Tag Archives: muhammad

30, Wamenag: Bisa Kita Pertahankan 60:40



Jakarta

Wakil Menteri Agama (Wamenag) Romo H R Muhammad Syafi’i mengatakan usulan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025 masih bisa turun. Seperti diketahui, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengusulkan formulasi BPIH 2025 terdiri dari 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat.

BPIH yang diusulkan sebesar Rp 93,3 juta dengan Bipih Rp 65,3 juta dan nilai manfaatnya sebesar Rp 28 juta.

“Itu kan bisa selesai ketika komponennya bisa kita pertahankan 60:40, karena perubahan 60:40 ke 70:30 ini gak diatur oleh undang-undang,” kata Romo Syafi’i dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR RI yang turut disiarkan secara daring, Senin (30/12/2024).


Seperti diketahui, pada 2024 lalu besaran Bipih yang dibayar jemaah berasal dari 60 persen BPIH. Adapun, 40 persen sisanya ditanggung oleh pemerintah dari dana nilai manfaat.

Wamenag mengatakan sampai saat ini berbagai upaya untuk menurunkan angka biaya operasional terus diupayakan, salah satunya pada bidang transportasi haji.

“Ada upaya dari bapak Presiden kita untuk meminta kepada Pertamina menurunkan keuntungan avtur khusus untuk pemberangkatan haji dan ini kemudian berkaitan dengan Garuda karena itu bisa menurunkan ongkos haji,” ujarnya.

Romo Syafi’i juga mengungkap dirinya dengan beberapa orang yang paham mengenai haji telah membuat kajian sederhana tentang perhitungan BPIH. Dari kajian itu, rasionalisasi BPIH 2025 bisa turun sampai angka Rp 87 juta.

“Saya dengan beberapa orang yang paham tentang haji malah sudah membuat kajian sederhana, rasionalisasi BPIH 2025 bahkan bisa mencapai Rp 87 juta. Artinya untuk menjadi guidance bagi kita untuk membahas penurunan ongkos haji tahun 2025 ini, karena ini masih bisa kita dalami lagi menurut saya, banyak unsur-unsur yang masih bisa kita tekan,” katanya menguraikan.

Dalam penuturannya, Wamenag juga menyebut biaya haji di Arafah-Muzdalifah-Mina (Armuzna) masih bisa ditekan.

“Di Armuzna misalnya, itu kan bukan rahasia lagi. Itu masih bisa turun itu sampai 16 ya sekian, gak usah sampe 17 karena ada sesuatu yang kemarin terbuka tapi gak cocok saya sampaikan di rapat ini. Itu kemudian bisa menjadi faktor penurunan biaya haji,” lanjutnya.

Romo Syafi’i kembali menegaskan angka angka usulan BPIH 2025 masih bisa turun. Selain itu, ada beberapa hal yang belum didiskusikan bersama Komisi VIII DPR RI.

“Kalau dari awal kita sudah kasih turun kayaknya DPR tinggal amin saja, kita kan gak enak juga itu. Kita maunya sama-sama top ini, antara pemerintah dengan DPR jadi turunnya 20.000 dulu karena kami yakin di sini bisa turun sampai 11 juta gitu loh,” kata Wamenag.

“Tapi di luar nanti yang denger yang top itu bukan hanya Menteri Agamanya tapi juga Komisi VIII. Kita (Kemenag dan DPR) mau top sama-sama,” tandasnya.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Nabi Sulaiman yang Menghindari Malaikat Maut



Jakarta

Kematian adalah takdir yang menjadi rahasia Allah SWT. Tak ada satupun makhluk yang bisa lari dari kematian, termasuk sahabat Nabi Sulaiman meskipun telah mencoba menghindari malaikat maut.

Usia seseorang telah ditetapkan bahkan sebelum ia dilahirkan. Tidak ada yang tahu kapan takdir ini menjemput karena ini menjadi rahasia Allah SWT.

Mengutip buku Kisah dan ‘Ibrah oleh Syofyan Hadi diceritakan sebuah kisah dari seorang sahabat Nabi Sulaiman yang takut melihat malaikat maut. Ia lantas pergi jauh untuk menghindari malaikat Izrail, namun kematian tetap terjadi dan tak bisa dihindari.


Konon, pada masa Nabi Sulaiman, hiduplah seorang manusia yang bersahabat dengan nabi Allah tersebut. Hampir setiap hari dia berada di istana Sulaiman untuk belajar sekaligus membantu pekerjaan istana.

Suatu ketika, datanglah malaikat maut ke istana Sulaiman dalam wujud manusia. Dalam pertemuan di istana, sahabat Sulaiman tersebut melihat manusia yang aneh dan baru kali ini dia dilihatnya berada di stana.

Orang yang tak lain adalah malaikat maut itu terus memandang kepadanya dengan pandangan yang menakutkan.

Usai pertemuan itu, dia bertanya kepada Nabi Sulaiman tentang manusia yang baru datang ke istananya. Nabi Sulaiaman mengatakan bahwa orang itu adalah malaikat maut yang datang bertamu kepadanya.

Mengetahui bahwa yang baru dilihatnya adalah malaikat maut, dia menjadi semakin takut terlebih ketika mengingat pandangan orang itu kepadanya. Dia berfikir jangan-jangan kedatangan malaikat maut itu adalah untuk mengambil nyawanya.

Ketakutan inilah yang membuat ia meminta tolong kepada Nabi Sulaiman agar memerintahkan angin untuk membawanya ke suatu negeri yang jauh. Tujuannya untuk menghindarkan diri dari malaikat maut tersebut.

Atas desakan sahabatnya itu, Nabi Sulaiman akhirnya berkenan memerintahkan salah satu tentaranya, yakni angin, untuk membawa sahabatnya ke negeri jauh tersebut (India).

Keesokan harinya, malaikat maut datang lagi ke istana Sulaiman dalam wujud yang sama. Sesampainya di istana, nabi Sulaiman bertanya kepada sahabatnya malaikat maut, tentang sebab dia memandang kepada sahabatnya dengan pandangan menyeramkan kemarin.

Malaikat maut menjawab, “Kemarin aku resah karena aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di India, namun dia masih berada di sini. Namun, pada jam dan saat yang telah ditentukan nyawanya dicabut, tiba-tiba saya telah menemukannya berada di India. Alhamdulillah, dia sudah meninggal dunia tepat pada waktu dan tempatnya,” tutup malaikat maut.

Mendengar kabar ini, Nabi Sulaiman hanya bisa mengucap Innalilahi wa inna ilaihi rajiun atas infromasi malaikat maut bahwa
sahabatnya telah meninggal dunia.

Dalil tentang Kematian

Allah SWT telah berfirman dalam beberapa ayat Al-Qur’an tentang kematian. Tidak ada seorangpun yang dapat menghindari atau menunda kematian yang telah ditetapkan.

Dalam surat Al-Jumu’ah ayat 8, Allah berfirman:

قُلْ إِنَّ ٱلْمَوْتَ ٱلَّذِى تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُۥ مُلَٰقِيكُمْ ۖ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَىٰ عَٰلِمِ ٱلْغَيْبِ وَٱلشَّهَٰدَةِ فَيُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Arab-Latin: Qul innal-mautallażī tafirrụna min-hu fa innahụ mulāqīkum ṡumma turaddụna ilā ‘ālimil-gaibi wasy-syahādati fa yunabbi`ukum bimā kuntum ta’malụn

Artinya: Katakanlah: “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan”.

Kemudian penjelasan serupa juga termaktub dalam surat An-Nisa ayat 78:

أَيْنَمَا تَكُونُوا۟ يُدْرِككُّمُ ٱلْمَوْتُ وَلَوْ كُنتُمْ فِى بُرُوجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُوا۟ هَٰذِهِۦ مِنْ عِندِ ٱللَّهِ ۖ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَقُولُوا۟ هَٰذِهِۦ مِنْ عِندِكَ ۚ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِندِ ٱللَّهِ ۖ فَمَالِ هَٰٓؤُلَآءِ ٱلْقَوْمِ لَا يَكَادُونَ يَفْقَهُونَ حَدِيثًا

Arab-Latin: Aina mā takụnụ yudrikkumul-mautu walau kuntum fī burụjim musyayyadah, wa in tuṣib-hum ḥasanatuy yaqụlụ hāżihī min ‘indillāh, wa in tuṣib-hum sayyi`atuy yaqụlụ hāżihī min ‘indik, qul kullum min ‘indillāh, fa māli hā`ulā`il-qaumi lā yakādụna yafqahụna ḥadīṡā

Artinya: Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: “Ini adalah dari sisi Allah”, dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: “Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)”. Katakanlah: “Semuanya (datang) dari sisi Allah”. Maka mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?

Demikian kisah sahabat Nabi Sulaiman yang gagal setelah mencoba menghindari kematian. Semoga Allah SWT senantiasa melindungi umatnya dari kematian yang suul khatimah.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Gemar Beli Miras dan Datangi Wanita Malam, Pria Ini Ternyata Wali Allah



Jakarta

Sebuah kisah menarik mengenai seorang wali datang dari Murad IV. Sultan Turki Utsmani yang satu ini memiliki kebiasaan unik. Terkenal sebagai pemimpin yang bijaksana, dirinya kerap berkeliling dengan menyamar sebagai rakyat biasa.

Menurut buku Subjects of the Sultan: Culture and Daily Life in the Ottoman Empire tulisan Suraiya Faroqhi, pemilik nama asli Murad Ahmad itu lahir pada 27 Juli 1612. Ia naik takhta saat berusia 11 tahun menggantikan kepemimpinan pamannya, Mustafa I.

Dijelaskan pada laman All About Turkey, karena usianya yang masih belia ketika memegang takhta, sang ibu yang bernama Kosem beserta kerabat lainnya mengambil alih pemerintahan untuk sementara. Sayangnya, kala itu kekaisaran jauh dari kata sejahtera.


Barulah ketika Sultan Murad IV dewasa dan memimpin, ia memperkuat negaranya hingga melakukan ekspansi. Murad IV terkenal dengan gaya kepemimpinannya yang tegas dan tak pandang bulu, dirinya akan menghukum siapapun demi menegakkan peraturan di negaranya.

Adapun, kisah menarik yang melibatkan Sultan Murad IV dengan seorang wali diceritakan oleh Ustaz Khalid Basalamah melalui kanal YouTube Muda Mengaji. Pada suatu malam, Sultan Murad IV merasa resah tanpa tahu penyebabnya.

Akhirnya, Murad IV memutuskan untuk berjalan-jalan keluar istana bersama kepala pengawalnya sambil menyamar sebagai rakyat biasa. Di saat itu pula, Sultan Murad IV menemukan seorang pria yang tergeletak di lorong sempit.

Ia mulai menggerak-gerakkan lelaki tersebut, namun tidak ada respons. Ternyata, ia dinyatakan meninggal. Anehnya, orang di sekitar tidak ada yang peduli sama sekali, bahkan mereka enggan menolong pria itu.

Ketika Sultan Murad IV bertanya kepada warga sekitar, ternyata lelaki itu terkenal sebagai orang yang gemar meminum minuman keras dan berzina. Lantas, sang Sultan berkata:

“Tapi, bukankah dia termasuk umat Nabi Muhammad?” ujarnya.

Orang-orang tersebut akhirnya tergerak untuk mengangkat jenazah si lelaki dan dibawa ke rumahnya. Setibanya di sana, para warga langsung pergi hingga menyisakan Sultan Murad IV dan kepala pengawalnya, mereka bertemu dengan istri dari pria tersebut.

“Semoga Allah SWT merahmatimu wahai Wali Allah. Aku bersaksi bahwa engkau termasuk orang yang saleh,” kata sang Istri sambil menangis di depan jenazah suaminya.

Mendengar hal itu, Sultan Murad IV terkejut. Bagaimana bisa? Orang-orang yang ia temui tadi menyebut pria itu sebagai pezina yang gemar meminum miras.

Lalu, bertanyalah Sultan Murad IV kepada istri dari lelaki itu:

“Bagaimana mungkin dia termasuk wali Allah, sementara orang-orang membicarakan tentang dia begini dan begitu, sampai-sampai mereka tidak peduli dengan kematiannya?”

Mendengar hal itu, sang istri menjelaskan bahwa setiap malam suaminya keluar rumah pergi ke toko minuman keras bukan untuk ia minum. Melainkan, si lelaki membeli minuman keras dari para penjual, kemudian ia bawa minuman tersebut ke rumah dan dibuangnya ke dalam toilet sambil berkata, “Aku telah meringankan dosa kaum muslimin,”.

Selain itu, terkait omongan warga yang menyatakan si suami sering berzina, ternyata ia hanya mendatangi tempat prostitusi, menemui sejumlah wanita malam dan membayarnya seraya berkata, “Malam ini kalian sudah saya bayar, jadi tutup pintu rumahmu sampai pagi,”.

Selanjutnya, pria tersebut pulang ke rumah sambil berujar, “Alhamdulilah, malam ini aku telah meringankan dosa para pelacur itu dan pria-pria Islam,”

Sang istri kerap menyampaikan kekhawatirannya terhadap pria itu, ia takut suatu saat nanti ketika suaminya wafat, tidak ada kaum muslimin yang ingin memandikan, menyolati, atau menguburkan jenazahnya. Sebab, selama ini mereka hanya mengetahui lelaki itu sebagai orang yang sering membeli miras dan mendatangi tempat pelacuran.

Alih-alih menuruti sang istri, lelaki itu justru tertawa dan mengatakan, “Jangan takut, nanti kalau aku mati, aku akan disholati oleh Sultanku, kaum muslimin, para ulama dan para Wali,”

Sultan Murad IV yang mendengar cerita tersebut langsung menangis. Dirinya lantas mengaku bahwa ia adalah Sultan yang tengah menyamar dan siap mengurusi jenazah pria itu sampai ke pemakaman.

Akhirnya, atas perintah sang Sultan, jenazah si pria menjalani proses pemakaman yang dihadiri para ulama, wali Allah, hingga seluruh masyarakat Turki.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Ahli Ibadah Sahur di Dunia, Buka Puasa di Surga



Jakarta

Ada suatu kisah dari salah seorang ahli ibadah yang sahur di dunia dan buka puasa di surga. Ia merupakan sosok yang kedatangannya dinantikan bidadari surga.

Adalah Sa’id bin al-Harits. Ia merupakan salah satu pejuang muslim dalam perang melawan Kekaisaran Romawi pada 38 H. Perang tersebut dikenal dengan Perang Yarmuk, sebagaimana disebutkan dalam Kitab Al-Buldan Futuhuha wa Ahkamuha karya Syaikh Al-Baladzuri.

Kisah Sa’id bin Al-Harits yang berbuka puasa di surga ini diceritakan oleh Hisyam bin Yahya al-Kinani dalam buku Qiyam Al-Lail wa Al-Munajat ‘inda Al-Sahr karya Sallamah Muhammad Abu Al-Kamal. Kisah ini turut dinukil oleh Ahmad Zacky El-Syafa dalam buku Ia Hidup Setelah Mati 100 Tahun.


Diceritakan, Hisyam bin Yahya al-Kinani dan rombongannya melakukan peperangan di negeri Romawi. Pemimpin mereka saat itu bernama Maslamah bin Abdul Malik. Mereka berteman dengan penduduk Bashrah.

Selama di sana, mereka saling bergiliran melayani pasukan, berjaga, mencari bekal, dan mempersiapkan makanan dalam satu tempat. Di antara rombongan mereka ada Sa’id bin al-Harits.

Selama di medan jihad, Sa’id bin al-Harits berpuasa pada siang hari dan mengerjakan salat pada malam harinya. Hisyam bin Yahya al-Kinani mengaku setiap siang maupun malam melihat Sa’id bin al-Harits sangat sabar dalam beribadah. Di luar waktu salat atau ketika sedang dalam perjalanan, ia tidak pernah berhenti berzikir dan membaca Al-Qur’an.

Hisyam pun mengatakan kepada Sa’id agar menyayangi dirinya. Namun, Sa’id menjawab, “Saudaraku, napas bisa dihitung, umur ada batasnya, dan hari-hari pun akan berakhir. Aku sedang menunggu kematian, dan tak lama lagi nyawaku akan dicabut.”

Jawaban tersebut membuat Hisyam menangis dan ia berdoa kepada Allah SWT agar menganugerahkan pertolongan dan keteguhan kepada Sa’id. Ia lalu meminta Sa’id untuk istirahat di kemah dan ia yang berjaga.

Saat tidur tersebut, Sa’id berbicara dan tertawa dengan mata tetap terlelap. Ia mengatakan ‘Aku tidak ingin kembali.’ Kemudian, ia mengulurkan tangan kanannya seolah-olah mengambil sesuatu. Kemudian, ia menarik kembali tangannya dengan pelan sambil tertawa. Ia lalu berkata, “Malam ini saja!”

Setelah itu ia terbangun dengan tubuh gemetar. Ia menengok ke kanan dan kiri, lalu diam hingga kesadarannya pulih. Dia kemudian bertahlil, bertakbir, dan memuji Allah SWT. Hisyam kemudian memintanya menceritakan apa yang tengah dialaminya.

Sa’id menceritakan didatangi oleh dua orang laki-laki dengan wajah rupawan. Mereka berkata, “Bangunlah agar kami bisa memperlihatkan nikmat yang Allah sediakan untukmu.”

Sa’id lalu menceritakan, dalam tidurnya, ia melihat istana dan bidadari-bidadari yang menyambutnya. Ia berjalan-jalan dalam istana itu sampai ke sebuah kasur yang di atasnya terdapat satu bidadari yang seolah-olah ia adalah permata yang disimpan.

Bidadari itu berkata kepadanya, “Sudah cukup lama aku menantimu.”

Sa’id bertanya, “Siapa kamu?”

Bidadari menjawab, “Aku adalah istrimu yang abadi.”

Sa’id kemudian mengulurkan tangan kepadanya, namun bidadari itu menampiknya dengan lembut seraya berkata, “Hari ini belum bisa. Sebab engkau masih harus kembali ke dunia.”

Sa’id lalu berkata kepadanya, “Aku tidak ingin kembali.”

Bidadari itu menjawab, “Engkau harus kembali. Engkau masih harus tinggal di dunia selama tiga hari. Pada malam ketiga, engkau akan berbuka bersama kami. Insya Allah.”

Sa’id kemudian berkata, “Malam ini saja!” Namun bidadari itu menjawab, “Perkara ini telah ditetapkan.” Kemudian ia bangkit dari tempat duduknya dan saat itulah Sa’id terbangun dari tidurnya dengan tubuh gemetar. Ia kemudian keluar kemah untuk mandi dan bersuci lalu memakai kain kafannya.

Pada pagi harinya, ia menyerang musuh dengan sangat hebat dalam kondisi berpuasa. Ia mencari kematian di jalan Allah SWT. Setelah tiba waktu sore ia berbuka. Hari berikutnya ia melakukan hal yang sama. Hingga tibalah pada hari ketiga.

Ketika matahari hampir terbenam, salah seorang prajurit Romawi melemparkan anak panah dan mengenai Sa’id. Ia pun tersungkur. Hisyam lalu berlari mendekatinya seraya berkata, “Selamat berbahagia! Engkau akan berbuka di istana itu pada malam hari ini. Aduhai, andai saja aku bisa ikut bersamamu.”

Mendengar itu Sa’id pun tertawa. Kemudian ia berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menepati janji-Nya kepada kita.”

Sa’id pun syahid dalam keadaan masih berpuasa. Petang itu, ia berbuka bersama bidadari di surga. Wallahu a’lam.

(kri/dvs)



Sumber : www.detik.com

Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Sahabat Nabi SAW yang Dijuluki Kepercayaan Umat



Jakarta

Abu Ubaidah bin al-Jarrah namanya. Sahabat Nabi Muhammad SAW yang satu ini dikenal dengan pribadinya yang cerdas dan pemalu.

Mengutip dari 99 Kisah Menakjubkan di Alquran oleh Ridwan Abqary, Abu Ubaidah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Dirinya merupakan sosok yang baik hati, taat beribadah, serta rendah hati.

Abu Ubaidah berasal dari suku Quraisy keturunan Fihir. Karena keberaniannya itu, ia tidak pernah tertinggal saat umat Islam dan kafir Quraisy berperang.


Abu Ubaidah terus membela umat Islam dengan gagah untuk menjunjung kebenaran. Ia menjadi orang pertama yang digelari Amirul Umara yang artinya Perdana Menteri.

Dikisahkan dalam buku Ensiklopedia Biografis Sahabat Nabi susunan Muhammad Raji Hasan Kinas, Abu Ubaidah menjadi orang yang berdiri tegap di barisan Nabi Muhammad SAW saat Perang Badar berlangsung. Sementara itu, sang ayah yang bernama Abdullah bin Al Jarrah berada di barisan pasukan musyrikin.

Meski demikian, Abu Ubaidah terus menghindari sang ayah saat peperangan berlangsung. Sayangnya, ia ditakdirkan berhadapan dengan ayahnya sendiri dan harus mengalahkannya.

Sosoknya yang berani ini juga terlihat saat dirinya mengikuti Perang Uhud. Abu Ubaidah menolong Rasulullah SAW yang terkena serpihan besi akibat lemparan musuh.

Dengan gagah, Abu Ubaidah mencabut serpihan besi itu dengan giginya. Ini menyebabkan kedua giginya tanggal. Setelah kejadian ini, Abu Ubaidah digelari Amin al-Ummah yang berarti kepercayaan umat oleh Nabi Muhammad SAW.

Julukan lainnya yang diperoleh Abu Ubaidah adalah al-Qawiy al-Amin yang artinya yang kuat yang terpercaya. Gelar tersebut ia dapatkan karena mengikuti seluruh peperangan bersama sang rasul.

Abu Ubaidah juga sering ditunjuk sebagai pemimpin. Diceritakan oleh Urwah bin Az Zubair RA, ketika Perang Dzatus Salasil, Nabi Muhammad SAW mengangkat Amr bin Ash sebagai komandan pasukan.

Pasukan tersebut memasuki Syam dari arah Bala. Sementara itu, satu pasukan lainnya menyusul dari arah Qudha’ah. Melihat jumlah musuh yang sangat banyak membuat Amr bin Ash mengirim utusan menghadap Rasulullah SAW untuk meminta bantuan.

Mendengar hal itu, Nabi SAW lalu mengirim pasukan yang terdiri dari orang-orang Muhajirin. Di antara pasukan tersebut, sang rasul menunjuk Abu Ubadiah sebagai komandan.

Ketika pasukan Abu Ubadiah bertemu pasukan Amr, maka Amr bin Ash berkata,

“Aku adalah komandan karena aku yang meminta pasukan tambahan kepada Rasulullah SAW,”

Mendengar hal itu, orang-orang Muhajirin tidak setuju. Mereka lalu berkata,

“Bolehlah engkau menjadi komandan pasukanmu, tapi Abu Ubaidah tetap menjadi komandan pasukan Muhajirin,”

Amr lalu membantah, “Kalian adalah bala bantuan yang kuminta,”

Di tengah ketegangan itu, Abu Ubaidah menenghi mereka seraya berkata,

“Wahai Amr, harap engkau ketahui bahwa Rasulullah SAW berpesan kepadaku, ‘Jika engkau sudah bertemu rekanmu, hendaklah kalian saling mematuhi.’ Kalau memang engkau tidak mau patuh padaku, akulah yang akan patuh kepadamu,”

Selanjutnya, Abu Ubaidah menyerahkan kepemimpinan kepada Amr bin Ash. Sosok Abu Ubaidah yang lembut itu menandakan dirinya bijak dan tidak egois.

Abu Ubaidah wafat karena sakit kolera. Diterangkan dalam buku 125 Sahabat Nabi Muhammad oleh Mahmudah Mastur, ketika terjadi penaklukan negeri Syam, Abu Ubaidah juga ditujuk sebagai pemimpin.

Di sana, ia menetap cukup lama sebelum akhirnya wabah kolera merebak. Umar bin Khattab memerintahkannya untuk segera keluar dari sana, tapi Abu Ubaidah mengirim surat kepada Umar yang berisi:

“Wahai Umar, aku tidak ingin memikirkan diriku sendiri, sementara banyak orang lain yang tertimpa penyakit. Aku tidak ingin meninggalkan mereka sampai Allah putuskan perkara ini,”

Umar bin Khattab menangis membaca surat dari Abu Ubaidah. Setelahnya, ia meninggal dunia akibat kolera yang dideritanya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perjalanan Hijrah Nabi SAW, Sembunyi di Gua Tsur Bersama Abu Bakar



Jakarta

Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah penuh rintangan. Beliau kala itu sampai bersembunyi di Gua Tsur bersama Abu Bakar. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy.

Diceritakan dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Volume 1 susunan Moenawar Khalil, banyak tantangan yang dilalui Rasulullah SAW saat berdakwah di Makkah. Kaum kafir Quraisy tak segan mengusir umat Islam dari kota tersebut dengan harapan Rasulullah SAW berubah pikiran.

Dalam buku Kisah Teladan dan Inspiratif 25 Nabi & Rasul oleh Anita Sari dkk, dikisahkan bahwa suatu ketika kondisi di Makkah dirasa sudah tidak aman bagi umat Islam. Rasulullah SAW lalu memerintahkan kaum muslim berhijrah ke Madinah. Mulanya, beliau berangkat secara diam-diam ditemani oleh Abu Bakar RA.


Dalam perjalanannya ini, beliau bersembunyi di dalam Gua Tsur dari kejaran kaum kafir Quraisy. Atas izin Allah, muncul laba-laba dan burung merpati di gua tersebut.

Ribuan laba-laba secara tiba-tiba membuat sarang di muka Gua Tsur. Begitu pula dengan burung merpati liar yang bersarang dan bertelur di gua tersebut.

Kondisi Gua Tsur yang seperti itu menyebabkan kafir Quraisy yang mengejar Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Meski jejak kaki sang rasul dan sahabatnya berhenti di depan gua tersebut, mereka beranggapan jika keduanya berada di dalam seharusnya sarang laba-laba hancur dan telur-telur merpati pecah.

Salah seorang kafir Quraisy berkata, “Kita perlu mencoba masuk bersama-sama, coba marilah!”

Seseorang bernama Ummayah bin Khalaf membalas, “Mengapa kamu hendak masuk ke dalamnya? Kalau Muhammad telah masuk, tentu sarang laba-laba itu telah luluh bukan? Ya, kalau di dalam gua itu tidak ada binatang liar dan buas atau ular berbisa. Kalau ada, tentu akan mencelakakan kamu bukan?”

Mendengar itu, kaum kafir Quraisy mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Abu Bakar lalu mengangkat kepalanya ke atas gua dan berkata, “Oh, jika mereka melihat kakinya ke bawah atau menundukkan kepalanya ke bawah, tentu dengan segera melihat kita ada di sini bukan?”

Rasulullah SAW pun berkata, “Janganlah engkau menyangka bahwa aku ini sendirian bersama engkau, tetapi sesungguhnya Allah selalu bersama kita, selamanya Ia akan melindungi kita. Adapun jika mereka nanti masuk ke dalam gua ini dengan jalan melalui pintu gua itu, nanti kita melepaskan diri melalui ini (Nabi menunjukkan jarinya ke sebelah belakang).”

Allah SWT berfirman dalam surah At Taubah ayat 40,

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,”

Dengan kuasa Allah SWT, ketika Abu Bakar menoleh ke belakang terlihat pintu lebar di belakang gua yang dapat digunakan untuk melarikan diri. Padahal, sebelumnya gua itu tidak berpintu.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Amalan Sederhana Imam Ghazali Lewat Seekor Lalat



Jakarta

Ada amalan sederhana yang dilakukan ulama besar Abu Hamid Muhammad bin Muhammad ath-Thusi asy-Syafi’i al-Ghazali atau yang masyhur dikenal dengan Imam Ghazali. Amalan sederhana ini menjadi bekalnya saat menghadap Allah SWT yang dikabarkan lewat mimpinya.

Kisah ini termaktub dalam Nashaihul ‘Ibad karangan Syekh Nawawi Al Bantani yang diterjemahkan A R Shohibul Ulum. Imam Ghazali menceritakan mimpinya menerima deretan pertanyaan tentang keimanannya.

Hingga akhirnya sang ahli tasawuf ini ditanyai bekal apa yang dibawanya sebelum menghadap Allah SWT. Ia pun ini lantas menyebutkan seluruh amal kebaikan yang pernah diperbuatnya selama di dunia.


Pengarang kitab Ihya’ Ulumuddin mengatakan ternyata amalan-amalan tersebut tertolak Allah SWT sampai ia menyebutkan satu amal sederhana yang pernah dilakukannya. Amalan itu adalah menolong seekor lalat.

M Ghofur Al Lathif dalam buku Hujjatul Islam Al Ghazali menjelaskan, pertolongan yang dimaksud kepada lalat tersebut adalah tidak membunuh hewan itu saat hewan itu sedang minum.

Saat itu, Imam Ghazali tengah menulis sebuah kitab. Tiba-tiba ada seekor lalat yang hinggap di ujung pena yang digunakannya untuk menulis.

Imam Ghazali lantas menghentikan kegiatannya. Ia menunggu dan membiarkan lalat tersebut hingga benar-benar puas meminum dan menyerap isi tinta miliknya.

“Al Ghazali pun merasa kasihan lantas berhenti menulis untuk memberi kesempatan si lalat melepas dahaga dari tintanya,” demikian keterangan buku terbitan Araska tersebut.

Berkenaan dengan hal ini, Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk menyayangi hewan. Orang-orang yang menyayangi hewan pada posisi yang mulia di sisi Allah SWT.

Landasan ini bersumber dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah SAW bersabda,

اَلرَّاحِمُوْنَ يَرْحَمُهُمُ الرَّحْمَنُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى اِرْحَمُوْا مَنْ فِى الْأَرْضِ يَرْحَمْكُمْ مَنْ فِى السَّمَآءِ

Artinya: “Orang-orang yang ada rasa Rahim akan dirahmati oleh Tuhan yang maha Rahman, yang memberikan berkat dan Mahatinggi, sayangilah makhluk yang ada di muka bumi, niscaya engkau akan disayangi makhluk yang ada di langit.” (HR Imam Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, dan al Hakim)

(rah/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Jahal dan Unta dari Raja Habib untuk Rasulullah SAW



Jakarta

Abu Jahal namanya, lelaki yang satu ini merupakan salah satu orang yang paling menentang Rasulullah SAW. Abu Jahal merupakan julukan yang artinya Bapak Kebodohan.

Mengutip buku Cerita Al Qur’an susunan M Zaenal Abidin, nama asli Abu Jahal adalah ‘Amir Ibnul Hasyim. Allah SWT berfirman dalam surah Al Hajj ayat 8,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُّجَادِلُ فِى اللّٰهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَّلَا هُدًى وَّلَا كِتٰبٍ مُّنِيْرٍ ۙ


Artinya: “Dan di antara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang memberi penerangan.”

Abu Jahal Al Makhzumi merupakan satu dari sekian banyak tokoh yang berpengaruh di Quraisy pada masanya. Namun, ia dikenal dengan sikapnya yang sangat menentang memusuhi Rasulullah SAW.

Selain menentang ajaran Islam, Abu Jahal juga bersikap sombong. Ia merasa lebih unggul dari yang lain hingga sosoknya digambarkan sebagai orang yang zalim.

Abu Jahal tidak pernah setuju dengan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Sebisa mungkin dirinya selalu mengajak masyarakat Makkah untuk mengingkari apa yang disampaikan sang rasul.

Dikisahkan dalam Buku Dahsyatnya Tobat: 42 Kisah Orang yang Bertobat oleh Isnaeni Fuad, suatu hari ada seorang raja di Makkah yang berterimakasih kepada Rasulullah SAW karena telah membuatnya beriman. Ini dikarenakan sang nabi menunjukkan mukjizatnya yaitu membelah dan menyatukan bulan.

Raja tersebut lantas memberikan Nabi SAW hadiah berupa lima ekor unta dengan bawaan emas, perak, dan kain serta beberapa budak. Tetapi, ketika rombongan itu mendekati kota Makkah, Abu Jahal menghadang dan ingi merebutnya hingga terjadi perkelahian.

Keributan tersebut baru reda ketika warga Makkah dan paman-paman Rasulullah SAW turun tangan. Namun, Abu Jahal bersikeras bahwa hadiah itu ditujukan kepadanya.

Akhirnya, Nabi Muhammad SAW mengusulkan agar masalah tersebut diselesaikan dengan cara menanyakan kepada unta-unta yang membawa hadiah. Bila benar hadiah itu untuk sang rasul, maka mereka akan memberi jawaban jujur.

Abu Jahal menolak usulan tersebut, ia meminta agar masalah ditunda hingga esok hari. Mendengar itu, Nabi Muhammad SAW setuju akan usulannya seperti diceritakan dalam buku Kisah Hewan-Hewan pada Zaman Nabi dan Rasul susunan Aifa Syah.

Singkat cerita, hari berganti. Abu Jahal pergi ke kuil berhala dan berdoa sampai pagi hari berharap mendapat dukungan dari para berhala itu.

Ketika matahari terbit, penduduk Makkah berkumpul di tempat hadiah-hadiah yang diberikan sang raja. Begitu pula Rasulullah SAW dan Abu Jahal.

Dengan penuh percaya diri, Abu Jahal meminta unta-unta tersebut berbicara atas nama berhalanya yaitu Latta, Uzza dan Manat. Namun, tak satu pun dari hewan berpunuk itu memberi jawaban seperti yang diminta Abu Jahal.

Atas izin Allah SWT, unta-unta tersebut berbicara dengan suara yang nyaring dan dapat dipahami oleh seluruh orang yang hadir saat itu bahwa mereka adalah hadiah dari Raja Habib bin Malik untuk Rasulullah SAW. Mendengar hal itu, Abu Jahal malu bukan kepalang.

Setelah Abu Jahal menjauh dan pergi, Rasulullah SAW lantas membawa unta-unta tersebut ke Gunung Abu Qubais. Seluruh muatan emas, perak, dan kain dielu-elukan menjadi satu tumpukan.

Rasulullah SAW menyatakan kepada tumpukan hadiah yang berharga itu, “Jadilah kalian tanah,”

Dengan mukjizat yang dianugerahi Allah SWT tumpukan emas, perak, dan kain yang merupakan hadiah dari Habib bin Malik berubah menjadi pasir.

Wallahu a’lam.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Sahabat Nabi yang Usil dan Buat Rasulullah Tertawa



Jakarta

Rasulullah SAW semasa hidupnya dikelilingi oleh para sahabat yang selalu setia menemani beliau. Salah satu sahabat Nabi SAW adalah Nu’aiman, pria yang dikenal jahil dan jenaka.

Nu’aiman merupakan sosok yang suka bercanda dan humoris. Karena kepribadiannya ini, tak jarang Nabi Muhammad SAW tertawa dibuatnya.

Mengutip buku Kisah-Kisah Inspiratif Sahabat Nabi tulisan Muhammad Nasrulloh, tingkah lucu Nu’aiman juga membuat siapapun didekatnya tersenyum. Nama lengkap Nu’aiman adalah Nu’aiman bin Ibnu Amr bin Raf’ah.


Kisah mengenai jahilnya Nu’aiman diceritakan dalam beberapa riwayat. Salah satunya diceritakan Abu as-Syaikh al-Ashbahani dalam Akhlaq an-Nabi wa Abdabuhu yang diterjemahkan Abdullah Mu’alim dengan bersandar pada riwayat Hisyam ibn Urwah dari ayahnya.

Kala itu, ada salah seorang Arab pedalaman yang berkunjung ke Masjid Nabawi dengan mengendarai unta. Ia lalu masuk menemui sang Rasul sementara itu, Hamzah ibn Abdul Muthalib yang juga berada di sana tengah duduk bersama Nu’aiman serta beberapa Muhajirin dan Anshar.

Mereka berkata kepada Nu’aiman, “Hebat, untanya itu gemuk. Maukah kamu menyembelihnya karena kita benar-benar ingin makan daging? Andaikan kamu melakukannya, pastilah Rasulullah SAW akan berutang untuk membayarnya, dan kita pun bisa makan daging,”

Mendengar itu Nu’aiman menjawab, “Tapi jika aku melakukannya dan kalian memberitahukan perbuatanku kepada Rasulullah SAW, pastilah beliau memarahiku,”

“Kamu (kami anggap) tidak melakukan apa-apa!” timpal mereka.

Nu’aiman kemudian bangkit dari duduknya dan tanpa pikir panjang menyembelih unta tersebut. Setelahnya, ia pergi dengan terburu-buru dan melewati seseorang bernama Miqdad bin Amru yang baru selesai menggali lubang.

“Wahai Miqdad, sembunyikanlah aku di dalam lubang ini. Tutupilah aku dan jangan tunjukkan tempatku kepada siapa pun karena aku telah melakukan sesuatu,” kata Nu’aiman.

Miqdad yang mendengar itu lalu menuruti Nu’aiman. Lalu, ketika orang Arab pedalaman itu selesai dengan urusannya dan keluar, dia berteriak histeris melihat untanya sudah mati.

Teriakan itu didengar oleh Rasulullah SAW. Beliau kemudian bertanya siapa yang melakukan hal tersebut.

Para sahabat kompak menjawab bahwa Nu’aiman yang melakukannya. Nabi SAW lalu bertanya lagi, “Ke manakah dia pergi?”

Setelah itu, Rasulullah SAW, Hamzah dan para sahabatnya yang lain pergi mencari Nu’aiman. Mereka juga mendatangi Miqdad dan bertanya di mana keberadaan Nu’aiman.

Miqdad hanya diam, Nabi Muhammad SAW lalu bersabda, “Beritahukanlah kepadaku di mana dia?”

“Aku tidak tahu apa-apa tentangnya,” jawab Miqdad sambil menunjuk ke tempat persembunyian Nu’aiman.

Maka beliau mengungkap persembunyian Nu’aiman dan bersabda, “Wahai musuh bagi dirinya sendiri, apakah yang telah mendorongmu melakukan perbuatanmu itu?”

Nu’aiman menjawab, “Demi Dia yang mengutusmu membawa kebenaran yang telah menyuruhku melakukannya adalah Hamzah dan teman-temannya. Mereka mengatakan begini dan begitu.”

Beliau pun meminta orang Arab pedalaman itu untuk merelakan untanya. Beliau bersabda, “Unta ini menjadi urusan kalian (harus kalian bayar),” Dan mereka pun memakannya.

Apabila Rasulullah SAW mengingat kelakuan Nu’aiman itu maka beliau tertawa sampai-sampai gigi gerahamnya terlihat.

Kisah tentang sosok Nu’aiman lainnya juga diceritakan dalam buku M Quraish Shihab Menjawab: 1001 Soal Keislaman Yang Patut Anda Ketahui dikisahkan. Nu’aiman bin Rufa’ah kerap pergi ke pasar untuk mengambil makanan atau buah yang disenanginya.

Lalu, tiba-tiba ia datang kepada Rasulullah SAW untuk memberikannya sambil berkata, “Ini hadiah dari saya untukmu,”

Tak lama setelahnya, penjual itu datang dan menagih uang atas makanan atau buah yang diambilnya. Nu’aiman lalu meminta Nabi SAW membayarnya, sang rasul lalu berkata, “Bukankah engkau telah menghadiahkannya kepadaku?”

Nu’aiman menjawab, “Benar, tetapi saya tidak memiliki harganya dan saya ingin agar engkau membayarnya (dan aku memakannya).”

Mendengar jawaban Nu’aiman, Rasulullah SAW tertawa. Lalu, ia membayar apa yang Nu’aiman ambil.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Kala Nabi Ibrahim AS Mencari Keberadaan Tuhan Semesta Alam



Jakarta

Nabi Ibrahim AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Meski merupakan utusan Allah SWT, rupanya terdapat kisah mengenai dirinya yang sedang mencari Tuhan.

Menukil dari buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul yang ditulis Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri, Nabi Ibrahim AS adalah keturunan dari Azar. Sosok Azar dikenal sebagai pemahat sekaligus menjajakan patungnya untuk dijadikan berhala sesembahan.

Meski demikian, ada pendapat yang menyebut nama ayah Ibrahim adalah Tarikh bin Nahur bin Sarugh bin Raghu bin Faligh bin ‘Abir bin Syalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh AS, seperti diterangkan dalam Qashash Al-Anbiya karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan Dudi Rosyadi.


Nabi Ibrahim AS hidup di masa kepemimpinan Raja Namrud bin Kan’an. Kala itu, kerajaan yang letaknya di Babilonia tersebut terkenal akan kemakmurannya. Begitu juga dengan rakyatnya yang sejahtera dan senang.

Walau begitu, mereka hidup dengan menyembah berhala. Naasnya, mereka juga yang membuat sendiri berhala itu dari lumpur serta tanah.

Setelah dewasa, Nabi Ibrahim AS berpikir bahwa dunia pasti ada penciptanya dan itu bukanlah berhala. Sebab, ia berpikir bahwa berhala-berhala itu tidak dapat makan, minum dan berbicara.

Perjalanan Nabi Ibrahim AS dalam mencari Tuhan dimulai ketika ia melihat bintang yang bercahaya. Awalnya, ia sempat berpikir itu adalah Tuhan namun ketika bintang tersebut menghilang, Nabi Ibrahim AS lalu menghempaskan pikirannya.

Begitu pula dengan bulan yang sempat Nabi Ibrahim AS anggap sebagai Tuhan. Ketika pagi datang, bulan menghilang sehingga Nabi Ibrahim AS berpikir tidak mungkin itu adalah Tuhan.

Lalu, sang nabi melihat matahari dan sempat meyakini itu adalah Tuhan. Namun, ia berhenti meyakini itu ketika matahari terbenam dan malam tiba.

Sampai akhirnya Nabi Ibrahim AS berpikir bahwa tidak mungkin sesuatu yang tampak mata adalah Tuhan. Menurutnya, Tuhan tidak pernah hilang.

Kisah Nabi Ibrahim AS mencari Tuhan termaktub dalam surah Al An’am ayat 76-79. Setelah mendapatkan hidayah, Nabi Ibrahim AS lalu meyakini bahwa Allah SWT adalah Tuhan semesta alam. Dia juga yang menciptakan bulan, bintang dan matahari.

Meski begitu, Nabi Ibrahim AS sempat meminta Allah SWT untuk memperlihatkan kekuasaan-Nya untuk menghidupkan kembali makhluk yang sudah mati. Terkait hal ini dikisahkan dalam surah Al Baqarah ayat 260,

وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّ أَرِنِى كَيْفَ تُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ ۖ قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِن ۖ قَالَ بَلَىٰ وَلَٰكِن لِّيَطْمَئِنَّ قَلْبِى ۖ قَالَ فَخُذْ أَرْبَعَةً مِّنَ ٱلطَّيْرِ فَصُرْهُنَّ إِلَيْكَ ثُمَّ ٱجْعَلْ عَلَىٰ كُلِّ جَبَلٍ مِّنْهُنَّ جُزْءًا ثُمَّ ٱدْعُهُنَّ يَأْتِينَكَ سَعْيًا ۚ وَٱعْلَمْ أَنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera”. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.

Setelah diperlihatkan kekuasaan Allah SWT, Nabi Ibrahim AS semakin beriman kepada-Nya. Hatinya menjadi tentram dan keraguannya hilang.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com