Tag Archives: musa

Siapakah Nama Asli Nabi Ilyasa? Masuk Golongan Orang Terbaik di Al-Qur’an



Jakarta

Nabi Ilyasa AS adalah salah satu dari 25 nabi yang wajib kita imani. Nabi Ilyasa memiliki sedikit kisah yang diceritakan namun dapat memberikan pelajaran dan hikmah kepada umat muslim.

Nama asli Nabi Ilyasa AS menurut penulisan di Al-Qur’an pada Surah Al-An’am: 86 adalah Alyasa’. Selanjutnya, pada surah Sad: 48 dituliskan nama beliau adalah Ilyasa’.

Menurut buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul oleh Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri disebutkan Nabi Ilyasa adalah putra dari paman Nabi Ilyas. Ilyasa adalah rasul dari kalangan Bani Israil dari garis keturunan yang sama dengan Musa, Harun dan Ilyas.


Dalam Bahasa Ibrani, Nabi Ilyasa AS disebutkan sebagai Eliyahu. Dalam Bahasa Yunan disebutkan Nabi Ilyasa AS disebutkan sebagai Elias, sama seperti terjemahan dalam Bahasa Indonesia.

Nabi Ilyasa AS adalah salah satu dari beberapa nabi yang nama dan kisahnya disebutkan dalam 3 agama berbeda, yaitu: Islam, Kristen, dan Yahudi. Hal yang membuat menarik adalah kisah Nabi Ilyasa AS tidak bisa dipisahkan dari kisah Nabi Ilyas AS yaitu pendahulunya.

Masa Kecil Nabi Ilyasa AS

Dalam buku 25 Nabi dan Rasul yang ditulis oleh Nurul Ihsan disebutkan bahwa Nabi Ilyasa AS lahir dari kaum Bani Israil yang saat itu dituntun oleh Nabi Ilyas AS atas perintah Allah SWT. Nabi Ilyasa lahir dari seorang perempuan yang rumahnya dijadikan tempat berlindung dan bersembunyi oleh Nabi Ilyas AS atas kejaran kaumnya.

Umat Nabi Ilyas AS sangat kejam dan durhaka kepada pesan yang disampaikan olehnya. Meskipun demikian, dengan tekanan yang ada beliau tetap berdakwah secara lembut kepada kaumnya.

Ketika Nabi Ilyasa AS kecil, beliau mengalami sakit yang cukup sulit disembuhkan. Oleh karena itu, Nabi Ilyas AS berdoa kepada Allah SWT untuk kesembuhan Nabi Ilyasa AS.

Doa seorang nabi ternyata langsung dikabulkan oleh Allah SWT sehingga Nabi Ilyasa AS langsung sembuh dari sakitnya. Singkat cerita, Nabi Ilyasa AS selalu mendampingin kemanapun Nabi Ilyas AS pergi berdakwah.

Kisah Kenabian Nabi Ilyasa AS

Menurut Tafsir Kemenag, Allah menyebutkan bahwa Nabi Ilyasa AS merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim. Diolah dari tafsir Kemenag dalam Surah Sad: 48 bahwa Nabi Ilyasa AS termasuk orang yang paling baik yang dipilih oleh Allah SWT untuk membimbing kaumnya agar taat kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan.

Nabi Ilyasa AS melanjutkan perjuangan dakwah yang sebelumnya dilaksanakan Nabi Ilyas AS. Nabi Ilyasa AS berdakwah kepada Bani Israil yang saat itu sedang ramai menyembah berhala.

Ba’labak adalah sebutan daerah yang ditugaskan Allah SWT kepada Nabi Ilyasa AS untuk melaksanakan dakwahnya. Penduduk tersebut secara berangsur pada zaman dakwah Nabi Ilyas AS mulai mendapatkan hidayah dan mengikuti seruannya untuk beriman kepada Allah SWT.

Setelah Nabi Ilyas AS wafat, kemudian masyarakat Ba’labak kembali ke kemungkaran dan tidak lagi beriman kepada Allah SWT.

Keburukan masyarakat Ba’labak inilah yang menjadi tantangan bagi Nabi Ilyasa AS dalam masa berdakwahnya dari awal kenabian hingga masa akhir kenabiannya yaitu ketika beliau wafat. Nabi Ilyasa dengan tidak kenal lelah tetap berdakwah dan menyerukan ajaran Allah SWT dengan lembut dan berusaha untuk mengajak kaumnya untuk kembali ke jalan yang lurus.

Hingga menjelang akhir kenabian Nabi Ilyasa AS, Bani Israil yang dipandu oleh Nabi Ilyasa AS masih tidak mau untuk mendengar dan mengikuti ajakan Nabi Ilyasa AS. Hal ini mengakibatkan Allah murka dan memberikan bencana kekeringan yang luar biasa.

Kesabaran yang dikisahkan oleh berbagai riwayat inilah yang mungkin menjadi penyebab Allah SWT memasukan nama Ilyasa sebagai golongan orang yang paling baik di dunia Wallahu a’lam bish-shawabi. Semoga kisah ini menambah kesabaran serta keimanan kita kepada Allah SWT ya, detikers!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Dapat Menghidupkan Orang yang Telah Mati



Jakarta

Nabi Ilyasa merupakan sosok penerus Nabi Ilyas AS setelah beliau wafat. Ilyasa berasal dari garis keturunan yang sama dengan Nabi Harun, Musa, dan Ilyas.

Selama berdakwah, Nabi Ilyasa berpegang teguh pada metode dakwah Nabi Ilyas. Semasa mudanya, Ilyasa AS selalu mengikuti ke mana Nabi Ilyas pergi hingga dianggap seperti putranya sendiri.

Mengutip dari buku Nabi Ilyasa AS: Penerus Dakwah di Negeri Ba’labak oleh Olman Dahuri, dahulu Nabi Ilyasa menderita sakit keras. Sang ibu hampir menyerah karena badan Ilyasa kian melemah seiring berjalannya waktu.


Nabi Ilyasa hanya mampu berbaring kaku di kasur. Meski begitu, Nabi Ilyasa tetap tabah dan percaya bahwa kesembuhan akan segera datang untuknya.

Pertemuan Nabi Ilyasa dengan Nabi Ilyas

Benar saja, ketika Nabi Ilyas dikejar-kejar oleh kaumnya dan bersembunyi di rumah Nabi Ilyasa. Kala itu, Nabi Ilyas bermaksud mencari tempat persembunyian di rumah seorang wanita yang memiliki hubungan kekerabatan dengannya.

Menurut buku Nabiku Teladanku yang disusun oleh Lutfiya Cahyani, kerabat tersebut adalah ibu Nabi Ilyasa. Melihat kondisi Nabi Ilyasa yang memprihatinkan, Nabi Ilyas lantas berdoa kepada Allah SWT agar mengangkat penyakit Ilyasa.

Atas izin Allah, dikabulkanlah doa Nabi Ilyas dan disembuhkan penyakit Ilyasa. Setelah itu, dirinya diangkat menjadi putra dari Nabi Ilyas. Ilyasa terus mengikuti ke manapun Nabi Ilyas berdakwah hingga menjadi penggantinya dalam menyebarkan ajaran tauhid.

Mukjizat Nabi Ilyasa Menghidupkan Orang Mati

Semasa kenabian Ilyasa, kaum Bani Israil hidup damai, tenteram, dan taat kepada Allah SWT. Sayangnya, setelah Nabi Ilyasa wafat mereka kembali ingkar, menyembah berhala, hingga melakukan pembunuhan.

Disebutkan dalam buku 365 Kisah Islami tulisan Kak Thifa, kala itu ada salah satu golongan Bani israil yang membunuh seseorang. Sang pembunuh bingung akan menguburkan mayat tersebut di mana, lantas pembunuh lainnya mengusulkan untuk memakamkan korban di salah satu makam yang ternyata merupakan makam Nabi Ilyasa.

Dengan segera, mereka mengubur korban pembunuhan tersebut di makam Nabi Ilyasa. Dilemparkannya mayat itu hingga mengenai jasad Nabi Ilyasa. Atas izin Allah, mayat itu kemudian kembali hidup.

Sungguh luar biasa kuasa Allah SWT. Semoga kisah mengenai mukjizat Nabi Ilyasa dapat menambah keimanan kita, Aamiin.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Ketika Nabi Adam dan Nabi Musa Berdebat di Hadapan Tuhan



Jakarta

Nabi Adam dan istrinya Hawa pernah tinggal di surga sebelum akhirnya Allah menurunkannya ke bumi. Setelah peristiwa ini, semua keturunan Nabi Adam tinggal di bumi. Hal ini menjadi penyebab Nabi Musa pernah menyalahkan Nabi Adam.

Pertemuan Nabi Adam dan Musa mempersoalkan alasan dikeluarkannya Adam dari surga karena dosa yang ia perbuat.

Dalam hadits riwayat Imam Bukhari berkata, “Qutaibah menceritakan kepada kami, Ayyub bin an-Najjar menceritakan kepada kami, dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salah dari Abu Hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Adam dan Musa berdebat. Musa berkata kepada Adam, “Wahai Adam engkau adalah bapak kami, engkau telah menyia-nyiakan kami dan telah mengeluarkan kami dari surga’. Adam berkata kepada Musa, ‘Wahai Musa, Allah telah memilihmu dengan kalam-Nya, dan menuliskan (taurat) untukmu dengan tangan-Nya. Apakah engkau mencelaku atas perkara yang telah Allah tetapkan atasku empat puluh tahun sebelum Dia menciptakanku?” Maka Adam mengalahkan argumentasi Musa. Maka Adam mengalahkan argumentasi Musa,” (Tiga kali).


Sufyan berkata: Abu Az-Zinad menceritakan kepada kami dari Al A’raj dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW dengan redaksi seperti itu.

Dikutip dalam Kisah Para Nabi: Sejarah Lengkap Kehidupan Para Nabi Sejak Adam hingga Isa yang ditulis Ibnu Katsir. disebutkan bahwa Imam Ahmad berkata, “Abu Kamil menceritakan kepada kami, dari hamid bin Abdurrahman, dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: ‘Adam dan Musa pernah berdebat. Musa berkata kepada Adam: ‘Engkau adalah Adam yang dikeluarkan dari surga karena suatu kesalahan yang dilakukan oleh dirimu sendiri.’ Adam berkata kepada Musa: ‘Engkau adalah Musa yang dipilih Allah dengan risalah dan kalam-Nya. Engkau mencela diriku terhadap suatu persoalan yang telah ditakdirkan kepadaku sebelum aku diciptakan.’ Selanjutnya, Rasulullah SAW bersabda, “Maka Adam dapat membantah argumentasi Musa.” Rasulullah mengucapkan kata-kata tersebut sebanyak tiga kali.” (HR. Bukhari).

Saya (Ibnu Katsir) berkata, “Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadis ini dari az-Zuhri, dari hamid bin Abdurrahman dari Abu Hurairah dari Nabi SAW dengan riwayat hadis seperti yang telah disebutkan.”

Ibnu Abi Hatim berkata, “Yunus bin Abdul A’la menceritakan kepada kami, Ibnu Wahab mengabarkan kepada kami, Anas bin Iyadh telah memberi kabar kepada kami, dari al-Haris bin Abi Diyyab, dari Yazid bin Hurmuz: ‘Saya pernah mendengar Abu Hurairah berkata: ‘Rasulullah SAW bersabda: ‘Adam dan Musa pernah berdebat di hadapan Tuhan mereka lalu Adam membantah argumentasi Musa. Musa berkata: ‘Engkaulah yang diciptakan Allah dengan tangan-Nya lalu Dia meniupkan ruh-Nya di dalam dirimu; Dia juga memerintahkan malaikat untuk bersujud kepadamu; Dia juga menempatkan dirimu di dalam surga-Nya dan engkau pula yang menyebabkan manusia diturunkan ke bumi karena kesalahanmu?’ Adam menjawab: ‘Engkaukah yang dipilih Allah dengan risalah-Nya dan kalam-Nya? Dia telah menurunkan lembaran-lembaran (al-Alwah) yang di dalamnya terdapat penjelasan tentang segala sesuatu dan Dia mendekatkan diri-Nya untuk menyelamatkan dirimu? Berapa lama engkau mendapati Kitab Taurat yang telah ditulis oleh Allah?’

Musa menjawab: ‘Empat puluh tahun.’
Adam berkata:’Apakah engkau menemukan di dalamnya ayat yang berbunyi: ‘Dan durhakalah Adam kepada Tuhan dan sesatlah ia.’ (QS. Thaha: 121).

Musa menjawab: ‘Ya’
Adam bertanya kembali,” Kalau begitu, mengapa engkau mencela diriku atas perbuatan yang telah ditetapkan oleh Allah bagiku untuk mengerjakannya, (yaitu) ketetapan yang sudah tertulis empat puluh tahun sebelum Dia menciptakan aku?’ Ia (Abu Hurairah) berkata, “Rasulullah bersabda: ‘Akhirnya, Adam dapat mengalahkan argumentasi Musa.” (HR. Muslim).

Sikap Nabi Musa mempermasalahkan Nabi Adam pun cukup beralasan. Karena kehidupan dunia melelahkan dan berat. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Balad ayat 4:

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي كَبَدٍ

Bacaan latin: Laqad khalaqnal-insāna fī kabad
Artinya: Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan manusia dalam keadaan susah payah.

“Sungguh, Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah. Siapa pun, termasuk Nabi, dalam masa hidupnya pasti menemui kepayahan, sejak dalam kandungan sampai masa dewasa. Manusia mesti bersusah payah mencari nafkah, mengalami sakit, dan mati. Dalam alam kubur menuju alam mahsyar pun manusia menghadapi kepayahan. Manusia harus mengisi kehidupannya di dunia dengan amal saleh agar tidak menemukan kepayahan lagi di akhirat,” tulis tafsir Al-Balad ayat 4 dalam Qur’an Online detikHikmah.

Wallahu a’lam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Mengenal Al Khawarizmi, Sosok Muslim Jenius di Bidang Matematika



Jakarta

Al Khawarizmi adalah salah satu ilmuwan muslim di bidang matematika. Cendekiawan yang satu ini memiliki peran besar dalam perkembangan ilmu pengetahuan dunia.

Menukil dari buku Al-Khawarizmi: Bapak Aljabar dan Algoritma yang ditulis Hamid Sakti Wibowo, nama lengkap Al Khawarizmi adalah Ibn Musa Al Khawarizmi. Tidak hanya ahli di bidang matematika, ia juga merupakan astronom sekaligus ahli geografi pada abad ke-9.

Menurut catatan sejarah, Al Khawarizmi lahir di kota Khawarizm sekitar tahun 780. Kini, kota tersebut merupakan wilayah Uzbekistan.


Al Khawarizmi bersama keluarganya kemudian pindah ke Baghdad, Irak. Di sana, ia bekerja sebagai astronom di Bayt Al-Hikmah, sebuah pusat kebudayaan dan ilmiah di Baghdad.

Dari situlah awal mula Al Khawarizmi dikenal sebagai ilmuwan. Menjadi anggota di Bayt Al-Hikmah membuatnya bertemu banyak ilmuwan muslim terkemuka. Ini menjadikan dirinya terus belajar ilmu pengetahuan, khususnya matematika dan ilmu alam.

Turut disebutkan dalam buku Kisah Ulul Azmi dan Tokoh Islam Hebat oleh Tethy Ezokanzo, masyarakat barat memanggil Al Khawarizmi dengan nama Algorism. Nama tersebut merupakan penghormatan terhadap Al Kahawarizmi yang telah menemukan salah satu bidang matematika yang sangat penting, yaitu algoritma.

Selain itu, Al Khawarizmi juga merupakan disebut sebagai Bapak Aljabar. Ini disebabkan karya-karyanya di bidang matematika, terutama dalam pengembangan aljabar dan algoritma.

Adapun, keahliannya dalam bidang geografi adalah merevisi pandangan Ptolemaios dan mengoreksinya secara detail. Sekitar 70 ahli geografi bekerja di bawah kepemimpinan Al Khawarizmi dan berhasil membuat peta pertama bola dunia pada 830 M.

Menurut buku Pengantar Ilmu Falak susunan Watni Marpaung, Al Khawarizmi juga melahirkan banyak karya di bidang astronomi. Ia membuat tabel untuk mengelompokkan ilmu perbintangan serta memperbaiki data astronomis yang ada pada buku terjemahan Sindhind.

Lalu, Al Khawarizmi juga menemukan zodiak atau ekliptika miring sebesar 23,5 derajat terhadap equator.

Al Khawarizmi wafat pada 232 H atau sekitar 845-850 M. Namanya dikenang sebagai pemikir ilmiah paling penting dalam budaya Islam awal.

(aeb/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW, Peristiwa Penuh Duka dalam Sejarah Islam


Jakarta

Rasulullah SAW adalah sosok teladan bagi umat Islam, sebagai nabi terakhir yang membawa wahyu dan petunjuk hidup dari Allah SWT.

Kehilangan ini tidak hanya dirasakan oleh para sahabat dan pengikutnya, tetapi juga meninggalkan dampak yang luas bagi seluruh umat manusia. Berikut adalah kisah wafatnya Rasulullah SAW.

Kisah Wafatnya Rasulullah SAW

Wafatnya Rasulullah SAW pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, menandakan berakhirnya periode kenabian dan menyisakan warisan ajaran Islam hingga saat ini.


Wasiat Rasulullah SAW saat Melaksanakan Haji Wada’

Diceritakan dalam buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik karya Faisal Ismail, pada tahun tahun 10 H atau 32 M, Rasulullah SAW melaksanakan ibadah haji yang terkenal dalam sejarah Islam sebagai haji Wada’, bersama kaum muslimin yang berjumlah sekitar seratus ribu orang.

Di hadapan ribuan jamaah haji itu, Rasulullah SAW mengucapkan pidato penting yang mempunyai arti bagi kaum muslimin, yang tidak hanya pada waktu itu, tetapi bagi kaum muslimin sesudahnya, kini, dan yang akan datang. Pidato yang diberikan Rasulullah SAW ini seperti menunjukkan adanya wasiat didalamnya.

“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku ini. Aku tidak dapat memastikan apakah aku akan dapat bertemu lagi atau tidak dengan kamu sekalian di tempat seperti ini sesudah tahun ini. Wahai manusia, sesungguhnya kamu haram menumpahkan darah, dan haram mengganggu hartamu, kecuali ada hak. Riba semuanya telah dibatalkan, kamu hanya berhak atas uang pokok. Dengan demikian, kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya. Penumpahan darah yang dilakukan di masa Jahiliah tidak ada diyat (denda)-nya lagi. Sesungguhnya setan telah putus asa untuk disembah di muka bumi, akan tetapi ia masih menginginkan yang lain dari itu. Sebab itu, awaslah selalu terhadapnya. Wahai manusia, Tuhanmu hanyalah satu, dan asalmu dari tanah. Orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa. Orang Arab tidak ada kelebihan atas orang non Arab, dan orang non Arab pun tidak ada pula kelebihannya atas orang Arab, kecuali karena takwanya.”

Rasulullah SAW Sempat Sakit Sebelum Meninggal Dunia

Sekitar tiga bulan setelah menunaikan haji Wada’ itu, Rasulullah SAW mengalami demam yang berat hingga tidak mampu keluar untuk menjadi imam salat. Beliau menyuruh Abu Bakar RA untuk menggantikannya menjadi imam.

Kaum Muslimin saat itu cemas terhadap penyakit yang diderita Rasulullah SAW. Pada suatu hari, Rasulullah SAW dijemput oleh paman beliau, Abbas dan Ali bin Abi Thalib, untuk keluar menemui kaum muslimin yang sedang berkerumun di masjid dengan sorotan wajah sedih yang ikut merasakan penyakit beliau.

Rasulullah SAW duduk di mimbar, tepatnya pada anak tangga pertama, yang dikerumuni oleh kaum muslimin Anshar dan Muhajirin, dan beliau pun menyampaikan sebuah amanat,

“Wahai manusia, aku mendengar kamu sekalian cemas kalau nabimu meninggal dunia. Pernahkah ada seorang nabi yang dapat hidup selama-lamanya? Kalau ada, aku juga akan dapat hidup selama-lamanya. Aku akan menemui Allah, dan kamu akan menyusulku.”

Dalam buku Kisah Manusia Paling Mulia di Dunia karya Neti S, dijelaskan bahwa Rasulullah SAW sakit selama 13 atau 14 hari. Beliau sempat mengerjakan salat bersama para sahabat dalam keadaan sakit selama 11 hari.

Penyakit yang diderita Rasulullah SAW semakin lama semakin berat, dan beliau meminta untuk berada di rumah Aisyah pada hari-hari terakhirnya.

Kemudian dua hari atau sehari sebelum wafat, beliau keluar untuk menunaikan salat Dzuhur dan minta didudukkan di samping Abu Bakar.

Rasulullah SAW juga memerdekakan budak-budaknya, bersedekah dengan enam atau tujuh dinar yang beliau miliki, dan memberikan senjata-senjatanya kepada kaum muslimin.

Menjelang wafat, Rasulullah SAW menyampaikan wasiatnya. Beliau berkata bahwa “laknat Allah atas orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid.”

Beliau juga berkata, “Jagalah shalat! Jagalah shalat! Jangan sekali-kali telantarkan budak-budak kalian.” Wasiat tersebut diulang-ulang hingga beberapa kali.

Reaksi Para Sahabat saat Rasulullah SAW Wafat

Pada hari Senin tanggal 12 Rabiul Awal tahun 11 H, tepatnya pada tanggal 8 Juni 632 M, Rasulullah SAW berpulang ke Rahmatullah di usianya yang menginjak 63 tahun.

Merujuk kembali pada buku Sejarah & Kebudayaan Islam Periode Klasik, berita wafatnya Rasulullah SAW diterima di kalangan sebagian kaum muslimin dengan keraguan dan seakan-akan mereka tidak percaya jika hal itu terjadi.

Umar bin Khattab pun berdiri di depan umum sambil mengatakan:

“Ada orang mengatakan bahwa Muhammad telah wafat. Sesungguhnya, demi Allah, beliau tidak wafat, hanya pergi menghadap Allah, sebagaimana Nabi Musa pun pergi menghadap Allah. Demi Allah, Nabi Muhammad SAW akan kembali.”

Setelah itu, Abu Bakar segera masuk ke kamar Rasulullah SAW untuk menjenguk beliau. Dan terlihat oleh Abu Bakar, beliau sedang terbaring wajahnya yang ditutupi oleh kain, kemudian Abu Bakar pun membuka kain penutup wajah beliau, sambil berkata:

“Alangkah baiknya engkau di waktu hidup dan di waktu mati. Jika seandainya engkau tidak melarang kami menangis, akan kami curahkan seluruh air mata kami.”

Kemudian Abu Bakar keluar, mendatangi orang-orang yang sedang berkerumun, mencoba menenangkan mereka dan menghilangkan kebingungan yang mereka rasakan dengan mengatakan di hadapan mereka,

“Wahai manusia, barang siapa memuja Muhammad, Muhammad telah mati. Tetapi siapa yang memuja Allah, Allah hidup selama-lamanya, tiada mati-matinya.”

Abu Bakar juga membacakan ayat Al-Qur’an untuk memperingatkan semua orang, yang tercantum dalam surah Ali Imran ayat 144,

وَمَا مُحَمَّدٌ اِلَّا رَسُوْلٌۚ قَدْ خَلَتْ مِنْ قَبْلِهِ الرُّسُلُۗ اَفَا۟ىِٕنْ مَّاتَ اَوْ قُتِلَ انْقَلَبْتُمْ عَلٰٓى اَعْقَابِكُمْۗ وَمَنْ يَّنْقَلِبْ عَلٰى عَقِبَيْهِ فَلَنْ يَّضُرَّ اللّٰهَ شَيْـًٔاۗ وَسَيَجْزِى اللّٰهُ الشّٰكِرِيْنَ ۝١٤٤

Arab Latin: wa mâ muḫammadun illâ rasûl, qad khalat ming qablihir-rusul, a fa im mâta au qutilangqalabtum ‘alâ a’qâbikum, wa may yangqalib ‘alâ ‘aqibaihi fa lay yadlurrallâha syai’â, wa sayajzillâhusy-syâkirîn

Artinya: Muhammad itu hanyalah seorang rasul, telah berlalu beberapa orang rasul sebelumnya. Sekiranya Muhammad itu mati atau dibunuh orang, apakah kamu akan kembali menjadi kafır (murtad). Barang siapa kembali menjadi kafır, ia tidak akan mendatangkan bahaya kepada Tuhan sedikit pun.”

Mendengar pernyataan dari Abu Bakar yang tegas ini, umat Islam yang sedang berkerumun itu menjadi sadar dan menerima bahwa Rasulullah SAW memang telah wafat.

Saat itu, banyak orang yang berkumpul untuk menyalatkan beliau. Rasulullah SAW dimakamkan, dengan diantar dan disaksikan oleh kaum muslimin yang melepasnya ke tempat peristirahatan terakhir dalam suasana damai, menghadap Allah SWT.

Kepemimpinan Umat Islam pasca Wafatnya Rasulullah SAW

Mengutip buku Mencintai Keluarga Nabi Muhammad SAW yang ditulis oleh Nur Laelatul Barokah, sepeninggalan Rasulullah SAW, kepemimpinan umat Islam dilanjutkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar Bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali Bin Abi Thalib. Mereka dikenal dengan nama Khulafaur Rasyidin.

Berbeda dengan Abu Bakar, Umar dan Utsman, Ali Bin Abi Thalib dilantik menjadi Amirul Mukminin atau pemimpin umat Islam di depan umum. Hal ini merupakan permintaan Ali Bin Abi Thalib sebagai bukti bahwa dia ditunjuk oleh semua golongan kaum muslim.

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com