Tag Archives: lempeng

Puluhan Batu Candi dan Relief Siwa Ditemukan di Klaten, Ini Penampakannya



Klaten

Puluhan batu candi dan arca siwa ditemukan di lokasi proyek pembangunan arena kuliner dan kemping Setiti Watu Kali di dusun Sendang, desa Jagalan, Klaten.

Lokasi temuan batu candi dan arca itu berada di tepi Sungai Jagalan. Lokasinya hanya berjarak sekitar 150 meter dari Candi Karangnongko. Di sekitar lokasi penemuan, masih berupa sawah dengan bebatuan gunung yang banyak tersebar di sekelilingnya.

Bedanya, candi Karangnongko berada di barat sungai sedikit ke utara dan lokasi temuan di timur sungai. Batu temuan ada yang sudah ditata di lokasi pembuatan arena kuliner tapi ada yang belum dievakuasi.


Yang sudah dirawat tersebut berbentuk batu-batu persegi panjang bertakik. Ada yang polos, ada yang berbentuk lumpang, ujung makara, batu bermotif bunga sulur, potongan-potongan lingkaran dan lainnya.

Dari sekitar 60 item yang diangkat mayoritas belum teregister petugas cagar budaya. Tapi ada juga satu batu lempeng bertakik cukup besar yang sudah ada cat putih bertuliskan F 757 yang diduga lokasi tersebut sudah pernah didata pemerintah.

Batuan candi yang ditemukan di proyek Warung Setiti Watu Kali, Jagalan, Klaten.Batuan candi yang ditemukan di proyek wisata Warung Setiti Watu Kali, Klaten. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Salah satu temuan berelief sosok yang diduga dewa Siwa atau Wisnu dengan posisi kedua kaki bersila. Dua tangan depan ke bawah dan dua tangan belakang terangkat memegang sesuatu.

Bagian wajah sudah tidak jelas dan tinggal setengah meskipun badan utuh. Batu tersebut panjangnya sekitar 60 sentimeter dengan tebal 40 sentimeter berbahan batu andesit.

Batuan candi yang ditemukan di proyek Warung Setiti Watu Kali, Jagalan, Klaten.Batuan candi yang ditemukan di proyek wisata Warung Setiti Watu Kali, Klaten. Foto: Achmad Hussein Syauqi/detikJateng

Selain batu yang sudah dirawat oleh si penemu, Tri Laksono (45), ada juga batu lepas. Lokasinya berada di sungai, di pekarangan dan di tepi jalan sekitar lokasi.

“Saya sedang membuat warung, nanti dilengkapi wahana air, tubing sampai camping. Sebenarnya kita sudah mulai tiga tahun lalu, tapi kita menemukan batu-batu ini baru-baru saja,” ungkap penemu sekaligus pemilik warung Setiti Watu Kali, Tri Laksono (44) pada Senin (6/10) siang.

Tri menjelaskan batu-batu candi tersebut ditemukan sejak dua hari terakhir saat hendak membuat lahan parkir. Saat membersihkan pohon ternyata banyak tumpukan batu-batu candi.

“Saat membersihkan pohon ternyata banyak batu-batu candi. Katanya warga juga begitu (batu candi) terus kita kumpulkan jadi satu, kita rawat dan hari ini dicek Dinas,” terang Tri.

Jumlah batu yang sudah dikumpulkan, sebut Tri, ada sekitar 60 batu berbagai jenis. Dari jumlah itu yang ada pahatan dan ukurannya sekitar 10 buah.

“Yang ada pahatan dan ukurannya sekitar 10 buah, yang lainnya cuma batu kotak berpropil (takik). Lokasi sini dekat dengan Candi Karangnongko juga,” lanjut Tri.

“Menurut warga banyak ditemukan batu candi tapi warga tidak tahu, ada juga yang takut. Ini kita kumpulkan,” imbuh Tri.

Analis Cagar Budaya dan Koleksi Museum Dinas Kebudayaan Pemuda Olahraga dan Pariwisata Pemkab Klaten, Wiyan Ari Tanjung yang mengecek lokasi menyatakan tim dinas ke lokasi untuk menindaklanjuti informasi adanya temuan batuan candi tersebut.

“Ada sekitar 60 item batu komponen candi. Termasuk yang relief menyerupai arca, ya diduga relief dewa Siwa,” ungkap Tanjung di lokasi.

———

Artikel ini telah naik di detikJateng.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Dua Gempa Besar Diramal Akan Terjadi Bersamaan, Indonesia Aman?


Jakarta

Para peneliti yang ingin mengungkap pola pergerakan gempa bumi menemukan fakta yang meresahkan, dua patahan terbesar di dunia terkadang bekerja bersamaan.

Para peneliti gempa bumi di Pantai Barat Amerika Utara menemukan tanda, bahwa gempa bumi di Zona Subduksi Cascadia atau Sesar San Andreas dapat memicu gempa bumi di zona lainnya.

Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Geosphere, para peneliti dari Oregon State University yang dipimpin oleh Chris Goldfinger, seorang ahli geologi dan geofisika kelautan, menunjukkan bukti yang disebut ‘sinkronisasi parsial’ antara Sesar San Andreas utara dan Zona Subduksi Cascadia.


Sinkronisasi parsial pada dasarnya berarti bahwa suatu peristiwa gempa bumi di satu zona memiliki riwayat pemicu di zona lainnya, dan bukti historis ‘interaksi signifikan’ antara keduanya, serta potensi interaksi yang lebih besar di masa mendatang. Menurut mereka, hal ini perlu dianggap sebagai peringatan.

Bukti inti dari hubungan ini berasal dari dasar laut. Tim menambang 130 inti sedimen yang berasal dari 3.100 tahun yang lalu, dari Persimpangan Tiga Mendocino, tempat pertemuan Lempeng Juan de Fuca dan Lempeng Gorda di bawah Lempeng Amerika Utara, di Zona Subduksi Cascadia dengan Sesar San Andreas di lepas pantai California utara. Di sana, lapisan sedimen menunjukkan aktivitas turbidit yang tidak biasa, lapisan yang terbentuk oleh longsor laut yang menggerakkan dasar laut, yang seringkali merupakan tanda-tanda awal gempa bumi.

“Turbidit pada umumnya memiliki sedimen kasar di bagian bawah, sementara lanau yang lebih halus mengendap di bagian atas. Namun, di Mendocino Triple Junction, struktur tersebut terbalik dan tampak terbalik dengan semua pasir di atasnya. Dan sejauh yang kami ketahui, gravitasi tidak berubah,” ujar Goldfinger dikutip dari Scientific American, Senin (20/10/2025).

Hal ini kemungkinan menyiratkan bahwa formasi turbidit unik tersebut ditumpuk oleh dua gempa bumi, satu dari masing-masing zona, secara berurutan dengan selisih waktu beberapa tahun atau bahkan menit.

Studi ini menunjukkan bahwa delapan tikungan turbidit memiliki ‘tumpang tindih temporal yang substansial’ antara Zona Subduksi Cascadia dan Sesar San Andreas, dan bahwa peristiwa gempa sinkronisasi besar terakhir terjadi sekitar tahun 1700. Goldfinger membandingkan situasi ini dengan menyetel radio untuk mengonversi sinyal masuk.

“Saat menyetel sistem radio lama, pada dasarnya Anda menyebabkan satu osilator bergetar pada frekuensi yang sama dengan yang lainnya. Ketika patahan-patahan ini sinkron, satu patahan dapat menyetel patahan lainnya dan menyebabkan gempa bumi berpasangan,” ujarnya.

Namun, meskipun sudah lebih dari 300 tahun sejak gempa bumi kembar terakhir terjadi, hal itu tidak menutup kemungkinan akan terjadi peristiwa serupa di masa mendatang.

“Kita bisa memperkirakan bahwa gempa bumi di salah satu patahan saja akan menguras sumber daya seluruh negeri untuk meresponsnya,” ujar Goldfinger.

“Jika keduanya terjadi bersamaan, maka kemungkinan San Francisco, Portland, Seattle, dan Vancouver semuanya akan berada dalam situasi darurat dalam jangka waktu yang singkat,” imbuhnya.

Meskipun ‘hanya’ terjadi delapan kejadian besar, bukti menunjukkan kedua wilayah tersebut saling terkait erat sehingga gempa bumi yang terjadi hampir bersamaan bukanlah hal yang jarang terjadi.

“Dalam makalah ini, kami berfokus pada geologi, alih-alih memikirkan potensi bencana. Namun, cukup jelas bahwa jika hal seperti ini terjadi, dan kami yakin buktinya kuat, kami perlu bersiap,” kata Goldfinger.

Dari penelitian tersebut, belum diketahui bagaimana dengan kondisi patahan lain misalnya di Asia termasuk Indonesia. Penelitian mereka baru untuk wilayah Amerika saja.

(rns/fay)



Sumber : inet.detik.com