Tag Archives: mamalia

Fakta-fakta Menarik Hewan di Habitat Park SCBD



Jakarta

Habitat Park SCBD menjadi salah satu tempat wisata menarik di tengah ibu kota Jakarta. Di sini pengunjung akan makin cinta dengan alam.

Taman hewan ini memiliki tiga zona aktivitas yaitu Main Plaza, Botanical Garden dan Animal Park. Masing-masing zona diisi dengan aneka tumbuhan dan hewan.

Secara total Habitat Park memiliki 42 spesies dengan jumlah sekitar 100 ekor binatang dan mempekerjakan 17 ranger. Setiap harinya sekitar 400-500 orang datang berkunjung, akhir pekan akan meningkat sampai 1.500 pengunjung.


Di sini pengunjung akan diedukasi dan mengenal hewan-hewan di alam liar agar bisa mencintainya. Berikut beberapa fakta hewan yang didapat detikTravel saat berkunjung ke sana pada Selasa (18/6).

1. Binturong

Hewan sejenis musang dengan tubuh yang besar. Tak banyak yang tahu kalau hewan nokturnal ini sangat menggemaskan. Tinggal di rumah pohon di area Botanical Garden, Binturong memiliki ciri khas wangi yang manis seperti popcorn.

“Binturong hewan yang dilindungi tapi ada izin tangkarnya. Punya sertifikat per ekor dari BKSDA,” ujar Hanif (31) Animal Curator Habitat Park SCBD.

Ternyata, binturong memiliki chip yang berisi nomor izin. Jadi kehadiran hewan ini di Habitat Park sangat istimewa.

2. Otter

Belakangan hewan karnivora ini banyak dipelihara karena menggemaskan. Hanif berkata bahwa hewan ini sebaiknya dibiarkan hidup dialam, karena mereka hidup di dua alam yaitu air dan darat.

“Perawatannya repot dan bau, karena mereka mamalia yang hidup di dua alam,” katanya.

Sebagai salah satu mamalia pintar, otter tidak bisa hidup di alam sendirian. Oleh sebab itu Habitat Park membangun kandang dengan ekosistem air yang cukup ramai.

“Ada ikan di kolam untuk merangsang naluri berburu. Tapi makan pagi dan sore tetap kami berikan. Kalau ikan yang dikolam di makan, ya nggak masalah,” jawabnya.

3. Kapibara

Habitat Park SCBDHabitat Park SCBD Foto: (bonauli/detikcom)

Tiga ekor kapibara dipelihara di taman hewan ini. Hanif menyebut kapibara sebagai hewan paling santai.

“Dia bisa bersahabat dengan buaya, karena tidak menganggap buaya itu musuhnya. Begitu pula sebaliknya,” terangnya.

Kapibara mampu menyelam selama 5 menit di bawah air. Ia memiliki bulu yang kasar seperti sapu ijuk. Kukunya selalu tumpul dan giginya tumbuh setiap tahun.

“Makanya kapibara suka ngikis gigi di pohon, kalau tumbuh terus bisa melukai diri mereka juga,” ungkap Hanif.

Hewan pengerat terbesar dunia ini memang sangat santai.

4. Burung Unta

Habitat Park SCBDHabitat Park SCBD Foto: (bonauli/detikcom)

Ya, Habitat Park SCDB memiliki sepasang burung unta berusia di bawah satu tahun. Hewan diurnal ini tidak mampu melihat dengan jelas saat malam alias rabun ayam.

“Kekuatannya ada di kaki, bisa berlari 70-80 km/jam,” cerita Hanif.

Sebagai salah satu burung terbesar dunia, otak burung unta tidak lebih besar dari ukuran bola matanya. Dia tidak bisa terbang dan cukup agresif.

“Burung unta ini termasuk hewan yang tidak cerdas juga. Mereka makan apa saja yang ada di kandangnya, makanya harus dibersihkan setiap hari. Harus steril,” jelas pria lulusan Public Relation Unisba itu.

5. Red Fox

Pengunjung bisa bertemu dengan sepasang rubah red fox di Animal Park. Mamalia omnivora ini tampak cantik dengan bulu merah menyala.

“Di sini kita kasih penghangat dan pendingin, karena di alam aslinya mereka butuh panas,” ucap Hanif.

Jika bulunya rontok artinya red fox berada di lingkungan yang terlalu panas, sehingga dibutuhkan pendingin di dalam kandang.

6. Burung Hantu

Habitat Park SCBDHabitat Park SCBD Foto: (bonauli/detikcom)

Taman Hewan ini memiliki satu ruangan khusus untuk burung hantu, totalnya 10 spesies dengan jumlah 13 ekor. Sebagai predator yang paling pandai berkamuflase, burung hantu adalah pest control paling alami yang bisa digunakan manusia.

“Tiga hektar lahan itu bisa diawasi oleh sepasang burung hantu barn owl,” ungkap Lukman (31) ranger di kandang burung hantu.

Di sini 10 burung hantu lokal bisa disentuh oleh pengunjung. Tapi tetap harus didampingi oleh ranger. Sementara yang tiga lagi masih dalam masa habituasi.

“Mereka kalau nyaman itu kakinya naik satu, saving energy istilahnya,” jelas Lukman.

Terlihat burung-burung ini menatap pengunjung yang datang. Beberapa kali mereka bersuara, apa artinya ya?

“Itu memang calling mereka aja, bukan berarti mereka nggak nyaman,” jawabnya.

Dalam tiap sesi, Lukman selalu mengedukasi pengunjung untuk tidak memelihara burung hantu di rumah. Keberadaannya di alam adalah bentuk keseimbangan alam.

“Biarkan mereka tetap di alam jangan lakukan perbuatan liar. Jangan gunakan racun tikus untuk membunuh hama, karena mereka makan hama. Itu bisa membunuh mereka,” ungkapnya.

Tonton juga “Tak Ada Pelangi di Jalan Andrea Hirata Selamatkan Bahasa Belitung” di sini:

(bnl/wsw)

Sumber : travel.detik.com

Alhamdulillah اللهم صلّ على رسول الله محمد wisata mobil
image : unsplash.com / Thomas Tucker

Untuk Pertama Kalinya, Aksi Bayi Dugong Terekam di Pantai Alor



Alor

Untuk pertama kalinya, aksi bayi dugong terekam kamera sedang bermain di dekat kapal nelayan di pantai Mali, Alor, NTT.

Mawar, dugong (Dugong dugon) berkelamin jantan yang dikenal sebagai penghuni perairan Pantai Mali, Alor, terekam kamera sedang bermain dengan satu individu bayi dugong.

Penampakan langka ini berhasil diamati oleh Engky Bain, anggota Forum Komunikasi Nelayan Kabola, yang melihat bayi dugong tersebut berenang bersama Mawar dan Melati (dugong betina).


Dalam video pendek berdurasi kurang dari satu menit itu, Mawar tampak menggendong bayi dugong di punggungnya, lalu berenang kembali bersama satu dugong dewasa lainnya, seperti sedang bermain.

Penemuan ini dikonfirmasi oleh Ketua Forum Komunikasi Nelayan Kabola, Onesimus La’a atau yang biasa disapa Pak One.

“Saya sudah sempat melihat bayi dugong itu, namun seringnya dia dan dugong Melati menghindari kapal, tidak seperti Mawar. Akhirnya kemarin anggota Forum berhasil mendokumentasikan kemunculan ketiga ekor dugong tersebut bermain di dekat kapal. Jadi kami ingin pastikan lamunnya cukup untuk tiga ekor dugong, Mawar itu kan selalu berada di wilayah ini karena makanannya melimpah. Kalau perlu dilakukan rehabilitasi lamun, kelompok kami siap membantu,” ujar Pak One dalam keterangannya, Jumat (10/10/2025).

Ranny R. Yuneni, Koordinator Nasional Program Spesies Laut Dilindungi dan Terancam Punah, Yayasan WWF-Indonesia mengatakan Kehadiran dua individu dugong lain selain Mawar membuktikan bahwa bahwa ekosistem lamun di Pantai Mali, Alor memiliki kualitas ekologis yang mampu menyediakan ruang hidup dan sumber pakan bagi dugong.

“Sebagai langkah lanjutan, WWF-Indonesia bersama mitra pemerintah dan masyarakat berencana melaksanakan survei mamalia laut di Alor pada tahun ini, mencakup pemantauan populasi dugong, lumba-lumba, dan paus di perairan Alor. Survei ini akan memperkuat dasar ilmiah pengelolaan habitat mamalia laut di Alor, dengan mengaitkan data populasi dan perilaku dugong serta mamalia laut lainnya dengan kondisi padang lamun sebagai habitat utamanya,” imbuh dia.

Upaya konservasi lamun di Alor telah dilakukan oleh WWF-Indonesia bersama Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelola Taman Perairan Kepulauan Alor dan Laut Sekitarnya yang merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tahun 2024, WWF-Indonesia telah melaksanakan survei awal untuk mendukung program rehabilitasi lamun di perairan Pantai Mali. Hasilnya menunjukkan bahwa kondisi padang lamun di kawasan ini termasuk dalam kategori padat hingga sangat padat (kategori kaya/sehat) dengan tutupan 73-76%.

Sebanyak delapan jenis lamun dari dua famili teramati, termasuk jenis makanan favorit Mawar, Halophila ovalis. Peningkatan aktivitas wisata di sekitar habitat dugong pun perlu diimbangi dengan penerapan kode etik wisata secara ketat untuk mencegah gangguan terhadap perilaku alami spesies tersebut.

“Keseimbangan antara konservasi dan pariwisata menjadi kunci. Wisata berbasis konservasi harus memastikan bahwa interaksi dengan dugong tetap aman, berjarak, dan tidak mengubah pola makan atau migrasinya. Termasuk pengaturan jumlah kapal, kecepatan, serta etika pengamatan harus diterapkan dengan disiplin,” ujar Ranny.

Kemunculan bayi dugong ini menjadi simbol keberhasilan konservasi berbasis masyarakat di Alor. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dan satwa laut dapat hidup berdampingan secara harmonis bila habitatnya dijaga bersama.

“Dugong merupakan biota perairan dilindungi nasional dengan status Vulnerable menurut daftar merah IUCN. Adanya dua individu baru dugong di Alor adalah bukti nyata bahwa upaya menjaga ekosistem laut, khususnya padang lamun, membuahkan hasil. KKP terus berkomitmen untuk memperkuat konservasi dugong melalui pengelolaan kawasan konservasi perairan, pemantauan populasi dan pengawasan, serta peningkatan kesadaran masyarakat. Kami juga memberikan apresiasi tinggi kepada masyarakat, mitra, dan lembaga yang selama ini konsisten menjaga laut Alor, sehingga dugong dapat tetap hidup dan berkembang biak di habitat alaminya,” ujar Sarmintohadi, Direktur Konservasi Spesies dan Genetik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Jika Harimau Vs Singa maka Pemenangnya Adalah…


Jakarta

Menurut detikers, siapa yang menang jika ada kompetisi harimau vs singa? Ini jawabannya.

Harimau dan singa dikenal sebagai hewan predator pemuncak rantai makanan di habitatnya. Keduanya bisa dikatakan sepupu dengan nama latin lengkap Panthera leo untuk singa dan macan Panthera tigris. Harimau dan singa dikenal sebagai hewan yang paling besar di genus Panthera sp.

Hewan karnivora ini bahkan mempunyai ukuran tubuh dan kekuatan nyaris sama. Dengan fakta itu, jika keduanya berkompetisi mungkinkah hasilnya seimbang?


Harimau Vs Singa, Siapa yang Menang?

Dalam pertarungan keduanya, harimau ternyata bisa menang atas singa seperti dijelaskan dalam situs A-Z Animals. Dua peristiwa yang sempat terjadi di kebun binatang membuktikan keperkasaan harimau sebagai salah satu mamalia paling buas. Harimau nyaris tidak kesulitan menundukkan singa yang tentu saja memberikan perlawanan.

Insiden harimau vs singa sempat terjadi di Ankara Zoo, Turki, pada 2010. Ketika itu, seekor harimau masuk kandang singa dan tanpa ragu menantang tuan rumah. Hanya dengan satu kali sapuan, harimau berhasil melukai macan meski tak lantas mengambil alih kandang singa.

Peristiwa serupa terjadi pada 1914 di Bronx Zoo, New York, dengan skor kemenangan sama untuk harimau. Patut diperhatikan, kejadian harimau lawan singa hanya terjadi di kebun binatang yang merupakan lingkungan buatan. Keduanya tidak bertemu di alam bebas, misal hutan atau padang luas.

Mungkinkah Harimau Vs Singa di Alam?

Kemungkinan harimau melawan singa di alam bebas bisa saja terjadi, meski mungkin sangat kecil. Hal ini dikarenakan harimau dan singa punya habitat serta karakter berbeda.

Habitat

  • Singa: padang luas dengan tempat asal adalah Afrika
  • Harimau: hutan primer dengan tempat asal adalah Asia

Karakter

  • Singa: berburu dalam kelompok yang terdiri dari keluarganya
  • Harimau: hewan penyendiri (soliter)

Singa dan harimau juga saling menghormati dengan tidak sembarangan masuk wilayah kekuasaan masing-masing.

(row/fem)



Sumber : travel.detik.com

Predator Super Paling Ditakuti Melebihi Singa, Siapa Dia?


Jakarta

Singa dijuluki sebagai Si Raja Hutan. Akan tetapi, masih ada satu super predator yang lebih ditakuti oleh banyak spesies melebihinya. Siapa predator tersebut?

Jawabannya adalah kita, manusia. Dalam lebih dari 10.000 rekaman satwa liar di sabana Afrika, 95% spesies yang diamati merespons dengan jauh lebih ngeri terhadap suara manusia.

“Rasa takut terhadap manusia sudah mengakar dan menyebar luas. Ada anggapan bahwa hewan-hewan akan terbiasa dengan manusia jika tidak diburu. Namun, kami telah menunjukkan bahwa kenyataannya tidak demikian,” kata ahli biologi konservasi Michael Clinchy dari Western University, Kanada.


Dalam penelitian yang dipublikasikan tahun lalu, ahli ekologi dari Western University, Liana Zanette dan rekan-rekannya memperdengarkan serangkaian vokalisasi dan suara kepada hewan-hewan di lubang-lubang air di Taman Nasional Kruger Raya Afrika Selatan dan merekam respons mereka.

Kawasan lindung ini merupakan rumah bagi populasi singa (Panthera leo) terbesar yang tersisa di dunia, sehingga mamalia lain sangat menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh karnivora ini.

Melansir Science Alert, para peneliti menyiarkan suara percakapan manusia dalam bahasa lokal, termasuk Tsonga, Sotho Utara, Inggris, hingga Bahasa Afrika lainnya. Ada juga suara perburuan manusia, termasuk gonggongan anjing dan tembakan. Mereka juga memutar suara singa yang berkomunikasi satu sama lain.

“Kuncinya adalah vokalisasi singa tersebut berupa geraman dan geraman, seolah-olah sedang ‘berbicara’, bukan saling mengaum. Dengan begitu, vokalisasi singa tersebut dapat dibandingkan secara langsung dengan suara manusia yang sedang berbicara,” ucap Clinchy.

Hasilnya mengejutkan, hampir semua 19 spesies mamalia yang diamati dalam eksperimen dua kali lebih mungkin meninggalkan kubangan air ketika mendengar manusia berbicara dibandingkan dengan singa atau bahkan suara berburu. Mamalia tersebut meliputi badak, gajah, jerapah, macan tutul, hyena, zebra, dan babi hutan, beberapa di antaranya dapat menimbulkan bahaya tersendiri.

“Mendengar vokalisasi manusia secara khususlah yang memicu rasa takut terbesar,” tim menjelaskan dalam makalah mereka.

“(Ini) menunjukkan bahwa satwa liar mengenali manusia sebagai bahaya yang sebenarnya, sedangkan gangguan terkait seperti gonggongan anjing hanyalah proksi yang lebih kecil,” sambungnya.

Zanette mengatakan bahwa meluasnya rasa takut di seluruh komunitas mamalia sabana merupakan bukti nyata dampak lingkungan yang ditimbulkan manusia.

“Bukan hanya melalui hilangnya habitat, perubahan iklim, dan kepunahan spesies, yang semuanya merupakan hal-hal penting. Tetapi kehadiran kita di lanskap tersebut saja sudah cukup menjadi sinyal bahaya sehingga mereka merespons dengan sangat kuat. Mereka sangat takut pada manusia, jauh lebih takut daripada predator lainnya,” tuturnya.

Penelitian ini telah dipublikasikan di Current Biology.

(ask/ask)



Sumber : inet.detik.com

Kuda Nil Ternyata Pernah Hidup di Eropa Saat Zaman Es, Ini Buktinya!


Jakarta

Kuda Nil saat ini dikenal sebagai hewan khas Afrika, karena mudah ditemukan di kawasan Afrika sub-Sahara. Siapa sangka ternyata hewan ini pernah hidup di Eropa jauh lebih lama daripada yang diperkirakan para ilmuwan.

Penelitian terbaru mengungkap kuda nil masih ditemukan di wilayah Jerman barat daya sekitar 47.000-31.000 tahun silam, bahkan saat zaman es masih berlangsung.

Temuan ini diprakarsai oleh tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Universitas Potsdam bersama Reiss-Engelhorn-Museen Mannheim dan Curt-Engelhorn-Zentrum Archäometrie. Studi mereka baru saja dipublikasikan di jurnal ilmiah Current Biology “Ancient DNA and dating evidence for the dispersal of hippos into central Europe during the last glacial” yang terbit pada 8 Oktober 2025.


Fakta dari Tulang Ribuan Tahun

Penelitian ini difokuskan pada wilayah Graben Rhine Hulu, wilayah yang dikenal sebagai arsip alami perubahan iklim Eropa. Para peneliti menemukan sisa-sisa tulang kuda nil dengan kondisi masih sangat baik pada lapisan kerikil dan pasir.

“Luar biasa melihat tulang-tulang ini masih bisa dianalisis setelah puluhan ribu tahun,” ujar Dr Ronny Friedrich, ahli penentuan usia dari Curt-Engelhorn-Zentrum Archäometrie.

Lewat metode analisis DNA Purba serta penanggalan karbon, tim riset menemukan kuda nil zaman es di Eropa mempunyai hubungan erat dengan kuda nil Afrika modern Hippopotamus amphibius dan ternyata berasal dari spesies yang sama.

Hidup di Tengah Mamalia “Dingin”

Menariknya, penelitian juga menunjukkan kuda nil ini hidup berdampingan dengan hewan-hewan yang justru beradaptasi dengan cuaca dingin, seperti mammoth dan badak berbulu.

Namun, keragaman genetik yang rendah pada DNA mereka menunjukkan populasi kuda nil di kawasan Rhine Hulu mungkin kecil dan terisolasi, hanya bertahan di kantong-kantong iklim yang lebih hangat di tengah masa glasial.

Perubahan Pandangan Sejarah Alam

Sebelumnya, para ilmuwan sepakat kuda nil sudah punah di Eropa sekitar 115.000 tahun silam, saat periode hangat akhir selesai. Faktanya, temuan baru ini mematahkan asumsi para ilmuwan tersebut.

“Penelitian ini menunjukkan kuda nil tidak benar-benar punah dari Eropa pada masa itu,” kata Dr Patrick Arnold, penulis utama studi tersebut.

“Kita kini perlu meninjau ulang fosil kuda nil lain yang selama ini dikira berasal dari periode interglasial,” ujarnya.

Zaman Es Lebih Kompleks

Menurut Prof Dr Wilfried Rosendahl, Direktur Reiss-Engelhorn-Museen Mannheim, temuan ini membuktikan bahwa zaman es tidak terjadi secara seragam di seluruh Eropa.

“Setiap wilayah punya ciri khasnya sendiri. Bila kita gabungkan semuanya, barulah kita melihat gambaran besar yang kompleks seperti potongan puzzle,” ujarnya.

Penelitian ini merupakan bagian dari proyek “Eiszeitfenster Oberrheingraben” yang didanai oleh Klaus Tschira Stiftung Heidelberg. Proyek ini berfokus untuk memahami perubahan iklim dan lingkungan di Jerman barat daya selama 400.000 tahun terakhir.

Penulis adalah peserta program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama di detikcom.

(nah/nah)



Sumber : www.detik.com

Hiu Vs Lumba-lumba, Menang Siapa?



Jakarta

Lautan dipenuhi oleh ikan dan sebagian mamalia. Dua yang mencolok yaitu spesies hiu dan lumba-lumba. Jika bertemu untuk bertarung, siapa yang menang antara hiu dengan lumba-lumba?

Secara singkat, pertarungan satu lawan satu antara hiu dan lumba-lumba bisa diprediksi dengan ukuran hiu yang lebih besar dan kekuatan gigi yang mengerikan. Namun, dalam kondisi tertentu, sekelompok lumba-lumba bisa menakuti satu hiu.

Untuk membedah perbandingan hiu dan lumba-lumba, berikut ini penjelasannya, dikutip dari AZ Animals.


Fisik Hiu vs Lumba-lumba

Hiu dapat memiliki berat lebih dari 450 kg dan tumbuh hingga 6 meter. Hiu putih besar, bahkan beratnya dapat mencapai 2.200 kg.

Sementara lumba-lumba memiliki berat sekitar 280 kg dan dapat tumbuh hingga 4,5 meter. Spesies lumba-lumba terbesar (tidak termasuk paus pembunuh) adalah paus pilot, yang juga dapat tumbuh hingga 2.200 kg.

Secara rata-rata, hiu putih besar memiliki berat lebih dari rata-rata lumba-lumba hidung botol. Ini artinya, hiu lebih unggul dari lumba-lumba soal ukuran.

Meski secara ukuran lebih besar, hiu bisa mengimbangi lumba-lumba soal kecepatan. Lumba-lumba dapat mencapai kecepatan 32,18 km/jam dalam situasi yang tepat.

Tak kalah gesit, hiu bisa bergerak dengan kecepatan antara 32,18 sampai 56,3 km/jam. Hiu menggunakan gerakan ekor dan tubuh yang bergelombang dan menyamping.

Kekuatan Gigitan Hiu vs Lumba-lumba

Hiu dan lumba-lumba sama-sama menggunakan gigi mereka untuk menyerang mangsa. Hiu memiliki gigitan terkuat yang pernah diukur di planet ini, yaitu pada tekanan 4.000 PSI atau lebih.

Kekuatan itu tercipta dari gigi hiu yang panjangnya mencapai 15 cm dan totalnya terdapat 300 gigi yang dapat merobek daging.

Sementara lumba-lumba memiliki hingga 268 gigi tajam yang digunakan untuk merobek daging mangsanya. Namun, daya gigitannya sangat rendah dibandingkan dengan mangsa lainnya.

Meski begitu, lumba-lumba memiliki indra pendengaran yang menakjubkan, penglihatan yang baik, dan kemampuan memanfaatkan ekolokasi yang mendeteksi makhluk lain dengan ketepatan yang menakjubkan.

Hiu juga memiliki indra yang kuat. Terutama penglihatan yang tajam, bahkan dalam kondisi minim cahaya. Selain itu, juga indra penciuman yang sangat tajam, yang mampu mendeteksi 1 bagian per 10 miliar bagian zat dalam air.

Jika Bertarung, Siapa yang Akan Menang antara Hiu dan Lumba-lumba?

Meskipun sama-sama hidup di air, lumba-lumba adalah mamalia dan hiu adalah ikan bertulang rawan. Hiu lebih berat, lebih panjang, dan lebih mematikan daripada lumba-lumba.

Dalam pertarungan satu lawan satu, hiu akan menang melawan lumba-lumba. Ini karena hiu lebih kuat, lebih besar, dan lebih peka terhadap predator dibandingkan hiu lainnya.

Lumba-lumba, meskipun cerdas, tidak memiliki kemampuan fisik untuk menangkis serangan hiu dan tidak dapat menimbulkan kerusakan yang cukup untuk membunuh hiu sendirian. Kecuali, jenis orca yang bisa menang melawan hiu.

Jadi, jika di wilayah yang sama, hiu kemungkinan besar akan merasakan kehadiran lumba-lumba terlebih dahulu. Kecuali jika lumba-lumba tersebut menggunakan ekolokasi.

Setelah hiu menyerang, hanya perlu satu atau dua gigitan bagi hiu untuk menimbulkan kerusakan yang cukup parah, sehingga lumba-lumba tersebut akan lumpuh total. Namun, akan berbeda jika lumba-lumba tidak sendirian.

Sebab, lumba-lumba hidup dalam kelompok yang bisa beranggotakan lebih dari 1.000 ekor. Sementara hiu cenderung lebih mandiri.

Lumba-lumba juga lebih cerdas daripada hiu, sehingga mereka bisa mengatur strategi dalam kelompok untuk menyerang hiu yang sendirian. Dengan kecerdasan dan kerja sama kelompoknya, lumba-lumba bisa menakuti hiu dan membuatnya menghindar dari area mereka.

(faz/nwk)



Sumber : www.detik.com

6 Spesies Hewan Terlangka di Dunia, Ada yang Tersisa Dua Ekor


Jakarta

Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam atau International Union for Conservation of Nature (IUCN) mencatat lebih dari 47.000 spesies telah dinilai terancam punah. Beberapa spesies bahkan jumlahnya sangat langka.

Kepunahan spesies berkaitan dengan intensitas sumber daya masyarakat modern, ruang alam semakin menyempit, dan aktivitas manusia. Laporan Living Planet 2024 menunjukkan bahwa rata-rata populasi satwa liar telah turun drastis sebesar 73% sejak 1970.

Manajer Riset Konservasi di People’s Trust for Endangered Species, Nida Al-Fulaij, memiliki data-data spesies yang keberadaannya sangat langka. Salah satunya lumba-lumba vaquita yang gempal dan berbentuk unik.


Berikut ini beberapa spesies hewan terlangka di dunia menurut data Nida Al-Fulaij dan dan World Wide Fund for Nature (WWF).

Daftar 6 Spesies Hewan Terlangka di Dunia

1. Badak Putih Utara

Spesies terlangka di dunia adalah badak putih utara (Ceratotherium simum cottoni). Menurut laporan, hanya dua betina yang tersisa di Cagar Alam Ol Pejeta, Kenya.

Secara fungsional, hewan ini akan punah karena hanya tersisa betina. Namun, para ilmuwan sedang mengeksplorasi teknologi reproduksi canggih untuk mencegah kepunahannya.

2. Ular Albany Adder

Albany adder (Bitis cornuta albanica) di Afrika Selatan merupakan spesies ular dwarf adder yang sangat langka. Sejauh ini, tercatat hanya ada 17 yang diketahui. Spesies ini mendekati kepunahan karena habitat mereka dijadikan penambangan terbuka, turbin angin, dan pembangunan jalan.

3. Langur Emas (Lutung)

Lutung atau Langur Emas (Trachypithecus geei) dianggap sebagai salah satu dari 25 primata paling terancam punah di dunia. Populasi lutung emas telah menurun hingga 60% di Bhutan.

Primata ini memiliki bentuk unik dengan tangan dan wajah mereka yang hitam pekat, sangat kontras dengan bulu berwarna krem mereka yang berkilau keemasan di bawah sinar matahari.

4. Lumba-lumba Vaquita

Lumba-lumba vaquita (Phocoena sinus) diketahui hanya 10 ekor yang tersisa di alam liar. Para ahli di Whale and Dolphin Conservation, menyebut vaquita kecil membutuhkan keajaiban untuk selamat dari kepunahan.

Vaquita endemik (hanya ditemukan) di satu wilayah kecil seluas 2.235 km² di utara Teluk California (Laut Cortez), di lepas pantai Meksiko. Wilayah ini merupakan wilayah yang paling terbatas untuk paus, lumba-lumba, atau porpoise.

5. Black-and-chestnut Eagle

Black-and-chestnut eagle (Spizaetus isidori) yang hidup di Amerika, memiliki jumlah populasi dewasa yang sangat langka. Diketahui, hanya ada kurang dari 250 ekor di alam liar.

Salah satu raptor terbesar di Andes, raja udara ini memiliki lebar sayap hampir dua meter. Hidup di dataran tinggi hutan pegunungan dari Kolombia hingga Argentina, burung-burung ini memburu mamalia berukuran sedang seperti tupai, oposum, dan landak, serta burung.

Karena cukup sering memangsa ayam dan ternak para petani setempat, konflik dengan manusia menjadi tak bisa terhindarkan.

6. Buaya Siam

Buaya Siam (Crocodylus siamensis) dulunya tersebar luas di sebagian besar daratan Asia Tenggara. Kini, buaya ini telah punah di 99% wilayah jelajahnya.

Jumlah total buaya Siam dewasa diperkirakan telah menurun hingga sekitar 250 ekor di alam liar. Spesies yang langka, baru dilestarikan dengan beberapa individu secara kebetulan di Pegunungan Cardamom, Kamboja, melalui program konservasi.

Buaya menjadi langka akibat hilangnya habitat akibat perluasan lahan sawah, perburuan liar yang terus berlanjut, tersangkut alat tangkap ikan, dan pembangunan bendungan pembangkit listrik tenaga air.

(faz/nwk)



Sumber : www.detik.com

Alap-alap Kawah Vs Mobil Formula, Mana yang Lebih Cepat?


Jakarta

Peregrine falcon atau alap-alap kawah dikenal sebagai hewan tercepat di dunia. Hewan bernama Latin Falco peregrinus ini dapat ditemukan di setiap benua, kecuali Antartika.

Alap-alap kawah rata-rata memiliki panjang 36 hingga 49 sentimeter, dengan lebar sayap 100 hingga 110 sentimeter, dan berat 530 hingga 1600 gram.

Berdasarkan laman International Fund for Animal Welfare, alap-alap kawah mencari mangsa sambil terbang tinggi di udara. Ketika menemukan sesuatu, mereka menukik ke arah target yang dipilih, mencapai kecepatan lebih dari 320 kilometer per jam (200 mil per jam). Kecepatan ini menjadikan mereka pemburu yang sukses dan efisien.


Alap-alap Kawah Vs Mobil Formula

Menariknya, kecepatan alap-alap kawah pernah diadu dengan mobil Formula E. Pada 2018 lalu pembalap veteran Felipe Massa diuji melawan hewan tercepat di dunia ini.

Alap-alap kawah dapat mencapai kecepatan lebih dari 217 mph saat menukik ke arah mangsanya, sedikit lebih cepat daripada mobil Formula E.

Mengejar umpan yang terpasang di bagian belakang mobil Gen2 berpenampilan baru, alap-alap itu hampir menyamai pembalap tersebut, tetapi Massa berhasil melesat lebih dulu.

“Merupakan pengalaman yang luar biasa bagi saya untuk berlomba melawan anggota tercepat di kerajaan hewan – ini bukan sesuatu yang bisa segera saya lupakan,” ujarnya, dikutip dari arsip CNN Sports.

Dijelaskan dalam Lund University, penglihatan yang sangat tajam dan kemampuan memproses berbagai impresi visual dengan cepat merupakan faktor krusial seekor alap-alap kawah dalam menerkam mangsanya dengan kecepatan yang mudah menyamai kecepatan mobil balap Formula 1, yakni lebih dari 350 kilometer per jam.

Ketajaman visual burung pemangsa telah dipelajari secara ekstensif dan menunjukkan penglihatan beberapa elang besar dan burung nasar dua kali lebih tajam daripada manusia.

“Ini pertama kalinya. Rekan saya, Simon Potier, dan saya telah meneliti alap-alap peregrine, alap-alap saker, dan elang Harris dan mengukur seberapa cepat cahaya dapat berkedip sehingga spesies-spesies ini masih dapat merekam kedipan tersebut,” kata profesor di Departemen Biologi, Universitas Lund, Almut Kelber pada akhir 2019 lalu.

Penglihatan Super Alap-alap Kawah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa alap-alap kawah memiliki penglihatan tercepat dan dapat mencatat 129 Hz (kedipan per detik) jika intensitas cahaya tinggi. Dalam kondisi yang sama, alap-alap saker dapat melihat 102 Hz dan elang Harris 77 Hz.

Sebagai perbandingan, manusia hanya melihat maksimum 50-60 Hz. Di bioskop, kecepatan 25 gambar per detik cukup bagi kita untuk melihatnya sebagai film, dan bukan sebagai serangkaian gambar diam.

Kecepatan burung pemangsa yang berbeda dalam memproses impresi visual, sesuai dengan kebutuhan mereka saat berburu. Alap-alap kawah memburu burung yang terbang cepat. Sedangkan elang Harris memburu mamalia kecil yang lebih lambat di darat.

“Kami menyimpulkan bahwa spesies burung yang memburu mangsa yang terbang cepat memiliki penglihatan tercepat. Evolusi telah membekali mereka dengan kemampuan ini karena mereka membutuhkannya,” kata Almut Kelber.

“Ini semacam kompetisi. Seekor lalat terbang cukup cepat dan memiliki penglihatan yang cepat, sehingga burung penangkap lalat harus melihat lalat dengan cepat agar dapat menangkapnya. Hal yang sama berlaku untuk alap-alap. Untuk menangkap burung penangkap lalat, alap-alap harus mendeteksi mangsanya cukup awal agar memiliki waktu untuk bereaksi,” jelas Simon Potier.

(nah/faz)



Sumber : www.detik.com