Tag Archives: nabi adam as

Meremehkan Orang Lain



Jakarta

Manusia itu tidak boleh sombong karena yang berhak sombong hanya Allah SWT. tidak ada yang lain. Cukuplah Iblis menjadi pelajaran bagi hamba-hamba Allah SWT. akan bahayanya sifat sombong tersebut. Iblis tidak mau menaati perintah Allah SWT. untuk bersujud kepada Nabi Adam AS. karena sombong, meremehkan dan merasa lebih baik daripada Adam AS.

Rasulullah SAW. bersabda : “Tidak akan masuk surga orang yang ada kesombongan walau sebesar zarah di dalam hatinya.” Seorang laki-laki bertanya, “Sesungguhnya semua orang senang bajunya bagus, sandalnya bagus, apakah itu kesombongan?” Beliau menjawab, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia” (HR Muslim).


Ini penting bahwa orang yang sombong itu menolak kebenaran dan merendahkan manusia. Orang yang bersikap seperti ini tentu akan dijauhi oleh para sahabatnya dan akan terkucil dalam komunitasnya. Ajaran Islam yang luhur melarang seseorang berlaku sombong karena yang berhak memiliki sifat sombong hanya Allah SWT. Dia berfirman dalam sebuah hadis qudsi,”Sifat sombong adalah selendangku dan keagungan adalah busanaku. Barangsiapa yang merebut salah satunya dariku, maka akan Aku lemparkan dia ke neraka Jahanam.” (HR Ibnu Majah).

Orang yang menolak kebenaran itu dalam diskusi maupun berdebat, biasanya semua orang yang tidak sesuai dengan dirinya dianggap berseberangan dan ia musuhi. Sejatinya ada kaum seperti itu selalu menolak kebenaran meskipun berulang diberitahu. Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surah Yasin ayat 9 yang terjemahannya, “Kami memasang penghalang di hadapan mereka dan di belakang mereka, sehingga Kami menutupi (pandangan) mereka. Mereka pun tidak dapat melihat.”

Makna ayat di atas adalah : Telah digambarkan pula bahwa orang-orang yang tidak beriman itu memandang baik perbuatan jahat yang mereka kerjakan. Hal demikian menyebabkan mereka menjadi sombong, sehingga mereka enggan mengikuti ajaran rasul. Pikirannya tertutup dari kebenaran, dari apa yang dapat mendatangkan manfaat.

Oleh karena itu, tidak ada yang bisa mereka pahami kecuali apa yang telah diwariskan dari nenek moyang mereka. Ringkasnya, mereka selalu berada dalam penjara kebodohan, seolah-olah hati mereka dipisahkan oleh dinding, sehingga mereka tidak bisa berpikir dan merenungkan dalil-dalil kebenaran ajaran yang dibawa rasul. Ada pula yang mengartikan dinding yang menghalangi itu dengan hijab; hingga berarti Allah SWT. menjadikan hijab yang menghalangi orang-orang musyrik untuk menyakiti Rasul. Sedang mata yang tertutup diartikan, mereka tidak bisa mengindra dengan baik sesuatu yang dilihatnya, dan tidak satu pun petunjuk yang dapat meluruskan pikiran mereka.

Betapa ruginya jika seseorang muslim telah diuji dengan ditutupi ( diberi hijab ) sehingga meskipun matanya melihat, tetapi hatinya tetap keruh dan tiada bisa menangkap makna yang dilihatnya.

Biasanya dalam kehidupan sehari-hari dia menjadi orang yang “merasa” paling benar hingga tidak mengindahkan opini orang lain. Itulah termasuk penyakit hati yang seharusnya kita jauhi.

Jika diamati pada group-group medsos, akan muncul orang-orang yang berkarakter seperti ini. Bagaimana kita menyikapinya ? Tentu tidak perlu terbawa arus emosi untuk menjadi seperti itu, hindari dan jauhi ketika sudah tidak mempan diberitahu dengan lembut maupun terbuka. Berdo’alah pada Sang Pencipta agar hijab yang menutup mata hatinya untuk disingkapkan.

Dalam pandangan Islam, Bani Israil, meskipun mengetahui akan datangnya utusan terakhir (Nabi Muhammad SAW), banyak yang mengingkari dan menolak kerasulan beliau. Ini karena ketidaktawaran sebagian besar dari mereka untuk menerima kebenaran, meskipun telah mengetahui tanda-tanda dan bukti-bukti kebenaran Islam.

Hal ini dijelaskan dalam firman-Nya surah al-Baqarah ayat 83 yang terjemahannya, “Ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari Bani Israil, “Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin. Selain itu, bertutur katalah yang baik kepada manusia, laksanakanlah shalat, dan tunaikanlah zakat.” Akan tetapi, kamu berpaling (mengingkarinya), kecuali sebagian kecil darimu, dan kamu (masih menjadi) pembangkang.”

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah SWT. telah mengambil perjanjian dari Bani Israil untuk tidak menyembah selain-Nya dan berbuat baik kepada sesama, namun mayoritas mereka mengingkari perjanjian tersebut.Para pengingkar selalu meremehkan orang lain, ini menjadi ciri-cirinya. Sikap meremehkan orang lain itu muncul dari dalam dirinya sebagai orang yang berderajat tinggi. Kebanggaan diri ini mengarah sikap ujub, padahal sikap jelas dilarang.

Perasaan diri berderajat tinggi itu menjadikan dia sia-sia hidupnya. Ketinggian derajat yang menjadi ukuran di dunia seperti kepandaian, harta, kekuasaan maupun ketenaran. Semua itu tidaklah menjadi ukuran saat manusia dihisab karena timbangan amal perbuatan baik yang membawamu pada keselamatan. Semoga kita semua dalam lindungan-Nya, agar hidup dalam keselamatan di dunia dan di akhirat.

Aunur Rofiq

Penulis adalah Pendiri Himpunan Pengusaha Santri Indonesia

Artikel ini merupakan kiriman pembaca detikcom. Seluruh isi artikel menjadi tanggung jawab penulis. (Terima kasih – Redaksi)

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Jumlah Anak Nabi Adam AS dan Nama-namanya


Jakarta

Nabi Adam AS adalah nabi dan rasul sekaligus manusia pertama yang hidup di muka bumi. Proses penciptaannya menandai awal mula kehidupan manusia.

Allah SWT berfirman dalam surah Ali Imran ayat 59,

اِنَّ مَثَلَ عِيْسٰى عِنْدَ اللّٰهِ كَمَثَلِ اٰدَمَ ۗ خَلَقَهٗ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ قَالَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ


Artinya: “Sesungguhnya perumpamaan (penciptaan) Isa bagi Allah, seperti (penciptaan) Adam. Dia menciptakannya dari tanah, kemudian Dia berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu.”

Menurut buku Kisah Para Nabi susunan Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, pada awal penciptaan Nabi Adam AS dengan Siti Hawa, mereka dikaruniai lima orang anak. Tiga anaknya berjenis kelamin laki-laki, sedangkan dua lainnya adalah perempuan.

Nama-nama Anak Nabi Adam AS dan Siti Hawa

1. Habil dan Qabil, Iqlima dan Labuda

Dinukil dari buku Mukjizat Isra Mi’raj dan Kisah 25 Nabi Rasul susunan Winkanda Satria Putra, setelah Nabi Adam AS dan Siti Hawa diturunkan ke bumi, Hawa melahirkan dua pasang anak kembar. Sepasang anak kembar pertama bernama Qabil dan Iqlima, sepasang anak kembar berikutnya bernama Habil dan Labuda.

Mereka membesarkan anaknya dengan baik dan penuh kasih sayang. Bahkan, kedua anak Nabi Adam AS diajarkan cara bekerja dan mengurus rumah tangga. Anak laki-lakinya diajarkan mencari nafkah sesuai minat dan kemampuan mereka.

Namun, karena salah satu anak Nabi Adam AS yang bernama Qabil tergoda bisikan iblis, dia membunuh saudaranya sendiri, Habil. Habil dibunuh dengan batu yang dilemparkan ke kepala Habil saat sedang tidur hingga kepala Habil pecah.

Pendapat lain menyebut Qabil mencekik Habil dengan keras dan menggigitnya seperti binatang buas hingga Habil tewas. Pembunuhan Qabil terhadap Habil menjadi peristiwa pembunuhan pertama di dunia dalam sejarah Islam.

2. Syaits bin Adam

Anak laki-laki Nabi Adam AS dengan Siti Hawa lainnya adalah Syaits. Disebutkan bahwa Hawa memberi nama tersebut karena menjadi pengganti Habil yang telah dibunuh Qabil.

Abu Dzar menuturkan dalam hadits yang ia dengar dari Rasulullah SAW,

“Sungguh, Allah menurunkan 104 lembaran, 50 di antaranya Allah turunkan kepada Syaits.”

Muhammad bin Ishaq juga menyatakan, “Saat sekarang, Adam berwasiat kepada anaknya, Syaits, mengajarkan saat-saat pada malam dan siang hari, mengajarkan ibadah apa saja pada saat-saat itu, dan memberitahukan padanya setelah itu akan terjadi banjir besar.”

Nasab seluruh keturunan Adam saat ini bermuara pada Syaits. Anak-anak Adam selain Syaits telah punah dan lenyap.

Berapa Jumlah Anak Nabi Adam AS dan Siti Hawa Secara Keseluruhan?

Mengacu pada buku Kisah Para Nabi, Imam Abu Ja’far bin Jarir mengatakan dalam kitab At Tarikh dari sebagian ulama bahwa Hawa melahirkan 40 anak dalam 20 kali kehamilan. Pada sumber lain disebut Hawa melahirkan hingga 120 kali yang setiap kelahiran menghasilkan dua pasang anak, lelaki dan perempuan.

Beberapa menyebut Nabi Adam AS sebelum meninggal dunia sempat melihat 400.000 keturunannya, yang termasuk anak-anak dan cucu-cucunya.

Qabil dan saudarinya Iqlima menjadi anak yang paling tua, sementara anak yang terakhir adalah Abdul Mughits dan saudarinya, Ummul Mughits. Setelahnya, populasi manusia menyebar di berbagai belahan bumi dan berkembang biak hingga kini.

Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 1,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Artinya: “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri) nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama- Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”

Wallahu a’lam.

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Diterimanya Tobat Nabi Adam pada Hari Asyura, Begini Kisahnya



Jakarta

Hari Asyura yang jatuh pada 10 Muharram menyimpan sejumlah peristiwa dalam sejarah para nabi. Dikatakan, Allah SWT menerima tobat Nabi Adam AS pada hari tersebut.

Kisah tobatnya Nabi Adam AS ini diceritakan dalam Qashash Al-Anbiyaa karya Ibnu Katsir. Dikisahkan, ketika berada di surga, Nabi Adam AS dan istrinya, Hawa, melakukan sebuah kesalahan berupa memakan buah dari pohon terlarang akibat bujuk rayu iblis. Ulama berbeda pendapat terkait apakah ini merupakan sebuah kiasan.

Allah SWT berfirman,


فَدَلّٰىهُمَا بِغُرُوْرٍۚ فَلَمَّا ذَاقَا الشَّجَرَةَ بَدَتْ لَهُمَا سَوْءٰتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفٰنِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَّرَقِ الْجَنَّةِۗ وَنَادٰىهُمَا رَبُّهُمَآ اَلَمْ اَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ وَاَقُلْ لَّكُمَآ اِنَّ الشَّيْطٰنَ لَكُمَا عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ ٢٢

Artinya: “Ia (setan) menjerumuskan keduanya dengan tipu daya. Maka, ketika keduanya telah mencicipi (buah) pohon itu, tampaklah pada keduanya auratnya dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (di) surga. Tuhan mereka menyeru mereka, “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” (QS Al A’raf: 22)

Lebih lanjut ditafsirkan, akibat perbuatan tersebut Allah SWT mengeluarkan Nabi Adam AS dan Hawa dari surga. Al-Hafizh ibnu Asakir meriwayatkan dari Mujahid, ia berkata, “Allah memerintahkan dua malaikat untuk mengeluarkan Adam dan Hawa dari sisi-Nya. Jibril melepas mahkota dari kepala Adam sementara Mikail melepas tanda kehormatan dari jidatnya.

Selanjutnya, benda-benda berharga itu digantungkan pada sebatang dahan. Adam menyangka hukuman akan disegerakan baginya sehingga beliau menundukkan kepalanya seraya berkata: ‘Maafkan aku. Maafkan aku.’ Allah lalu berfirman kepada beliau: ‘Engkau hendak lari dari-Ku?’ Adam menjawab: ‘Tidak, tetapi aku malu pada-Mu, wahai Tuhanku’.”

Menurut riwayat yang berasal dari Abu Hurairah, peristiwa turunnya Nabi Adam AS dan Hawa ke bumi terjadi pada hari Jumat. Rasulullah SAW bersabda,

“Sebaik-baik hari yang padanya matahari terbit adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan. Pada hari itu juga beliau dimasukkan ke surga dan pada hari itu pula beliau diturunkan dari surga, dan pada hari itu juga akan terjadi kiamat.” (HR Ahmad)

Atas peristiwa tersebut, Nabi Adam AS dan Hawa bertobat, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya,

قَالَا رَبَّنَا ظَلَمْنَآ اَنْفُسَنَا وَاِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ٢٣

Artinya: Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzalimi diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak merahmati kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (QS Al A’raf: 23)

Hingga pada akhirnya Allah SWT menerima tobat Nabi Adam AS dan Hawa sebagaimana Dia berfirman,

فَتَلَقّٰٓى اٰدَمُ مِنْ رَّبِّهٖ كَلِمٰتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ ۗ اِنَّهٗ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ ٣٧

Artinya: “Kemudian, Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS Al Baqarah: 37)

Menurut sebuah riwayat, Allah SWT menerima tobat Nabi Adam AS pada hari Asyura (10 Muharram). Imam Baihaqi dalam Kitab Fadha ‘Ilul Quqat mengeluarkan riwayat yang panjang terkait diterimanya tobat Nabi Adam AS pada hari Asyura. Berikut penggalan haditsnya,

“…Allah menciptakan Adam pada hari Asyura. Demikian halnya dengan Hawa. Allah menciptakan Ibrahim di hari Asyura dan pada hari itu pula Allah menyelamatkannya dari api dan mengganti (sembelihannya). Allah menenggelamkan Firaun pada hari Asyura, Allah mengangkat Idris AS pada hari Asyura, Allah menyembuhkan Ayyub pada hari Asyura, Allah mengangkat Isa bin Maryam juga pada hari Asyura, demikian juga ia dilahirkan pada hari Asyura. Allah menerima tobat Adam pada hari Asyura…”

Imam Baihaqi juga menyebutkan hadits serupa dalam redaksi yang lebih singkat dari Imam Ali, bahwa Rasulullah SAW bersabda kepada seorang laki-laki,

“Jika kamu ingin berpuasa sebulan selain puasa Ramadan, maka puasalah di bulan Muharram, sesungguhnya di sana terdapat hari di mana Allah menerima tobat kepada suatu kaum dan akan memberikan ampunan bagi kaum yang lain.” (HR Al-Baihaqi dalam Kitab Fadha ‘Ilul Quqat)

Wallahu a’lam.

(kri/nwk)



Sumber : www.detik.com

Saat Nabi Muhammad Bertemu Nabi Adam di Surga


Jakarta

Nabi Muhammad SAW pernah bertemu Nabi Adam AS di surga. Peristiwa ini terjadi saat Rasulullah SAW melakukan Mikraj, perjalanan dari Masjid Al Aqsa ke Sidratul Muntaha.

Kisah pertemuan Nabi Muhammad SAW dan Nabi Adam AS diceritakan Ibnu Katsir dalam Qashash al-Anbiyaa dan diterjemahkan oleh Umar Mujtahid. Ibnu Katsir menyandarkan kisah ini dengan hadits Isra’ dalam kitab Shahihain.

Diceritakan, dalam perjalanan menuju Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW bersama Malaikat Jibril melewati setiap lapisan langit. Beliau bertemu Nabi Adam AS di langit paling bawah.


Saat melihat kedatangan Nabi Muhammad SAW, Nabi Adam AS berkata, “Selamat datang anak saleh dan nabi saleh.”

Nabi Muhammad SAW melihat di samping kanan dan kiri Nabi Adam AS ada kumpulan banyak manusia. Saat melihat ke kanan, Nabi Adam AS tertawa dan saat melihat ke kiri, Nabi Adam AS menangis.

Rasulullah SAW bertanya kepada Jibril, “Wahai Jibril, siapa dia?” Jibril menjawab, “Dia Adam, dan mereka itu anak keturunannya. Saat melihat ke sebelah kanan–mereka adalah para penghuni surga, Adam tertawa, dan saat melihat ke sebelah kiri, mereka adalah para penghuni neraka, Adam menangis.”

Terkait Nabi Adam AS, Abu Bakar Al-Bazzar menyebut riwayat dari Muhammad bin Mutsanna, dari Yazid bin Harun, dari Hisyam bin Hassan yang mengatakan, “Akal Adam sama seperti akal seluruh anak keturunannya.”

Dalam riwayat lain dikatakan, Nabi Muhammad SAW melintas di hadapan Nabi Yusuf AS, beliau bersabda, “Aku melintas di hadapan Yusuf, ternyata ia diberi separuh ketampanan.”

Sebagian ulama menafsirkan makna hadits tersebut adalah Nabi Yusuf AS diberi separuh ketampanan Nabi Adam AS. Ibnu Katsir berpendapat makna ini sesuai karena Allah SWT menciptakan Nabi Adam AS dan membentuknya dengan tangan-Nya, meniupkan roh padanya dan makhluk yang Allah SWT ciptakan pasti memiliki keindahan yang paling baik.

Dalam Shahihain juga terdapat riwayat lain dari sejumlah jalur yang menyebut Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, Allah menciptakan Adam sesuai wujud-Nya (sifat-sifat-Nya).” (HR Bukhari)

Nabi Muhammad Bertemu Nabi-nabi Lain

Nabi Muhammad SAW juga bertemu nabi-nabi lain saat melakukan perjalanan menuju Sidratul Muntaha. Ibnu Hajar Al-Asqalani dan Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab al-Isra’ wa al-Mi’raj yang diterjemahkan oleh Arya Noor Amarsyah menceritakan, Nabi Muhammad SAW bertemu Nabi Isa AS dan Nabi Yahya AS di langit kedua.

Selanjutnya, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Yusuf AS di langit ketiga dan berjumpa Nabi Idris AS di langit keempat.

Beliau kemudian melanjutkan perjalanan. Saat tiba di langit kelima, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Harun AS dan bertemu dengan Nabi Musa AS di langit keenam.

Terakhir, Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim AS di langit ketujuh. Menurut riwayat Nabi Ibrahim AS saat itu sedang menyandarkan punggungnya di Baitul Ma’mur–Ka’bah-nya para malaikat penduduk langit.

Para nabi terdahulu itu memberikan sapaan hangat kepada Nabi Muhammad SAW dan mendoakan kebaikan untuk beliau.

Kisah bertemunya Nabi Muhammad SAW dengan para nabi terdahulu di setiap lapisan langit itu mengacu pada hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dari Syaiban ibn Farukh, dari Hamad ibn Salamah, dari Tsabit al-Banani, dari Anas ibn Malik RA yang menceritakan dari Rasulullah SAW. Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan ini adalah hadits yang paling kuat dan tidak diperselisihkan.

Wallahu a’lam.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Kesombongan Iblis yang Menolak Perintah Allah untuk Bersujud, Ini Kisahnya


Jakarta

Kesombongan iblis yang menolak untuk menolak perintah Allah juga disebutkan dalam Al-Qur’an. Diceritakan bahwa Allah SWT mengusir iblis dari surga karena tak mau sujud kepada Nabi Adam, manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT.

Allah SWT berfitman dalam surah Al-A’raf ayat 11 dan 12:

وَلَقَدْ خَلَقْنٰكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنٰكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ لَمْ يَكُنْ مِّنَ السّٰجِدِيْنَ
Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan kamu (Adam), kemudian Kami membentuk (tubuh)-mu. Lalu, Kami katakan kepada para malaikat, “Bersujudlah kamu kepada Adam.” Mereka pun sujud, tetapi Iblis (enggan). Ia (Iblis) tidak termasuk kelompok yang bersujud.”


قَالَ مَا مَنَعَكَ اَلَّا تَسْجُدَ اِذْ اَمَرْتُكَ ۗقَالَ اَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُۚ خَلَقْتَنِيْ مِنْ نَّارٍ وَّخَلَقْتَهٗ مِنْ طِيْنٍ

Artinya: “Dia (Allah) berfirman, “Apakah yang menghalangimu (sehingga) kamu tidak bersujud ketika Aku menyuruhmu?” Ia (Iblis) menjawab, “Aku lebih baik daripada dia. Engkau menciptakanku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.”

Disebutkan dalam buku Yang Tersembunyi, Jin, Iblis, Setan, dan Malaikat dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Wacana Pemikiran Ulama Masa Lalu dan Masa Kini karya M Quraish Shihab, iblis menduga bahwa ia lebih mulia atau lebih baik dari Adam karena ia diciptakan dari api sedangkan Adam dari tanah.

Iblis Menolak Perintah Allah Bersujud pada Nabi Adam

Pada Al-Qur’an surah Al Baqarah disebutkan bahwa ketika Allah memerintahkan sujud, maka makhluk yang diperintahkan ada dalam satu sebutan saja yakni al-malaa’ikah (para malaikat). Baru setelah ada yang menolak dan tidak mau bersujud muncul nama dan sebutan baru yakni iblis.

Hal ini memberikan isyarat bahwa iblis sebelum memiliki sebutan itu adalah makhluk ciptaan Allah yang sangat tunduk dan patuh kepada Allah. Oleh karena itu ia dipanggail Allah dengan sebutan malaikat. Sebutan tersebut berubah akibat pembangkangan yang dilakukannya. Secara harfiah, iblis berarti keluar dari rahmat Allah SWT. Hal ini dijelaskan dalam Tafsir Qashashi Jilid I oleh Syofyan Hadi.

Allah SWT Mengusir Iblis dari Surga

Karena menolak perintah dari Allah dan berkat keangkuhannya, iblis diusir dari hadapan Allah. Penyebutan madz’uman madhuran (terhina lagi terusir) menunjukkan terhinanya iblis dalam bentuk yang berlipat ganda seakan Allah hendak mengatakan bahwa kehinaan iblis karena keangkuhan dan pembangkangannya tidak cukup satu penghinaan saja.

Bahkan saat iblis meninggalkan surga, Allah masih memberikan ancaman-Nya bahwa Dia akan memenuhi neraka Jahanam dengan iblis akibat kesombongannya.

Dendam Iblis pada Manusia

Setelah diusir dari surga, iblis kemudian mengumumkan akan berperang terhadap Nabi Adam AS dengan meminta waktu tangguh akan kematiannya hingga hari kebangkitan. Ungkapan iblis ilaa yaumi yub’atsun “sampai hari berbangkit” menunjukkan sakit hati dan dendamnya iblis kepada manusia, seakan tidak merasa cukup waktu menggoda manusia hingga kematian.

Allah SWT menjawab permintaan iblis sebagaimana yang tercantum dalam surah Al-Hijr ayat 36-38:

قَالَ رَبِّ فَأَنْظِرْنِي إِلَىٰ يَوْمِ يُبْعَثُونَ . قَالَ فَإِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِينَ . إِلَىٰ يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُومِ

Artinya: (Iblis) berkata, “Wahai Tuhanku, tangguhkanlah (usia)-ku sampai hari mereka (manusia) dibangkitkan.” (Allah) berfirman, “Sesungguhnya kamu termasuk golongan yang ditangguhkan sampai hari yang telah ditentukan waktunya (kiamat).”

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Adam AS Saat Turun ke Bumi, Diingatkan Waktu Sholat oleh Ayam



Jakarta

Ketika Nabi Adam AS turun ke bumi, ia merasa bingung karena semuanya gelap. Berbeda dengan di surga yang terang benderang. Beliau pun berdoa kepada Allah cara supaya dibangunkan untuk ibadah. Berikut ini cerita ayam dalam kisah nabi Adam AS.

Allah SWT menciptakan Adam AS sebagai khalifah di bumi. Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 30 :

وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ ٣٠


Artinya: “(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”

Cerita Ayam dalam Kisah Nabi Adam AS

Menurut buku 25 Kisah Hewan Bersama Para Nabi karya Dian Noviyanti, mengisahkan pertama kalinya Nabi Adam AS menginjakan kakinya di bumi.

Pada saat pertama kali Nabi Adam turun ke bumi, dunia masih diliputi oleh suasana gelap gulita, berbeda dengan surga yang terang benderang.

Lalu, Adam mulai bertanya, “Bagaimana aku tahu kapan waktu ibadah ku kepada Allah?”

Mendengar permohonan Adam, Allah turunkan seekor hewan ke bumi, binatang tersbeut ialah ayam jago.

Disebutkan bahwa ayam bukanlah hewan yang baru diciptakan, melainkan binatang yang sudah lama tinggal di surga.

Wujud asli ayam tersebut adalah malaikat Ad-dik (berbentuk mirip seperti ayam jago) di langit. Malaikat yang berada di pintu rahmat, bertubuh besar, saking besarnya kedua kakinya mencapai dasar bumi, serta sepasang sayap yang memenuhi jagat raya.

Ketika malaikat itu bertasbih menyerukan nama Allah, maka diwaktu bersamaan ayam-ayam di bumi ikut bertasbih. Setan pun lari menyembunyikan diri dan menutup telinga rapat-rapat saat mendengar tasbih dikumandangkan.

Pada saat waktu sholat tiba, malaikat akan bertasbih yang diiringi oleh ayam-ayam di bumi, maka Adam pun bangkit dari tidurnya, berwudhu, dan berdoa kepada Allah SWT.

Sebagaimana hadits di bawah ini:

“Apabila kalian mendengar ayam berkokok, mintalah karunia Allah (berdoalah), karena dia melihat malaikat. Dan apabila kamu mendengar (suara) kuda meringkik (di malam hari), maka mohonlah perlindungan Allah, karena dia melihat setan (iblis).” (HR. Bukhari dan Muslim).

Larangan Mencela Ayam Jago

Menurut buku 77 Pesan Nabi untuk Anak Muslim karya Abu Alkindie Ruhul Ihsan, seorang muslim dilarang untuk mencela ayam jago ketika ia berkokok.

Ayam berkokok karena ikut membantu membangunkan orang beribadah pada saat malam dan di waktu Subuh.

Imam Nawawi dalam karyanya Kitab Induk Doa dan Zikir Terjemah Kitab al-Adzkar Imam an-Nawawi, menuliskan sebuah hadits. Kami telah meriwayatkan dalam kitab Sunan Abu Dawud dengan sanad yang shahih, dari Zaid bin Khalid RA dia berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Janganlah kalian mencela ayam jantan, karena dia membangunkan orang untuk sholat.”

Demikian pembahasannya, kisah ayam dalam kehidupan Nabi Adam AS mengajarkan kita betapa pentingnya menjaga waktu ibadah. Sejak awal penciptaan, Allah SWT telah memberikan tanda-tanda dan petunjuk bagi manusia melalui alam dan makhluk-Nya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Dakwah Nabi Nuh Dicemooh oleh Umatnya Sendiri


Jakarta

Dalam sejarah Islam, cerita Nabi Nuh AS dikenal sebagai salah satu Rasul yang menghadapi tantangan terbesar dalam menyebarkan ajaran tauhid. Selama ratusan tahun, beliau berdakwah dengan penuh kesabaran, namun sayangnya, hanya sedikit orang yang bersedia mengikuti ajarannya dan beriman kepada Allah SWT.

Umatnya sering kali mencemooh dan menolak pesan-pesan yang disampaikannya, menganggap dakwahnya sebagai sebuah kebodohan.

Kisah Nabi Nuh Berdakwah

Nabi Nuh AS memiliki nama lengkap Nuh bin Lamik bin Muttawsyalakh bin Khanukh (Idris AS) bin Yarid bin Mahylayil bin Qanin bin Anusy bin Syaits bin Adam AS dan lahir 146 tahun setelah wafatnya Nabi Adam AS.


Diceritakan dalam buku Mutiara Kisah 25 Nabi dan Rasul oleh M. Arief Hakim, bahwa kaum Nabi Nuh AS, yang dikenal sebagai bani Rasib, terkenal dengan sifat congkak dan zalim.

Mereka terperangkap dalam kemewahan yang dikaruniakan oleh Allah SWT dan menjadikan kekayaan sebagai ukuran utama martabat dan harga diri manusia. Pada masa itu, kaum fakir miskin sering diremehkan dan mengalami penindasan.

Bahkan, saking besarnya kesombongan mereka, para budak dan hewan pun menjadi saksi dari ketidakadilan tersebut. Meski begitu, Nabi Nuh AS tetap berdakwah dengan penuh kesabaran untuk mengajak kaumnya kembali kepada ajaran tauhid.

Menurut Ibnu Katsir dalam Qashash Al-Anbiyaa yang diterjemahkan oleh H. Dudi Rosyadi, Nabi Nuh AS diutus untuk menghapus kesesatan dan kegelapan yang melanda kaumnya, bani Rasib, yang juga menyembah patung-patung orang saleh seperti Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq, dan Nasr, serta meminta berkah dan rezeki dari mereka.

Dakwah Nabi Nuh AS berlangsung sangat lama, sebagaimana disebutkan dalam surah Al-Ankabut ayat 14.

وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا نُوْحًا اِلٰى قَوْمِهٖ فَلَبِثَ فِيْهِمْ اَلْفَ سَنَةٍ اِلَّا خَمْسِيْنَ عَامًا ۗفَاَخَذَهُمُ الطُّوْفَانُ وَهُمْ ظٰلِمُوْنَ ١٤

Artinya: “Sungguh, Kami benar-benar telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu dia tinggal bersama mereka selama seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian, mereka dilanda banjir besar dalam keadaan sebagai orang-orang zalim.”

Selama 950 tahun, Nabi Nuh AS berdakwah dengan segala usaha, tanpa mengenal waktu, baik siang maupun malam, dalam keadaan sepi atau ramai, dengan membawa kabar gembira maupun peringatan. Meskipun demikian, kaum Nuh AS tetap saja berada dalam kesesatan dan berlaku kejam.

Banyak di antara mereka yang justru menolak Nabi Nuh AS. Merasa putus asa, Nabi Nuh AS akhirnya berdoa kepada Allah SWT, sebagaimana termaktub dalam surah Asy-Syu’ara ayat 117-118.

قَالَ رَبِّ اِنَّ قَوْمِيْ كَذَّبُوْنِۖ ١١٧ فَافْتَحْ بَيْنِيْ وَبَيْنَهُمْ فَتْحًا وَّنَجِّنِيْ وَمَنْ مَّعِيَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ ١١٨

Artinya: Dia (Nuh) berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah mendustakanku. Maka, berilah keputusan antara aku dan mereka serta selamatkanlah aku dan orang-orang mukmin bersamaku.”

Akhirnya, Allah SWT memerintahkan Nabi Nuh AS untuk membangun sebuah bahtera besar agar beliau dan para pengikutnya dapat diselamatkan dari azab yang akan diturunkan. Selama proses pembangunan bahtera, Nabi Nuh AS terus-menerus mendapatkan ejekan dan cemoohan dari bani Rasib.

Meskipun begitu, beliau tidak pernah merasa putus asa dan tetap bersemangat menyelesaikan kapal tersebut.

Setelah bahtera itu selesai, Allah SWT memenuhi janji-Nya. Bahtera yang besar itu tidak hanya membawa kaum muslimin, tetapi juga berbagai jenis hewan.

Kemudian, Allah SWT menurunkan hujan deras dari langit selama 40 hari 40 malam, dan memerintahkan bumi untuk mengeluarkan air dari segala penjuru sehingga seluruh permukaan bumi tertutup oleh air. Banjir yang sangat besar ini menyebabkan air naik tinggi hingga membentuk gelombang seperti gunung. Bahtera itu terombang-ambing di tengah banjir yang menenggelamkan kaum kafir.

Istri dan Anak Nabi Nuh yang Durhaka

Nabi Nuh AS memiliki istri dan anak yang durhaka, keduanya menolak ajaran tauhid yang dibawanya. Meskipun Nabi Nuh AS berusaha sekuat tenaga untuk mengajak mereka ke jalan yang benar, mereka tetap berpaling dan tidak mau menerima dakwahnya.

Dikutip dari buku Ulumul Qur’an: Kajian Kisah-kisah Wanita dalam Al-Qur’an karya Muhammad Roihan Nasution, kisah pembangkangan istri Nabi Nuh diceritakan Allah SWT dalam surah At-Tahrim ayat 10:

ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَتَ نُوحٍ وَامْرَأَتَ لُوطٍ ۖ كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

Artinya: “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang saleh di antara hamba-hamba Kami; lalu kedua istri itu berkhianat kepada suaminya (masing-masing), maka suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah; dan dikatakan (kepada keduanya): ‘Masuklah ke dalam jahanam bersama orang-orang yang masuk (neraka jahanam)’.”

Istri Nabi Nuh AS yang durhaka juga melahirkan anak yang membangkang kepada ayahnya. Anak Nabi Nuh AS, seperti yang diceritakan dalam Al-Qur’an, menolak untuk naik ke dalam bahtera, sehingga ia akhirnya terseret dalam banjir besar. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Hud ayat 43:

قَالَ سَـَٔاوِىٓ إِلَىٰ جَبَلٍ يَعْصِمُنِى مِنَ ٱلْمَآءِ ۚ قَالَ لَا عَاصِمَ ٱلْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ ٱللَّهِ إِلَّا مَن رَّحِمَ ۚ وَحَالَ بَيْنَهُمَا ٱلْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ ٱلْمُغْرَقِينَ

Artinya: “Anaknya menjawab ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!’ Nuh berkata ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang’. Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.”

(hnh/rah)



Sumber : www.detik.com

Jumlah Anak Nabi Adam AS beserta Namanya dalam Sejarah Islam


Jakarta

Sebagai manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT, Nabi Adam AS menjadi awal keberadaan umat manusia di muka bumi. Dari rahim Siti Hawa, istri Nabi Adam AS yang diciptakan dari tulang rusuknya, lahirlah beberapa keturunan pertama dari umat manusia yang berkembang hingga saat ini.

Menurut riwayat yang dikutip dari buku Kisah Para Nabi Ibnu Katsir Terjemahan Umar Mujtahid, di awal penciptaannya, Nabi Adam AS dan Siti Hawa dikaruniai lima orang anak, yaitu tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan. Berikut nama anak-anak pertama Nabi Adam AS.

Nama Anak-anak Nabi Adam AS


1. Habil dan Qabil, Iqlima dan Labuda

Diceritakan dalam buku Mukjizat Isra Mi’raj dan kisah 25 Nabi Rasul karya Winkanda Satria Putra, setelah Nabi Adam AS dan Hawa turun ke bumi, Hawa melahirkan dua pasang anak kembar. Sepasang anak kembar pertama bernama Qabil dan Iqlima, sepasang anak kembar berikutnya bernama Habil dan Labuda.

Nabi Adam AS dan Hawa membesarkan kedua anak kembarnya ini dengan bijaksana dan penuh kasih sayang. Kedua anak perempuan mereka diajarkan pekerjaan dan kewajiban mengurus rumah. Sementara itu, kedua anak lelaki mereka diajarkan cara mencari nafkah sesuai minat dan kemampuan mereka.

Dikisahkan pada sumber sebelumnya, atas bisikan iblis, Qabil membunuh saudaranya sendiri, Habil. Habil dibunuh Qabil dengan sebuah batu yang ia lemparkan ke kepala Habil saat sedang tidur hingga kepala Habil pecah.

Sementara itu, dalam pendapat yang berbeda disebutkan, Qabil mencekik Habil dengan keras dan menggigitnya seperti bintang buas, hingga Habil tewas. Wallahu a’lam.

Pembunuhan Qabil terhadap Habil ini merupakan peristiwa pembunuhan pertama di dunia dalam sejarah Islam.

2. Syaits bin Adam

Nabi Adam AS dan istrinya, Hawa, melahirkan seorang anak lelaki yang diberi nama Syaits. Hawa mengatakan, “Aku memberi nama itu karena aku diberi pengganti Habil yang telah dibunuh Qabil.”

Abu Dzar menuturkan dalam hadits yang ia dengar dari Rasulullah SAW,

“Sungguh, Allah menurunkan 104 lembaran, 50 di antaranya Allah turunkan kepada Syaits.”

Muhammad bin Ishaq juga menyatakan, “Saat sekarang, Adam berwasiat kepada anaknya, Syaits, mengajarkan saat-saat pada malam dan siang hari, mengajarkan ibadah apa saja pada saat-saat itu, dan memberitahukan padanya setelah itu akan terjadi banjir besar.”

Disebutkan pula bahwa nasab seluruh keturunan Adam saat ini bermuara pada Syaits. Anak-anak Adam selain Syaits telah punah dan lenyap.

Jumlah Anak Nabi Adam AS Seluruhnya

Merujuk kembali pada buku Kisah Para Nabi, Imam Abu Ja’far bin Jarir menyebutkan dalam kitab At-Tarikh dari sebagian ulama, bahwa Hawa melahirkan 40 anak dalam 20 kali kehamilan.

Menurut sumber lain, Hawa melahirkan sebanyak 120 kali, di mana setiap kelahiran menghasilkan dua sepasang anak, lelaki dan perempuan. Qabil dan saudarinya, Qalima adalah anak yang paling tua, sedangkan anak yang terakhir adalah Abdul Mughits dan saudarinya, Ummul Mughits.

Setelah itu, populasi manusia menyebar di berbagai belahan bumi dan berkembang dengan baik hingga saat ini. Allah SWT pun menurunkan firman-Nya dalam surah An-Nisa ayat 1,

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ وَّخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيْرًا وَّنِسَاۤءً ۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ الَّذِيْ تَسَاۤءَلُوْنَ بِهٖ وَالْاَرْحَامَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Artinya: “Wahai manusia! Bertakwalah kepada Rabbmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri) nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama- Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya, Allah selalu menjaga dan mengawasimu.”

Para ahli sejarah juga menyebutkan, Nabi Adam AS sebelum meninggal dunia sempat melihat 400.000 keturunannya, yang termasuk anak-anak dan cucu-cucunya. Wallahu a’lam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Cerita Qabil dan Habil, Anak Nabi Adam AS yang Membunuh Saudara Kembarnya



Jakarta

Qabil dan Habil merupakan anak kembar laki-laki dari Nabi Adam AS. Siti Hawa melahirkan dua pasang anak kembar laki-laki dan perempuan, yaitu Qabil, Habil, Iqlima dan Labuda.

Menukil dari Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid dkk, Qabil adalah saudara kembar dari Iqlima. Sementara itu, Habil merupakan saudara kembar dari Labuda.

Ketika mereka sudah baligh, Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Adam AS agar menikahkan anak-anaknya yang tidak sekandung. Jadi, Habil dinikahkan dengan Iqlima sementara Qabil dengan Labuda.


Namun, Qabil merasa dengki terhadap Habil. Sebab, paras Labuda tidak secantik Iqlima yang mana merupakan saudara kembar Qabil.

Setan dengan segala tipu daya dan bisikannya menghasut Qabil untuk membunuh Habil. Karena tidak mau mengalah dan hatinya dipenuhi rasa iri, akhirnya Adam AS meminta kedua putranya untuk berkurban agar mendapat pilihan terbaik. Langkah ini dilakukan Nabi Adam AS agar tidak melanggar anjuran dari Allah SWT.

Qabil mempersembahkan kurban berupa hasil pertanian yang buruk, sementara Habil memberikan kurban berupa seekor kambing gemuk dengan kualitas baik. Atas kuasa Allah SWT, muncul api menyambar kurban Habil yang menandakan kurbannya diterima sang Khalik. Sebaliknya, kurban Qabil ditolak karena api membiarkan miliknya begitu saja.

Melihat hal itu, Qabil menjadi marah dan berkata ingin membunuh Habil jika benar-benar menikahi Iqlima. Jawaban Habil atas gertakan Habil diceritakan dalam surah Al Maidah ayat 28,

لَئِنۢ بَسَطتَ إِلَىَّ يَدَكَ لِتَقْتُلَنِى مَآ أَنَا۠ بِبَاسِطٍ يَدِىَ إِلَيْكَ لِأَقْتُلَكَ ۖ إِنِّىٓ أَخَافُ ٱللَّهَ رَبَّ ٱلْعَٰلَمِينَ

Artinya: “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.”

Qabil yang gelap mata akhirnya memutuskan untuk membunuh Habil. Ulama berpendapat bahwa Qabil memanggul jenazah Habil selama satu tahun setelah membunuh saudaranya.

Ulama lain ada yang mengatakan selama 100 tahun sampai akhirnya Allah SWT mengutus dua ekor burung gagak yang bertarung hingga salah satunya mati. Burung gagak yang masih hidup menggali tanah dan memasukkan bangkai burung gagak yang telah mati ke dalamnya, ketika itu Qabil menyaksikan pergulatan kedua burung gagak tersebut dan meniru apa yang dilakukan mereka.

Ada lagi yang berpendapat bahwa Qabil membunuh Habil dengan batu yang dilempar hingga mengenai kepalanya ketika ia terlelap. Pendapat lain menyebutkan Qabil mencekek leher Habil sekuat-kuatnya dan menggigitnya seperti layaknya binatang buas hingga Habil meninggal dunia.

Sewaktu Qabil menyaksikan Habil yang terkapar tidak berdaya, ia bingung dan menyesali perbuatannya. Qabil teringat bahwa Habil merupakan saudara yang baik.

Allah SWT tidak langsung mengazab Qabil di dunia, namun ia menanggung dosa besar. Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya,

“Tidaklah seorang jiwa dibunuh secara zalim, kecuali anak Adam yang pertama (Qabil) ikut menanggung darahnya, karena ia adalah orang yang pertama mencontohkan pembunuhan.” (HR Bukhari)

Wallahu a’lam

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Tentang Usia Nabi Daud AS, Benarkah Dapat Tambahan dari Nabi Adam AS?



Jakarta

Nabi Daud AS disebut memiliki usia yang lebih panjang dari ketetapan awalnya. Menurut riwayat, ia mendapat tambahan usia dari Nabi Adam AS.

Merujuk pada Qashash al-Anbiyaa’ yang ditulis Ibnu Katsir dan diterjemahkan Saefulloh MS, kisahnya bermula ketika Allah SWT mengeluarkan anak-anak keturunan Nabi Adam AS dari punggungnya, lalu beliau melihat di antara mereka ada yang menjadi para nabi.

Nabi Adam AS melihat di antara anak-anak keturunannya seorang laki-laki yang bercahaya. Kemudian Nabi Adam AS bertanya, “Wahai Tuhanku, siapakah dia?” Allah SWT menjawab, “Ia adalah anak keturunanmu yang bernama Daud.” Nabi Adam AS kembali bertanya, “Wahai Tuhanku, berapa umurnya?” Allah menjawab, “Enam puluh tahun.”


Kemudian Nabi Adam AS berkata, “Wahai Tuhanku, tambahkanlah umurnya.” Allah menjawab, “Tidak, Aku tidak akan menambah umurnya, kecuali Aku tambah umurnya dengan mengambil dari umurmu.”

Umur Nabi Adam AS adalah seribu tahun. Lalu dari umurnya itu diambil 40 tahun untuk ditambahkan kepada salah satu anak keturunannya, yaitu Nabi Daud AS. Ketika ajalnya tiba, malaikat maut datang kepadanya. Nabi Adam AS bertanya keheranan, “Bukankah umurku masih tersisa empat puluh tahun lagi?”

Rupanya, Nabi Adam AS lupa kalau umurnya telah berkurang karena telah dikurangi untuk menambah umur salah satu anak keturunannya, yaitu Daud AS. Akan tetapi, kemudian Allah SWT menyempurnakan usia Nabi Adam AS tetap seribu tahun dan usia Nabi Daud AS seratus tahun.

Kisah tersebut berasal dari hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Ibnu Abbas. Tirmidzi juga meriwayatkannya dari Abu Hurairah dan ia mengatakan bahwa hadits tersebut berkedudukan shahih.

Ibnu Jarir berkata, “Ahli Kitab berpendapat bahwa usia Daud adalah 77 tahun.” Ibnu Katsir menanggapi, “Ini pendapat yang keliru dan tidak bisa diterima.” Mereka juga berkata, “Masa pemerintahan kerajaannya adalah empat puluh tahun.” Pendapat ini bisa saja diterima atau tidak karena memang tidak ada dalil yang harus menolak atau menerimanya. Wallahu a’lam.

Nabi Daud AS Dijemput Malaikat Maut

Imam Ahmad menyebutkan di dalam kitab Musnad-nya tentang kisah Nabi Daud AS didatangi malaikat maut. Riwayat ini jalurnya sampai pada Abu Hurairah yang meriwayatkan dari Rasulullah SAW.

Beliau SAW bersabda, “Daud adalah seorang nabi yang memiliki kecemburuan sangat besar. Apabila beliau keluar rumah, beliau selalu mengunci pintu-pintu rumahnya, sehingga tidak seorang pun yang dapat masuk menemui keluarga (istrinya), hingga beliau kembali pulang.

Pada suatu hari, beliau keluar rumah dan beliau segera menutup pintu rumahnya. Istrinya mnelihat-lihat di dalam rumahnya. Tiba-tiba terdapat seorang laki-laki berada di dalam rumahnya. Lalu ia bertanya-tanya (di dalam hatinya): ‘Siapa yang ada di dalam rumah? Dari mana laki-laki itu bisa masuk ke dalam rumah, padahal semua pintu sudah terkunci rapat? Sungguh, aku aku melaporkannya kepada (suamiku) Daud.”

Kemudian Daud datang dan laki-laki itu tiba-tiba ada di tengah-tengah rumahnya. Lalu Daud bertanya kepada laki-laki itu: ‘Siapa engkau?’ Ia menjawab: ‘Aku adalah makhluk yang tidak takut sedikitpun kepada raja dan tidak ada suatu dinding pun yang dapat menghalangiku.’ Daud berkata: ‘Kalau begitu, engkau adalah malaikat maut.

“Selamat datang dengan perintah Allah yang engkau bawa,” ujar Daud.

Beberapa saat selanjutnya, malaikat maut mencabut nyawa Daud.

Ketika beliau dimandikan dan dikafani, tiba-tiba suasana berubah dengan munculnya matahari yang menyinarinya. Lalu, Sulaiman berkata kepada burung: Naungilah (jenazah) Daud.’ Burung pun segera menaunginya, sehingga keadaan bumi menjadi terlihat gelap.

Setelah itu, Sulaiman berkata kepada burung: Lepaskan naungan kedua sayapmu.

Abu Hurairah berkata, “Pada jenazah Rasulullah juga diperlakukan hal yang sama oleh para burung. Ketika Rasulullah wafat, saat itu tempat penguburan jenazah beliau dinaungi oleh seekor burung yang panjang sayapnya.” (HR Ahmad)

Imam Ahmad meriwayatkan hadits di atas secara tunggal (sendirian) dengan sanad-sanadnya yang baik, kuat, dan hadits yang tepercaya.

Adapun maksud dari kata-kata Abu Hurairah “Saat itu jenazah beliau (Rasulullah) dinaungi oleh seekor burung yang panjang sayapnya” adalah kedua sayap burung itu dapat menaungi tempat penguburan jenazah. Burung itu sejenis elang yang bertubuh sangat besar dan bersayap sangat panjang hingga kedua sayapnya dapat menaungi tempat penguburan jenazah sekaligus.

Kisah Wafatnya Nabi Daud

Menurut sejumlah riwayat, Nabi Daud AS wafat secara mendadak. As-Saddi meriwayatkan dari Abu Malik, dari Ibnu Malik, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Daud wafat secara mendadak pada hari Sabtu. Jenazahnya dinaungi oleh sayap burung.”

As-Saddi juga meriwayatkan dari Abu Malik dan dari Sa’id Bin Jubair, ia berkata, “Daud wafat pada hari Sabtu secara mendadak.”

Ishaq bin Basyar meriwayatkan dari Sa’id bin Abi Arubah, dari Qatadah, dari al-Hasan, ia berkata, “Daud wafat dalam usia seratus tahun. Beliau wafat pada hari Rabu secara mendadak.”

Abu Sakan al-Hijri berkata, “Ibrahim al-Khalil wafat secara mendadak. Begitu pula Daud juga wafat secara mendadak. Demikian juga putranya, Sulaiman yang wafat secara mendadak.”

Sebagian para perawi hadits meriwayatkan bahwa malaikat maut datang menemui Nabi Daud AS sementara beliau sendiri sedang turun dari mihrabnya. Lalu, Nabi Daud AS berkata kepada malaikat maut, “Tunggu sebentar, sampai aku naik atau turun lebih dulu.” Malaikat maut berkata, “Waktu (ajal)-mu telah habis.”

Setelah itu, Nabi Daud AS tersungkur sujud dan nyawanya dicabut dalam kondisi bersujud.

Ishaq bin Basyar berkata, “Wafir bin Sulaiman memberitahu kami, dari Abu Sulaiman al-Filisthini, dari Wahab bin Munabbih, ia berkata: ‘Sesungguhnya, masyarakat ramai-ramai menghadiri jenazah Daud. Mereka duduk di bawah terik matahari di musim panas.

Jennazah Nabi Daud AS diusung oleh 40.000 rahib, di antaranya rahib yang bernama al-Baranis dan lain-lainnya dari kalangan masyarakat. Tidak ada seseorang yang wafat dari kalangan bani Israil setelah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS yang membuat mereka sangat bersedih dan kehilangan, selain Nabi Daud AS.

Wallahu a’lam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com