Tag Archives: mustolih siradj

Dana Subsidi Haji Diproyeksikan Habis pada 2027, BPKH Bilang Begini



Jakarta

Ada ancaman mengintai dana subsidi haji atau nilai manfaat yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Dana yang dipakai untuk membiayai haji ini diproyeksi ludes dalam 2-3 tahun mendatang.

Nilai manfaat pada dasarnya adalah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan investasi yang dilakukan oleh BPKH.

Anggota Badan Pelaksana BPKH Bidang Keuangan Amri Yusuf menyebut permasalahan ini sudah dikaji secara internal. Pemerintah hingga DPR disebut tengah mengupayakan solusi menjaga sustainability (keberlanjutan) nilai manfaat.


“Makanya sejak 2-3 tahun terakhir pemerintah bersama dengan DPR sudah komitmen menjaga sustainability itu,” katanya dalam diskusi bersama wartawan di kantornya, BPKH Tower, Jakarta, Kamis (1/8/2024).

“Caranya seperti apa? Dengan mengubah komposisi Bipih (biaya perjalanan haji) dan nilai manfaat,” sambungnya.

Amri kemudian mengulas, pada musim haji 2022, pemerintah sempat mengajukan usul komposisi Bipih atau biaya yang dibayarkan oleh jemaah sebesar 70 persen dengan nilai manfaatnya 30 persen dari total biaya haji atau BPIH (biaya penyelenggaraan haji).

“Itu bagian dari mana menjaga sustainability karena itu hasil kajian yang kita lakukan. Kalau ini tidak dikoreksi maka ancamannya 2027,” paparnya.

Amri mengatakan sejak haji 2022, pemerintah dan DPR berkomitmen menurunkan besaran nilai manfaat tersebut sebanyak 5 persen secara bertahap.

BPIH pada haji 2022 disepakati sebesar Rp 81.747.844,04 per jemaah. Kemudian, ditetapkan Bipih yang dibayar jemaah rata-rata Rp 39.886.009 per orang atau 48,7% dari BPIH, dan sisanya sekitar 51,3% ditutupi dengan dana nilai manfaat.

Dilanjut pada haji 2023, pemerintah dan DPR menetapkan BPIH di angka median Rp 90.050.637,26. Dari situ disepakati, Bipih yang harus dibayar jemaah rata-rata Rp 49.812.711,12 atau 55,3% dari BPIH dan yang bersumber dari nilai manfaat sebesar Rp 40.237.937 atau 44,7% dari BPIH.

“Tapi tiba-tiba pada saat kita sedang menjaga itu supaya bertahap gradual, MUI muncul dengan fatwanya bisa mempercepat dalam rangka menjaga itu,” ungkap Amri.

Amri menyebut persoalan ini dimungkinkan menjadi salah satu bagian yang akan didiskusikan BPKH bersama pemerintah dalam menyusun skema BPIH 2025 agar lebih adil dan rasional.

Deputi Kesekretariatan Badan dan Kemaslahatan BPKH Ahmad Zaky menambahkan, diakuinya memang penggunaan nilai manfaat pada haji beberapa tahun lalu lebih besar dibandingkan besaran setoran awal dan setoran lunas ditambah saldo virtual account (VA) jemaah.

“Ini nilai manfaat yang dipersoalkan karena pada masa peralihan, trennya meningkat terus sampai ada waktu pernah, mungkin kurang lebih 45-55 persen (nilai manfaat yang dipakai dari total BPIH). Jadi 45 persen biaya haji yang seharusnya dibayarkan tiap jemaah itu menggunakan dana subsidi nilai manfaat,” katanya.

Lebih lanjut, Zaky mengungkapkan rencana jangka panjang BPKH untuk menjaga nilai manfaat tersebut melalui upaya yang mengarah pada self-financing. Target jangka panjang dilakukan dengan meminimalkan penggunaan nilai manfaat dan memaksimalkan saldo virtual account.

“Nah, kami berharap di jangka panjang, setoran awal, setoran lunas dan saldo virtual account itu mungkin kalaupun ada subsidi itu jumlahnya sangat kecil, jadi kita memang mengarah kepada self-financing,” paparnya.

Zaky juga menyoroti subsidi ini yang dipersoalkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya. MUI menilai pemanfaatan hasil investasi untuk membiayai jemaah lain dapat berdampak pada pengurangan hak calon jemaah lain dan dalam jangka panjang ini akan menimbulkan masalah serius.

Sebelumnya, Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj mengatakan BPKH sudah menerapkan skema pengelolaan dana haji seperti ini sejak efektif dibentuk pada 2017. Menurutnya, bila pola ini dibiarkan maka cadangan nilai manfaat akan segera habis pada haji 2026 atau 2027.

“Skema tersebut berpotensi menjadi bom waktu, jemaah haji waiting list terancam tidak dapat menikmati hasil investasi dari hasil kelola BPKH karena nilai manfaat habis terkuras untuk subsidi secara jorjoran guna menanggung biaya jemaah haji yang berangkat lebih dulu,” papar Mustolih.

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

Kemenag Tepis Isu Adanya Jual Beli Kuota Haji 2024



Jakarta

Kementerian Agama (Kemenag) dengan tegas menepis isu terkait jual beli kuota haji. Isu ini diangkat dan dibeberkan dalam rapat Pansus Angket Haji Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

Dirjen Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief membantah adanya jual beli dalam alokasi tambahan kuota haji 20 persen sebagaimana pertanyaan sejumlah anggota DPR dalam agenda rapat bersama Pansus Angket Haji, di Gedung DPR RI, Jakarta hari ini.

Mengutip keterangan tertulis yang diterima detikHikmah, Rabu (21/8/2024), Hilman menegaskan, secara sistem, jual beli kuota tidak bisa dilakukan oleh Kemenag.


“Kemenag tidak ada penjualan kuota. Karenanya kami akan tindaklanjuti setiap pengaduan,” tegas Hilman.

Ia juga menegaskan kepada siapa pun yang mengetahui adanya informasi terkait jual beli kuota haji bisa melaporkan ke Kemenag. Melalui laporan ini nantinya bisa ditelusuri datanya, proses penjualannya, caranya seperti apa, serta oknumnya dari Kemenag mana, apakah di daerah, wilayah, atau pusat.

Marak Isu Jual Beli Kuota Haji

Isu jual beli kuota tambahan haji menjadi salah satu poin yang diangkat dan ditanyakan Pansus Angket Haji DPR RI di sidang perdana yang dimulai pukul 10.00 WIB tersebut.

Dalam rapat ini, sejumlah anggota pansus menanyakan dan mengkonfirmasi soal isu yang mereka dengar tentang jual beli kuota haji.

Tidak hanya menepis anggapan soal Kemenag melakukan jual beli kuota haji, Hilman juga mengingatkan Pansus untuk menyampaikan informasi yang valid terkait hal tersebut. Ini dilakukan untuk menghindari adanya fitnah dan merusak kepercayaan publik.

“Kami mohon info lebih valid. Saya khawatir ini yang menjadi kecurigaan atau pandangan negatif terhadap proses penyelenggaraan haji,” ujarnya.

Hal senada disampaikan Direktur Layanan Haji dalam Negeri Saiful Mujab. Menurutnya, jemaah yang berangkat haji tahun ini sesuai dengan regulasi dan sesuai dengan Siskohat.

“Kalau ada kasus, laporkan secara tertulis. Apakah orang Kemenag atau bukan. Saya ingin tahu siapa yang main. Kita semua sudah berbasis aplikasi. Kalau ada yang menawarkan, jelas itu penipuan,” tandasnya.

Pansus Angket Haji DPR hari ini memulai persidangan untuk meminta keterangan sejumlah saksi. Hari ini, selain Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, dihadirkan juga sebagai saksi adalah Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Saiful Mujab.

Kuota Haji Indonesia 2024

Untuk musim haji tahun 1445 H/2024 M, kuota haji Indonesia berjumlah 221.000, terdiri atas 203.320 kuota haji reguler dan 17.680 kuota haji khusus. Indonesia juga kemudian mendapat 20.000 kuota tambahan.

Total kuota haji Indonesia adalah 241.000 jemaah, terdiri atas 213.320 jemaah haji reguler dan 27.680 jemaah haji khusus.

Dalam kesempatan terpisah, Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menegaskan bahwa Kemenag tidak melakukan pelanggaran dalam proses pengalokasian kuota tambahan bagi jemaah haji reguler dan jemaah haji khusus.

“Jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 pasal 8, pasal 9, dan pasal 64; Menag membagi kuota haji reguler sebesar 92 persen yang merupakan kuota pokok. Tapi jika ada kuota tambahan, maka itu menjadi diskresi Menag,” ungkap Mustolih.

“Berdasarkan regulasi tersebut, saya tegaskan bahwa Menag tidak melanggar aturan,” imbuhnya.

Mustolih berpendapat, jika dikaji lebih dalam, yang diramaikan adalah soal kesepakatan. Tentu hal tersebut berbeda dengan pelanggaran hukum.

“Dan lagi pula, sebelum sampai ke pansus, ada proses atau mekanisme yang harus dilalui dulu, yakni forum evaluasi haji. Evaluasinya saja belum, tapi langsung lompat ke pansus. Ya, beginilah kalau motifnya politik, bukan untuk mencapai perbaikan,” beber Mustolih.

(dvs/rah)



Sumber : www.detik.com

Komnas Haji Desak Komisi VIII DPR RI Segera Bahas Biaya Haji 2025



Jakarta

Jika merujuk kepada rencana Kemenag penyelenggaraan ibadah haji 1446 H tinggal beberapa bulan lagi. Penerbangan kloter pertama ke tanah suci direncanakan pada 2 Mei 2025.

Jadi jika dihitung, penyelenggaraan ibadah haji tinggal 5 bulan lagi. Akan tetapi hingga saat ini Komisi VIII DPR RI belum menyepakati dan menetapkan besaran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) serta terkait dengan berbagai persiapan teknis lainnya, termasuk besaran kuota jemaah.

Dalam rilis yang diterima detikHikmah Jum’at (29/11/2024) disebutkan bahwa Desember 2024 hingga Januari 2025 DPR akan memasuki reses. Berkaca pada musim haji tahun lalu, awal November 2023 Panja Haji sudah bekerja secara maraton dan akhir November hasil kesepakatan BPIH sudah disampaikan ke Presiden.


Persiapan haji yang terlalu mepet dikhawatirkan akan berdampak pada penyelenggaraan ibadah haji yang tidak maksimal. Di sisi lain calon jemaah butuh segera kepastian besaran biaya yang harus dilunasi dan jadwal keberangkatan.

Menurut Mustolih Siradj selaku Ketua Komnas Haji, “Waktunya sudah mepet. Saya khawatir jika persiapan tidak maksimal penyelenggaraan haji bisa terganggu. Bagi calon jemaah bisa banyak yang tidak mampu melunasi karena minim sosialisasi dan mendadak sehingga akan banyak kuota haji yang tidak terserap.”

Penyelenggaraan ibadah haji tentu memerlukan persiapan yang sangat matang. Karena hal ini menyangkut banyak aspek teknis yang diselenggarakan di Arab Saudi meliputi penyiapan dokumen visa, paspor, penerbangan, aspek kesehatan, konsumsi, pemondokan, transportasi, manasik dan sebagainya.

Semua aspek tersebut membutuhkan biaya oleh sebab itu harus dihitung dengan cermat yang nantinya masuk dalam komponen Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dimana di dalamnya juga terdapat Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang harus dilunasi calon jemaah dan berapa nilai manfaat dana haji yang akan disubsidi dari Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Kesepakatan rapat Panja antara Komisi VIII DPR dengan Kemenag, BPH dan BPKH nanti akan diserahkan kepada Presiden untuk diterbitkan Keputusan Presiden (Keppres) sebagai payung hukum penerbitan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji).

Keppres tersebut menjadi dasar dan payung hukum pembiayaan penyelenggaraan haji dan seberapa banyak kuota haji reguler dan haji khusus. Dimana syarat dari penetapan BPIH harus atas persetujuan DPR.

Berbagai kontrak untuk pembiayaan hotel di Mekkah, Madinah, konsumsi, transportasi, kesehatan, biaya di Masya’ir termasuk pemondokan di Arafah dan Mina harus segera dilakukan dan tidak boleh terlambat.

Jika terlambat maka risikonya lokasi jemaah haji ditempatkan jauh dari pusat-pusat zona/kawasan ring satu yang dekat dengan pusat penyelenggaraan ibadah haji seperti Masjidil Haram, Masjid Nabawi dan khususnya pemondokan di Mina untuk menuju pelaksanaan ibadah di Jamarat.

Jika tempatnya jauh, maka jemaah butuh effort yang luar biasa, terlebih bagi para lansia dan yang beresiko tinggi (risti) secara kesehatan. Pendampingan para petugas juga butuh konsentrasi lebih besar.

Sebagai informasi, saat ini pemerintah Arab Saudi menerapkan sistem first come first serve, siapa cepat akan dapat layanan lebih awal. Oleh sebab itu, Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi Tawfiq F Al Rabiah saat bertemu dengan Menteri Agama RI Nasaruddin Umar di Mekkah baru-baru ini memberi saran agar kontrak-kontrak untuk kebutuhan jemaah Indonesia segera dilakukan, sebab jika terlambat akan diambil oleh negara lain.

“Di setiap musim haji, Indonesia dan berbagai negara dari segala penjuru dunia bersaing mendapatkan tempat strategis yang dekat dengan pusat penyelenggaraan ibadah haji” jelas sosok yang juga Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta.

Saat ini kewenangan untuk membahas BPIH ada ditangan Komisi VIII untuk memanggil Kemenag, Badan Penyelenggara Haji (BPH), dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Merujuk pada UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah yang menjadi leading sector musim haji 2025 tetap berada di tangan Kementerian Agama karena beleid tersebut belum direvisi. Adapun kedudukan BPH lembaga yang baru dibentuk ini jika merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 154 Tahun 2024 masih sebatas supervisi dan koordinasi.

Terkait peran BPH menjadi leading sector penyelenggaraan haji setelah ada revisi UU, Nomor 8 Tahun 2019 yang baru akan dibahas tahun depan Mustolih mengatakan, “Dalam tata urut perundang-undangan, sudah jelas, undang-undang (UU) berada lebih tinggi dari Peraturan Presiden (Perpres). Karena itu Komisi VIII tidak perlu mempertentangkan kewenangan Kemenag dan BPH. Siapa yang menjadi penanggungjawab dan pelaksana sudah terang diatur dalam undang-undang.”

Komnas Haji berharap, penyelenggaraan ibadah haji 2025 bisa lebih baik dari pada tahun-tahun sebelumnya. Terlebih musim ini merupakan penyelenggaraan haji pertama di pemerintahan Presiden Prabowo karena itu harus aman, nyaman dan sukses.

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Komnas Haji Apresiasi Menag atas Pelibatan KPK dalam Pengawasan Haji



Jakarta

Ketua Komnas Haji Mustolih Siradj mengapresiasi Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar atas langkahnya dalam menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk pengawasan haji 1446 H sejak dini. Pada 23 Januari 2025 lalu, Menag telah menyambangi KPK dan meminta pendampingan dalam penyelenggaran haji 2025.

“Dengan begitu, penyelenggaraan haji tahun ini benar-benar bebas dari unsur korupsi sehingga semua layanan yang diberikan kepada 221 ribu jemaah nantinya benar-benar sesuai standar yang telah ditentukan tidak ada penyimpangan,” kata Mustolih Siradj, dikutip dari laman resmi Kemenag RI pada Jumat (24/1/2025).

Menurutnya inisiatif Menag sangat tepat dengan melibatkan lembaga anti rasuah sejak dini, sehingga pengawasan bisa dilakukan secara preventif untuk mencegah potensi terjadinya tindakan maupun kebijakan yang bisa menjurus pada praktik koruptif mulai dari hulu sampai dengan hilir.


“Pelibatan KPK sangat positif untuk membangun integritas Kemenag,” tambahnya.

Komnas haji, lanjut Mustolih, berharap pertemuan antara Menag yang didampingi Kepala BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) dan Kepala BP Haji (Badan Penyelenggara Haji) dengan Ketua KPK tidak hanya berhenti pada tataran seremonial. Menurutnya, harus ada tindak lanjut yang konkret dan nyata.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa KPK perlu membentuk tim yang diterjunkan pada tiga fase penting penyelenggaraan haji. Pertama, di tahap pra musim haji. Yaitu, pada proses penandatanganan kontrak-kontrak dari mulai asuransi, penerbangan, pengadaan konsumsi, hotel, pemondokan, bus angkutan jemaah dan berbagai kontrak pengadaan lainnya baik di tanah air maupun di Tanah Suci.

Kedua, fase penyelenggaraan yang ditandai dengan pemberangkatan jemaah keloter (kelompok terbang) ke Arab Saudi, apakah seluruh pembiayaan yang sudah disepakati dalam kontrak benar-benar berjalan dan sesuai terutama pada puncak haji di Armuzna (Arafah, Muzdalifah dan Mina) yang menjadi titik paling krusial.

“Ketiga, fase pasca puncak haji hingga pemulangan jemaah ke tanah air. Tahap ini juga tidak kalah penting untuk memastikan layanan tetap sesuai dengan koridor,” ujar Mustolih menguraikan.

Pelibatan unsur KPK secara langsung sangat dimungkinkan dalam penyelenggaraan ibadah haji. Merujuk UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji terdapat kuota pengawas internal pemerintah (PIP) dan pengawas eksternal, KPK bisa memanfaatkan kuota eksternal.

Komnas Haji memahami langkah cepat Menag Nasaruddin Umar, di luar soal pentingnya pelibatan pengawasan KPK untuk menjaga dana haji tidak bocor, ada hal yang tidak kalah urgen yaitu memastikan transisi penyelenggaraan ibadah haji dari Kementerian Agama ke Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) benar-benar berjalan lancar dan mulus. Begitu juga dengan meminimalisir timbulnya kegaduhan yang tidak perlu, terutama dalam mencegah timbulnya isu-isu negatif khususnya terkait anggaran maupun penggunaan wewenang yang tidak tepat.

Sebagai informasi, ibadah haji tahun 2025 M/1446 H ini menjadi tahun terakhir Kemenag RI bertugas sebagai penyelenggara. Pada 2026 mendatang, haji akan digelar oleh Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) yaitu lembaga yang didirikan oleh Presiden Prabowo Subianto.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com