Tag Archives: kukusan

Dokter Gizi Bandingkan Nutrisi Sarapan Rebusan-Kukusan Vs Nasi Uduk-Bubur-Lonsay


Jakarta

Belakangan, tren sarapan sehat dengan menu rebusan dan kukusan semakin populer di kalangan masyarakat, terutama anak muda. Mulai dari ubi rebus, singkong, kentang, hingga pisang kukus, semuanya kini banyak dijadikan alternatif untuk menggantikan menu sarapan berat yang biasa digoreng atau disajikan dengan santan.

Namun tak sedikit juga yang menanyakan apakah menu rebusan dan kukusan benar-benar lebih bergizi dibandingkan sarapan tradisional seperti bubur ayam atau nasi uduk yang sudah jadi favorit banyak orang Indonesia?

Menurut spesialis gizi klinik dr Ardian Sandhi Pramesti, SpGK, sarapan berbasis rebusan atau kukusan memang umumnya lebih sehat karena minim penggunaan minyak dan lemak tambahan.


Proses pengolahan seperti ini dapat menekan asupan kalori serta mencegah terbentuknya lemak trans, yang sering muncul pada makanan gorengan akibat pemanasan minyak berulang atau penggunaan minyak hidrogenasi parsial.

“Tapi, ini bukan berarti bubur ayam, lontong sayur, atau nasi uduk itu “jahat” atau gak sehat sama sekali, lho. Mereka sebenarnya makanan yang enak dan mengandung gizi yang sudah menjadi bagian budaya kita serta dapat memberikan energi yang cepat dan asupan protein dari ayam atau lontong, nasi dan toping-topingnya,” ucapnya kepada detikcom, Rabu (12/11/2025).

Hanya saja, lanjutnya, jika dikonsumsi terlalu sering atau dalam porsi besar, tambahan minyak, santan, serta topping seperti kerupuk, cakwe, atau emping bisa membuat asupan kalori dan lemak jenuh meningkat.

Jika dinikmati dalam porsi moderat, misalnya satu hingga dua kali seminggu, sarapan tradisional tersebut tetap aman sebagai variasi. Sementara bagi orang yang sedang menjaga berat badan, memiliki diabetes, atau kadar kolesterol tinggi, menu rebusan dan kukusan bisa menjadi pilihan yang lebih aman karena cenderung rendah kalori dan lemak jenuh, serta lebih mampu mempertahankan nutrisi alami bahan makanan.

“Dan menu rebusan bisa jadi pilihan karena cenderung lebih unggul dilihat dari sisi rendah kalori dan rendah lemak jenuh, dan lebih mempertahankan nutrisi alami bahan makanan,” tutur dr Ardian.

Di sisi lain, dr Ardian membeberkan nilai perbandingan gizi menu sarapan rebusan dan kukusan dalam 100 gram atau perporsi standar dengan bubur hingga nasi uduk. Berikut penjelasannya.

1. Ubi rebus

Mengandung sekitar 86 kkal, 0,1 g lemak, 20 g karbohidrat (terutama karbohidrat kompleks yang membuat kenyang lebih lama), dan 1,6 g protein. Ubi juga tinggi kalium yang baik untuk tekanan darah, serta serat sekitar 3 g yang membantu melancarkan buang air besar. Selain itu, ubi kaya vitamin A dan C yang berperan sebagai antioksidan alami.

2. Singkong rebus

Memiliki sekitar 160 kkal, 0,3 g lemak, 38 g karbohidrat, dan 1,4 g protein. Singkong tinggi vitamin C (antioksidan), kalium, serta mengandung sekitar 2 g serat yang bermanfaat untuk menjaga kesehatan pencernaan.

3. Kentang rebus

Berisi sekitar 87 kkal, 0,1 g lemak, 20 g karbohidrat, dan 1,8 g protein. Kentang kaya vitamin B6 yang penting untuk metabolisme energi dan membantu menstabilkan mood. Juga mengandung kalium tinggi dan sekitar 2 g serat yang baik untuk pencernaan.

4. Pisang rebus

Mengandung sekitar 89 kkal, 0,3 g lemak, 23 g karbohidrat, dan 1,1 g protein. Pisang tinggi kalium dan vitamin B6, serta memiliki 2-3 g serat, terutama pada pisang hijau yang mengandung pati resisten, baik untuk pengaturan gula darah.

“Menu rebusan dan kukusan yang tampaknya dominan karbohidrat kompleks yang memang baik sebagai sumber energi, tapi kurang seimbang jika tanpa tambahan sumber lainnya. Untuk nutrisi lengkap, ikuti pedoman “Isi Piringku” dari Kemenkes: 1/3 piring untuk karbohidrat (umbi-umbian rebus), 1/3 untuk protein, dan 1/2 untuk sayur-buah,” ucapnya.

Sebagai perbandingan, sarapan tradisional khas Indonesia seperti bubur ayam, lontong sayur, atau nasi uduk memiliki kalori lebih tinggi karena adanya tambahan santan atau minyak. Namun, secara umum memiliki kandungan protein yang lebih tinggi.

1. Bubur ayam

Sekitar 300-400 kkal per porsi (250-300 g), dengan 35-40 g karbohidrat (dari nasi bubur), 5-12 g lemak (dari ayam goreng), dan 10-27 g protein. Kandungan proteinnya cukup tinggi, tetapi lemak dan kalorinya bisa meningkat hingga kurang lebih 500 kkal bila ditambah cakwe atau bawang goreng. Seratnya tergolong rendah jika tidak disertai sayuran, sehingga bisa memicu lonjakan gula darah lebih cepat.

2. Lontong sayur

Mengandung sekitar 300-350 kkal per porsi ( kurang lebih 250 g), terdiri dari 45-50 g karbohidrat (dari lontong), 8-15 g lemak (dari santan), dan 8-10 g protein. Sayur pelengkap seperti labu siam sebenarnya kaya vitamin dan serat, namun proses memasak dengan santan membuat kandungan lemak jenuh cukup tinggi sehingga dapat meningkatkan kadar kolesterol darah.

3. Nasi uduk

Sekitar 300-400 kkal per porsi ( kurang lebih 200 g), dengan 45-50 g karbohidrat, 10-12 g lemak (dari santan), dan 6-8 g protein. Kalorinya dapat naik hingga kurang lebih 450 kkal bila disajikan dalam porsi besar atau ditambah lauk gorengan.

“Kalau dilihat dari perbandingan komposisi makronutrien, memang rebusan biasanya kalori lebih rendah (80-160 kkal/100g) dengan lemak yang minim ( kurang dari 0,5g),” ucapnya.

“Sementara sarapan yang umum dikonsumsi masyarakat umum adalah 300-400 kkal/porsi dengan lemak 8-15g karena mengandung santan/minyak. sedangkan nutrisi rebusan lebih fokus ke serat (2-3g/100g) dan vitamin (seperti vit C dan A yang tinggi antioksidan),” sambungnya lagi.

Ditinjau oleh: Mhd. Aldrian, S.Gz, lulusan ilmu gizi Universitas Andalas, saat ini menjadi penulis lepas di detikcom.

(suc/up)



Sumber : health.detik.com

Sarapan Rebusan-Kukusan Ngetren di Kalangan Gen-Z, Cocok Nih Buat Defisit Kalori


Jakarta

Sarapan dengan menu rebus-rebusan dan kukusan tengah ngetren di kalangan Gen-Z. Sampai-sampai, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin membuat unggahan di media sosial untuk mengapresiasi gaya hidup yang banyak dianggap lebih sehat tersebut.

“Aku baru beli nih kayak gini (paketan kukusan), harganya sekitar 10 ribuan. Ternyata sudah banyak orang jualan makanan sehat seperti ini,” ungkap Menkes dalam postingan Instagram miliknya.

Pantauan detikcom, Rabu (12/11/2025), di sekitar Stasiun Sudirman Jakarta Selatan, menu sarapan serba rebus-rebusan dan kukusan mudah sekali ditemui. Salah satu penjual, Alaibi (21), mengaku baru 2 minggu berjualan di lokasi tersebut namun sudah ramai pembeli.


“Cabangnya sudah banyak dan lagi viral, jadi mulai buka di sini,” kata Alaibi saat ditemui detikcom.

“Jualannya dari jam 6 sudah ready kak, sampai jam 9-an. Alhamdulillah selalu habis sih, kalau sisa pun paling beberapa buah dan nggak dijual lagi,” tambahnya.

Alaibi menjual berbagai jenis makanan kukus, seperti ubi, singkong, pisang, talas, kentang, jagung, kacang, sukun, hingga labu kuning. Untuk satu paket dijual seharga Rp 10.000, dengan pilihan tiga jenis bahan makanan.

“Kombinasi yang paling sering dibeli itu selain talas, ada ubi, jagung, dan singkong. Satu paket harganya 10 ribu sudah dapat 3 bisa pilih bebas,” bebernya.

Tren sarapan rebus-rebusan dan kukusan di kalangan Gen-ZMurah-meriah, sepaket cuma Rp 10 ribu. Foto: Sarah Octaviani Alam/detikHealth

Ia berjualan menggunakan kukusan modern yang terbuat dari alumunium. Selain lebih ringan, kukusan seperti itu mudah dicuci dan lebih cepat membuat makanan panas.

Kebanyakan pembeli adalah pekerja kantoran yang mencari sarapan sehat. Salah satunya Lia (24) yang mengaku senang dengan adanya makanan kukusan di sekitar stasiun.

“Pas ini (makanan kukusan) viral jadi lebih gampang saja nemunya buat sarapan pagi. Biasanya kan jagung rebus gitu jualannya malam ya bareng edamame. Tapi karena ada yang jual jadi sering beli di sini (Stasiun Sudirman) karena masih anget. Sekalian juga kan buat defisit kalori,” pungkasnya.

@detikhealth_official Telur dicampur bahan makanan lain bisa jadi keracunan? mitos atau fakta yaa? yuk kita dengerin penjelasan dari ahlinya! #telur #racun #mitos #edukasikesehatan ♬ suara asli – detikHealth

(sao/up)





Sumber : health.detik.com

Lagi Tren Rebusan-Kukusan, Sehat Mana dibanding Nasi Uduk? Ini Kata Dokter Gizi


Jakarta

Belakangan, tren sarapan dengan menu rebusan dan kukusan tengah digemari kalangan Gen Z. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin bahkan turut mengapresiasi tren gaya hidup yang dianggap lebih sehat.

Tak hanya itu, Menkes juga mengaku senang semakin banyak yang mulai berjualan makanan lebih sehat. Menurutnya, tren ini juga dapat mendorong perubahan kebiasaan jajan dari yang sebelumnya didominasi junk food dan camilan tinggi gula, garam, dan lemak (GGL), menjadi konsumsi makanan utuh (real food) yang lebih bergizi.

“Iya lumayan itu banyak di TikTok saya lihat jutaan yang viral, saya senang. Lebih banyak makan-makanan sehat, sarapan sehat,” kata Menkes saat ditemui detikcom di Gedung Kemenkes RI, Rabu (12/11/2025).


Spesialis gizi klinik dr Ardian Sandhi Pramesti, SpGK, mengatakan, secara umum menu sarapan berbasis rebusan atau kukusan bisa menjadi pilihan yang lebih sehat dibandingkan sarapan tradisional yang kerap melibatkan proses penggorengan atau penggunaan santan berlebih.

Namun, lanjutnya, ini bukan berarti makanan seperti bubur ayam, lontong sayur, atau nasi uduk termasuk makanan yang ‘jahat’ atau tidak sehat sama sekali. Hidangan-hidangan tersebut justru memiliki nilai gizi dan cita rasa khas yang sudah menjadi bagian dari budaya kuliner Indonesia. Di dalamnya terdapat sumber energi dari nasi atau lontong, serta protein dari ayam dan berbagai topping pelengkap.

“Masalahnya cuma kalau dimakan berlebihan atau sering banget, bisa bikin asupan kalori harian jadi berlebih karena adanya tambahan dari minyak goreng, santan, atau topping seperti kerupuk dan cakwe juga emping,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Rabu (12/11/2025).

“Namun, kalau dimakan in moderation, misalnya seminggu 1-2 kali dengan porsi kecil, masih oke-oke aja sih buat variasi. Yang penting, sesuaikan dengan jumlah kebutuhan kalori masing-masing,” lanjutnya.

dr Ardian menjelaskan bagi yang sedang menjaga berat badan, mengalami defisit kalori, atau memiliki diabetes serta kadar kolesterol tinggi, sebaiknya memang mengurangi asupan makanan tinggi lemak dan memilih menu rebusan atau kukusan sebagai alternatif.

Jenis makanan ini umumnya lebih rendah kalori, rendah lemak jenuh, dan mampu mempertahankan nutrisi alami dari bahan makanan.

(suc/up)



Sumber : health.detik.com

Dear Traveler, Bukit Kukusan yang Viral itu Bukan Tempat Wisata!



Jogja

Bertebaran di TikTok para traveler yang melipir ke kawasan Bukit Kukusan yang berada di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Taman mengimbau untuk tidak main ke sana karena bukan tempat wisata dan lokasinya juga berbahaya.

Dalam akun Instagramnya yang dilihat detikTravel, Minggu (19/10/2025) Taman Nasional Gunung Merapi mengingatkan para pendaki, Bukit Kukusan sangat berbahaya karena topografinya yang curam dan bukanlah area yang dimanfaatkan untuk berwisata.

“Dalam beberapa waktu terakhir ini bermunculan akun media sosial terutama di TikTok yang mengunggah aktivitas wisata tidak pada lokasi yang diperkenankan. Salah satu yang sedang menjadi sorotan adalah tempat yang biasanya disebut dengan nama Bukit Kukusan (secara administrasi masuk Kabupaten Klaten),”


“Lokasi tersebut bukan berada pada zona pemanfaatan (area yang boleh untuk kegiatan wisata alam) dan pada radius 2 Km dari puncak Merapi. Aktvitas di Bukit Kukusan sangat berbahaya karena topografinya yang curam (terdapat jurang di sisi kiri, kanan, dan bagian depan),” tulis akun tersebut.

Viralnya foto dan video para TikToker yang ke Bukit Kukusan, TNGM pun mengambil beberapa langkah tegas.

“Mendapati fakta-fakta di media sosial tersebut, Balai TNGM melakukan langkah-langkah sebagai berikut : (1) menginventarisir akun-akun yang mengunggah konten di Bukit Kukusan; (2) memberikan sosialisasi bahwa Bukit Kukusan bukan area wisata dan beraktivitas di lokasi ini berbahaya; (3) meminta agar menghapus (take down) konten di Bukit Kukusan,” lanjutnya.

Empat pendaki terciduk dan diberikan sosialisasi

Dalam keterangan lebih lanjut, TNGM mengatakan pada Kamis (16 Oktober 2025) petugas pada Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Wilayah Kemalang dan RPTN Wilayah Cangkringan melakukan patroli di Bukit Kukusan dan menjumpai 4 (empat) orang yang melakukan trekking dengan inisial RD, FP, S, dan WL. Petugas pun memberikan sosialisasi larangan trekking di Bukit Kukusan, radius aman beraktivitas, dan lokasi yang boleh dikunjungi oleh wisatawan.

“Keempat orang ini juga bersedia menghapus dokumentasi yang sempat diambil. Setelahnya petugas melanjutkan pemasangan papan larangan trekking,” tambahnya.

Kepala Balai TNGM kembali mengingatkan kepada masyarakat untuk kegiatan wisata telah disediakan 5 (lima) OWA yaitu Jurang Jero (Magelang), Telogo Muncar (Sleman), Plunyon dan Kalikuning Park (Sleman), Kalitalang (Klaten), dan Deles Indah (Klaten). Wisata minat khusus dengan sistem reservasi juga telah tersedia di OWA Sapuangin (Klaten).

Selain itu masyarakat diminta tetap menaati rekomendasi dari BPPTKG terkait batas aman aktivitas mengingat Gunung Merapi saat ini statusnya adalah Level III (SIAGA).

(sym/wsw)



Sumber : travel.detik.com