Tag Archives: makkah al – mukarramah

Air Zamzam yang Tak Pernah Kering Sejak Zaman Nabi Ibrahim AS



Jakarta

Salah satu keistimewaan air zamzam adalah adanya kenyataan bahwa air zamzam tidak pernah kering dan terus ada airnya tanpa pernah henti, meski ia telah berusia ribuan tahun, serta telah diambil dan dikonsumsi oleh jutaan manusia dari seluruh penjuru dunia.

Mengutip buku berjudul Mukjizat Penyembuhan Air Zamzam yang ditulis Badiatul Muchlisin Asti menuliskan kisah ketika Hajar melihat malaikat berdiri di sebuah tempat (di dekat sumur zamzam sekarang), terlihat malaikat itu tengah menggali tanah dengan sayapnya, hingga air pun menyembur deras dari tempat itu.

Hajar kemudian membuat lubang seperti baskom dengan tangannya dan mengisi kantong kulitnya dengan air yang menyembur deras dari tempat itu. Air itu terus menyembur deras meskipun telah ia bendung sebagian darinya. Sehingga bila bukan karena kasih sayang Allah, maka air itu akan menjadi arus deras yang meliputi permukaan bumi.


Nabi Muhammad SAW ketika menceritakan kisah Hajar dan Nabi Ismail, beliau bersabda,

يَرْحَمُ اللَّهُ أُمَّ إِسْمَاعِيلَ ، لَوْ تَرَكَتْ زَمْزَمَ — أَوْ قَالَ: لَوْ لَمْ تَغْرِفْ مِنَ الْمَاءِ – لَكَانَتْ زَمْزَمُ عَيْنًا مَعِيْنًا

Artinya: “Semoga Allah melimpahkan Kasih-Nya kepada Ibu Ismail. Jika saja ia membiarkan zamzam (terus menyemburkan air tanpa mengendali- kannya atau kalau ia tidak mengambil air darinya), zamzam akan menjadi arus deras yang meliputi permukaan bumi”. (HR. Bukhari)

Kisah di atas menunjukkan tidak akan pernah keringnya mata air zamzam sepanjang masa. Air zamzam tidak akan pernah kering dan airnya tak akan pernah habis. Ibnu Abbas berkata, “Seandainya ia (Hajar) tetap meninggalkannya, maka pasti air itu tetap akan ada.”

Ibnu Al-Jauzi berkata, “Keberadaan air zamzam adalah nikmat Allah tanpa usaha manusia. Maka tatkala dibendung oleh Hajar, masuklah usaha manusia, lalu nikmat itu dikurangkan”.

Kisah lainnya yang menunjukkan tidak akan pernah keringnya air zamzam adalah kisah Abdul Muthalib ketika bermimpi mendapatkan perintah menggali mata air zamzam. Ketika itu, untuk ketiga kalinya, Abdul Muthalib bermimpi, dalam mimpinya ada seseorang yang menghampirinya dan berkata, “Galilah olehmu Zam- zam!”, maka Abdul Muthalib bertanya, “Apa itu Zamzam?”.

Orang itu berkata, “la (Zamzam) adalah mata air yang tidak akan kering selamanya. Ia akan melayani minum para haji yang berjubel. la berada di antara kotoran dan darah. la terletak di tempat berkumpulnya burung-burung elang dan berada di dekat lubang semut.”

Ad-Dahhak bin Muzahim berkata, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat air tawar sebelum hari kiamat, dan semua air akan meresap selain air zamzam. Bumi akan terurai isinya, termasuk emas dan perak, kemudian seseorang akan datang membawa karung penuh emas dan perak seraya berkata, ‘Siapakah yang mau menerima barang ini dariku?’. Kemudian seseorang berkata, ‘Seandainya engkau bawakan kemarin, tentu aku akan menerimanya’.”

Lebih dari itu, fakta nyata yang tak bisa dibantah oleh siapa pun adalah sejak zaman Nabi Ismail hingga sekarang, air zamzam tidak pernah habis sekalipun jutaan orang telah mengambilnya, terutama pada bulan Ramadhan dan bulan Haji. Orang yang melihat sumur zamzam akan mendapatkan kenyataan bahwa permukaan airnya tidak pernah berubah, tidak berkurang, sekalipun telah di- ambil. la juga tidak memancar banyak sehingga mengalir di muka bumi, juga tidak berkurang, dalam arti tidak tersisa sama sekali.

Abdul Basit bin Abdul Rahman dalam buku Makkah al-Mu- karramah Fadhaa’iluha wa Tarikhuha (Makkah al-Mukarramah, Kelebih- an dan Sejarahnya) menyebutkan, bahwa sumur zamzam sudah berumur hampir 5000 tahun, persisnya 4946 tahun, sejak Nabi Ibrahim hingga sekarang.

Syahruddin El-Fikri mengutip artikel anggota Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Rovicky Dwi Putrohari menyebutkan bahwa dalam sebuah uji pemompaan sumur zamzam mampu mengalirkan air sebanyak 11-18,5 liter per detik atau mencapai 660 liter per menit. Uji pemompaan ini dilakukan sebelum 1950-an.

Berikutnya, dibangunlah pompa air pada 1953 yang menyalurkan air dari sumur zamzam ke bak penampungan dan keran-keran. Ketika dilakukan pengujian, pada pemompaan 8.000 liter per detik selama 24 jam, air dalam sumur zamzam mengalami penyusutan sedalam 3,23 meter. Ketika pemompaan dihentikan, permukaan sumur kembali ke asalnya hanya dalam waktu 11 menit. Hal ini menimbulkan pertanyaan. Dari mana sumber air sumur zamzam yang begitu cepat berkumpul kembali tersebut?

Rovicky menjelaskan bahwa terdapat banyak celah atau rekahan bebatuan di sekitar sumur zamzam. Salah satu rekahan memanjang ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 sentimeter dan ketinggian 30 sentimeter.

Adapun beberapa celah kecil memanjang ke arah Safa dan Marwa. Keterangan geometris lain menyebutkan keberadaan celah sumur di bawah tempat tawaf. Celah-celah inilah yang kemudian memasok air ke sumur zamzam.

Wallahu’alam

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kehancuran Kaum Saba’, Hidup Makmur Tanpa Rasa Syukur


Jakarta

Kaum Saba’ merupakan salah satu dari empat peradaban besar yang terdapat di Arab. Menurut buku Kisah Kota-kota Dalam Al Quran karya Rani Yulianty, diperkirakan kaum Saba’ hidup pada tahun 1000-750 SM. Kisah kaum ini diabadikan dalam Al-Qur’an surah Saba’ ayat 15-19.

Disebutkan dalam buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-makhluk Allah yang disadur oleh Kaserun AS Rahman, mereka disebut dengan Saba’ karena mereka adalah orang Arab pertama yang pernah menjadi tawanan. Mereka memiliki mahkota yang dikenakan bagi para penguasa.

Banyak rasul yang diutus kepada mereka untuk mengajak mereka kepada agama tauhid dan menyembah Allah SWT. Akan tetapi, mereka tetap hidup semau mereka dan tidak mau menyambut ajakan para rasul tersebut. Akhirnya, kaum Saba’ mendapat azab berupa banjir besar yang menghancurkan hidup mereka. Berikut kisah kehancuran kaum Saba’.


Kisah Kehancuran Kaum Saba’

Diceritakan dalam buku 99 Kisah Menakjubkan dalam Al-Quran yang ditulis oleh Ridwan Abqary, kaum Saba’ adalah kaum yang hidup makmur dan serba berkecukupan di wilayah Arab Selatan. Allah SWT sudah menurunkan rahmat-Nya kepada seluruh kaum Saba’ dengan hasil pertanian yang subur dan tempat yang sangat cocok untuk berdagang.

Kebun anggur tumbuh subur di mana-mana dengan hasil yang sangat melimpah. Mereka menjual anggur-anggur hasil panen dan mencukupi kebutuhan hidup mereka setiap hari. Sebuah bendungan yang cukup kuat dan kokoh tampak berdiri tegak di wilayah Ma’rib, yang disebut sebagai Bendungan Ma’rib.

Bendungan Ma’rib ini menampung air yang mengalir dari Sungai Adhanah dan digunakan untuk mengairi kebun-kebun anggur milik kaum Saba’. Dengan pengairan yang baik dan tanah yang subur, mereka bisa menikmati hasil panen yang baik setiap tahunnya. Oleh karena itu, seluruh penduduk Saba’ tidak ada yang hidup kekurangan.

Kaum Saba’ adalah kaum yang lengkap, mereka hidup makmur dan bergelimang kemewahan. Selain kenikmatan hidup dari berbagai usaha yang mereka jalankan, mereka pun memiliki pasukan tentara yang sangat kuat.

Dengan keamanan yang kuat, mereka bisa menjaga kehidupan kaum mereka dengan aman. Mereka hidup dengan nikmat dan berkah dunia yang sangat tinggi.

Kaum Saba’ pun terkenal sebagai salah satu kaum yang hebat pada saat itu dan disegani oleh kaum-kaum yang lain. Namun ternyata, keberhasilan dan kehidupan mewah mereka tidak diikuti oleh iman dan ketakwaan terhadap Tuhan yang Mahakuasa.

Kemakmuran yang merupakan limpahan nikmat dari Allah SWT tidak diiringi dengan rasa syukur. Mereka tenggelam dalam harta duniawi dan mulai melupakan Sang Pemberi Rezeki. Air mengalir terus ke kebun-kebun mereka, namun tidak ada ucapan pujian sedikit pun kepada Allah SWT.

Merujuk kembali pada buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-Makhluk Allah, kisah kehancuran kaum Saba’ ini terjadi ketika mereka tidak menjalankan perintah Allah SWT, maka Allah SWT mengirimkan pasukan tikus yang melubangi bendungan mereka yang begitu kokoh itu.

Bendungan yang kokoh itu pun runtuh hingga terjadi banjir yang sangat besar dan menghantam seluruh penduduk beserta taman-taman mereka yang bagaikan surga. Bumi yang subur dan indah itu pun rusak dan hancur. Batu-batu yang berasal dari bendungan membanjiri seluruh tanah mereka hingga tidak lagi subur dan tidak bisa ditanami.

Beberapa waktu kemudian, taman bunga dan buah-buahan mereka berganti dengan kebun yang ditumbuhi pohon-pohon berduri. Anggur, kurma, dan buah-buah segar lainnya telah musnah, berganti dengan pohon yang buruk dan berduri.

Mengutip kembali buku Kisah Kota-kota Dalam Al-Quran, hukuman yang dikirimkan kepada Kaum Saba’ dinamakan ‘Sail Al-Arim’ atau banjir Arim. Penamaan ini merupakan ungkapan yang menggambarkan datangnya banjir yang menimpa kaum Saba’ bersamaan dengan runtuhnya monumen penting Negeri Saba’, yaitu bendungan Arim.

Akibatnya, Negeri Saba’ hancur, baik dari segi perekonomian maupun bidang lainnya.

Disebutkan pula dalam buku 40 Kisah Akhir Hidup Kezaliman Makhluk-Makhluk Allah, bahwa hingga saat ini, penduduk Saba’ masih tinggal di desa dan rumah-rumah mereka. Namun, Allah SWT mempersulit dan mempersempit rezeki mereka. Kemakmuran dan nikmat yang mereka rasakan dahulu telah berganti dengan kemiskinan dan kekurangan.

Meski demikian, Allah SWT tidak sepenuhnya menghancurkan mereka dan tidak memecahbelahkan mereka. Wilayah mereka masih tetap terhubung dengan wilayah yang penuh berkah, Makkah Al-Mukarramah di Jazirah Arabia dan Baitul Maqdis di Syam.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com