kita, siswa-siswi madrasah, pondok pesantren yang membutuhkan makanan bergizi misalnya, bisa kita ambilkan dari wakaf kita, kalau jumlahnya sudah banyak,” kata Kamaruddin.

Dia menyebut untuk wakaf tanah potensinya tersebar di 450 ribu titik lebih. Dari prediksi BWI aset wakaf tersebut jika dinominalkan mencapai Rp 2 ribu triliun lebih. Sebagian besar aset wakaf tersebut digunakan untuk pembangunan masjid, pesantren, lembaga pendidikan dan makam atau kuburan.


Dari total 450 ribu titik aset tanah tersebut, kata Kamaruddin, sekitar 9,9 persen di antaranya masih idle atau menganggur alias belum diproduktifkan. Ini menjadi tantangan BWI untuk membuat aset aset tersebut lebih produktif dan bernilai ekonomis.

Meski sebenarnya dari 9,9 persen aset wakaf tersebut tidak bisa dikatakan semuanya tidak produktif. Sebab banyak di antaranya aset tersebut digunakan untuk membangun lembaga pendidikan seperti madrasah, banyak pesantren juga yang dibangun di atas tanah wakaf. “Lembaga Pendidikan kita tanpa wakaf itu collapse sebenarnya. Jadi ini semua (tanah wakaf) sangat produktif karena digunakan untuk pendidikan, untuk ibadah, masjid misalnya,” papar Kamaruddin.

Menurut Kamar saat ini setidaknya ada 2 tantangan dalam pengelolaan wakaf. Pertama merawat, menjaga dan mempertahankan aset wakaf yang selama ini sudah sangat produktif untuk tetap produktif dan bisa lebih produktif lagi. Kedua adalah tanah-tanah wakaf yang belum termanfaatkan ini, yang berpotensi produktif tapi belum produktif agar bisa menjadi lebih bernilai ekonomis.

Wakaf untuk Pengentasan Kemiskinan

Selain menjadi salah satu instrumen program makan siang gratis, wakaf juga berpotensi untuk membantu pemerintah dalam program pengentasan kemiskinan. Saat ini potensi wakaf yang sangat besar tersebut belum dikapitalisasi secara maksimal.

Salah satu usaha untuk memaksimalkan potensi tersebut adalah dengan melakukan Gerakan Indonesia Berwakaf. Misalnya melalui wakaf uang di mana potensi wakaf uang di Indonesia ini mencapai Rp 180 triliun setiap tahunnya. Sementara baru sekitar 10 persen saja dari potensi wakaf uang tersebut yang tergarap.

Menurut Kamaruddin jika potensi wakaf uang ini dimaksimalkan bisa membantu program pengentasan kemiskinan oleh pemerintah. Wakaf juga bisa membantu pemerintah Indonesia berkontribusi dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) atau pembangunan berkelanjutan. “(Wakaf) sangat berpotensi untuk pengentasan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan,bahkan menjadi instrumen powerfull untuk mewujudkan cita-cita bangsa kita Indonesia dalam berkontribusi mempercepat pencapaian SDGs,” jelas Kamaruddin.

Apalagi, lanjut dia, saat ini banyak kemudahan-kemudahan dalam berwakaf uang. Wakaf bisa dilakukan di manapun dan kapanpun. Sejumlah aplikasi juga membantu masyarakat dalam berwakaf.

Badan Wakaf Indonesia pun saat ini tengah mengajak masyarakat untuk berwakaf. Misalnya melalui Kantor Urusan Agama (KUA) mengajak calon pengantin untuk berwakaf. Di Indonesia setiap tahun ada 1,5 juta calon pengantin. Jika setiap pasangan calon pengantin berwakaf Rp 100 ribu, maka sudah dibayangkan jumlah potensi wakaf uang yang bisa dihimpun. Belum lagi potensi wakaf yang bisa dihimpun dari para Aparatur Sipil Negara (ASN), calon Jemaah haji dan juga Jemaah umrah.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com