Tag Archives: monumen

Tugu Muda Ikon Semarang Ternyata Pernah Dipindahkan, Begini Kisahnya



Semarang

Tugu Muda, ikonnya kota Semarang ternyata pernah dipindahkan. Lokasinya yang sekarang bukanlah lokasi pertama monumen tersebut. Bagaimana kisahnya?

Tugu Muda merupakan sebuah monumen untuk memeringati Pertempuran Lima Hari Semarang. Saat ini, Tugu Muda berdiri di tengah persimpangan lima jalan utama di Semarang. Lokasinya berada di depan bangunan bersejarah Museum Mandala Bhakti.

Namun tahukah kamu, ternyata Tugu Muda aslinya pertama kali dibangun di lokasi yang kini dikenal sebagai Alun-alun Kota Semarang. Namun pemerintah saat itu kemudian memutuskan untuk memindahkan lokasi tugu itu.


Pegiat sejarah di Kota Semarang, Kesit Widjanarko, mengatakan lokasi Tugu Muda saat ini memang lebih memiliki landasan sejarah dibandingkan dengan titik pembangunan awal. Menurutnya, di sekitar Kawasan Tugu Muda itu lah pertempuran hebat terjadi.

“Kalau kemudian berbicara Pertempuran Lima Hari di Semarang, Tempat yang sekarang itu memang lebih relevan karena pertempuran hebat terjadi sepanjang Jalan Kalisari sampai Jalan Pemuda,” kata Kesit saat ditemui di Rumah Po Han, Minggu (13/10).

“Kemudian mulai Jepang merebut kembali Gedung Markas Kempetai yang hari ini menjadi Museum Mandala Bhakti, terus kemudian merebut Lawang Sewu dari tangan pemuda itu korbannya banyak,” tambahnya.

Mulanya, pada 28 Oktober 1945, Tugu Muda sempat dibangun di tempat yang kini dikenal sebagai Alun-Alun Masjid Agung Kota Semarang. Namun hanya berjalan tiga minggu, pertempuran kembali meletus dan proyek ini terhenti.

“Lokasinya di Alun-Alun Semarang. Hari ini (alun-alun itu berada) di sekitar wilayah antara Pasar Johar dan Masjid Kauman,” jelas dia.

Tugu Muda Dipindahkan Pada 1951

Usai pertempuran melawan sekutu mereda, pembangunan Tugu Muda kembali dilanjutkan pada 1951. Namun, pemerintah memutuskan untuk memindahkan lokasi pembangunannya.

“Pada tahun 1951 oleh Wali Kota Semarang waktu itu, Hadisoebeno Sosrowerdojo, Tugu Muda diboyong ke lokasi yang sekarang dan mulai dibangun lagi,” ungkap Kesit.

Kesit menerangkan lokasi baru Tugu Muda awalnya merupakan ruang terbuka hijau. Kawasan ini juga dikatakannya sempat dinamai Taman Merdeka.

“Persimpangan yang kita kenal sekarang tempat berdirinya Tugu Muda, dulu namanya wilhelminaplein. Sebuah ruang terbuka hijau berbentuk bundar, berumput-rumput,” ujar Kesit.

“Menurut beberapa jejak digital, sempat ada penamaan Taman Merdeka sebelum akhirnya jadi Taman Tugu Muda,” sambungnya.

Pembangunan Tugu Muda berlangsung sekitar dua tahun. Pada 20 Mei 1953, tugu ini diresmikan oleh Presiden Soekarno.

“Langsung diresmikan Bung Karno. Di situ juga turut hadir Gubernur Wongsonegoro dan Wali Kota Hadisoebeno serta disaksikan masyarakat Kota Semarang,” jelas Kesit.

Diberitakan sebelumnya, awal mula rencana pembangunan Tugu Muda sempat disiarkan melalui sebuah koran. Berita itu mengabarkan jika Tugu Muda akan dibangun di tempat yang kini dikenal sebagai Alun-Alun Masjid Agung Kota Semarang.

“Lokasinya di Alun-Alun Semarang. Hari ini (alun-alun itu berada) di sekitar wilayah antara Pasar Johar dan Masjid Kauman,” kata pegiat sejarah di Kota Semarang, Kesit Widjanarko saat ditemui detikJateng, Minggu (12/10).

“Dari arsip berita Warta Indonesia tanggal 27 Oktober 1945 itu beritanya ada. Bahwa untuk memperingati para pejuang-pejuang yang telah gugur, maka akan di bangun sebuah monumen bernama Tugu Muda,” tambah Kesit.

———

Artikel ini telah naik di detikJateng.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Monumen 1 Abad NU, Kado Istimewa di Hari Santri



Sidoarjo

Monumen 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU) didirikan bertepatan dengan peringatan Hari Santri Nasional 2025. Monumen ini sebagai bentuk penghormatan terhadap peran besar NU dan pesantren dalam perjalanan bangsa.

Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Sidoarjo, KH Zaenal Abidin pun mengapresiasi inisiatif Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo yang telah membangun monumen tersebut.

Menurut KH Zaenal, kehadiran monumen yang juga akan dilengkapi taman tematik NU itu menjadi bentuk penghargaan atas kontribusi para ulama dan santri, khususnya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan pasca-proklamasi.


“Ini adalah hadiah besar bagi para ulama, santri, dan seluruh warga NU. Apalagi Kabupaten Sidoarjo punya sejarah panjang dalam dunia pesantren dan pergerakan nasional,” ujar KH Zaenal di lokasi Monumen 1 Abad NU, Rabu (22/10/2025).

Monumen ini sekaligus menjadi simbol bahwa perjuangan kaum santri dan para kiai bukan hanya di bidang keagamaan, tetapi dalam menjaga dan mengisi kemerdekaan Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, KH Zaenal menegaskan pentingnya peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober, tidak hanya menjadi rutinitas tahunan, melainkan momen refleksi dan motivasi bagi generasi santri masa kini.

“Hari Santri adalah pengingat bahwa para santri dan kiai dulu berjuang melawan sekutu untuk mempertahankan kemerdekaan. Maka, sekarang santri harus terus mengabdi, bukan hanya pada kiai, tapi pada bangsa dan negara,” katanya.

Ia menambahkan, santri masa kini harus adaptif terhadap zaman. Selain menguasai ilmu agama, santri juga dituntut menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, hingga media sosial sebagai bagian dari medan dakwah yang semakin luas.

“Santri tidak cukup hanya bisa baca kitab. Mereka harus punya skill, bisa menjawab tantangan zaman, termasuk berdakwah lewat media sosial. Itulah cara santri ikut membangun bangsa hari ini,” tegasnya.

KH Zaenal juga menyinggung posisi strategis Kabupaten Sidoarjo dalam sejarah pergerakan pesantren di Indonesia. Salah satunya adalah keberadaan Pondok Pesantren Siwalan Panji, yang telah melahirkan banyak tokoh besar nasional dan pendiri pesantren ternama.

“Dari Siwalan Panji lahir tokoh besar seperti Mbah Kholil Bangkalan, Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, Mbah Khosim, KH Abas, KH Samsul Arifin, hingga pendiri Pondok Modern Gontor. Mereka semua alumni Siwalan Panji. Maka, sangat pantas jika peringatan 1 Abad NU ditandai dengan monumen di Sidoarjo,” jelasnya.

Menurut KH Zaenal, monumen ini tidak hanya penting secara simbolis, tetapi juga sebagai pusat edukasi sejarah perjuangan santri dan NU di masa mendatang.

“Semoga ini bisa jadi pengingat bahwa perjuangan santri belum selesai. Kita punya tanggung jawab menjadikan Indonesia sebagai baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur,” pungkasnya.

Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat Sullamul Hadi Nurmawan mengatakan, monumen ini layak didirikan di sini, karena ada satu momen bersejarah peringatan 1 abad Nahdlatul Ulama. Saat itu, berjuta orang datang ke Sidoarjo untuk memanjatkan doa bersama.

“Momen tersebut sekaligus menjadi simbol bahwa NU, dengan seluruh loyalitas dan pengorbanan warganya, telah memberikan begitu banyak untuk bangsa. NU tidak pernah menagih apapun, hanya menginginkan Indonesia terus maju,” kata Sullamul Hadi Nurmawan yang akrab dipanggil Gus Wawan.

Gus Wawan yang juga anggota DPRD Sidoarjo menambahkan, dari sisi geografis, Sidoarjo memang sangat layak menjadi tempat lahirnya santri-santri luar biasa. Tokoh besar seperti Mbah Hasyim Asy’ari pun pernah mondok di Buduran. Jadi, Sidoarjo bukan sekadar wilayah, tetapi bagian penting dari sejarah besar NU.

“Kita tidak harus menyebutnya ‘kota santri’, namun Sidoarjo adalah kota yang menuju metropolis dengan ruh kesantrian yang tetap tinggi. Santri itu tegas, penuh cinta, dan kasih sayang, nilai-nilai itu yang terus hidup di tengah masyarakat Sidoarjo,” pungkas Gus Wawan.

——-

Artikel ini telah naik di detikJatim.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com