Tag Archives: menu mbg

Apa Itu Ultra Processed Food? Jadi Polemik karena Muncul di Menu MBG


Jakarta

Istilah Ultra-Processed Food (UPF) belakangan ini ramai dibicarakan. Jenis makanan ini banyak ditemukan dalam menu Makanan Bergizi Gratis (MBG), program yang sebenarnya ditujukan untuk meningkatkan kualitas gizi anak sekolah.

Badan Gizi Nasional (BGN) sendiri dalam sebuah surat memberi restu untuk menghadirkan UPF dalam menu MBG selama mengutamakan produk lokal. Di sisi lain, para pakar gizi mengkritik kebijakan tersebut karena seharusnya lebih mengutamakan makanan segar.

Terlepas dari polemik tersebut, sebenarnya apa yang disebut Ultra Processed Food? Apa definisinya dan kenapa identik dengan menu tidak sehat?


Pengertian Ultra-Processed Food

Ultra-processed food (UPF) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan makanan yang telah mengalami banyak tahapan pemrosesan industri. Tidak hanya sekadar dimasak atau diawetkan, UPF biasanya dibuat dari bahan hasil ekstraksi (seperti pati, protein terisolasi, minyak terhidrogenasi) yang kemudian dicampur dengan zat aditif seperti pemanis buatan, pewarna, penguat rasa, pengawet, dan pengemulsi. Bahan-bahan ini jarang sekali ditemukan di dapur rumah tangga.

Ciri khas UPF adalah tampilannya yang sangat menarik, rasanya intens, praktis dikonsumsi, dan bisa bertahan lama di rak toko. Tidak heran kalau produk seperti mi instan, biskuit manis, sosis, nugget, snack kemasan, minuman bersoda, hingga makanan beku siap saji masuk dalam kategori ini.

Industri makanan mengandalkan UPF karena beberapa alasan. Pertama, produk ini lebih murah diproduksi dengan bahan dasar yang bisa diolah massal. Kedua, daya simpannya lebih lama, sehingga mudah didistribusikan ke berbagai daerah. Ketiga, UPF cenderung seragam rasanya, membuat konsumen lebih mudah menerima dan terbiasa.

Klasifikasi NOVA

Istilah Ultra Processed Food diperkenalkan dalam Sistem NOVA, sebuah sistem pengkategorian pangan yang dibuat tahun 2009 oleh Prof Carlos Monteiro dan tim penelitian dari Universitas Sao Paulo, Brasil. Ide ini lahir karena masyarakat makin bergantung pada makanan olahan industri, sementara konsumsi pangan segar menurun.

Berbeda dengan klasifikasi gizi biasa, NOVA menilai makanan dari tingkat pemrosesannya. Meski bukan acuan resmi WHO, sistem ini populer di dunia riset dan bahkan dipakai Pan American Health Organization (PAHO) sebagai rujukan kebijakan gizi, khususnya untuk melihat kaitan antara pola makan modern dan penyakit tidak menular.

Untuk memahami posisi UPF, sistem NOVA membagi makanan menjadi empat kelompok berdasarkan tingkat pengolahannya:

  • NOVA 1 (Unprocessed or Minimally Processed Foods) adalah makanan segar dan minim proses. Makanan segar atau makanan yang tidak diolah contohnya adalah buah, sayur, ikan segar, telur, biji-bijian, dan jamur. Makanan minim proses adalah makanan yang diolah secara sederhana seperti menghilangkan bagian yang tidak diinginkan, penggilingan, pemotongan, pendinginan, dan pemanasan.
  • NOVA 2 (Processed Culinary Ingredients) adalah bahan hasil ekstraksi atau bahan masak olahan, contohnya minyak goreng, gula, garam, mentega, cuka, dan madu.
  • NOVA 3 (Processed Food): makanan olahan sederhana, contohnya roti tradisional, keju, ikan asin, dan tempe.
  • NOVA 4 (Ultra Processed Food): produk industri dengan banyak tambahan, seperti nugget, sosis, mi instan, biskuit, dan minuman kemasan berpemanis.

Sejauh ini tidak ada istilah resmi dalam Bahasa Indonesia yang digunakan sebagai padanan Ultra Processed Food. Beberapa publikasi di media massa menggunakan istilah ‘Makanan Ultra Proses’ sebagai padanannya, walaupun sebenarnya kurang tepat karena tidak konsisten dengan terjemahan untuk kategori lain dalam sistem klasifikasi NOVA. Kategori ‘Processed Food‘ tidak diterjemahkan jadi ‘Makanan Proses’ kan?

Kenapa UPF Identik dengan Makanan Tidak Sehat?

UPF kerap diasosiasikan dengan makanan tidak sehat karena biasanya tinggi kalori, gula, garam, serta lemak jenuh, tetapi rendah serat, vitamin, dan mineral. Konsumsi berlebihan berpotensi mengubah pola makan jadi tidak sehat dan meningkatkan risiko obesitas, diabetes tipe 2, penyakit jantung, hingga kanker.

Sejumlah penelitian mendukung hal ini. Publikasi tahun 2025 dalam Critical Reviews in Food Science and Nutrition menyebutkan konsumsi UPF tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko kematian dini, diabetes tipe 2, kanker kolorektal, dan penyakit jantung. Studi lain yang dipublikasikan di Nutrition Journal tahun 2020 meneliti ratusan ribu peserta yang juga dikaitkan dengan konsumsi UPF dengan penyakit obesitas, sindrom metabolik, serta depresi.

Jika ditarik lebih jauh, masalah utama bukan hanya soal zat tambahan di dalam UPF, melainkan bagaimana makanan ini memengaruhi pola makan seseorang secara keseluruhan. UPF cenderung membuat orang makan lebih banyak karena rasanya dirancang agar sangat enak dan sulit dihentikan (palatable). Selain itu, teksturnya biasanya lembut dan praktis, serta minim serat membuat proses makan lebih cepat, sehingga otak tidak sempat mengirim sinyal kenyang. Hasilnya, kalori yang masuk bisa berlebih tanpa disadari.

Pada anak-anak, kebiasaan ini bisa berdampak lebih serius. Konsumsi UPF berlebihan sejak usia dini dikaitkan dengan peningkatan risiko obesitas, gigi berlubang, hingga menurunnya kualitas pola makan seimbang. Studi jangka panjang juga menunjukkan bahwa pola makan yang terbentuk di masa kecil cenderung bertahan hingga dewasa. Artinya, jika sejak sekolah anak sudah terbiasa dengan nugget atau mi instan, besar kemungkinan kebiasaan itu akan terbawa sampai mereka dewasa.

Isu ini relevan bila dikaitkan dengan program MBG. Jika menu yang diberikan berisi UPF seperti nugget, sosis, dll, maka tujuan untuk memperbaiki status gizi anak agar menjadi generasi emas bisa tidak tercapai. Memang, UPF lebih mudah diproduksi massal dan tahan lama, tetapi kualitas gizi yang ditawarkan tidak sebaik makanan segar. Di sinilah pentingnya memastikan MBG lebih menekankan buah, sayur, telur, ikan, atau daging segar agar manfaatnya benar-benar optimal bagi anak.

Meski demikian, tidak semua UPF otomatis berarti buruk. Ada yang memang bermanfaat, misalnya makanan medis tertentu atau produk fortifikasi pangan.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Viral Menu MBG Depok Pangsit Goreng-Kentang Rebus, Kepsek-Kepala SPPG Bilang Begini


Jakarta

Viral menu Makan Bergizi Gratis (MBG) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Mampang 1 Depok, Jawa Barat di media sosial. Dalam sejumlah pos, warganet menyorot pangsit goreng hingga kentang rebus pada foto menu tersebut.

Dalam foto yang beredar di media sosial, menu MBG tersebut di antaranya berisi potongan kentang rebus, irisan wortel, pangsit goreng, saus saset, dan jeruk.


Merespons menu MBG sekolahnya yang viral, kepala sekolah dan kepala Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) serta Pemerintah Kota Depok angkat bicara.

Kepala SDN Mampang 1 Iwan Setiawan menjelaskan menu MBG viral tersebut bagian dari variasi menu dalam sepekan pertama pelaksanaan program di sekolahnya.

“Sudah satu minggu (program MBG) dari minggu kemarin itu, makanannya kan bervariasi. Ada nasi, ada karbo, ada protein, itu kan bervariasi. Nah, kebetulan hari ini, karbonya, nasinya diganti dengan kentang hari ini,” ujar Iwan kepada wartawan, Senin (6/10/2025), melansir detiknews.

Menurut Iwan, pangsit goreng tersebut berisi telur dan daging sebagai asupan protein. Di samping pangsit goreng, ada juga tahu goreng pada menu MBG hari itu.

Sejumlah warganet menyorot porsi MBG sebagai ‘sedikit’ dan ‘minimalis’. Iwan mengatakan menu MBG tersebut tidak sedikit dan sesuai dengan keinginan orang tua.

“Sebenarnya menunya nggak terlalu sedikit. Cuma karena melihatnya, kan orang tua itu punya keinginan, saya ingin makannya itu, yang begini-begini gitu ya, request,” tuturnya.

Iwan tak menampik sejumlah orang tua menyatakan menu MBG tersebut tidak sesuai dan menyatakannya di media sosial. Di sisi lain, ia mengatakan SPPG sudah memiliki standar sendiri untuk menentukan menu MBG.

“Cuma yang hari ini ada orang tua yang tidak sesuai dengan selera. Itu aja sih sebenarnya,” ucapnya.

“Tapi kan yang SPPG itu punya ahli gizi sendiri, standar sendiri bahwa hari ini itu dia makannya apa, hari ini makannya apa. Jadi yang posting orang tua itu, ya dia itu merasa, oh nggak sesuai dengan selera yang keinginannya itu,” kata Iwan.

Ia menyatakan siswanya tak protes soal menu MBG di sekolah tersebut.

“Dari pertama sampai kemarin hari Jumat itu menu bervariasi dan anak-anak senang sih sebenarnya kemarin. Anak-anak malah bilang, ‘Pak, jangan sampai berhenti nih makan’ dan bilang anak-anak menunya enak-enak itu kemarin,” ucapnya.

Kata Kepala SPPG

Kepala SPPG Dapur Mampang 1 Mustika menjelaskan, menu MBG viral tersebut disajikan lantaran banyak sampah makanan (food waste). Ia mengatakan, ada lima kantong berisi nasi dan sayur terbuang di minggu pertama MBG.

Untuk itu, Mustika mengatakan, tim SPPG merancang menu yang tak membuat siswa bosan.

“Kami memilih menggunakan menu itu karena berdasarkan hasil analisis ahli gizi beserta tim koki dan seluruh tim kami itu, ketika di minggu pertama hari ketiga, tepatnya di hari Rabu itu, banyak tersisa food waste atau sampah makanan,” ujar Mustika kepada wartawan, Selasa (7/10/2025), dikutup dari detiknews.

“Itu sampai lima kantong itu isinya nasi, sayur terbuang. Nah maka dari itu, kami di hari Kamis itu mencoba merancang menu kembali supaya anak itu tidak bosan,” jelasnya.

Mustika mengatakan pihaknya mengutamakan kandungan nutrisi dalam upaya inovasi dan pergantian menu. Di sisi lain, ia mengakui tampilan menu MBG jadi kurang menarik bagi anak.

“Kami tetap mengedepankan, kentang itu pengganti nasi sebagai karbohidrat. Kemudian wortel itu kan sayur, walaupun memang seperti ditampilkan itu sangat kurang menarik,” tuturnya.

“Kemudian pangsit yang kami kemas menjadi satu, padahal itu isinya ada telur ayam, daging, kemudian ada tahu dan daun bawang,” kata Mustika.

Ia menyatakan pihaknya juga bertemu para orang tua siswa, kepala sekolah, dan mitra terkait keluhan menu MBG ini. Dalam pertemuan tersebut, ia menyatakan pihaknya mengakui kesalahan tampilan menu MBG yang kurang menarik bagi anak tapi tetap memaksimalkan kandungan nutrisi MBG.

“Bahwasanya memang kesalahan kami pada tampilan menu itu kurang menarik. Namun, kami sudah ibaratnya di dalam ompreng itu sudah ada kandungan dari karbohidrat, terus protein, nabati, hewani, buah itu sudah masuk. Dan kemudian ada sayurnya,” tuturnya.

Kata Pemkot Depok

Wakil Wali Kota Depok Chandra Rahmansyah menyatakan pihaknya akan berkoordinasi dengan SPPG bersangkutan dalam kapasitas pemkot untuk mengawasi pelaksanaan MBG.

“Pastinya nanti kami akan berkoordinasi dengan SPPG. Pihak BGN untuk cek SPPG mana. Karena kebetulan kemarin setelah rapat dengan Mendagri, memang Pemda diberikan kewenangan ya, untuk membantu pengawasan terhadap SPPG-SPPG yang ada di wilayah masing-masing. Dan pengawasan terhadap berjalannya program MBG ini di wilayah,” ungkapnya, dikutip dari detiknews.

Sementara itu, Chandra meminta SPPG di wilayahnya menyediakan makanan yang memenuhi standar gizi untuk anak-anak.

“SPPG untuk benar-benar memberikan, menyediakan makanan yang bergizi gitu, memenuhi standar gizi untuk anak-anak di Kota Depok,” ucapnya.

(twu/nwk)



Sumber : www.detik.com

Begini Skema Pembagian Gizi di Menu MBG, Berbeda Tiap Jenjang Sekolah



Jakarta

Badan Gizi Nasional (BGN) menerapkan skema penyajian menu program Makan Gizi Gratis (MBG) yang berbeda pada tiap jenjang. Seperti apa skemanya?

Diketahui, skema ini diberikan bagi peserta didik di 27 sekolah di Kabupaten Penajam Paser Utara, ProvinsiKalimantan Timur. Menurut Ahli Gizi BGN, Aknes Asteria Pioh, penerapan gizi tidak sekadar dibagi secara rata.


“Penerapan gizi tidak sekadar dibagi rata, ada beberapa skema yang harus dilalui, seperti batasan umur peserta didik,” ujarnya dalam Antara, Kamis (16/10/2025).

Skema Pembagian Gizi di Menu MBG

Skema pembagian gizi di menu MBG termasuk:

  1. Pendidikan anak usia dini (PAUD)/taman kanak-kanak (TK), serta sekolah dasar (SD) kelas satu sampai kelas tiga: porsi kecil
  2. SD kelas empat hingga sekolah menengah pertama (SMP): porsi sedang
  3. Sekolah menengah atas (SMA), ibu hamil, dan ibu menyusui: porsi besar

BGN menyatakan pihaknya sudah memperhitungkan dari segi energi, protein, lemak, dan karbohidrat. Menurut Aknes Asteria, pembagian gizi ini demi memenuhi kebutuhan gizi peserta didik penerima manfaat.

Ibu Hamil dan Balita akan Menjadi PenerimaMBG Tahap 2

Ibu hamil, ibu menyusui, balita, dan pos pelayanan terpadu (posyandu) baru akan menjadi penerima manfaat MBG tahap 2.

Pada tahap 2, peserta didik atau guru masih akan menjadi penerima MBG.

(nir/nwk)



Sumber : www.detik.com