Tag Archives: muslimah

Bacaan Doa Niat Mandi Wajib setelah Haid Beserta Tata Caranya


Jakarta

Doa niat mandi wajib sehabis haid dibaca ketika seorang muslimah hendak bersuci setelah menstruasi. Niat tidak selalu dilafalkan secara lisan, namun bisa juga dibaca dalam hati.

Terkait kewajiban bersuci setelah haid dijelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 222 yang berbunyi,

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ


Arab latin: Wa yas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qul huwa ażan fa’tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi wa lā taqrabụhunna ḥattā yaṭ-hurn, fa iżā taṭahharna fa`tụhunna min ḥaiṡu amarakumullāh, innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.”

Mengutip Fiqih Islam wa Adilatuhu susunan Wahbah Az-Zuhaili, niat adalah hal yang wajib dan tidak boleh terlewat dalam mengerjakan mandi besar. Dalam sebuah hadits, Nabi SAW bersabda:

“Sesungguhnya (sahnya) amal-amal perbuatan adalah hanya bergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya adalah karena Allah SWT dan Rasul-Nya, maka hijrahnya dicatat Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena untuk mendapatkan dunia atau (menikahi) wanita, maka hijrahnya adalah (dicatat) sesuai dengan tujuan hijrahnya tersebut,” (HR Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan lainnya).

Doa Niat Mandi Wajib setelah Haid

Merangkum arsip detikHikmah, berikut bacaan niat mandi wajib setelah haid yang dapat diamalkan muslimah.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta’ala

Artinya: “Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari haid karena Allah Ta’ala,”

Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid

Merujuk pada sumber yang sama, ada sejumlah tata cara khusus ketika melakukan mandi wajib setelah haid, antara lain sebagai berikut:

  • Membaca doa niat mandi wajib setelah haid
  • Membersihkan telapak tangan sebanyak 3 kali
  • Membersihkan kotoran yang menempel di sekitar tempat yang tersembunyi dengan tangan kiri
  • Setelah membersihkan kemaluan, cuci tangan dengan sabun dan bilas hingga bersih
  • Berwudhu secara sempurna seperti ketika kita akan salat, dimulai dari membasuh tangan sampai membasuh kaki
  • Memasukkan tangan ke dalam air, kemudian sela pangkal rambut dengan jari-jari tangan sampai menyentuh kulit kepala. Jika sudah, guyur kepala dengan air sebanyak 3 kali. Pastikan pangkal rambut juga terkena air
  • Bilas seluruh tubuh dengan mengguyur air. Dimulai dari sisi kanan lalu lanjutkan ke tubuh sisi kiri
  • Saat menjalankan tata cara mandi wajib setelah haid, pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian tersembunyi ikut terkena air serta dibersihkan

Itulah doa niat mandi wajib setelah haid beserta tata caranya. Jangan lupa diamalkan ya!

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Masya Allah! Ibu yang Memberi ASI Mendapat Balasan Surga, Ini Dalilnya



Jakarta

Seorang ibu wajib memberikan Air Susu Ibu (ASI) kepada bayi yang baru saja dilahirkan. Anjuran ini bahkan tercatat dalam Al-Qur’an.

Banyak keutamaan yang bisa diraih dengan menjadi seorang ibu. Pahala terus mengalir bagi seorang wanita yang hamil, melahirkan bahkan menyusui dan merawat anaknya dengan ikhlas.

Khusus bagi ibu yang menyusui, ada ganjaran surga baginya. Masya Allah!

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 233, Allah SWT berfirman tentang anjuran bagi ibu menyusui anaknya selama dua tahun pertama setelah kelahiran.


۞ وَٱلْوَٰلِدَٰتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَٰدَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى ٱلْمَوْلُودِ لَهُۥ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِٱلْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَآرَّ وَٰلِدَةٌۢ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَّهُۥ بِوَلَدِهِۦ ۚ وَعَلَى ٱلْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَن تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدتُّمْ أَن تَسْتَرْضِعُوٓا۟ أَوْلَٰدَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُم مَّآ ءَاتَيْتُم بِٱلْمَعْرُوفِ ۗ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

Ayat yang menjelaskan tentang pentingnya memberikan ASI bagi bayi juga termaktub dalam kisah Nabi Musa.

Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Qasas Ayat 7,

وَاَوْحَيْنَآ اِلٰٓى اُمِّ مُوْسٰٓى اَنْ اَرْضِعِيْهِۚ فَاِذَا خِفْتِ عَلَيْهِ فَاَلْقِيْهِ فِى الْيَمِّ وَلَا تَخَافِيْ وَلَا تَحْزَنِيْ ۚاِنَّا رَاۤدُّوْهُ اِلَيْكِ وَجَاعِلُوْهُ مِنَ الْمُرْسَلِيْنَ

Artinya: Dan Kami ilhamkan kepada ibunya Musa, “Susuilah dia (Musa), dan apabila engkau khawatir terhadapnya maka hanyutkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah engkau takut dan jangan (pula) bersedih hati, sesungguhnya Kami akan mengembalikannya kepadamu, dan menjadikannya salah seorang rasul.”

Dalam ayat lain pada surah Al Qasas juga menyebutkan anjuran serupa. Allah SWT berfirman dalam surah Al Qasas ayat 12,

وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ اَدُلُّكُمْ عَلٰٓى اَهْلِ بَيْتٍ يَّكْفُلُوْنَهٗ لَكُمْ وَهُمْ لَهٗ نَاصِحُوْنَ

Artinya: Dan Kami cegah dia (Musa) menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui(nya) sebelum itu; maka berkatalah dia (saudaranya Musa), “Maukah aku tunjukkan kepadamu, keluarga yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik padanya?”

Keutamaan Ibu yang Menyusui Anaknya

Mengutip buku Menyusui dan Menyapih Dalam Islam oleh Wida Azzahida menyebutkan beberapa hadits Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan yang bisa diraih oleh seorang ibu yang menyusui bayinya. Jika dilakukan dengan ikhlas, seorang ibu akan mendapatkan balasan surga.

1. Dijauhkan dari neraka

Rasulullah SAW dalam HR Ibnu Hibban bersabda,

“Kemudian malaikat itu mengajakku melanjutkan perjalanan, tiba-tiba aku melihat beberapa wanita yang payudaranya dicabik-cabik ular yang ganas.

Aku bertanya: ‘Kenapa mereka?’ Malaikat itu menjawab: ‘Mereka adalah para wanita yang tidak mau menyusui anak-anaknya (tanpa alasan syar’i),” (HR. Ibnu Hibban dalam shahihnya 7491).

2. Mendapat pahala dari setiap tetes air susu

Rasulullah SAW bersabda, “Ketika seorang wanita menyusui anaknya, Allah membalas setiap isapan air susu yang diisap anak dengan pahala memerdekakan seorang budak dari keturunan Nabi Ismail, dan manakala wanita itu selesai menyusui anaknya malaikat pun meletakkan tangannya ke atas sisi wanita itu seraya berkata, ‘Mulailah hidup dari baru, karena Allah telah mengampuni semua dosa-dosamu’.”

3. Memberikan susu yang bermanfaat bagi bayinya

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib as berkata, “Tidak ada satu pun susu yang lebih bermanfaat dan lebih sesuai bagi anak dari air susu ibu.”

Hal ini senada dengan hadits Rasulullah SAW,

خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ

Artinya: “Sebaik-baik manusia di antaramu adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain,” (H.R. Bukhari).

4. Mendapat pahala jihad

Rasulullah SAW menjelaskan bahwa perempuan yang hamil dan menyusui diumpamakan sebagai pejuang di jalan Allah SWT. Seorang perempuan bertanya, “Apakah perempuan tidak mendapat pahala jihad? Rasululah menjawab, “Perempuan juga mendapat pahala jihad ketika harus melahirkan seorang anak dan menyusui, jika ia meninggal dalam kondisi demikian, maka perempuan tersebut sesungguhnya meninggal layaknya seorang syahid di jalan Allah SWT.” (HR. Bukhari)

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Hukum Membaca Al-Qur’an di HP saat Haid



Jakarta

Hukum membaca Al-Qur’an di HP saat haid barangkali masih menjadi pertanyaan para muslimah. Mengingat, ada pendapat yang menyebut wanita haid diharamkan menyentuh Al-Qur’an.

Diharamkannya wanita haid menyentuh Al-Qur’an ini dikatakan Muhammad Jawad Mughniyah dalam kitab Al-Fiqh ‘ala al-madzahib al-khamsah. Ia mengatakan, semua yang diharamkan pada orang junub juga diharamkan bagi wanita haid.

Ulama Syafi’iyyah, Sayyid Sabiq, dalam kitab Fiqh Sunnah-nya turut menyebut bahwa dilarang membaca Al-Qur’an meskipun sedikit. Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi dalam kitab Al-Wajiz fi Fiqh As-Sunnah Sayyid Sabiq menjelaskan, mungkin yang dimaksud Sayyid Sabiq tersebut adalah membaca Al-Qur’an sambil memegang mushaf Al-Qur’an.


Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi menjelaskan, orang-orang yang hafal Al-Qur’an tidak diharamkan membaca hafalannya (tanpa menyentuh mushaf), seperti halnya wanita-wanita penghafal Al-Qur’an yang mengalami haid. Mereka bisa membaca hafalannya tanpa harus memegang mushaf Al-Qur’an.

Sayyid Sabiq turut menyebutkan pendapat dari Al-Bukhari, Ath-Thabrani, Abu Dawud, dan Ibnu Hazm yang memperbolehkan wanita haid membaca Al-Qur’an. Al-Bukhari mengatakan dari Ibrahim, “Tidak apa-apa bagi orang yang haid membaca ayat Al-Qur’an.'”

Ibnu Hajar mengomentari pendapat ini, “Menurut Bukhari, tidak ada satu pun hadits shahih yang membahas masalah ini, yakni larangan membaca Al-Qur’an bagi orang yang junub dan wanita yang sedang haid.”

Ia melanjutkan, meskipun semua hadits yang menerangkan masalah ini dijadikan dalil oleh sebagian orang, tapi pada dasarnya, kata Ibnu Hajar, mayoritas dari hadits tersebut masih mengandung berbagai penafsiran.

Boleh Membaca Al-Qur’an di HP saat Haid

Wanita haid juga boleh membaca Al-Qur’an di HP, seperti dikatakan Syaikh Khalid Al-Musyaiqih dalam kitab Fiqh An-Nawazil fil ‘Ibadah seperti dikutip Ninih Muthmainnah dalam buku Selalu Ada Jalan: 6 Solusi Hidup Orang Beriman.

Syaikh Khalid Al-Musyaiqih berpendapat bahwa HP yang memiliki aplikasi Al-Qur’an atau berupa soft file, tidak dihukumi seperti mushaf Al-Qur’an yang mensyaratkan harus suci saat menyentuhnya. Oleh karenanya, wanita haid tetap bisa membaca Al-Qur’an lewat HP.

“Handphone seperti ini boleh disentuh meskipun tidak dalam keadaan bersuci. Namun, agar lebih aman, aplikasi Al-Qur’an dalam HP tersebut tidak disentuh dalam keadaan tidak suci, cukup menyentuh bagian pinggir HP-nya saja,” jelasnya.

Dalam buku Fiqih Muslimah Praktis karya Hafidz Muftisany turut disebutkan kebolehan membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf dengan bersandar pada hadits tentang haji dan umrah. Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, Rasulullah SAW bersabda,

“Kemudian berhajilah, dan lakukan apa yang dilakukan oleh orang yang berhaji kecuali thawaf dan salat.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dikatakan, ketika Rasulullah SAW menyebutkan hadits ini kepada Aisyah RA, beliau SAW menyadari bahwa pelaksanaan haji akan banyak membaca ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, perkara yang dilarang hanya thawaf dan salat.

Di sisi lain, ada ulama yang menghukumi Al-Qur’an digital sama seperti mushaf Al-Qur’an. Menurut pendapat ini, hukum membaca Al-Qur’an di HP saat haid tetap haram. Salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Buya Yahya. Menurutnya, keharaman ini berlaku jika sengaja membuka Al-Qur’an di HP.

“Ada dua pembahasan tentang wanita. Bagi wanita yang dalam keadaan haid mutlak ia tidak boleh menyentuh mushaf. Mushaf adalah Al-Qur’annya ada lembarannya dan juga termasuk dihukumi mushaf adalah HP yang disengaja oleh yang megang HP untuk mengeluarkan program yang itu ada Al-Qur’an dan itu terlihat bacaannya, itu seperti orang membuka lembarannya,” kata Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya yang diunggah di YouTube Al-Bahjah TV.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Simak Niat dan Tata Cara Mandi Wajib Setelah Haid bagi Wanita



Jakarta

Niat dan tata cara mandi wajib setelah haid penting dipahami oleh wanita muslim. Mandi wajib dilakukan ketika seseorang dalam keadaan junub, baik wanita maupun pria.

Aturan mandi wajib setelah haid bagi wanita terdapat dalam sebuah hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari, beliau bersabda:

“Apabila kamu datang haid hendaklah kamu meninggalkan salat. Apabila darah haid berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan salat,” (HR Bukhari).


Terlebih, darah haid termasuk ke dalam golongan hadats besar. Karenanya, wanita tidak diperbolehkan salat sebelum menyucikan dirinya dengan cara mandi wajib.

Dalam surat Al Baqarah ayat 222, Allah SWT menjelaskan tentang kewajiban menyucikan diri bagi wanita usai haid,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri,”

Selain haid, ada juga perkara lainnya yang menyebabkan seorang wanita mandi wajib. Menukil dari buku Fiqh as-Sunnah li an-Nisa susunan Abu Malik Kamal ibn Sayyid Salim, perkara tersebut antara lain:

  • Keluarnya mani dengan syahwat
  • Setelah berhubungan badan walau tidak mengeluarkan air mani
  • Masuk Islamnya seseorang
  • Ketika seorang wanita meninggal dunia
  • Keluarnya nifas

Niat Mandi Wajib setelah Haid

Berikut merupakan bacaan niat mandi wajib wanita setelah haid yang dikutip dari buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari karya Muh Hambali.

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْحَيْضِ لِلَّهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin haidhi lillaahi ta’aala

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadats besar yang disebabkan haid karena Allah Ta’ala,”

Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid

Merujuk pada buku Fiqh as-Sunnah li an-Nisa, berikut ini merupakan tata cara mandi wajib setelah haid yang perlu dipahami oleh wanita muslim.

1. Menggunakan sabun atau pembersih lain yang digunakan bersama dengan air, sesuai sabda Rasul SAW kepada Asma.

2. Mengurai rambut dan melepaskan kepangnya jika akan mandi wajib dari haid dan nifas, sebagaimana dalam riwayat Aisyah.

3. Usai mandi wajib, terdapat anjuran mengambil sepotong kain atau kapas yang diberi wewangian, dan kemudian digunakan untuk membersihkan sisa bau darah. Sesuai riwayat Aisyah, ada seorang wanita yang bertanya kepada Nabi SAW tentang mandi dari haid, maka beliau bersabda:

“Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya (potongan kain/kapas).” (HR Muslim)

Itulah niat dan tata cara mandi wajib setelah haid bagi wanita muslim. Semoga bermanfaat!

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Apakah Boleh Wudhu Tanpa Melepas Jilbab? Ini Hukumnya



Jakarta

Mengusap sebagian kepala termasuk rukun wudhu yang tidak boleh ditinggalkan. Bagi muslimah yang khawatir auratnya terbuka, apakah boleh wudhu tanpa melepas jilbab?

Bagi seorang wanita yang menggunakan jilbab dan khawatir apabila auratnya terlihat terdapat aturan tersendiri sebagaimana dijelaskan oleh Abdul Syukur Al-Azizi dalam Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita.

Dikatakan, mengusap kepala ini boleh sebagian maupun keseluruhan yang dimulai dari bagian depan kepala, lalu diusapkan ke belakang dengan kedua tangan, kemudian mengembalikannya ke depan kepala.


Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi, disebutkan bahwa Rasulullah SAW mencontohkan tentang cara mengusap kepala, yaitu dengan kedua telapak tangan yang telah dibasahkan air.

Lalu beliau mengarahkan kedua telapak tangannya mulai dari bagian depan kepala ke belakang tengkuknya, kemudian mengembalikan lagi ke depan kepala beliau.

Setelah itu, tanpa mengambil air baru lagi, Rasulullah SAW mengusap daun telinga beliau, dengan cara memasukkan jari telunjuk ke dalam telinga, kemudian ibu jari mengusap kedua daun telinga.

Lantas, bagaimana bagi wanita yang menggunakan jilbab, jika ia khawatir auratnya terlihat ketika berwudhu di tempat umum?

Mengenai kondisi tersebut, Abdul Syukur Al-Azizi menjelaskan bahwa hal tersebut diperbolehkan bagi seorang wanita untuk berwudhu tanpa melepas jilbab. Hal ini didasarkan pada beberapa riwayat.

Pertama, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa salah satu istri Rasulullah SAW yaitu Ummu Salamah RA pernah berwudhu dengan tetap memakai kerudungnya dan ia mengusap kerudungnya. (HR Ahmad Ibn Abd al-Halim Ibnu Taimiyyah, dalam Majmu’ah al-Fatawa)

Dalam riwayat lain, Bilal RA mengatakan bahwasanya Nabi Muhammad SAW mengusap kedua khuf (sepatu) dan surbannya. (HR Muslim)

Abdul Syukur Al-Azizi menyimpulkan, diperbolehkan berwudhu tanpa harus melepas jilbab jika hal itu menyulitkan, misalnya karena udara yang amat dingin, dan kerudung sulit untuk dilepas dan sulit untuk dipakai kembali, atau bahkan sedang dalam kondisi yang tidak memungkinkan untuk membuka jilbab karena dikhawatirkan akan terlihat auratnya oleh orang lain.

Akan tetapi, apabila masih memungkinkan untuk membuka jilbab, maka lebih utama adalah membukanya sehingga dapat mengusap kepalanya secara langsung.

Abdul Syukur Al-Azizi menyebutkan terdapat dua cara menurut pendapat yang kuat mengenai aturan mengusap kerudung sebagai pengganti mengusap kepala saat wudhu, yaitu:

1. Mengusap jilbab yang sedang dipakai (boleh diusap seluruhnya atau sebagian besarnya)

2. Mengusap depan kepala (ubun-ubun) kemudian mengusap jilbab

Hal ini diriwayatkan pula dalam sebuah hadits, Anas bin Malik RA berkata, “Aku pernah melihat Rasulullah SAW berwudhu, sedang beliau memakai serban dari Qatar. Maka beliau menyelipkan tangannya dari bawah serban untuk menyapu kepala bagian depan, tanpa melepas serban itu.” (HR Abu Dawud)

Hal yang Membatalkan Wudhu

Muhammad Utsman Al-Khasyt dalam buku Fikih Wanita Empat Madzhab menjelaskan mengenai apa saja yang menyebabkan batalnya wudhu. Di antaranya:

1. Hilangnya waktu salat fardhu khusus bagi wanita yang sedang dalam keadaan uzur.

2. Keluarnya sesuatu dari dubur atau qubul. Misalnya air kencing, madzi, kentut, dan tinja.

Didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW,

لا يقبل الله مدة أحَدِكُمْ إِذَا أَخَذَتْ حَتى لتوضا

Artinya: “Allah tidak akan menerima salat seseorang dari kalian yang telah berhadas hingga ia berwudhu terlebih dahulu.” (HR Bukhari-Muslim)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Niat Mandi Wajib Setelah Haid, Dilengkapi dengan Tata Cara dan Dalil Terkaitnya



Jakarta

Niat mandi wajib setelah haid wajib dipanjatkan oleh muslimah. Niat mandi wajib bisa dinyatakan di dalam hati atau secara lisan ketika membasuh bagian tubuh untuk pertama kalinya.

Wahbah Az-Zuhaili melalui Fiqih Islam wa Adilatuhu memaparkan bahwa niat menjadi hal wajib yang tidak boleh terlewat dalam mengawali mandi junub. Bahkan, dalam sebuah hadits yang bersumber dari Umar bin Khattab, Nabi SAW bersabda:

“Sesungguhnya (sahnya) amal-amal perbuatan adalah hanya bergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang diniatinya. Barangsiapa hijrahnya adalah karena Allah SWT dan Rasul-Nya, maka hijrahnya dicatat Allah SWT dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa hijrahnya karena untuk mendapatkan dunia atau (menikahi) wanita, maka hijrahnya adalah (dicatat) sesuai dengan tujuan hijrahnya tersebut,” (HR Imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan lainnya).


Dijelaskan dalam Fiqih Niat susunan Umar Sulaiman, ulama mazhab Hanafi menyebut wudhu dan mandi wajib tanpa niat tetap sah. Tetapi, mereka tidak mendapat pahala dari wudhu dan mandi wajib tanpa niat.

Niat Mandi Wajib setelah Haid: Arab, Latin dan Artinya

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ حَدَثِ الْحَيْضِ ِللهِ تَعَالَى

Arab latin: Nawaitul ghusla lifraf il hadatsil akbari minal haidil lillahi ta’ala

Artinya: “Saya berniat mandi wajib untuk mensucikan hadas besar dari haid karena Allah Ta’ala,”

Tata Cara Mandi Wajib setelah Haid

Merujuk pada sumber yang sama yaitu buku Fiqih Islam wa Adilatuhu, berikut tata cara mandi wajib setelah haid bagi muslimah.

1. Membaca niat mandi wajib

2. Bersihkan telapak tangan sebanyak 3 kali

3. Bersihkan kotoran yang menempel di sekitar tempat yang tersembunyi dengan tangan kiri

4. Setelah membersihkan kemaluan, cuci tangan dengan sabun dan bilas hingga bersih

5. Berwudhu secara sempurna seperti ketika kita akan salat, dimulai dari membasuh tangan sampai membasuh kaki

6. Memasukkan tangan ke dalam air, kemudian sela pangkal rambut dengan jari-jari tangan sampai menyentuh kulit kepala. Jika sudah, guyur kepala dengan air sebanyak 3 kali. Pastikan pangkal rambut juga terkena air

7. Bilas seluruh tubuh dengan mengguyur air. Dimulai dari sisi kanan lalu lanjutkan ke tubuh sisi kiri

8. Saat menjalankan tata cara mandi wajib setelah haid, pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian tersembunyi ikut terkena air serta dibersihkan

Dalil Mengenai Mandi Wajib setelah Haid

Aturan mengenai mandi wajib setelah haid tercantum dalam salah satu hadits Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda:

“Apabila kamu datang haid hendaklah kamu meninggalkan salat. Apabila darah haid berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan salat,” (HR Bukhari).

Haid merupakan darah yang keluar dari ujung rahim perempuan ketika dalam keadaan sehat, bukan semasa melahirkan atau sakit. Karenanya, bacaan niat mandi wajib setelah haid berbeda dengan bacaan ketika akan bersuci dari nifas dan lainnya.

Dalam Al-Qur’an sendiri, anjuran mengenai muslimah yang perlu bersuci sebelum melakukan salat setelah haid dijelaskan pada surat Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran,” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri,”

Demikian niat mandi wajib setelah haid beserta informasi terkaitnya. Semoga bermanfaat.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Syarat Kurban untuk Wanita, Apakah Sama dengan Laki-laki?


Jakarta

Syarat kurban untuk wanita sama dengan laki-laki. Sejumlah riwayat juga menjelaskan mengenai boleh tidaknya seorang wanita menyembelih hewan kurbannya sendiri.

Diterangkan dalam buku Perbandingan Mazhab Fiqh: Penyesuaian Pendapat di Kalangan Imam Mazhab karya H. Syaikhu dan Norwili, syarat kurban adalah beragama Islam dan mampu. Sumber lain menambahkan merdeka, baligh, dan berakal sebagai syarat kurban.

Menurut mazhab Syafi’i mampu diartikan bahwa orang yang akan berkurban memiliki harta lebih yang cukup untuk membeli hewan kurban pada hari raya Idul Adha.


Harta lebih tersebut ketika digunakan untuk membeli hewan kurban tidak mengganggu kebutuhan pokok hidupnya dan orang yang wajib ditanggung.

Muhammad Jawad Mughniyah dalam Kitab Al-Fiqih ‘ala al-madzahib al-khamsah menjelaskan, para ulama mazhab sepakat kurban wajib bagi orang yang melakukan haji tamattu selain Makkah. Orang yang melakukan haji qiran juga diwajibkan berkurban.

Syarat Hewan Kurban

Masih dalam sumber yang sama, ada dua syarat hewan kurban yang harus dipenuhi umat Islam. Berikut di antaranya:

1. Kurban itu harus binatang ternak, seperti unta, sapi, kambing, domba. Ini merupakan kesepakatan ulama.

2. Binatang yang akan dijadikan kurban itu tidak cacat. Para ulama sepakat, tidak boleh berkurban dengan hewan yang buta sebelah matanya, pincang, sakit, dan belum cukup umur.

Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat tentang binatang yang dikebiri, tidak mempunyai tandu, tidak mempunyai kuping atau hanya punya kuping kecil, atau ekornya putus.

Sayyid al-Hakim dan Sayyid Al-Khui berpendapat, jika hewan memiliki satu dari hal-hal tersebut, maka tidak boleh untuk dikurbankan. Sementara pengarang kitab, Al-Mughni, mengatakan boleh sekalipun binatang tersebut memiliki salah satu dari hal-hal yang disebutkan di atas.

Waktu Penyembelihan Kurban

Waktu penyembelihan kurban pada tanggal 10 Dzulhijjah setelah salat hari raya Idul Adha, dilanjutkan pada hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, dan tanggal 13 Dzulhijjah sampai terbenam matahari.

Wahbah az-Zuhaili dalam Kitab Fiqih Islam wa Adillatuhu Juz 4 menjelaskan, menurut mazhab Syafi’i kurban dimulai dengan berlalunya waktu seukuran pelaksanaan yang standar dari dua rakaat salat dan dua khutbah Idul Adha, dan lebih utama ketika matahari beranjak naik hingga seukuran tombak yaitu waktu dimulainya salat Dhuha.

Hal ini sebagaimana hadits dari Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari al-Barra bin Azib,

أَوَّلُ مَا تَبْدَأُ بِهِ فِي يَوْمِنَا هَذَا نُصَلِّي ثُمَّ نَرْجِعَ فَتَنْحَرَ

Artinya: “Aktivitas pertama yang kami lakukan untuk memulai hari ini (Idul Adha) adalah melaksanakan shalat lalu pulang ke rumah dan setelah itu langsung menyembelih kurban.”

Hukum Wanita Menyembelih Hewan Kurban

Mengutip dari Ensiklopedia Hadis Sahih karya Muhamad Shidiq Hasan Khan menjelaskan mengenai hadits yang membahas wanita menyembelih hewan kurban. Di antaranya,

عَنْ نَافِعِ : أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ لَمْ يَكُنْ يُضَرِّي عَمَّا فِي بَطْنِ الْمَرْأَةِ. أخرجه مالك

Artinya: “Nafi’ melihat Abdullah bin Umar tidak menyembelih hewan sesembelihan untuk bayi yang berada dalam kandungan wanita,” (HR Malik).

وَعَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- نَحْرَ عَنْ آلِ مُحَمَّدٍ فِي حجة الوداع بَقَرَةً وَاحِدَةً

Artinya: “Menurut Aisyah, pada Haji Wada Rasulullah SAW menyembelih satu ekor sapi untuk keluarga besar Nabi Muhammad SAW.” (HR Abu Daud).

Para istri Rasulullah SAW juga termasuk dalam kelompok keluarga beliau. Rasulullah juga menyembelih seekor sapi untuk para istrinya.

وَعَنْ أَبِي مُوسَى الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : أَنَّهُ أَمَرَ بَنَاتِهِ أَنْ يُضَحِيْنَ بِأَيْدِيهِنَّ وَوَضْع القَدَم عَلَى صَفْحَةِ الذُّبيحة ، والتكبيرِ وَالتَّسْمِيَةِ عِندَ الذَّبْحِ . أخرجه رزين وعلقه البخاري

Artinya: “Abu Musa Al-Asy’ari RA memerintahkan putri-putrinya untuk menyembelih: hewan sembelihan dengan tangan mereka sendiri, meletakkan telapak kaki di permukaan leher hewan sembelihan, bertakbir dan menyebut nama Allah pada saat menyembelih,” (HR Razin dan Al-Bukhari)

Muhamad Shidiq Hasan Khan menjelaskan, hadits tersebut menunjukkan bahwa wanita boleh menyembelih hewan kurban.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

8 Ciri Istri Salehah dalam Ajaran Islam, Muslimah Sudah Tahu?



Jakarta

Menjadi istri salehah tentunya menjadi keinginan setiap kaum muslimah untuk dapat meraih ganjaran besar di dunia dan akhirat. Istri salehah bagi seorang lelaki adalah sebaik-baik perhiasan dunia.

Hal ini sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW dalam hadits yang dinukil dari buku Menjadi Istri Seperti Khadijah karya Ibnu Watiniyah, dari Amr Ibnu RA, beliau bersabda:

“Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita salehah.” (HR Muslim).


Pahala bagi istri salehah juga telah diterangkan melalui beberapa hadits. Salah satunya diriwayatkan dari Abu Umamah, beliau berkata, “Seorang wanita menemui Rasulullah SAW sambil membawa dua anak kecil. Dia menggendong satu anaknya dan menuntun yang lain.

Lalu Rasulullah SAW bersabda, ‘Wanita-wanita yang hamil, melahirkan, dan penuh kasih sayang, jika mereka tidak melakukan keburukan kepada suami dan mereka rajin mengerjakan sholat, pasti mereka masuk surga.'” (HR Ahmad dan Ath-Thabrani).

Lantas, apa saja ciri-ciri istri salehah dalam Islam? Dilansir dari buku Ajak Aku ke Surga Ibu karya Rizem Aizid, berikut ini di antaranya.

Ciri-ciri Istri Salehah dalam Islam

1. Taat dan Bertakwa kepada Allah SWT

Istri salehah tentunya taat dan bertakwa kepada Allah SWT beserta perintah-Nya. Salah satu perintah Allah SWT kepada para istri yaitu menaati perintah suaminya (kecuali dalam hal kemaksiatan) dan menjaga anak dari api neraka.

Dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 34, Allah SWT berfirman:

فَٱلصَّٰلِحَٰتُ قَٰنِتَٰتٌ حَٰفِظَٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ ٱللَّهُ ۚ

Artinya: “Wanita (istri) salehah adalah yang taat lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara mereka.” (QS An-Nisa: 34).

2. Rajin Mengaji dan Mengkaji Al-Qur’an

Istri salehah yang taat dan bertakwa kepada Allah SWT, tentunya senantiasa membaca Al-Qur’an, mengkaji, dan mengamalkan isi kandungannya. Dengan bekal kemampuan ini, istri salehah akan mampu menjaga anaknya dari api neraka.

Bahkan ketika sang anak masih berada dalam kandungan, ia dianjurkan untuk membiasakan diri mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an.

3. Memiliki Akhlak Terpuji

Wanita salehah tentu memiliki akhlak terpuji. Artinya, ia tidak akan melakukan perbuatan maksiat maupun lalai terhadap tanggung jawabnya, baik kepada Allah SWT, suami, anak, maupun keluarganya.

4. Selalu Menjaga Rahasia dan Aib Suami

Istri salehah hendaknya selalu menjaga rahasia dan aib suami. Artinya, ia tidak mudah menceritakan rahasia atau aib suaminya kepada teman-temannya. Istri yang salehah juga tidak akan pernah menceritakan perihal hubungan intim mereka kepada orang lain.

Hal tersebut telah diterangkan dalam sebuah riwayat dari Asma binti Yazid RA, ia pernah berada di sisi Rasulullah SAW ketika kaum lelaki dan wanita juga sedang duduk. Rasulullah SAW kemudian bertanya,

“Barangkali ada seorang suami yang menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim), dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama suaminya?” Maka semua orang yang ada di sana diam, tidak menjawab.

Kemudian Asma binti Yazid RA menjawab, “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri) benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami). Rasulullah SAW lalu bersabda, “Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu seperti setan jantan yang bertemu dengan setan betina di jalan, kemudian digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad)

5. Penuh Kasih Sayang

Seorang istri salehah memiliki sifat penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya, dan mencari maafnya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“Maukah aku beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni surga, yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali kepada suaminya.

Jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata, ‘Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.'” (HR An-Nasa’i).

6. Sabar dan Mampu Meredam Amarah

Istri salehah mampu meredam dan menahan amarahnya. Seberat apapun cobaan yang datang menerjang selalu diterimanya dengan sabar. Seberapa besar masalah yang menimpa rumah tangganya, ia akan menerimanya dengan penuh kesabaran.

Sebab, istri seperti inilah yang mampu menjaga dan menjauhkan anak dari api neraka. Melalui Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 153, Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah SWT beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al-Baqarah: 153).

7. Hanya Berdandan untuk Suami

Wanita salehah hanya berdandan untuk suaminya saja, sebab perbuatan berdandan tidak untuk suami termasuk tabarruj dan warisan orang-orang jahiliyah. Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda:

“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri salehah yang bisa dipandang akan menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi akan menjaga dirinya.” (HR Abu Dawud).

8. Bersegera ketika Melayani Suami

Salah satu kewajiban istri kepada suaminya yaitu memenuhi kebutuhan biologisnya ketika diminta, kecuali dalam keadaan atau alasan tertentu yang tidak memungkinkan untuk istri memenuhinya, seperti saat haid atau nifas.

Istri salehah hendaknya akan bersegera untuk memenuhi permintaan suami tersebut. Sebagaimana diterangkan dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda:

“Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak (enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha padanya.” (HR Muslim).

Itulah 8 ciri istri salehah dalam ajaran Islam yang perlu diketahui muslimah. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

5 Amalan yang Bisa Dikerjakan oleh Muslimah sewaktu Haid


Jakarta

Wanita dalam keadaan haid dilarang untuk mengerjakan salat dan puasa, namun ada beberapa amalan yang masih bisa dikerjakan. Haid sendiri diartikan sebagai darah yang keluar dari ujung rahim wanita secara sehat tanpa suatu sebab dan dalam waktu yang diketahui.

Menurut buku Kitab Haid, Nifas, dan Istihadhah susunan Sayyid Abdurrahman bin Abdul Qadir Assegaf, haid merupakan peristiwa pengalaman biologis yang Allah SWT berikan kepada wanita. Haid menjadi tanda bahwa organ reproduksi wanita sehat dan berfungsi.

Dalil mengenai dilarangnya wanita haid untuk salat dan puasa terdapat pada surat Al Baqarah ayat 222,


وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Arab latin: Wa yas`alụnaka ‘anil-maḥīḍ, qul huwa ażan fa’tazilun-nisā`a fil-maḥīḍi wa lā taqrabụhunna ḥattā yaṭ-hurn, fa iżā taṭahharna fa`tụhunna min ḥaiṡu amarakumullāh, innallāha yuḥibbut-tawwābīna wa yuḥibbul-mutaṭahhirīn

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri,”

Dalam sebuah hadits juga dijelaskan terkait larangan salat dan puasa bagi wanita haid. Dinukil dari buku Fikih Haid karya KH Muhammad Syakur AH MH, hadits ini diterangkan oleh Rasulullah SAW kepada putrinya Fathimah, berikut bunyinya:

“Apabila datang haid, maka tinggalkanlah salat. Saat durasi waktu haid telah tuntas, maka bersihkanlah darah itu darimu lalu kerjakanlah salat.” (HR Bukhari & Muslim)

Lantas, amalan apa yang bisa dikerjakan oleh wanita haid? Simak bahasannya berikut ini.

Amalan yang Bisa Dikerjakan oleh Wanita Haid

1. Bersedekah

Abdul Syukur al-Azizi melalui karyanya yang berjudul Buku Lengkap Fiqh Wanita, menjelaskan sedekah adalah amal yang paling dianjurkan. Bagi wanita haid yang mampu bisa mengerjakannya.

2. Beristighfar

Selain bersedekah, Rasulullah SAW menganjurkan wanita muslim untuk perbanyak istighfar. Dengan beristighfar, Allah SWT menjamin ampunan dan pahala yang besar bagi siapa saja yang meminta.

3. Mempelajari Ilmu Agama

Mempelajari ilmu agama juga bisa dilakukan oleh wanita ketika haid dan tidak bisa untuk melaksanakan salat serta puasa. Cara mempelajarinya bisa dengan mendengar ceramah guru atau ustaz. Dalam surat Al Mujadalah ayat 11, Allah SWT berfirman,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ١١

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan.”

4. Berzikir

Dalam mengisi kekosongan waktu, wanita muslim yang sedang haid bisa berzikir dengan bertasbih dan menyebut nama-nama Allah SWT. Dengan mengerjakan amalan ini, maka hati seorang muslimah akan merasa tenang dan tentram.

Pada surat Al Ahzab ayat 41-42, Allah SWT mengingatkan kaum muslimin untuk berzikir,

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اذْكُرُوا اللّٰهَ ذِكْرًا كَثِيْرًاۙ. وَّسَبِّحُوْهُ بُكْرَةً وَّاَصِيْلًا.

Arab latin: Yā ayyuhallażīna āmanużkurullāha żikrang kaṡīrā. Wa sabbiḥụhu bukrataw wa aṣīlā.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, ingatlah Allah dengan zikir sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang,”

5. Membaca Al-Qur’an Tanpa Menyentuh Lembaran Mushaf

Dijelaskan dalam buku Tentang Bagaimana Surga Merindukanmu susunan Ustazah Umi A Khalil, amalan lainnya yang bisa dikerjakan wanita haid ialah membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan ponsel atau tablet yang terdapat aplikasi Al-Qur’an online.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Doa Mandi Nifas dan Caranya bagi Perempuan setelah Melahirkan


Jakarta

Mandi nifas wajib dilakukan oleh perempuan muslim setelah melahirkan untuk bersuci dari hadats besar. Setiap perempuan yang usai melahirkan pasti akan mengeluarkan darah yang tidak membolehkannya untuk sholat, puasa, dan membaca Al-Qur’an.

Mengutip dari Buku Pintar Thaharah karya Ahmad Reza, darah nifas memiliki tenggat waktu maksimal 40 hari. Apabila darah nifas yang keluar lebih lama dari itu, maka darah tersebut tidak disebut sebagai nifas melainkan bisa jadi darah haid atau darah istihadhah.

Perintah melakukan mandi wajib bagi perempuan setelah selesai nifas atau telah mencapai 40 hari dari masa kelahiran, bersandar pada hadits berikut:


كَانَتِ النُّفَسَاءُ عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَقْعُدُ بَعْدَ نِفَاسِهَا أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا أَوْ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

Artinya: “Para perempuan yang mengalami nifas pada masa Rasulullah Saw. duduk (tidak mengerjakan shalat) selama 40 hari 40 malam.” (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ahmad)

Setelah berhentinya darah nifas, setiap perempuan muslim yang hendak mengerjakan sholat harus melakukan mandi wajib terlebih dahulu untuk mensucikan diri.

Lantas, seperti apa bacaan doa mandi nifas dan caranya? Berikut ini penjelasannya.

Doa Mandi Nifas

Bacaan doa mandi nifas ialah niat yang dibaca ketika hendak melaksanakan mandi wajib. Dilansir dari buku Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita karya Abdul Syukur Al-Azizi, berikut ini bacaannya:

نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ مِنَ النَّفَاسِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى

Latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari minan nifaasi fardhan lillaahi ta’aalaa

Artinya: “Aku niat mandi besar untuk menghilangkan hadats besar yang disebabkan nifas karena Allah Ta’ala.”

Tata Cara Mandi Nifas

Cara mandi nifas pada dasarnya sama dengan melaksanakan mandi wajib setelah haid, hanya saja berbeda niatnya. Disebutkan dalam sumber yang sama, berikut cara mandi wajib setelah nifas sebagaimana diajarkan Rasulullah SAW melalui sabda-sabda beliau:

  • Niat.
  • Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum mandi.
  • Membersihkan kemaluan dan kotoran dengan tangan kiri.
  • Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan sabun atau yang sejenisnya.
  • Berwudhu yang sempurna seperti ketika hendak sholat.
  • Menyiramkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali.
  • Mengguyurkan air pada kepala sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut atau kulit kepala dengan menggosok-gosokkannya dan menyela-nyelanya (tidak wajib bagi wanita untuk mengurai ikatan rambutnya).
  • Mengguyur air ke seluruh badan dimulai dari sisi yang kanan setelah itu yang kiri.

Masa Nifas bagi Perempuan yang Keguguran

Para ulama telah bersepakat bahwa darah yang keluar karena keguguran juga termasuk nifas, sebagaimana diterangkan dalam Buku Pintar Thaharah yang dikutip sebelumnya.

Seorang perempuan yang mengalami keguguran hingga bayi dalam kandungannya meninggal, apabila setelah itu keluar darah dari kemaluannya, maka darah tersebut termasuk darah nifas.

Hukum perempuan yang keguguran sama halnya dengan perempuan melahirkan. Ia akan mengalami masa nifas paling lama sekitar 40 hari dan diwajibkan baginya untuk mandi wajib setelah darah nifasnya berhenti.

Nah, itulah bacaan doa mandi nifas dan caranya yang dapat diamalkan untuk bersuci bagi perempuan setelah melahirkan atau mengalami keguguran kandungan.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com