Tag Archives: makmum

Saat Rasulullah Menegur Sahabat Akibat Panjangnya Bacaan Salat



Jakarta

Menurut keterangan hadits, diketahui ternyata Rasulullah SAW pernah menegur salah seorang sahabatnya. Teguran itu bermaksud mengingatkan sahabatnya akan panjangnya bacaan surah saat menjadi imam.

Hadits tersebut bersumber dari Jabir bin Abdullah RA. Berdasarkan riwayatnya, sahabat yang bernama Muadz bin Jabal tersebut bahkan membuat seorang makmum memisahkan diri dari barisan salat berjamaah.

Dikisahkan, Mu’adz pernah salat bermakmum kepada Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, dia lalu mendatangi kaumnya dan mengimami mereka salat dengan membaca surah Al Baqarah.


Jabir berkata, “Saat itu lalu ada seorang makmum yang memutuskan diri dari berjamaah, lalu mengerjakan salat sendirian secara ringkas,” sebagaimana dikutip dari Shalatul Mu’min Bab Imamah karya Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani.

Kejadian ini pun lalu sampai kepada Mu’adz. Ia pun berkata, “Sungguh dia itu munafik,”

Omongan Mu’adz ini lalu sampai kepada laki-laki tersebut. Laki-laki itu lalu mendatangi Nabi Muhammad SAW dan mengadukan hal itu pada beliau. Ia berkata,

“Ya Rasulullah, sesungguhnya kami ini adalah orang yang bekerja dengan tangan kami sendiri dan kami menyirami sendiri tanah kami dengan bantuan unta, dan sesungguhnya semalam Mu’adz mengimami kami salat dengan membaca surah Al-Baqarah, kemudian aku memisahkan diri, kemudian dia mengatakan bahwa aku munafik (bagaimana ini?),”

Rasulullah SAW yang mendengar kisah dari lelaki tersebut pun mendatangi Mu’adz. Beliau pun menegurnya dengan lembut mengingatkan Mu’adz untuk mempertimbangkan kondisi makmum dalam salat.

“Wahai Mu’adz, apakah engkau seorang yang suka menimbulkan kesulitan kepada orang lain? Apakah engkau seorang yang suka menimbulkan kesulitan kepada orang lain? Apakah engkau seorang yang suka menimbulkan kesulitan kepada orang lain? Oleh karena itu, bacalah surat Asy-Syams dan Al-A’la atau surat lain yang kurang lebih sama panjangnya.” (HR Bukhari)

Kisah ini juga termaktub dalam Shahih Muslim dengan redaksi serupa. Berikut hadits selengkapnya.

“Dia (Mu’adz) pernah mengerjakan salat Isya’ bersama Rasulullah. kemudian mendatangi kaumnya dan mengimami mereka salat tersebut.

Suatu malam ia mengerjakan salat Isya’ bersama Nabi Muhammad SAW, kemudian mendatangi kaumnya dan mengimami mereka dengan membaca surat Al Baqarah, lalu ada seseorang yang membatalkan salatnya, kemudian mengerjakan salat sendirian dan setelah itu ia lalu pergi…” (HR Muslim)

Dalam hadits Anas RA seperti yang dikeluarkan Imam Ahmad juga menyampaikan kisah serupa. Anas berkata.

فَلَمَّا رَأَى مُعَاذَا طَوَّلَ تَجَوَّزَ فِي صَلَاتِهِ وَحَقَ بِنَخْلِهِ يَسْقِيهِ….

Artinya: “Ketika orang tersebut mengetahui Mu’adz memanjangkan bacaannya, dia lalu memperpendek salatnya, berpaling dari salat berjamaah itu, lalu bergegas untuk menyirami tanaman kurmanya…” (HR Ahmad)

Dijelaskan Dr. Sa’id bin ‘Ali bin Wahf Al-Qahthani, makmum memisahkan diri hal lantaran imam terlalu memanjangkan bacaan salatnya adalah termasuk uzur syar’i.

Perawi hadits Imam Ahmad dalam buku Panduan Shalat Praktis & Lengkap oleh Ustaz Ust. Syaifurrahman El-Fati juga berpendapat , seorang imam salat sebaiknya membaca membacakan surat pendek. Tujuannya, agar amalan ibadah tidak memberatkan jamaah lainnya. Dengan catatan, ukuran berat ringannya bacaan surat Al-Qur’an tergantung kebiasaan imam dan makmum di daerah tersebut.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Bolehkah Imam Wanita Mengeraskan Suara saat Salat Berjamaah?


Jakarta

Mayoritas ulama berpendapat, wanita boleh menjadi imam selama memenuhi kondisi tertentu. Hal ini ditunjukkan dari istri Rasulullah SAW, Aisyah RA, yang pernah mengimami jemaah salat fardhu.

“Aisyah pernah mengimami mereka dalam salat fardhu dan ia berdiri di antara mereka.” (HR Abdurrazaq, Darulquthni, dan Baihaqi)

Dikutip dari buku Fiqih Seputar Wanita oleh A.R. Shohibul Ulum, kebolehan seorang wanita menjadi imam bila mereka yang menjadi makmum adalah wanita dan anggota keluarga wanita tersebut.


Hal ini didasarkan dari hadits Ummu Waraqah binti Abdullah bin Al-Harits Al-Anshari. Ia adalah seorang wanita hafizah Al-Qur’an,

“Bahwasanya Rasulullah SAW telah memerintahkannya untuk menjadi imam bagi anggota keluarganya. Ia mempunyai seorang muadzin dan ia menjadi imam bagi anggota keluarganya.” (HR Abu Dawud)

Lalu, orang yang diutamakan menjadi imam di antara wanita tersebut adalah wanita yang paling pandai membaca Al-Qur’an. Selain itu, disebutkan Rasulullah SAW, apabila seseorang bertamu ke rumah seseorang maka tuan rumah lebih berhak menjadi imam. Hal ini dimaksudkan untuk penghormatan pada tuan rumah.

Selama menjadi imam, wanita tetap dianjurkan untuk terlindung dari pandangan laki-laki. Lantas, bolehkah imam wanita mengeraskan suara saat mengimami salat?

Tentang Imam Wanita yang Mengeraskan Suara

Salat fardhu yang bacaannya dibaca keras adalah salat Subuh, Maghrib, dan Isya. Dr. Musthafa Dib Al-Bugha dalam Ringkasan Fiqih Mazhab Syafi’i mengatakan, para sahabat tidak ada yang meriwayatkan salat dengan bacaan keras selain pada dua rakaat pertama salat Maghrib dan Isya serta dua rakaat salat Subuh.

Hal senada juga diungkap Ibn Hajar al Haitami dalam al Minhaj al Qawim seperti diterjemahkan Ustaz Cece Abdulwaly dalam buku 140 Permasalahan Fiqih Seputar Membaca Al-Qur’an.

“Dan makruh mengeraskan bacaan salat pada salat-salat sirriyah (seperti salat Dzuhur dan Ashar), demikian juga memelankan bacaan pada salat-salat jahriyah (dua rakaat pertama salat Maghrib dan Isya serta dua rakaat salat Subuh), termasuk makruh bagi makmum mengeraskan bacaan salat dikarenakan menyelisihi kesunnahan pada masalah ini,” terangnya.

Menurut Abu Malik Kamal Salim dalam buku Panduan Beribadah Khusus Wanita, imam wanita juga mengeraskan suara (jahar) dalam bacaan salat saat menjadi imam salat jahar. Namun, disebutnya, imam wanita dilarang mengeraskan suara bila di sekitarnya ada kaum laki-laki kecuali mahramnya.

Pendapat serupa juga diungkap oleh Imam Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhazzab. Seorang imam wanita dianjurkan untuk mengeraskan bacaan salat saat salat dengan para makmum wanita atau mahram laki-lakinya.

“Namun, sekiranya seorang perempuan salat berjamaah dan ada laki-laki di sekitarnya maka hendaklah dia memelankan suaranya,” demikian pernyataannya yang diterjemahkan dari laman Pejabat Mufti Wilayah Persekutuan Malaysia.

Disebutkan pula, bacaan jahar atau suara yang dikeraskan imam wanita dalam salat tetap harus lebih rendah dibandingkan bacaan jahar imam laki-laki. Ukuran keras suaranya hanya sebatas dapat didengar oleh makmum yang salat bersamanya.

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com