Tag Archives: nabi adam

Jumlah Anak Nabi Adam AS dan Nama-namanya


Jakarta

Nabi Adam AS adalah nabi dan rasul sekaligus manusia pertama yang hidup di muka bumi. Proses penciptaannya menandai awal mula kehidupan manusia.

Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 59,

اِنَّ مَثَلَ عِيْسٰى عِنْدَ اللّٰهِ كَمَثَلِ اٰدَمَ ۗ خَلَقَهٗ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ


Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.”

Menurut buku Kisah Para Nabi susunan Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, pada awal penciptaan Nabi Adam AS dengan Siti Hawa, mereka dikaruniai lima orang anak. Tiga anaknya berjenis kelamin laki-laki, sedangkan dua lainnya adalah perempuan.

Nama-nama Anak Nabi Adam AS dan Siti Hawa

1. Habil dan Qabil, Iqlima dan Labuda

Dinukil dari buku Mukjizat Isra Mi’raj dan Kisah 25 Nabi Rasul susunan Winkanda Satria Putra, setelah Nabi Adam AS dan Siti Hawa diturunkan ke bumi, Hawa melahirkan dua pasang anak kembar. Sepasang anak kembar pertama bernama Qabil dan Iqlima, sepasang anak kembar berikutnya bernama Habil dan Labuda.

Mereka membesarkan anaknya dengan baik dan penuh kasih sayang. Bahkan, kedua anak Nabi Adam AS diajarkan cara bekerja dan mengurus rumah tangga. Anak laki-lakinya diajarkan mencari nafkah sesuai minat dan kemampuan mereka.

Namun, karena salah satu anak Nabi Adam AS yang bernama Qabil tergoda bisikan iblis, dia membunuh saudaranya sendiri, Habil. Habil dibunuh dengan batu yang dilemparkan ke kepala Habil saat sedang tidur hingga kepala Habil pecah.

Pendapat lain menyebut Qabil mencekik Habil dengan keras dan menggigitnya seperti binatang buas hingga Habil tewas. Pembunuhan Qabil terhadap Habil menjadi peristiwa pembunuhan pertama di dunia dalam sejarah Islam.

2. Syaits bin Adam

Anak laki-laki Nabi Adam AS dengan Siti Hawa lainnya adalah Syaits. Disebutkan bahwa Hawa memberi nama tersebut karena menjadi pengganti Habil yang telah dibunuh Qabil.

Abu Dzar menuturkan dalam hadits yang ia dengar dari Rasulullah SAW,

“Sungguh, Allah menurunkan 104 lembaran, 50 di antaranya Allah turunkan kepada Syaits.”

Muhammad bin Ishaq juga menyatakan, “Saat sekarang, Adam berwasiat kepada anaknya, Syaits, mengajarkan saat-saat pada malam dan siang hari, mengajarkan ibadah apa saja pada saat-saat itu, dan memberitahukan padanya setelah itu akan terjadi banjir besar.”

Nasab seluruh keturunan Adam saat ini bermuara pada Syaits. Anak-anak Adam selain Syaits telah punah dan lenyap.

Berapa Jumlah Anak Nabi Adam AS dan Siti Hawa Secara Keseluruhan?

Mengacu pada buku Kisah Para Nabi, Imam Abu Ja’far bin Jarir mengatakan dalam kitab At Tarikh dari sebagian ulama bahwa Hawa melahirkan 40 anak dalam 20 kali kehamilan. Pada sumber lain disebut Hawa melahirkan hingga 120 kali yang setiap kelahiran menghasilkan dua pasang anak, lelaki dan perempuan.

Beberapa menyebut Nabi Adam AS sebelum meninggal dunia sempat melihat 400.000 keturunannya, yang termasuk anak-anak dan cucu-cucunya.

Qabil dan saudarinya Iqlima menjadi anak yang paling tua, sementara anak yang terakhir adalah Abdul Mughits dan saudarinya, Ummul Mughits. Setelahnya, populasi manusia menyebar di berbagai belahan bumi dan berkembang biak hingga kini.

Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 1,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Artinya: “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri) nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama- Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Saat Nabi Adam Beri 40 Tahun Usianya kepada Nabi Daud, Ini Kisahnya



Jakarta

Nabi Daud AS termasuk nabi yang mendapat keberuntungan dalam hal umur. Menurut sebuah riwayat, ia mendapatkan tambahan umur dari Nabi Adam AS.

Dalam buku Al-Aabaa wal Abnaa fil Qur’anil Karim karya Adil Musthafa Abdul Halim dan diterjemahkan oleh Abdul Hayyie al-Katani dan Fithriah Wardie mengungkap bahwa Nabi Daud AS masih keturunan Nabi Ibrahim AS dari anaknya, Nabi Ishaq AS.

Kepada Daud AS, Allah SWT mengistimewakannya dengan kenabian serta kerajaan. Dia mewahyukan Nabi Daud dengan kitab Zabur, yang diturunkan sebagai petunjuk bagi bani Israil dan penyempurna kitab sebelumnya, yakni Taurat kepada Nabi Musa AS.


Nabi Daud AS juga merupakan sosok hamba yang bertakwa, taat, dan rajin beribadah. Sehingga ia adalah panutan bagi bani Israil.

Sebagai seorang penguasa, Dia memberikan Daud AS kerajaan yang besar, bala tentara yang kuat, kebijaksanaan dan keadilan dalam memutuskan perkara berdasarkan hukum Allah SWT, serta kebaikan dan kepedulian kepada kaumnya.

Nabi Adam AS Berikan 40 Tahun Umurnya kepada Nabi Daud AS

Selain kenabian dan kerajaan, Allah SWT menganugerahkan pula Nabi Daud AS dengan umurnya yang 100 tahun. Perihal umur Nabi Daud AS ini berkaitan dengan riwayat penciptaan Nabi Adam AS yang dinukil dari Kitab Qashash Al-Anbiyaa’ karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan oleh Saefullah MS.

Hadits ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas. Diceritakan, ketika Allah SWT mengeluarkan anak-anak keturunan Adam AS dari punggungnya, lalu ia melihat di antara mereka ada yang menjadi para nabi. Ia melihat di antara anak-anak keturunannya seorang laki-laki yang bagus bercahaya.

Kemudian Adam AS bertanya, “Wahai Tuhanku, siapakah dia?” Allah SWT menjawab, “Ia adalah anak keturunanmu yang bernama Daud.”

Adam AS kembali bertanya, “Wahai Tuhanku, berapa umurnya?” Allah SWT menjawab, “60 tahun.”

Adam AS berkata, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah umurnya.” Allah SWT menjawab, “Tidak, Aku tidak akan menambah umurnya, kecuali Aku tambah umurnya dengan mengambil dari umurmu.”

Allah SWT menetapkan usia Adam AS mencapai 1000 tahun. Dari umurnya, Nabi Adam memohon agar diambil 40 tahun untuk ditambahkan kepada keturunannya itu, yakni Daud AS.

Saat tiba ajal Adam AS, malaikat maut datang kepadanya. Adam AS keheranan seraya bertanya, “Bukankah umurku masih tersisa empat puluh tahun lagi?”

Kala itu Nabi Adam AS lupa bila umurnya telah dikurangi karena untuk menambah umur salah satu keturunannya, Daud AS. Akan tetapi, kemudian Allah SWT menyempurnakan kembali umur Adam AS menjadi 1000 tahun, begitu pula dengan usia Daud AS yang 100 tahun.” (HR Ahmad)

Imam At-Tirmidzi turut meriwayatkan hadits tersebut dari Abu Hurairah dengan redaksi yang serupa. Ia mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.

Sementara itu, dalam riwayat yang dikeluarkan oleh Abu Hatib bin Hibban dalam Kitab Shahih-nya dari Abu Hurairah RA, jumlah umur yang ditetapkan untuk Nabi Daud AS adalah 40 tahun dan Nabi Adam AS memberikan 60 tahun jatah umurnya kepada Nabi Daud AS.

Malaikat Maut Datangi Rumah Nabi Daud AS

Ketika usia Nabi Daud AS telah mencapai batasnya, Rasulullah SAW juga menceritakan sebuah kisah mengenainya. Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda,

“Daud AS adalah seorang nabi yang memiliki kecemburuan sangat besar. Apabila beliau keluar rumah, beliau selalu mengunci pintu-pintu rumahnya, sehingga tidak seorang pun yang dapat masuk menemui keluarga (istrinya), hingga beliau kembali pulang.

Pada suatu hari, beliau keluar rumah dan beliau segera menutup pintu rumahnya. Istrinya melihat-lihat di dalam rumahnya. Kemudian ia mendapati seorang lelaki berada di dalamnya.

Lalu ia keheranan dan bertanya-tanya dalam hatinya), ‘Siapa yang ada di dalam rumah? Dari mana pria itu bisa masuk ke dalam rumah, padahal semua pintu sudah terkunci rapat? Sungguh, aku aku melaporkannya kepada (suamiku) Daud.’

Datanglah Nabi Daud AS di rumahnya, dan lelaki tadi berada di tengah rumahnya. Kemudian Daud AS bertanya kepadanya, ‘Siapa engkau?’

Ia menjawab, ‘Aku adalah makhluk yang tidak takut sedikit pun kepada raja dan tidak ada suatu dinding pun yang dapat menghalangiku.’

Daud AS berkata, ‘Kalau begitu, engkau adalah malaikat maut. Selamat datang dengan perintah Allah yang engkau bawa.’ Tak lama kemudian, malaikat maut mencabut nyawa Daud AS.

Ketika Nabi Daud AS dimandikan dan dikafani, suasana berubah dengan munculnya matahari yang menyinarinya. Lalu, Sulaiman AS berkata kepada burung: ‘Naungilah (jenazah) Daud AS.’

Burung pun segera menaunginya, sehingga keadaan bumi menjadi terlihat gelap. Setelah itu, Sulaiman AS berkata kepada burung: ‘Lepaskan naungan kedua sayapmu,’

Abu Hurairah berujar, ‘Pada jenazah Rasulullah SAW juga diperlakukan hal yang sama oleh para burung. Ketika Rasulullah SAW wafat, saat itu tempat penguburan jenazah beliau dinaungi oleh seekor burung yang panjang sayapnya.” (HR Ahmad dalam Musnad-nya)

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Hawa Membujuk Nabi Adam Makan Buah Terlarang, Benarkah?



Jakarta

Nabi Adam dan Hawa diusir dari surga setelah makan buah khuldi. Banyak yang meyakini bahwa Hawa sempat membujuk Adam makan buah ini sebelum akhirnya mereka diusir dari surga.

Nabi Adam merupakan manusia pertama yang diciptakan Allah SWT. Kemudian diikuti penciptaan Hawa yang ditakdirkan sebagai istri Nabi Adam. Banyak kisah antara keduanya yang terkenal hingga saat ini.

Kisah tentang Adam dan Hawa yang memakan buah terlarang pun dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf ayat 22


فَدَلَّىٰهُمَا بِغُرُورٍ ۚ فَلَمَّا ذَاقَا ٱلشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْءَٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِن وَرَقِ ٱلْجَنَّةِ ۖ وَنَادَىٰهُمَا رَبُّهُمَآ أَلَمْ أَنْهَكُمَا عَن تِلْكُمَا ٱلشَّجَرَةِ وَأَقُل لَّكُمَآ إِنَّ ٱلشَّيْطَٰنَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُّبِينٌ

Artinya: Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”

Benarkah Hawa Membujuk Nabi Adam?

Mengutip buku Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa beberapa ulama menafsirkan kalau Hawa lebih lebih dulu memakan buah pohon itu sebelum Adam dan ia pula yang mendesak Adam untuk memakannya. Wallahu a lam.

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari berikut ini mengandung makna seperti di atas. Diriwayatkan dari Basyar bin Muhammad, dari Abdullah, dari Ma’mar, dari Hamam bin Munabbih, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW: “Kalau bukan karena Bani Israil, niscaya tidak ada daging yang rusak. Kalau bukan karena Hawa, niscaya tidak akan ada wanita yang mengkhianati suaminya. ” (HR. Bukhari)

Bukhari meriwayatkan hadis ini secara tunggal. Hadis ini juga diriwayatkan di dalam kitab Ash-Shahihain (Bukhari dan Muslim) dari hadis riwayat Abdurrazaq, dari Ma’mar, dari Hamam, dari Abu Hurairah dengan redaksi hadits seperti di atas.

Di samping itu, diriwayatkan juga oleh Ahmad dan Muslim dari Harun bin Ma’ruf, dari Abu Wahab, dari Amr bin al-Harits, dari Abu Yunus, dari Abu Hurairah dengan redaksi hadits seperti di atas.

Tipu Daya Iblis Membujuk Adam dan Hawa Makan Buah Terlarang

Masih dalam buku yang sama, Ibnu Katsir turut menjelaskan bahwa di dalam kitab Taurat yang berada di tangan para Ahli Kitab dijelaskan: “(Makhluk) yang menunjukkan kepada Hawa untuk memakan buah pohon itu adalah seekor ular dalam rupa yang sangat indah dan bertubuh besar. Pada
akhirnya, Hawa memakan buah itu karena terpengaruh oleh tipu muslihatnya. Adam juga ikut memakannya.”

Di dalam kitab Taurat itu sama sekali tidak disebutkan nama Iblis yang menunjukkan dan membujuk Hawa untuk makan buah terlarang.

Selanjutnya, diceritakan lebih lanjut: “Seketika itu juga, mata keduanya menjadi terbuka. Keduanya baru menyadari kalau tubuhnya masing-masing dalam keadaan telanjang. Selanjutnya, mereka berdua menemukan daun-daun pohon tin. Keduanya lalu menganyam daun-daun itu untuk dijadikan sebagai penutup tubuh. Jadi, Adam dan Hawa masih dalam keadaan telanjang ketika berada di dalam surga.”

Berkaitan dengan hal ini, Wahab bin Munabbih berkata, “Pakaian keduanya (Adam dan Hawa) adalah cahaya yang menutupi kemaluan mereka berdua.”

Peristiwa ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-A’raf Ayat 27:

يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ ٱلشَّيْطَٰنُ كَمَآ أَخْرَجَ أَبَوَيْكُم مِّنَ ٱلْجَنَّةِ يَنزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْءَٰتِهِمَآ ۗ إِنَّهُۥ يَرَىٰكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُۥ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ ۗ إِنَّا جَعَلْنَا ٱلشَّيَٰطِينَ أَوْلِيَآءَ لِلَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ

Artinya: Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

Ibnu Abi Hatim berkata, “Ali bin Hasan bin Askab telah menceritakan kepada kami, Ali bin Ashim telah menceritakan kepada kami, dari Said bin Abi Arubah, dari Qatadah, dari al-Hasan, dari Ubay bin Ka’ab bahwa Rasulullah bersabda:

“Sesungguhnya, Allah telah menciptakan Adam dalam bentuk seorang laki-laki yang tubuhnya sangat tinggi dan rambutnya sangat lebat. Tubuhnya seperti pohon kurma yang menjulang sangat tinggi (nakhlah sahúq). Ketika beliau memakan buah pohon itu, terlepaslah pakaian dari tubuhnya. Hal pertama yang tampak dari pandangan mata beliau adalah auratnya. Saat beliau melihat auratnya, beliau merasa sangat tertekan di dalam surga. Rambut beliau dipegang oleh pohon itu dan beliau melepasnya. Selanjutnya, Allah Yang Mahamulia dan Mahatinggi memanggil beliau: ‘Engkau hendak lari dari Ku, wahai Adam?’ Ketika beliau mendengar suara Tuhannya, beliau menjawab: Tidak, wahai Tuhanku, tetapi aku merasa malu.”

Ats-Tsauri menceritakan dari Ibnu Abi Laili, dari Minhal bin Amru, dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas berkaitan dengan firman Allah: “Dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga.” (QS. Al-A’raf: 22)

Maksud dari daun-daun surga adalah daun pohon tin.

A-Hafizh Ibnu Asakir meriwayatkan dari jalur riwayat Muhammad bin Ishaq, dari Hasan bin Dzakwan, dari Hasan al-Bashri, dari Ubay bin Ka’ab, ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Sesungguhnya, kakek moyang kalian (Adam), tubuhnya seperti pohon kurma yang sangat tinggi hingga mencapai enam puluh hasta. Rambutnya sangat lebat hingga menutupi auratnya. Setelah beliau melakukan kesalahan di surga, tampaklah baginya auratnya. Beliau pun keluar dari surga dan menjumpai sebatang pohon. Pohon itu lalu memegang ubun-ubun beliau. Selanjutnya Tuhannya berseru: ‘Engkau melarikan diri dari-Ku, wahai Adam? Adam menjawab: Tidak, wahai Tuhanku. Akan tetapi, aku merasa malu berkaitan dengan peristiwa yang telah menimpa diriku.”

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Adam yang Wafat & Dikafani Kain dari Surga



Jakarta

Ketika Nabi Adam AS yang merupakan manusia pertama ciptaan Allah SWT menemui ajalnya, beliau memperoleh perlakuan khusus dari para malaikat.

Ibnu Katsir dalam bukunya Qashash Al-Anbiya, mengemukakan bahwa Adam AS wafat pada hari Jumat. Di mana kemudian malaikat menemui beliau sambil membawa balsam (wewangian) dan kain kafan dari Allah SWT yang berasal dari surga.

Jumat adalah hari Adam AS menjemput ajal juga diketahui melalui sabda Nabi SAW yang diriwayatkan Abu Lubabah Al-Badri. Beliau SAW menuturkan: “Penghulu hari (Sayyidul Ayyam) adalah hari Jumat, dan ia adalah seagung-agungnya hari bagi Allah SWT, bahkan lebih agung bagi Allah daripada hari raya Fitri dan Adha.


Dan pada hari Jumat itu terdapat lima kejadian, yaitu; Allah menciptakan Adam AS, Allah menurunkan Adam ke dunia, Allah mewafatkan Adam, hari Jumat adalah saat yang tidaklah seseorang memohon kepada Allah melainkan pasti dikabulkan selama ia tidak meminta barang yang haram, dan pada hari itu akan terjadi kiamat. Tidak ada malaikat yang dekat kepada Allah, langit, bumi, angin, gunung-gunung, lautan melainkan semuanya mencintai hari Jumat.” (HR Ahmad & Ibnu Majah)

Kisah Wafatnya Nabi Adam AS

Masih dari Qashash Al-Anbiya, Ubay bin Ka’ab meriwayatkan hadits mengenai kisah wafatnya Adam AS. Ia berkata:

“Sesungguhnya ketika menjelang wafatnya, Adam AS berkata kepada anak-anaknya, ‘Wahai anak-anakku, aku menginginkan buah-buahan dari surga.’

Ka’ab melanjutkan, “Kemudian anak-anak Adam AS pun segera mencari buah-buahan itu untuk ayah mereka. Mereka lalu ditemui oleh para malaikat yang membawa balsam dan kain kafan. Sementara itu, anak-anak Adam AS membawa kapak, pedang, dan golok.

Para malaikat berkata kepada mereka, ‘Wahai anak-anak Adam, apa yang kalian inginkan dan apa yang kalian cari?’ Mereka menjawab: ‘Ayah kami sedang sakit dan beliau menginginkan buah-buahan dari surga.’

Para malaikat kembali berujar, ‘Kalian pulang lagi saja. Sesungguhnya, ayah kalian telah mendapatkannya.’

Setelahnya, para malaikat datang menemui Adam AS. Saat Hawa (istri Nabi Adam) melihat kedatangan mereka, ia mengetahui bahwa mereka adalah para malaikat. Hawa segera berlindung mendekati Adam AS.

Lalu Adam AS menuturkan, ‘Menjauhlah dariku, sesungguhnya aku datang sebelum kamu. Oleh sebab itu, menjauhlah dari hadapanku dan dari hadapan para malaikat Tuhanku.’

Tak lama, malaikat mencabut nyawa Adam AS. Kemudian memandikan, mengafani, dan mengolesi tubuhnya dengan wewangian. Selanjutnya, mereka mengubur jenazah beliau ke dalam liang kubur yang telah dipersiapkan.

Setelah itu, para malaikat berkata: ‘Wahai anak-anak Adam, inilah tata cara (mengurus jenazah) bagi kalian’.” (HR Ahmad dalam kitab Musnad-nya) Ibnu Katsir menyatakan hadits ini bersanad shahih.

Ibnu Abbas mengutip sumber yang sama, meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Para malaikat bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Adam AS. Abu Bakar bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Fathimah. Umar bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Abu Bakar, dan Shuhaib bertakbir empat kali (saat mensholati jenazah) Umar.” (Disebutkan As-Suyuthi dalam kitab Al-Fathul Kabir, 2/316)

Tempat Nabi Adam AS Dimakamkan

Dalam Qashash Al-Anbiya dijelaskan bahwa para ulama berbeda pendapat mengenai lokasi makam Adam AS. Menurut pendapat yang masyhur, jenazah beliau dikebumikan di pegunungan yang juga menjadi tempat beliau diturunkan (dari surga), yaitu di Hindi.

Ada juga yang mengatakan jenazah Adam AS dikubur di Jabal Abu Qubais, sebuah gunung di kawasan Makkah.

Dikatakan dalam sumber lain, sebelum badai topan dan banjir dahsyat di zaman Nabi Nuh AS, Nuh AS sempat memindahkan jasad Adam AS dan Hawa dalam sebuah peti. Kemudian, jenazah keduanya dimakamkan di Baitul Maqdis. Pandangan ini juga diceritakan oleh Ibnu Jarir.

Ibnu Asakir meriwayatkan pula dari sebagian perawi, ia berkata, “Kepala (jenazah) Adam AS berada di Masjid Ibrahim, sementara kedua kakinya berada di bebatuan di Baitul Maqdis. Adapun Hawa wafat setahun setelah kematian Adam AS.” Wallahu a’lam.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Adam Berpisah dengan Hawa Selama Ratusan Tahun



Jakarta

Nabi Adam AS berpisah dengan Siti Hawa saat diturunkan ke bumi. Menurut sejumlah pendapat, keduanya berpisah selama ratusan tahun.

Sebelum diturunkan ke bumi, Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal di surga. Menurut Ibnu Katsir dalam Qashash al-Anbiyaa, jumhur ulama berpendapat bahwa surga yang ditinggali oleh Nabi Adam AS adalah surga yang ada di langit, yaitu Surga Ma’wa atau surga keabadian.

Hal tersebut sesuai dengan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW. Allah SWT berfirman,


وَيٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلَا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ١٩

Artinya: “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di surga (ini). Lalu, makanlah apa saja yang kamu berdua sukai dan janganlah kamu berdua mendekati pohon yang satu ini sehingga kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.” (QS Al Baqarah: 35)

Ibnu Katsir menjelaskan, Alif lam pada kata “al-jannah” (surga) tidak menunjukkan untuk makna umum dan tidak juga dikenali secara lafadz, namun dikenali secara akal yakni Surga Ma’wa yang sering digunakan dalam syariat.

Imam Muslim juga meriwayatkan dalam Kitab Shahih-nya, dari Abu Malik Al-Asyja’i dari Abu Hazim Salamah bin Dinar, dan diriwayatkan pula dari Abu Hurairah dan Abu Malik, dari Rib’i, dari Hudzaifah, mereka berkata, Rasulullah bersabda,

“Hari itu Allah akan mengumpulkan seluruh manusia. Kemudian orang- orang yang beriman berdiri ketika surga sudah semakin menjauh dari mereka, lalu mereka datang kepada Nabi Adam dan berkata, “Wahai bapak kami, mintalah agar pintu surga dibukakan untuk kami” Lalu Nabi Adam berkata, “Apakah kalian dikeluarkan dari surga hanya karena kesalahan bapak kalian saja?” dan seterusnya hingga akhir hadits.

Namun, terdapat pula ulama lain yang mengatakan bahwa surga yang ditinggali oleh Nabi Adam AS ketika itu bukanlah surga keabadian.

Hal itu dikarenakan di sana Nabi Adam AS masih mendapat pelarangan, yaitu untuk tidak mendekati pohon terlarang. Nabi Adam AS juga tidur di sana dan dikeluarkan dari sana, bahkan iblis pun masuk ke dalamnya. Ini semua menunjukkan bahwa surga yang dimaksud bukanlah surga keabadian (Surga Ma’wa).

Penafsiran tersebut disampaikan oleh Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Abbas, Wahab bin Munabbih, Sufyan bin Uyainah, dan diunggulkan oleh Ibnu Qutaibah dalam kitabnya, Al-Ma’arif.

Lama Nabi Adam Berpisah dengan Hawa

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan, dari Abu Zur’ah, dari Utsman bin Abi Syaibah, dari Jarir, dari Atha, dari Said, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Nabi Adam mendarat di suatu tempat yang disebut Dahna.” Tempat ini terletak di antara Kota Makkah dan Thaif.

Sedang riwayat dari Hasan menyebutkan, “Nabi Adam mendarat di wilayah India, lalu Hawa di Jeddah, dan iblis di Dastimaisan, beberapa mil dari Kota Basrah, sedangkan ular di Asfahan.” Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi Hatim.

Adapun As-Suddi mengatakan, “Nabi Adam mendarat di wilayah India, ia diturunkan bersama Hajar Aswad dan segenggam daun dari surga, lalu daun itu ditebarkan di India hingga tumbuh pepohonan yang tercium aroma harum di sana

Dan riwayat dari Ibnu Umar menyebutkan, bahwa Nabi Adam mendarat di Bukit Shafa, sedang Hawa mendarat di Bukit Marwah Atsar ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim.

Nabi Adam AS dan Siti Hawa berpisah selama 200 tahun saat diturunkan ke bumi, sebagaimana dikatakan Abdul Mutaqin dalam buku Kain Ihram Anak Kampung. Akhirnya keduanya bertemu di Arafah, yang saat ini dijadikan tempat pertemuan umat Islam setiap tahun.

Pada saat wukuf, Arafah berarti pembebasan. Seperti dalam riwayat Imam Tirmidzi, “Tidak ada hari paling banyak Allah memerdekakan hamba-Nya dari neraka dari pada hari Arafah. Sesungguhnya Allah mendekati dan membanggakan mereka kepada para Malaikat seraya berkata, “Apa saja yang mereka inginkan akan Aku kabulkan.”

Ada pendapat lain yang menyebut, Nabi Adam AS berpisah dengan Siti Hawa selama 500 tahun, 300 tahun, bahkan ada yang mengatakan 40 tahun. Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Nabi Syits AS, Sosok Penjaga Nur Nabi Muhammad SAW



Jakarta

Setelah Nabi Adam wafat, Allah mengangkat seorang nabi yang bernama Syits AS. Beliau merupakan anak dari Nabi Adam.

Menukil dari buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul karya M Arief Hakim, Nabi Syits berdakwah dan menyampaikan ajaran-ajaran Allah kepada umat manusia. Dakwah yang disampaikan juga lembut, komunikatif dan tidak dengan cara memaksa.

Meski tidak termasuk ke dalam 25 nabi yang wajib diketahui, Nabi Syits mengajak umat manusia untuk beribadah kepada Allah SWT. Tidak hanya sekadar melakukan ritual, melainkan juga ibadah sosial seperti hal-hal yang bermanfaat bagi sesama.


Menurut buku Qashash al-Anbiyaa terjemahan Saefullah MS, Ibnu Katsir menuturkan bahwa arti dari nama Syits ialah anugerah Allah. Nama tersebut diberikan oleh Adam dan Hawa setelah mendapat Syits usai terbunuhnya Habil di tangan saudaranya sendiri.

Nabi Syits AS mendapatkan 50 lembar suhuf dari Allah agar disampaikan kepada umat manusia. Suhuf merupakan lembaran-lembaran yang berisi firman Allah SWT.

Taaj Langroodi dalam Akhlak Para Nabi mengemukakan bahwa Nabi Syits dilahirkan 5 tahun setelah peristiwa dibunuhnya Habil oleh Qabil. Allah SWT menunjuk Syits sebagai nabi, dia menetap di Mekkah dan membacakan kandungan suhuf-suhuf yang dianugerahkan Allah kepada Bani Adam.

Nabi Syits Sebagai Sosok Penjaga Nur Rasulullah SAW

Dalam buku Kumpulan Tanya Jawab Keagamaan yang disusun oleh Kyai Abdullah Alif, Nabi Syits merupakan orang pertama setelah Nabi Adam dan Hawa yang dipercaya untuk menjaga Nur Rasulullah SAW. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Allah pertama kali menciptakan Nur Nabi Muhammad sebelum Dia menciptakan Adam, Hawa, alam semesta beserta isinya.

Syekh Yusuf Bin Ismail An-Nabhani melalui Kitab Hujatullah menyebutkan sebelumnya Nur Nabi Muhammad SAW senantiasa terlihat bersinar di wajah Nabi Adam. Cahayanya nampak seperti matahari yang bersinar terang benderang.

Maka, Allah pun mengambil sumpah perjanjian kepada Nabi Adam agar senantiasa menjaga Nur tersebut dengan berfirman:

“Hai Adam, berjanjilah (kepada-Ku) untuk senantiasa benar-benar menjaga Nur Nabi Muhammad SAW (yang telah Kuletakkan dalam dirimu). Janganlah sekali-kali kamu letakkan kecuali kepada orang-orang yang suci mulia,”

Nabi Adam menerimanya dengan senang hati. Kemudian, Nur ini bersemayam di dalam diri Siti Hawa. Tak lama setelahnya, lahirlah seorang anak laki-laki yang tak lain adalah Nabi Syits.

Nur yang semula terdapat di dalam tubuh Hawa dipindah ke dalam Nabi Syits. Nur tersebut terlihat pada wajah Syits, karenanya Nabi Adam selalu memperhatikan dan menjaga Syits.

Nabi Syits tumbuh sebagai pribadi dengan akhlak yang baik. Bahkan, Allah SWT mengirimkan sosok bidadari yang cantik dan rupawan untuk Nabi Syits.

Mengacu pada buku yang sama, yaitu Akhlak Para Nabi, wafatnya Nabi Syits terjadi ketika beliau jatuh sakit. Sebagai gantinya, ia menetapkan sang putra yang bernama Anush untuk melaksanakan wasiatnya.

Nabi Syits meninggal di usia 912 tahun dan dikuburkan tepat di samping makam kedua orang tuanya, yakni di Gua Gunung Abu Qubais.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Nabi Adam Menangis Ratusan Tahun usai Diturunkan dari Surga, Begini Kisahnya



Jakarta

Allah SWT menurunkan Nabi Adam AS ke bumi setelah sebelumnya tinggal di surga. Menurut sejumlah riwayat, ketika itu Nabi Adam AS menangis hingga ratusan tahun.

Kisah turunnya Nabi Adam AS ke bumi diceritakan dalam Al-Qur’an surah Al Baqarah ayat 35-36. Allah SWT berfirman,

وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَاۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ٣٥ فَاَزَلَّهُمَا الشَّيْطٰنُ عَنْهَا فَاَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيْهِ ۖ وَقُلْنَا اهْبِطُوْا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ ۚ وَلَكُمْ فِى الْاَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَّمَتَاعٌ اِلٰى حِيْنٍ ٣٦


Artinya: “Kami berfirman, “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu, dan janganlah kamu dekati pohon ini, sehingga kamu termasuk orang-orang zalim!” Lalu, setan menggelincirkan keduanya darinya sehingga keduanya dikeluarkan dari segala kenikmatan ketika keduanya ada di sana (surga). Kami berfirman, “Turunlah kamu! Sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain serta bagi kamu ada tempat tinggal dan kesenangan di bumi sampai waktu yang ditentukan.”

Menurut Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiyaa, ayat di atas menunjukkan bahwa Nabi Adam AS dan Siti Hawa diturunkan langsung ke bumi dalam satu tahap. Al-Hafizh ibnu Asakir meriwayatkan dari Mujahid bahwa Allah SWT memerintahkan dua malaikat untuk mengeluarkan Nabi Adam dan Hawa dari sisi-Nya.

Pada saat itu, Jibril melepas mahkota dari kepala Nabi Adam AS, sementara Mikail melepas tanda kehormatan dari jidatnya. Selanjutnya, benda-benda berharga itu digantungkan pada sebatang dahan.

Menurut riwayat yang terdapat dalam Ensiklopedia Tasawuf Imam Al-Ghazali karya M. Abdul Mujieb dkk, Nabi Adam AS menangis selama 300 tahun ketika diturunkan dari surga. Riwayat ini berasal dari Hasan, ia berkata,

“Sesungguhnya Nabi Adam AS menangis ketika diturunkan dari surga selama tiga ratus tahun, hingga jurang Sarandib penuh dengan air matanya.”

Sufi besar dan ahli makrifat abad ke-7, Syaikh Abdul Aziz ad-Dirini, dalam Kitab Thaharatul Qulub turut menceritakan kisah menangisnya Nabi Adam AS selama 300 tahun. Ia menceritakan dari Wahab bin Munabbih.

Dikatakan, ketika turun ke bumi, Nabi Adam AS diam selama tujuh hari, menangis hingga air matanya kering, dan kepalanya menunduk. Lalu, Allah SWT bertanya, “Beban berat apa yang Aku lihat menimpa dirimu?”

Nabi Adam AS menjawab, “Wahai Tuhan, musibahku besar dan kesalahan mengelilingiku. Aku dikeluarkan dari malakut Tuhanku, hingga kini berada di negeri kehinaan, padahal sebelumnya berada di negeri kemuliaan. Aku berada di negeri kesengsaraan, padahal sebelumnya berada di negeri kebahagiaan. Aku berada di negeri keletihan, padahal sebelumnya berada di negeri kesenangan. Aku berada di negeri ujian, padahal sebelumnya berada di negeri kesehatan. Karenanya, bagaimana mungkin aku tidak menangisi kesalahanku?”

Lalu, Allah SWT mewahyukan, “Wahai Adam, bukankah Aku memilihmu untuk diri-Ku menghalalkan negeri-Ku, mengistimewakanmu dengan kemuliaan-Ku, serta memerintahkanmu untuk mewaspadai amarah-Ku? Bukankah Aku menciptakanmu dengan tangan-Ku, meniup roh-Ku ke dalam dirimu, memerintahkan para malaikat bersujud kepada-Mu, namun kamu malah bermaksiat kepada perintah-Ku, melupakan janji-Ku, dan perlahan mendekati amarah-Ku. Demi kemuliaan dan keagungan-Ku, seandainya bumi penuh dengan para lelaki yang semuanya sepertimu, mereka beribadah kepada-Ku, bertasbih kepada-Ku, lalu bermaksiat kepada-Ku, maka Aku benar-benar akan menempatkan mereka di tempat orang-orang yang bermaksiat.”

Lalu, Nabi Adam AS menangis selama 300 tahun.

Sementara itu, dalam riwayat lain yang berasal dari Hasan, Nabi Adam AS menangisi surga selama 70 tahun karena menyesali kesalahannya dan menangis selama 40 tahun ketika anaknya terbunuh.

Sebagaimana Al-Auza’i menceritakan dari Hasan (Ibnu Athiyah) yang berkata, “Adam menempati surga selama seratus tahun.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Enam puluh tahun. Beliau menangisi surga selama tujuh puluh tahun. Menangis selama tujuh puluh tahun karena menyesali kesalahannya dan menangis selama empat puluh tahun ketika anaknya terbunuh.” (HR Ibnu Asakir)

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Kurban dari Dua Putra Nabi Adam AS, Qabil dan Habil



Jakarta

Mendekati momentum Hari Idul Adha, ada beberapa kisah yang menarik bagi muslim ketahui sekaligus memperkaya khasanah pengetahuan. Salah satunya adalah kisah kurban dari kedua putra Nabi Adam AS yang dapat kita jadikan sebagai pembelajaran.

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi tulisan Ibnu Katsir, kisah ini diterangkan dari As-Sadi yang menceritakan melalui Abu Malik dan Abu Shalih, yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang diteruskan dari Murrah, yang berasal dari Ibnu Mas’ud, yang mendengar dari beberapa sahabat Nabi Muhammad SAW.

Menurut kisahnya, Nabi Adam menikahkan setiap anak laki-lakinya yang bernama Qabil dan Habil dengan anak perempuan yang bukan pasangan kembarannya. Menurut aturan ini, Habil seharusnya dinikahkan dengan saudara perempuan kembarannya, Qabil, yang lebih tua darinya.


Perempuan tersebut merupakan salah satu putri Nabi Adam yang paling cantik. Namun, Qabil berkeinginan untuk menikahi saudari kembarannya yang sangat cantik itu.

Nabi Adam kemudian memerintahkan Qabil untuk menikahkan saudari kembarannya dengan Habil, tetapi Qabil menolak perintah tersebut. Akhirnya, Nabi Adam memerintahkan kedua putranya untuk berkurban.

Pada saat yang sama, Nabi Adam sendiri berangkat ke Mekah Makkah dapat menunaikan ibadah haji. Sebelum berangkat, Nabi Adam berusaha menitipkan penjagaan keluarganya kepada langit, namun langit menolaknya.

Kemudian, beliau mencoba menitipkannya kepada bumi dan gunung, tetapi keduanya juga menolak. Akhirnya, Qabil menyatakan kesediaannya untuk menjaga keluarganya.

Selanjutnya, ketika Qabil dan Habil berangkat untuk mempersembahkan kurban seperti yang diminta oleh Nabi Adam berdasarkan perintah Allah, Habil memilih untuk mempersembahkan kurbannya berupa seekor kambing yang terbaik dan paling gemuk. Perlu diketahui bahwa latar belakang Habil adalah seorang peternak.

Sementara itu, Qabil memilih untuk mempersembahkan hasil pertanian yang buruk. Ketika mereka menyerahkan kurban-kurban tersebut, api turun dari langit dan menyambar kurban Habil, menunjukkan bahwa kurban Habil diterima.

Namun, api tidak menyentuh kurban Qabil, menandakan bahwa kurban Qabil ditolak. Qabil marah dan mengancam Habil, mengatakan bahwa dia akan membunuhnya dan menghalangi Habil untuk menikahi saudara perempuannya yang kembar.

Habil menjawab, “Sesungguhnya, Allah SWT hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa.”

Kisah ini juga diabadikan dalam surah Al Ma’idah ayat 27. Allah SWT berfirman,

۞ وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَاَ ابْنَيْ اٰدَمَ بِالْحَقِّۘ اِذْ قَرَّبَا قُرْبَانًا فَتُقُبِّلَ مِنْ اَحَدِهِمَا وَلَمْ يُتَقَبَّلْ مِنَ الْاٰخَرِۗ قَالَ لَاَقْتُلَنَّكَ ۗ قَالَ اِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللّٰهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ

Artinya: Bacakanlah (Nabi Muhammad) kepada mereka berita tentang dua putra Adam dengan sebenarnya. Ketika keduanya mempersembahkan kurban, kemudian diterima dari salah satunya (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Dia (Qabil) berkata, “Sungguh, aku pasti akan membunuhmu.” Dia (Habil) berkata, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (amal) dari orang-orang yang bertakwa.

Ibnu Abbas juga meriwayatkan melalui riwayat lainnya, yang berasal dari Abdullah bin Amru. Abdullah bin Amru berkata,

“Sungguh, yang terbunuh (Habil) adalah orang yang lebih kuat di antara kedua saudara itu, tetapi dia menahan diri dari melakukan dosa dengan tidak menggerakkan tangannya untuk membunuh saudaranya, Qabil.”

Abu Ja’far al-Bakir juga meriwayatkan bahwa Nabi Adam merasa gembira karena kedua putranya telah mempersembahkan kurban dan kurban Habil diterima sedangkan kurban Qabil ditolak. Qabil kemudian mengatakan kepada Nabi Adam,

“Kurban Habil diterima karena engkau mendoakannya, tetapi engkau tidak mendoakanku.” Padahal, Nabi Adam telah mendoakan kedua putranya dengan baik.

Wallahu’alam.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Tentang Buah Khuldi dan Kisah Manusia Pertama di Surga



Jakarta

Nabi Adam Alaihis Salam (AS) adalah manusia pertama yang diciptakan Allah SWT dan tinggal di surga sejak saat itu. Bapak umat manusia ini lalu diturunkan ke bumi usai terkena tipu daya iblis agar mau makan buah khuldi.

Mahmud asy-Syafrowi menjelaskan dalam buku Bumi sebelum Manusia Tercipta, dalam Al-Qur’an maupun hadits tidak disebutkan nama eksplisit ‘buah khuldi’, tapi adanya ‘syajaratul khuldi’ yakni pohon khuldi. Hanya saja, kata Mahmud asy-Syafrowi, dalam adat kebiasaan manusia yang dimakan adalah buah, maka kemudian dipersepsikan sebagai buah khuldi.

Ada yang menafsirkan bahwa buah khuldi adalah buah dari pohon terlarang di surga dan setan menyebutnya sebagai pohon keabadian. Nama khuldi ini merupakan penafsiran para mufassir dari firman Allah SWT dalam surah Thaha ayat 120. Allah SWT berfirman,


فَوَسْوَسَ اِلَيْهِ الشَّيْطٰنُ قَالَ يٰٓاٰدَمُ هَلْ اَدُلُّكَ عَلٰى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلٰى

Artinya: “Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya. Ia berkata, “Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon khuldi (keabadian) dan kerajaan yang tidak akan binasa?”

Menurut sebuah riwayat, pohon buah khuldi ini adalah sejenis pohon yang besar. Abdurrahman bin Mahdi menceritakan dari Syu’bah, dari Abu adh-Dhahhak, dari Abu Hurairah RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya, di dalam surga terdapat sebatang pohon yang jika seorang pengendara melewati naungan pohon itu selama seratus tahun, niscaya ia tidak akan dapat melewatinya, (yaitu) pohon khuldi.” (HR Ahmad)

Hadits tersebut turut diriwayatkan ad-Darimi dalam Musnad-nya pada pembahasan tentang Pelembut Hati bab Pohon-pohon Surga.

Pohon khuldi tersebut menjadi petaka bagi Nabi Adam AS. Imam Ibnu Katsir menceritakan dalam Qashash al-Anbiyaa, Nabi Adam AS dan istrinya, Hawa, dikeluarkan dari surga yang penuh kenikmatan, kemewahan, dan kebahagiaan menuju ke bumi yang penuh kejenuhan, keletihan, dan kesengsaraan karena godaan iblis yang telah menjerumuskan mereka berdua.

Hal ini dikisahkan dalam firman Allah SWT,

فَوَسْوَسَ لَهُمَا الشَّيْطٰنُ لِيُبْدِيَ لَهُمَا مَا وٗرِيَ عَنْهُمَا مِنْ سَوْءٰتِهِمَا وَقَالَ مَا نَهٰىكُمَا رَبُّكُمَا عَنْ هٰذِهِ الشَّجَرَةِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَا مَلَكَيْنِ اَوْ تَكُوْنَا مِنَ الْخٰلِدِيْنَ ٢٠

Artinya: “Maka, setan membisikkan (pikiran jahat) kepada keduanya yang berakibat tampak pada keduanya sesuatu yang tertutup dari aurat keduanya. Ia (setan) berkata, “Tuhanmu tidak melarang kamu berdua untuk mendekati pohon ini, kecuali (karena Dia tidak senang) kamu berdua menjadi malaikat atau kamu berdua termasuk orang-orang yang kekal (dalam surga).” (QS Al A’raf: 20)

وَقَاسَمَهُمَآ اِنِّيْ لَكُمَا لَمِنَ النّٰصِحِيْنَۙ ٢١

Artinya: “Ia (setan) bersumpah kepada keduanya, “Sesungguhnya aku ini bagi kamu berdua benar-benar termasuk para pemberi nasihat.” (QS Al A’raf: 21)

فَدَلّٰىهُمَا بِغُرُوْرٍۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْءٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَنَّةِۗ وَنَادٰىهُمَا رَبُّهُمَآ اَلَمْ اَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَاَقُلْ لَّكُمَآ اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ٢٢

Artinya: “Ia (setan) menjerumuskan keduanya dengan tipu daya. Maka, ketika keduanya telah mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah pada keduanya auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (di) surga. Tuhan mereka menyeru mereka, “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”

Menurut tafsir Ibnu Katsir, maksud perkataan iblis dalam ayat tersebut adalah seandainya Nabi Adam AS dan Hawa memakan buah dari pohon yang ada di dalam surga tersebut, mereka akan menjadi malaikat atau akan hidup kekal di surga. Setan pun bersumpah tentang hal itu, meskipun kata-kata ini hanya tipu daya dan bertolak belakang dengan kenyataan sebenarnya.

Dalam Tafsir Al-Qur’an Kementerian Agama RI diceritakan, setan pun tak henti-hentinya membujuk Nabi Adam AS dan Hawa dengan berbagai tipu daya agar mau memakan buah pohon (khuldi) itu. Ketika mereka mencicipi dan tersingkaplah aurat keduanya.

“Ketika mereka mencicipi dan belum memakan buah pohon itu secara sempurna, tampaklah oleh mereka auratnya masing-masing dan tampak pula bagi masing-masing aurat pasangannya. Hal ini membuat keduanya merasa malu, aurat yang senantiasa tertutup kini tersingkap. Maka mulailah mereka menutupinya, yakni menutupi auratnya, dengan daun-daun surga,” terang tafsir tersebut.

Ada juga yang menafsirkan bahwa buah khuldi ini bukan buah dalam makna yang sebenarnya, melainkan sebuah kiasan.

Akibat mendekati perkara yang dilarang Allah SWT itu, Nabi Adam AS dan Hawa diturunkan dari surga ke bumi. Namun, ada pendapat lain yang mengatakan bahwa pada dasarnya Nabi Adam AS diturunkan dari surga bukan karena melakukan sebuah kesalahan, melainkan karena sudah menjadi ketetapan Allah SWT. Hal ini bersandar pada sebuah hadits tentang percakapan antara Nabi Adam AS dan Nabi Musa AS.

Dari Abu Hurairah RA ia menceritakan bahwa Rasulullah SAW bersabda,

“Musa AS pernah mendebat Adam AS. Musa berkata kepada Adam, ‘Engkau telah mengeluarkan manusia dari surga hingga membuat mereka sengsara karena kesalahanmu.’ Adam menjawab, ‘Wahai Musa, engkau telah dipilih Allah dengan risalah dan kalam-Nya. Apakah engkau mencela diriku atas suatu hal yang telah ditulis Allah sebelum Dia menciptakan aku atau yang telah ditakdirkan Allah terhadap diriku sebelum Dia menciptakan aku?'” Rasulullah SAW bersabda, “Maka Adam dapat membantah argumentasi Musa.” (HR Bukhari)

Wallahu a’lam.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pengusiran Iblis dari Surga yang Awalnya Taat Beribadah



Jakarta

Iblis merupakan salah satu makhluk ghaib yang disebutkan dalam Al-Qur’an. Iblis identik dengan setan dan kerap dikaitkan sebagai sosok pengganggu manusia.

Menurut buku Mengungkap Rahasia Iblis susunan Muhammad Abdul Mughawiri, kata iblis merujuk pada jin bernama Azazil. Makna dari iblis bahkan tercantum dalam surat Al Kahfi ayat 50,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ كَانَ مِنَ ٱلْجِنِّ فَفَسَقَ عَنْ أَمْرِ رَبِّهِ


Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka kecuali iblis. Dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya,”

Ketika Nabi Adam AS diciptakan sebagai manusia pertama, Allah SWT memerintahkan para makhluk untuk sujud. Makhluk yang dimaksud itu disebut sebagai al-malaa’ikah (para malaikat). Namun iblis menolak, sebutan iblis ini muncul dalam surat Al Baqarah ayat 34 yang berbunyi,

وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَٰٓئِكَةِ ٱسْجُدُوا۟ لِءَادَمَ فَسَجَدُوٓا۟ إِلَّآ إِبْلِيسَ أَبَىٰ وَٱسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ ٱلْكَٰفِرِينَ

Arab latin: Wa iż qulnā lil-malā`ikatisjudụ li`ādama fa sajadū illā iblīs, abā wastakbara wa kāna minal-kāfirīn

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir,”

Dalam kitab Tafsir al- Munir karya Imam an-Nawawi al-Bantani serta dinukilkan dari Hasyiyat as-Shawi atas Tafsir al-Jalalain, dalam sejumlah riwayat dikatakan, konon iblis adalah penjaga surga dalam kurun waktu 40 ribu tahun. Ia pernah hidup bersama dengan malaikat selama 80 ribu tahun dan tawaf mengelilingi Arsy bersama para malaikat selama 14 ribu tahun.

Iblis tidak merasa lelah atau mengeluh dalam menjalankan perintah Allah SWT. Iblis menjalankan dengan ikhlas, tidak ada niat apa pun kecuali karena Allah semata. Pada masa itu, malaikat dan lainnya memberi gelar al-‘Aziz (makhluk Allah yang termulia) kepada iblis, ada juga yang memberi gelar ‘Azazil (panglima besar malaikat).

Dijelaskan dalam Tafsir Qashashi Jilid 1 susunan Syofyan Hadi, sebutan tersebut lantas berubah akibat pembangkangan yang ia lakukan. Secara harfiah, iblis artinya keluar dari rahmat Allah SWT.

Hal tersebut tercantum dalam surat Al A’raf ayat 12,

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍ

Artinya: “Allah berfirman: ‘Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?’ Iblis menjawab: ‘Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah,”

Keangkuhan iblis itu menyebabkan dia diusir dari surga oleh Allah SWT sebagai makhluk yang hina. Sikap angkuh dan pembangkangan tidak patut berada di dalam surga.

Penyebutan madz’uman madhuran (terhina lagi terusir) menunjukkan terhinanya iblis dalam bentuk yang berlipat ganda seakan Allah SWT hendak mengatakan bahwa kehinaan iblis karena keangkuhan dan pembangkangannya tidak cukup satu penghinaan saja.

Allah SWT berfirman dalam surat Al A’raf ayat 18,

قَالَ اخْرُجْ مِنْهَا مَذْءُوْمًا مَّدْحُوْرًا ۗ لَمَنْ تَبِعَكَ مِنْهُمْ لَاَمْلَـَٔنَّ جَهَنَّمَ مِنْكُمْ اَجْمَعِيْنَ

Artinya: “Dia (Allah) berfirman, “Keluarlah kamu darinya (surga) dalam keadaan terhina dan terusir! Sungguh, siapa pun di antara mereka yang mengikutimu pasti akan Aku isi (neraka) Jahanam dengan kamu semua,”

Lebih lanjut dijelaskan, pengusiran iblis dari surga itu menyebabkan ia dendam terhadap manusia. Iblis meminta kepada Allah SWT untuk memastikan bahwa manusia benar-benar menjadi insan yang sesat dan penghuni neraka, Allah SWT lalu memberi tenggang waktu kepada iblis untuk menyesatkan manusia dengan memanjangkan usianya. Namun, Allah SWT tidak memenuhi permohonan iblis secara sempurna.

Kala itu, iblis meminta agar tidak dimatikan sampai hari berbangkit, tetapi Allah SWT hanya memberi waktu hidup bagi mereka hingga kiamat datang. Dengan demikian, ketika kiamat berlangsung iblis juga mengalami kematian sebagaimana berlaku pada seluruh makhluk ciptaan Allah SWT.

Pada surat Al Hijr ayat 36-38, Allah SWT berfirman,

قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ . قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ . إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

Artinya: “(Iblis) berkata, “Wahai Tuhanku, tangguhkanlah (usia)-ku sampai hari mereka (manusia) dibangkitkan.” (Allah) berfirman, “Sesungguhnya kamu termasuk golongan yang ditangguhkan sampai hari yang telah ditentukan waktunya (kiamat),”

Dalam Qashash Al-Anbiyaa susunan Ibnu Katsir dijelaskan, Al-Qur’an menyebut iblis membisikkan kata-kata jahat yang menjerumuskan Nabi Adam AS. Hal ini tercantum dalam surat Thaha ayat 120,

فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ ٱلشَّيْطَٰنُ قَالَ يَٰٓـَٔادَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَىٰ شَجَرَةِ ٱلْخُلْدِ وَمُلْكٍ لَّا يَبْلَىٰ

Artinya: “Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata: “Hai Adam, maukah saya tunjukkan kepada kamu pohon khuldi dan kerajaan yang tidak akan binasa?”

Lebih lanjut diterangkan, walau iblis mendapatkan kesempatan menggoda anak manusia hingga hari kiamat, Allah SWT memberikan penawarnya, yaitu dengan menjaga konsistensi bertobat nasuha, seperti penegasan dalam surat Al Baqarah ayat 160.

إِلَّا ٱلَّذِينَ تَابُوا۟ وَأَصْلَحُوا۟ وَبَيَّنُوا۟ فَأُو۟لَٰٓئِكَ أَتُوبُ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنَا ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ

Artinya: “Kecuali mereka yang telah tobat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima tobat lagi Maha Penyayang.”

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com