Tag Archives: nabi ibrahim

30 Ucapan Idul Adha 2025 yang Puitis dan Islami

Jakarta

Hari Raya Idul Adha 2025 membawa pesan tentang ketulusan, keikhlasan, dan pengorbanan. Dalam momen suci ini, umat Muslim di seluruh dunia memperingati kisah agung Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail AS sebagai lambang ketaatan kepada Allah SWT.

Untuk menyambut Idul Adha dengan penuh suka cita, berikut ini 40 ucapan Idul Adha 2025 yang puitis, Islami, dan penuh makna. Cocok dibagikan kepada orang terdekat, keluarga, pasangan, sahabat, hingga rekan kerja, baik melalui media sosial, kartu ucapan, maupun pesan pribadi.

Ucapan Idul Adha 2025 yang Puitis:

1. Seperti embun pagi yang jatuh perlahan, semoga rahmat-Nya membasahi hatimu dengan ketenangan.


2. Idul Adha mengajarkan bahwa cinta pada Allah adalah cinta yang tak bersyarat.

3. Mari menundukkan ego seperti Ibrahim menundukkan cinta dunia demi surga.

4. Di setiap takbir yang kita kumandangkan, terselip doa dan harap yang ingin dikabulkan.

5. Semoga Idul Adha ini membuka jalan hijrah hati, menuju kedekatan yang hakiki dengan Ilahi.

6. Langit bersaksi atas takbir yang menggema, Bumi pun tersenyum pada hamba yang rela berqurban.

7. Ada cinta yang tak terlihat, tapi tercurah dalam pengorbanan. Itulah makna Idul Adha yang sejati.

8. Mari rayakan Idul Adha bukan hanya dengan daging, tapi dengan kelembutan hati dan ketulusan memberi.

9. Keikhlasan tidak harus disuarakan, cukup ditunjukkan. Selamat Hari Raya Idul Adha 2025.

10. Semoga Allah SWT menerima setiap pengorbanan dan mengangkat derajat kita di sisi-Nya.

11. Semoga setiap takbir yang dilantunkan membawa ketenangan dalam hatimu. Semoga setiap kurban yang disembelih menjadi saksi atas cinta dan ketaatan kita kepada-Nya.

12. Idul Adha datang bukan hanya dengan daging dan darah, tapi juga pesan bahwa keikhlasan selalu menang atas keterikatan.

13. Hari raya ini bukan sekadar perayaan, tapi panggilan untuk kembali. Kembali pada yang Maha Memiliki, dengan hati yang lebih jernih, dan niat yang lebih suci.

14. Idul Adha mengajarkan bahwa cinta sejati pada Allah adalah tentang rela melepaskan, walau sulit. Semoga kita selalu dimampukan untuk taat, ikhlas, dan sabar.

15. Dalam gemuruh takbir, semoga setiap hari kita menjadi amal terbaik, dan setiap ujian menjadi jalan kembali pada-Nya dengan hati yang lebih lapang dan jiwa yang lebih tenang.

16. Semoga Idul Adha ini tak hanya menjadi perayaan, tapi juga pengingat bahwa cinta sejati adalah tentang melepaskan dengan percaya, bukan menggenggam dengan cemas.

17. Di hari yang penuh berkah ini, mari kita belajar dari keikhlasan Nabi Ibrahim, ketaatan Nabi Ismail, dan kesabaran Hajar. Semoga keluarga kita pun diberi kekuatan yang sama dalam menjalani hidup.

18. Idul Adha mengingatkan bahwa tak ada cinta yang lebih suci dari cinta kepada Sang Pencipta. Semoga hati kita tetap terjaga dalam keimanan yang lurus dan kuat.

19. Takbir yang bergema bukan sekadar lantunan lisan, tapi juga seruan agar kita kembali pada fitrah sebagai hamba yang taat dan berserah. Selamat Idul Adha, semoga keberkahan menyertai setiap harimu.

20. Tak semua pengorbanan terlihat, tak semua keikhlasan terdengar. Tapi Allah Maha Melihat. Semoga hidupmu selalu dalam naungan kasih-Nya. Selamat Idul Adha.



Sumber : wolipop.detik.com

Doa Meminta Kesembuhan, Dapat Diamalkan saat Sakit


Jakarta

Sakit adalah bagian dari ujian kehidupan yang Allah SWT berikan kepada manusia. Setiap rasa nyeri, demam, atau kelemahan tubuh menjadi tanda bahwa manusia memiliki keterbatasan dan membutuhkan pertolongan dari Sang Pencipta.

Dalam Islam, sakit bukan hanya cobaan, tetapi juga peluang untuk memperoleh ampunan dan pahala jika dihadapi dengan sabar.


Rasulullah SAW bersabda,

“Tidaklah seorang Muslim tertimpa kelelahan, penyakit, kesedihan, kesusahan, gangguan, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah akan menghapus sebagian dosa-dosanya karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Karena itu, ketika sakit datang, seorang muslim tidak sekadar mencari pengobatan lahiriah, tetapi juga menyertakan doa dan tawakal kepada Allah SWT. Doa menjadi bentuk ikhtiar batin, permohonan penuh harap agar Allah SWT memberikan kesembuhan dan kekuatan.

Dikutip dari buku 7 Kode Rahasia Al-Fatihah karya DR. H. Miftahur Rahman, M.A, doa kesembuhan bukan hanya permintaan agar tubuh kembali sehat, melainkan juga bentuk pengakuan kelemahan diri di hadapan Allah SWT. Saat seseorang berdoa, ia sedang menundukkan hati, menyerahkan segala urusan kepada Zat yang Maha Mengatur kehidupan.

Doa Nabi Ibrahim AS

Kesembuhan sejati datang bukan hanya dari obat, melainkan dari izin dan kehendak Allah SWT. Dalam Al-Qur’an surat Asy-Syu’ara ayat 80, Nabi Ibrahim AS mengajarkan doa tentang hal ini,

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

Arab-Latin: Wa iżā mariḍtu fa huwa yasyfīn

Artinya: Dan apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku.

Ayat ini menggambarkan bahwa sumber segala kesembuhan hanyalah Allah SWT. Manusia hanya berusaha, namun hasilnya bergantung pada kehendak-Nya.

Doa Nabi Muhammad SAW untuk Meminta Kesembuhan

Rasulullah SAW sering memanjatkan doa ketika beliau atau orang lain sedang sakit. Salah satu doa yang paling dikenal dan diajarkan beliau adalah,

اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ، أَذْهِبِ الْبَأْسَ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ، شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

Latin: Allahumma rabbannas, adzhibil ba’sa, isyfi anta asy-syafi, la syifa’a illa syifa’uka, syifa’an la yughadiru saqama.

Artinya: “Ya Allah, Tuhan seluruh manusia, hilangkanlah penyakit ini, sembuhkanlah. Engkaulah yang Maha Penyembuh. Tiada kesembuhan selain dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan rasa sakit.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Doa ini mencerminkan keyakinan penuh bahwa kesembuhan bukan dari manusia, melainkan dari Allah semata. Kalimat “la syifa’a illa syifa’uka” mengajarkan kepasrahan yang mendalam, bahwa hanya Allah yang dapat memberikan kesembuhan sempurna tanpa sisa penderitaan.

Doa Kesembuhan dari Al-Qur’an

Selain doa Nabi Ibrahim dan doa Nabi Muhammad SAW, terdapat pula doa yang disebutkan dalam kisah Nabi Ayyub AS, seorang nabi yang diuji dengan penyakit parah bertahun-tahun lamanya, tetapi tetap bersabar dan berzikir kepada Allah. Ketika ia memohon kesembuhan, doanya diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al-Anbiya ayat 83,

۞ وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

Arab-Latin: Wa ayyụba iż nādā rabbahū annī massaniyaḍ-ḍurru wa anta ar-ḥamur-rāḥimīn

Artinya: Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya: “(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang”.

Doa Nabi Ayyub mengajarkan kelembutan hati dan kerendahan diri. Ia tidak mengeluh, tetapi menyampaikan penderitaannya dengan penuh adab dan ketundukan. Inilah bentuk doa yang lembut, penuh keyakinan, dan tidak tergesa-gesa menuntut kesembuhan.

Doa untuk Orang Lain yang Sedang Sakit

Islam juga menganjurkan agar seorang muslim mendoakan saudaranya yang sakit, sebab doa untuk orang lain akan kembali sebagai pahala dan kebaikan bagi yang berdoa. Rasulullah SAW mengajarkan bacaan berikut:

أَسْأَلُ اللَّهَ الْعَظِيمَ، رَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، أَنْ يَشْفِيَكَ

Latin: As’alullaha al-‘azhim, rabbal ‘arsyil ‘azhim, an yasyfiyaka.

Artinya: “Aku memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan Arasy yang agung, agar Dia menyembuhkanmu.” (HR. Tirmidzi)

Hadis ini menunjukkan betapa besarnya kasih sayang Islam terhadap sesama. Mendoakan kesembuhan bagi orang lain bukan hanya bentuk empati, tetapi juga wujud cinta karena Allah.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Sejarah Zakat di Periode Pra-Kenabian Rasulullah SAW



Yogyakarta

Zakat merupakan salah satu kewajiban yang telah disyariatkan dari beberapa nabi sebelum lahirnya Nabi Muhammad SAW.

Di luar syariat yang diturunkan kepada Rasulullah SAW beserta umatnya, zakat sebenarnya telah disyariatkan kepada umat terdahulu yang hidup jauh sebelum Rasulullah SAW diutus ke muka bumi.

Dilansir dari buku Zakat dalam Islam: Menelisik Aspek Historis, Sosiologis, dan Yuridis karya Khairuddin, kewajiban zakat telah disyariatkan kepada para nabi dan rasul terdahulu, di antaranya Nabi Ibrahim as. dan Nabi Ismail as.


Bahkan, di masa Bani Israil atau umat Nabi Musa as., perintah menunaikan zakat telah disyariatkan. Demikian pula kepada umat Nabi Isa as., Ahli kitab diperintahkan untuk menunaikan zakat sebagai salah satu instrumen agama yang lurus.

Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Allah SWT dulunya mensyariatkan zakat kepada Nabi Ibrahim, kemudian diteruskan kepada anaknya. Selanjutnya diteruskan lagi kepada Nabi Musa atas Bani Israil, Nabi Isa, serta Ahli Kitab dan masing-masing umat mereka.

Sejarah Zakat di Periode Pra-Kenabian

1. Nabi Ibrahim dan Keturunannya

Sejarah zakat di periode pra-kenabian disyariatkan kepada Nabi Ibrahim, lalu diteruskan kepada anaknya. Hal ini dijelaskan melalui Al-Qur’an surat Al-Anbiya’ ayat 73, Allah SWT berfirman:

وَجَعَلْنَٰهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا وَأَوْحَيْنَآ إِلَيْهِمْ فِعْلَ ٱلْخَيْرَٰتِ وَإِقَامَ ٱلصَّلَوٰةِ وَإِيتَآءَ ٱلزَّكَوٰةِ ۖ وَكَانُوا۟ لَنَا عَٰبِدِينَ

Artinya: “Kami wahyukan kepada mereka untuk mengerjakan kebajikan, mendirikan sholat, menunaikan zakat, dan hanya kepada Kamilah mereka selalu menyembah.” (QS Al-Anbiya’: 73).

2. Nabi Ismail

Selanjutnya, perintah menunaikan zakat disyariatkan kepada Nabi Ismail, putra Nabi Ibrahim as. Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Maryam ayat 54-55, Allah SWT berfirman:

وَٱذْكُرْ فِى ٱلْكِتَٰبِ إِسْمَٰعِيلَ ۚ إِنَّهُۥ كَانَ صَادِقَ ٱلْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَّبِيًّا. وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُۥ بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِۦ مَرْضِيًّا

Artinya: “Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam Al-Qur’an. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk sholat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seseorang yang diridhai di sisi Tuhannya.” (QS Maryam: 54-55).

3. Nabi Musa, Kaum Yahudi, dan Bani Israil

Kepada Nabi Musa as. dan kaum yahudi atau Bani Israil, Allah SWT telah mensyariatkan perintah zakat. Bahkan, zakat dijadikan sebagai isi perjanjian yang mengikat mereka dengan Allah SWT. Hal tersebut termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 83 dan surat Al Maidah ayat 12. Dalam surat Al-Baqarah, Allah SWT berfirman:

وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَٰقَ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ لَا تَعْبُدُونَ إِلَّا ٱللَّهَ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَانًا وَذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَقُولُوا۟ لِلنَّاسِ حُسْنًا وَأَقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ثُمَّ تَوَلَّيْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِّنكُمْ وَأَنتُم مُّعْرِضُونَ

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu) janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat, kemudian kami tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling.” (QS Al-Baqarah: 83).

Selanjutnya, dalam surat al-Maidah ayat 12 Allah SWT berfirman:

وَلَقَدْ أَخَذَ ٱللَّهُ مِيثَٰقَ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ ٱثْنَىْ عَشَرَ نَقِيبًا ۖ وَقَالَ ٱللَّهُ إِنِّى مَعَكُمْ ۖ لَئِنْ أَقَمْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَيْتُمُ ٱلزَّكَوٰةَ وَءَامَنتُم بِرُسُلِى وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا لَّأُكَفِّرَنَّ عَنكُمْ سَيِّـَٔاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ ۚ فَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ مِنكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَآءَ ٱلسَّبِيلِ

Artinya: “Dan sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat diantara mereka 12 orang pemimpin dan Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku beserta kamu, sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasul-Ku dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik sesungguhnya Aku akan menutupi dosa-dosamu. Dan sesungguhnya kamu akan Kumasukkan ke dalam surga yang mengalir air di dalamnya sungai-sungai. Maka barangsiapa yang kafir di antaramu sesudah itu, sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus.” (QS Al-Maidah: 5).

4. Umat Nabi Isa

Dahulu, umat Nabi Isa as. pun memiliki kewajiban untuk menunaikan zakat, sebagaimana perkataan beliau yang termaktub dalam Al-Qur’an surat Maryam ayat 31:

وَجَعَلَنِى مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنتُ وَأَوْصَٰنِى بِٱلصَّلَوٰةِ وَٱلزَّكَوٰةِ مَا دُمْتُ حَيًّا

Artinya: “Dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) sholat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup.” (QS Maryam: 31).

5. Perintah kepada Ahli Kitab

Dalam Al-Qur’an surat Al-Bayyinah ayat 5, dijelaskan bahwa Ahli Kitab juga dikenai kewajiban zakat, Allah SWT berfirman:

وَمَآ أُمِرُوٓا۟ إِلَّا لِيَعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ ٱلدِّينَ حُنَفَآءَ وَيُقِيمُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُوا۟ ٱلزَّكَوٰةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ ٱلْقَيِّمَةِ

Artinya: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

Dengan demikian, itulah sejarah zakat di periode pra-kenabian Muhammad SAW. Saat memasuki periode kenabian, zakat sudah disyariatkan sejak Rasulullah SAW tinggal di Makkah, tetapi sifatnya masih sangat umum. Setelah hijrahnya Nabi SAW ke Madinah, syariat zakat semakin lengkap dan menjadi kewajiban umat Islam hingga masa kini.

Nah, bagi detikers yang ingin membayar zakat juga bisa cek hitungannya di Kalkulator Zakat DI SINI.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Saat Nabi Ibrahim AS Mengajak Ayahnya untuk Beriman, Ini Kisahnya



Jakarta

Kisah Nabi Ibrahim AS ketika menyeru ayahnya agar beriman dan menyembah Allah SWT diabadikan dalam sejumlah ayat dalam Al-Qur’an dan hadits Nabi SAW.

Para ulama berbeda pendapat terkait nama ayah Nabi Ibrahim. Menukil buku Kisah Para Nabi terjemah Qashash Al-Anbiya karya Ibnu Katsir, jumhur ulama nasab menyatakan nama bapak dari Ibrahim AS yakni Tarikh.

Pendapat Ibnu Jarir dan sebagian ulama lain, nama ayahnya adalah Azar lantaran merujuk Surat Al-An’am ayat 74. Mereka berpandangan, nama Tarikh merupakan gelar dari berhala yang disembah bapaknya itu, sehingga Azar yaitu nama asli ayahnya.


Terlepas dari nama ayah Nabi Ibrahim, Ibnu Katsir mengemukakan bahwa dakwah pertama kali yang dilaksanakan Ibrahim AS adalah kepada ayah kandungnya. Yang mana ayahnya adalah seorang penyembah berhala.

Bahkan dalam buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul oleh Ridwan Abdullah Sani & Muhammad Kadri disebutkan ayah Nabi Ibrahim yakni pedagan dari patung yang dibuat dan dipahatnya sendiri. Kemudian ia menjual berhala itu kepada kaumnya untuk disembah.

Maka dari itu, bapak kandunganya menjadi orang pertama sekaligus terdekat yang diajak Ibrahim AS untuk beriman dan menyembah Alah SWT, serta meninggalkan tuhan lamanya itu.

Kisah Dakwah Nabi Ibrahim AS kepada Ayahnya

Masih dari buku Kisah Para Nabi terjemah Qashash Al-Anbiya, Allah SWT menceritakan kisah Ibrahim AS dalam berbagai ayat Al-Qur’an. Pada Surat Maryam ayat 41-48 diceritakan:

“Ceritakanlah (Nabi Muhammad, kisah) Ibrahim di dalam Kitab (Al-Qur’an)! Sesungguhnya dia adalah seorang yang sangat benar dan membenarkan lagi seorang nabi. “

Ketika dia (Ibrahim) berkata kepada bapaknya, “Wahai Bapakku, mengapa engkau menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak pula bermanfaat kepadamu sedikit pun?

Wahai Bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu yang tidak datang kepadamu. Ikutilah aku, niscaya aku tunjukkan kepadamu jalan yang lurus.

Wahai Bapakku, janganlah menyembah setan! Sesungguhnya setan itu sangat durhaka kepada Tuhan Yang Maha Pemurah.

Wahai Bapakku, sesungguhnya aku takut azab dari (Tuhan) Yang Maha Pemurah menimpamu sehingga engkau menjadi teman setan.”

Dia (bapaknya) berkata, “Apakah kamu membenci tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika tidak berhenti (mencela tuhan yang kusembah), engkau pasti akan kurajam. Tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama.”

Dia (Ibrahim) berkata, “Semoga keselamatan bagimu. Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia Mahabaik kepadaku.

Aku akan menjauh darimu dan apa yang engkau sembah selain Allah. Aku akan berdoa kepada Tuhanku semoga aku tidak kecewa dengan doaku kepada Tuhanku.” (QS Maryam: 41-48)

Terlihat dari ayat tersebut, ajakan Ibrahim AS kepada ayahnya dengan begitu tulus dan lembut. Beliau menggunakan kata-kata persuasi santun tanpa adanya bentakan atau kekerasan dan menyatakan fakta bahwa berhala tidak dapa mendengar maupun melihat, sehingga bagaimana mampu patung itu merupakan tuhan yang pantas disembah.

Beliau bahkan berjanji akan memohonkan ampunan atas ayahnya itu kepada Allah SWT jika ia mau mengikuti ajaran yang diwahyukan Nabi Ibrahim. Setelah berbagai usaha yang dilakukan oleh Ibrahim AS, beliau melihat dengan jelas segala penolakan yang dilakukan oleh ayahnya tersebut. Maka jelas bagi Nabi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah SWT.

Sebagaiman Allah SWT nyatakan dalam Surat At-Taubah ayat 114, “Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah dia ikrarkan kepadanya. Maka, ketika jelas baginya (Ibrahim) bahwa dia (bapaknya) adalah musuh Allah, dia (Ibrahim) berlepas diri darinya. Sesungguhnya Ibrahim benar-benar seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.”

Rasul SAW melalui sabdanya juga mengisahkan tentang Ibrahim AS yang bertemu ayahnya kelak di hari kiamat, tetapi bapaknya itu sudah tidak diberi kesempatan lagi oleh Allah SWT. Abu Hurairah meriwayatkan hadits bahwa Nabi SAW bersabda:

“Ibrahim AS bertemu dengan ayahnya, Azar, pada hari Kiamat nanti. Ketika itu wajah Azar tampak hitam berdebu. Lalu Ibrahim AS berkata kepada ayahnya: ‘Bukankah sudah aku katakan kepada ayah agar ayah tidak menentang aku?’

Ayahnya menjawab, ‘Hari ini aku tidak akan menentangmu.’

Kemudian Ibrahim AS berkata, ‘Wahai Tuhan, Engkau sudah berjanji kepadaku untuk tidak menghinakan aku pada hari berbangkit. Lalu kehinaan apalagi yang lebih hina dari pada keberadaan ayahku yang jauh (dariku)?’

Allah SWT berfirman: ‘Sesungguhnya, Aku mengharamkan surga bagi orang-orang kafir.” (HR Bukhari)

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Siapakah Nama Asli Nabi Ilyasa? Masuk Golongan Orang Terbaik di Al-Qur’an



Jakarta

Nabi Ilyasa AS adalah salah satu dari 25 nabi yang wajib kita imani. Nabi Ilyasa memiliki sedikit kisah yang diceritakan namun dapat memberikan pelajaran dan hikmah kepada umat muslim.

Nama asli Nabi Ilyasa AS menurut penulisan di Al-Qur’an pada Surah Al-An’am: 86 adalah Alyasa’. Selanjutnya, pada surah Sad: 48 dituliskan nama beliau adalah Ilyasa’.

Menurut buku Hikmah Kisah Nabi dan Rasul oleh Ridwan Abdullah Sani dan Muhammad Kadri disebutkan Nabi Ilyasa adalah putra dari paman Nabi Ilyas. Ilyasa adalah rasul dari kalangan Bani Israil dari garis keturunan yang sama dengan Musa, Harun dan Ilyas.


Dalam Bahasa Ibrani, Nabi Ilyasa AS disebutkan sebagai Eliyahu. Dalam Bahasa Yunan disebutkan Nabi Ilyasa AS disebutkan sebagai Elias, sama seperti terjemahan dalam Bahasa Indonesia.

Nabi Ilyasa AS adalah salah satu dari beberapa nabi yang nama dan kisahnya disebutkan dalam 3 agama berbeda, yaitu: Islam, Kristen, dan Yahudi. Hal yang membuat menarik adalah kisah Nabi Ilyasa AS tidak bisa dipisahkan dari kisah Nabi Ilyas AS yaitu pendahulunya.

Masa Kecil Nabi Ilyasa AS

Dalam buku 25 Nabi dan Rasul yang ditulis oleh Nurul Ihsan disebutkan bahwa Nabi Ilyasa AS lahir dari kaum Bani Israil yang saat itu dituntun oleh Nabi Ilyas AS atas perintah Allah SWT. Nabi Ilyasa lahir dari seorang perempuan yang rumahnya dijadikan tempat berlindung dan bersembunyi oleh Nabi Ilyas AS atas kejaran kaumnya.

Umat Nabi Ilyas AS sangat kejam dan durhaka kepada pesan yang disampaikan olehnya. Meskipun demikian, dengan tekanan yang ada beliau tetap berdakwah secara lembut kepada kaumnya.

Ketika Nabi Ilyasa AS kecil, beliau mengalami sakit yang cukup sulit disembuhkan. Oleh karena itu, Nabi Ilyas AS berdoa kepada Allah SWT untuk kesembuhan Nabi Ilyasa AS.

Doa seorang nabi ternyata langsung dikabulkan oleh Allah SWT sehingga Nabi Ilyasa AS langsung sembuh dari sakitnya. Singkat cerita, Nabi Ilyasa AS selalu mendampingin kemanapun Nabi Ilyas AS pergi berdakwah.

Kisah Kenabian Nabi Ilyasa AS

Menurut Tafsir Kemenag, Allah menyebutkan bahwa Nabi Ilyasa AS merupakan keturunan dari Nabi Ibrahim. Diolah dari tafsir Kemenag dalam Surah Sad: 48 bahwa Nabi Ilyasa AS termasuk orang yang paling baik yang dipilih oleh Allah SWT untuk membimbing kaumnya agar taat kepada Allah dan menjauhi kemusyrikan.

Nabi Ilyasa AS melanjutkan perjuangan dakwah yang sebelumnya dilaksanakan Nabi Ilyas AS. Nabi Ilyasa AS berdakwah kepada Bani Israil yang saat itu sedang ramai menyembah berhala.

Ba’labak adalah sebutan daerah yang ditugaskan Allah SWT kepada Nabi Ilyasa AS untuk melaksanakan dakwahnya. Penduduk tersebut secara berangsur pada zaman dakwah Nabi Ilyas AS mulai mendapatkan hidayah dan mengikuti seruannya untuk beriman kepada Allah SWT.

Setelah Nabi Ilyas AS wafat, kemudian masyarakat Ba’labak kembali ke kemungkaran dan tidak lagi beriman kepada Allah SWT.

Keburukan masyarakat Ba’labak inilah yang menjadi tantangan bagi Nabi Ilyasa AS dalam masa berdakwahnya dari awal kenabian hingga masa akhir kenabiannya yaitu ketika beliau wafat. Nabi Ilyasa dengan tidak kenal lelah tetap berdakwah dan menyerukan ajaran Allah SWT dengan lembut dan berusaha untuk mengajak kaumnya untuk kembali ke jalan yang lurus.

Hingga menjelang akhir kenabian Nabi Ilyasa AS, Bani Israil yang dipandu oleh Nabi Ilyasa AS masih tidak mau untuk mendengar dan mengikuti ajakan Nabi Ilyasa AS. Hal ini mengakibatkan Allah murka dan memberikan bencana kekeringan yang luar biasa.

Kesabaran yang dikisahkan oleh berbagai riwayat inilah yang mungkin menjadi penyebab Allah SWT memasukan nama Ilyasa sebagai golongan orang yang paling baik di dunia Wallahu a’lam bish-shawabi. Semoga kisah ini menambah kesabaran serta keimanan kita kepada Allah SWT ya, detikers!

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Siapa Putra Nabi Ibrahim yang Dikurbankan?



Jakarta

Kisah putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan atas perintah Allah SWT menjadi sejarah di balik pelaksanaan kurban hari raya Idul Adha. Dalam cerita kenabian, Nabi Ibrahim AS dikatakan memiliki dua orang putra dari dua istrinya.

Putra pertama Nabi Ibrahim AS, yaitu bernama Ismail dari istri keduanya yang bernama Siti Hajar. Sedangkan putra keduanya bernama Ishaq dilahirkan dari istri pertamanya, Sarah.

Ada dua pendapat yang berbeda terkait satu di antara kedua putra Nabi Ibrahim AS yang pernah dikurbankan. Orang-orang Yahudi berkeyakinan bahwa putra yang disembelih ialah Nabi Ishaq. Sedangkan umat Islam menganggap Nabi Ismail lah sosok putra nabi yang disembelih.


Lantas, siapa sebenarnya putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan? Berikut ini penjelasannya.

Sosok Putra Nabi Ibrahim yang Dikurbankan

Melansir dari buku Kala Kanjeng Nabi Bercerita karya Rizem Aizid, dalam ayat Al-Qur’an tidak disebutkan secara jelas sosok putra Nabi Ibrahim AS yang dikurbankan. Hanya saja terdapat dalil yang secara tersirat mengarah kepada Nabi Ismail AS, Allah SWT berfirman:

وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّلِحِينَ فَبَشِّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعَى قَالَ يَسُنَى إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَبْيَ أَذْبَحُكَ فَانظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَتَأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِن شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّبِرِينَ

Artinya: “Dan, Ibrahim berkata, ‘Sesungguhnya, aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih.’ Maka, Kami beri ia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka, tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka, pikirkanlah apa pendapatmu?’ Ia menjawab, ‘Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. ash-Shaffat: 99-102).

Berdasarkan ayat tersebut, umat Islam meyakini bahwa Ismail adalah putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan. Sebab, Nabi Ibrahim dulunya tidak dikaruniai anak dengan istri pertamanya, Siti Sarah.

Hingga akhirnya beliau menikah dengan istri keduanya, Siti Hajar, dan dikaruniai anak pertama yang bernama Ismail.

Menambahkan dari sumber lain, dalam buku Tuntunan Berkurban dan Menyembelih Hewan karya Ali Ghufron turut diterangkan tentang sosok putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan.

Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menegaskan bahwa adz-dzabih (orang yang dikurbankan) adalah Ismail karena dialah anak pertama Nabi Ibrahim yang memberi berita gembira atas kabar kelahirannya.

Ahli kitab maupun umat Islam pun sepakat bahwa Nabi Ismail lebih dahulu dilahirkan dan lebih tua dibandingkan dengan Nabi Ishaq.

Bahkan dalam kitab-kitab mereka turut disebutkan, ketika Nabi Ismail lahir, Nabi Ibrahim berusia 86 tahun. Sedangkan ketika Nabi Ishaq dilahirkan, usia Nabi Ibrahim telah menginjak 99 tahun.

Dengan demikian, umat Islam percaya bahwa putra Nabi Ibrahim yang dikurbankan ialah Nabi Ismail. Beliau melaksanakan kurban tersebut di Makkah, tempat dimana ia bersama putranya membangun Ka’bah.

Terlepas dari adanya perbedaan tersebut, umat muslim dapat memetik hikmah dari kisah Nabi Ibrahim. Beliau rela berkurban demi melaksanakan perintah Allah SWT untuk menyembelih anak pertamanya yang telah dinantikan-nantikan, wallahu ‘alam.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ibrahim Berdebat dengan Kaumnya soal Tuhan yang Berhak Disembah



Jakarta

Nabi Ibrahim AS adalah rasul ulul azmi yang mempunyai kisah hidup yang luar biasa apalagi selama masa kenabiannya. Kisah Nabi Ibrahim AS ini turut diceritakan dalam Al-Qur’an, salah satunya ketika ia berdebat dengan kaumnya.

Sosok Nabi Ibrahim

Dikutip dari Qashash Al-Anbiyaa tulisan Ibnu Katsir, dijelaskan bahwa nama Nabi Ibrahim AS adalah Ibrahim bin Tarikh. Ia berasal dan keluarga Nahur, Sarugh, Raghu, Faligh, ‘Abir, Syalih, Arfakhsyadz, Sam, dan Nuh. Informasi ini didapatkan dari penjelasan Ahli Kitab dalam kitab mereka.

Al-Hafizh Ibnu Asakir, dalam kitab Tarikh-nya, menceritakan tentang biografi Nabi Ibrahim Khalilullah. Ia merujuk pada Ishaq bin Basyar al-Khalili, penulis kitab Al-Mubtada, yang menyebutkan bahwa nama ibunda Ibrahim adalah Amilah.


Al-Kalabi juga menyebutkan bahwa nama ibunda Nabi Ibrahim AS adalah Buna binti Karbita bin Kartsi, yang berasal dari Bani Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh. Ibnu Asakir juga meriwayatkan melalui jalur riwayat lain dari Ikrimah, yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim AS memiliki gelar Abu adh-Dhaifan.

Beberapa orang berpendapat bahwa saat Tarikh berusia 75 tahun, Ibrahim, Nahur, dan Haran dilahirkan. Kemudian Haran memiliki seorang putra bernama Luth.

Ada juga pendapat bahwa Nabi Ibrahim AS sebenarnya adalah al-Ausath, sementara Haran meninggal di tanah kelahirannya saat ayah mereka masih hidup. Tanah kelahiran mereka berada di wilayah Kaldaniyyun, di kawasan Babilonia.

Pendapat terakhir ini lebih diterima dan populer di kalangan ahli sejarah dan ahli biografi. Ibnu Asakir membenarkan pendapat ini setelah meriwayatkannya melalui jalur riwayat Hisyam bin Imar, al-Walid, Sa’id bin Abdul Aziz, Makhul, dan Ibnu Abbas. Mereka mengatakan bahwa Ibrahim dilahirkan di Ghauthah, Damaskus, di sebuah desa yang disebut Barzah, yang terletak di Gunung Qasiyun.

Selanjutnya, Ibnu Abbas berkata, “(Pendapat) yang benar adalah Ibrahim dilahirkan bertepat di Babilonia. Dinisbatkannya Babilonia sebagai tempat kelahiran Ibrahim adalah dari dalih bahwa beliau pernah mengerjakan shalat di sana ketika beliau mengunjungi Luth (keponakannya).”

Kisah Nabi Ibrahim Berdebat dengan Kaumnya

Perihal kisah ini diceritakan dalam Al-Qur’an, tepatnya pada surah Al-An’am. Allah SWT berfirman,

“Demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka, ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”

Kemudian, ketika dia melihat bulan terbit dia berkata (kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk kaum yang sesat.”

Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?”

Bagaimana mungkin aku takut kepada yang kamu sekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut menyekutukan sesuatu dengan Allah yang Dia (sendiri) tidak pernah menurunkan kepadamu alasan apa pun. Maka, golongan yang manakah dari keduanya yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka) jika kamu mengetahui?”

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat petunjuk.

Itulah keterangan yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan orang yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS Al An’am: 75-83)

Dijelaskan lebih lanjut oleh Ibnu Katsir bahwa dialog di atas adalah sanggahan yang diajukan oleh Nabi Ibrahim AS kepada kaumnya. Dalam dialog tersebut, Nabi Ibrahim AS menyanggah keyakinan kaumnya yang menyembah benda-benda langit seperti bintang-bintang.

Nabi Ibrahim AS menjelaskan bahwa benda-benda langit tersebut tidak layak dijadikan sebagai Tuhan, karena mereka adalah makhluk yang diciptakan, diatur, dan ditundukkan oleh Tuhan yang menciptakannya. Meskipun benda-benda langit tersebut muncul dan tenggelam, lenyap dari alam ini, Tuhan tetap kekal dan abadi. Tidak ada Tuhan selain Allah dan tidak ada yang pantas disembah kecuali Dia.

Pertama-tama, Nabi Ibrahim AS menjelaskan kepada kaumnya bahwa bintang-bintang tidak mungkin dijadikan sebagai Tuhan. Ada yang menyebutkan bahwa bintang yang dimaksud adalah Lucifer (Bintang Fajar).

Selanjutnya, Nabi Ibrahim AS meningkatkan penjelasannya kepada bulan yang memiliki cahaya yang lebih besar daripada bintang. Kemudian, penjelasan Ibrahim semakin meningkat pada matahari yang memiliki sinar paling terang di antara benda langit lainnya.

Nabi Ibrahim AS menjelaskan bahwa semua benda tersebut tunduk, digerakkan, dan dikuasai berdasarkan kehendak Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam firman Allah SWT,

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika hanya Dia yang pantas untuk disembah.” (QS Fushshilat: 37)

Karenanya, Allah berfirman,

“Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?” (QS. Al-An’am: 78-80)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, dalam ayat tersebut Nabi Ibrahim AS menyampaikan bahwa ia tidak mempedulikan tuhan-tuhan yang kaumnya sembah selain Allah. Ia menjelaskan bahwa semua tuhan sembahan mereka tidak memiliki manfaat sedikit pun, tidak dapat mendengar, dan tidak memiliki akal. Mereka hanyalah benda-benda yang diatur dan dikendalikan oleh Tuhan, seperti bintang-bintang dan benda-benda langit lainnya.

Hal tersebut juga merupakan sanggahan terhadap pendapat yang mengatakan bahwa Nabi Ibrahim AS mengungkapkan hal itu ketika ia keluar dari sebuah lorong saat masih kecil, seperti yang dikemukakan oleh Ibnu Ishaq dan lainnya berdasarkan kabar-kabar israiliyat yang tidak dapat dipercaya dan bertentangan dengan kebenaran.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ibrahim Melawan Raja Namrud yang Mengaku Tuhan


Jakarta

Raja Namrud adalah raja yang memiliki kekuasaan selama 400 tahun lamanya dan wilayah yang sangat besar hampir seluruh dunia. Hal ini menyebabkan dirinya berlaku sombong, kafir, dan menyamakan dirinya dengan Tuhan.

Menurut para ahli tafsir, ulama ahli nasab, dan pakar sejarah, Raja Namrud adalah raja Babilonia yang memiliki nama lengkap Namrud bin Kan’an bin Kausy bin Sam bin Nuh. Sementara itu, ulama lainnya mengatakan namanya adalah Namrud bin Falih bin Abir bin Shaleh bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh.

Mujahid dan para ulama lainnya mengatakan, kecongkakkan Raja Namrud semakin jadi karena ia termasuk dalam empat raja yang pernah menguasai hampir seluruh muka bumi. Dua raja merupakan dari golongan orang mukmin, Raja Dzul Qarnain dan Sulaiman, lalu dua lainnya dari golongan kafir termasuk, Raja Namrud.


Raja Namrud hidup pada masa Nabi Ibrahim AS. Karena kecongkakkannya, Nabi Ibrahim AS pun menantang Raja Namrud dengan mengeluarkan bukti-bukti bahwa dirinya keliru dan bukanlah Tuhan sebagaimana yang diklaimnya.

Kisah Nabi Ibrahim AS Melawan Raja Namrud

Dikutip dari Kisah Para Nabi oleh Imam Ibnu Katsir, Nabi Ibrahim AS mengajak Raja Namrud untuk mengakui bahwa satu-satunya Tuhan adalah Allah SWT dan beribadah hanya kepada-Nya. Namun, Raja Namrud menolak dan malah mengklaim dirinya sebagai Tuhan.

Kisah ini terabadikan dalam surah Al-Baqarah ayat 258-260,

أَلَمْ تَرَ إِلَى ٱلَّذِى حَآجَّ إِبْرَٰهِۦمَ فِى رَبِّهِۦٓ أَنْ ءَاتَىٰهُ ٱللَّهُ ٱلْمُلْكَ إِذْ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ رَبِّىَ ٱلَّذِى يُحْىِۦ وَيُمِيتُ قَالَ أَنَا۠ أُحْىِۦ وَأُمِيتُ ۖ قَالَ إِبْرَٰهِۦمُ فَإِنَّ ٱللَّهَ يَأْتِى بِٱلشَّمْسِ مِنَ ٱلْمَشْرِقِ فَأْتِ بِهَا مِنَ ٱلْمَغْرِبِ فَبُهِتَ ٱلَّذِى كَفَرَ ۗ وَٱللَّهُ لَا يَهْدِى ٱلْقَوْمَ ٱلظَّٰلِمِينَ

Artinya: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang mendebat Ibrahim tentang Tuhannya (Allah) karena Allah telah memberikan kepada orang itu pemerintahan (kekuasaan). Ketika Ibrahim mengatakan: “Tuhanku ialah Yang menghidupkan dan mematikan,” Orang itu berkata: “Saya dapat menghidupkan dan mematikan”. Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah menerbitkan matahari dari timur, maka terbitkanlah dia dari barat,” lalu terdiamlah orang kafir itu; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Raja Namrud mengaku sebagai Tuhan yang dapat menghidupkan atau mematikan orang. Hal yang dimaksud olehnya adalah ia bisa menentukan nasib orang lain dengan membiarkannya hidup atau memberinya hukuman mati.

Namun tentunya bukan ini yang dimaksud oleh Nabi Ibrahim AS. Allah SWT dapat menghidupkan orang dari yang tidak ada menjadi ada dan mematikan yang ada menjadi tidak ada.

Pada ayat berikutnya dijelaskan bahwa Nabi Ibrahim AS menunjukkan kekuasaan Allah SWT yang bisa mengatur tata surya dan mengatur siang dan malam. Lalu beliau menantang Raja Namrud untuk menunjukkan kemampuannya menerbitkan Matahari dari barat.

Dengan kesesatan, kebodohan, dan kebohongan dakwahnya, ia tidak bisa berkata apa-apa untuk menjawab Nabi Ibrahim AS. Barulah Allah SWT berfirman seperti di ayat yang terakhir bahwa Allah SWT tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang zalim.

Kekejaman Raja Namrud kepada Nabi Ibrahim AS

Abdurrazaq telah meriwayatkan dari Ma’mar, dari Zaid bin Aslam, bahwa suatu waktu Raja Namrud mengadakan sebuah jamuan makan yang dihadiri oleh rakyatnya. Nabi Ibrahim AS pun datang memenuhi undangan tersebut.

Namun, hari itu terjadi perdebatan antara Nabi Ibrahim AS dengan Raja Namrud. Akhirnya Nabi Ibrahim AS tidak diberi makanan sedikitpun hingga pesta itu selesai.

Saat perjalanan pulang, Nabi Ibrahim AS mengambil pasir lalu ditaruhnya di kedua kantongnya, seraya berkata, “Kehadiranku akan membuat repot keluargaku.”

Sesampainya dirumah ia tertidur karena terlalu lelah dan lemas. Saat bangun betapa terkejutnya dirinya sebab menemui Sarah, istrinya sudah memasak. Sarah mengatakan bahwa bahan masakan itu ditemukannya di kantong-kantong suaminya.

Padahal seingat Nabi Ibrahim AS, dirinya hanya membawa pasir di kedua kantongnya. Namun, akhirnya Nabi Ibrahim AS menyadari bahwa hal tersebut adalah rezeki yang diberikan oleh Allah SWT.

Laknat Allah SWT untuk Raja Namrud

Zaid bin Aslam berkata, “Allah mengutus malaikat kepada raja yang sombong itu agar ia beriman kepada Allah, tetapi ia menolaknya. Malaikat mengajaknya untuk yang kedua kali, tetapi ia menolaknya hingga malaikat mengajaknya untuk yang ketiga kali dan lagi-lagi ia tetap menolaknya. Akhirnya malaikat berkata: ‘Kumpulkan bala tentaramu dan aku akan mengumpulkan bala tentaraku’.”

Esoknya, Raja Namrud benar-benar mengumpulkan bala tentaranya dan seluruh pasukan. Namun, yang datang bukanlah tentara perang melainkan pasukan nyamuk yang sangat banyak.

Nyamuk-nyamuk itu lantas menghisap darah bala tentara Raja Namrud dan bahkan mengoyak daging-daging mereka hingga tersisa hanyalah tulang belulang.

Salah satu nyamuk datang kepada Raja Namrud yang tidak ikut berperang dan masuk ke hidungnya selama 400 tahun. Selama 400 tahun itu jugalah Raja Namrud selalu memukuli kepalanya dengan tongkat besi agar nyamuk itu keluar.

Itulah azab yang dikirim oleh Allah SWT untuk Raja Namrud hingga akhirnya binasa karena seekor nyamuk. Naudzubillahi min dzalik.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ibrahim Sunat Menggunakan Kampak di Usia 80 Tahun


Jakarta

Nabi Ibrahim adalah salah satu nabi yang memiliki peran yang sangat penting dalam sejarah Islam. Ia dikenal sebagai “Khalilullah,” yang berarti “Sahabat Allah” atau “Temannya Allah”.

Tak hanya itu, Nabi Ibrahim juga dianggap sebagai salah satu nabi ulul azmi, yaitu kelompok nabi pilihan yang memiliki keteguhan dan keberanian luar biasa dalam menyampaikan ajaran Allah. Pengajaran dan contoh kehidupan Nabi Ibrahim sangat dihormati dalam agama Islam dan menjadi inspirasi bagi umat Muslim dalam menjalani kehidupan yang taat kepada Allah dan penuh kesabaran serta keimanan.

Selain kurban, Nabi Ibrahim juga mengajarkan umat Islam untuk melaksanakan khitan atau sunat. Hal ini tercantum dalam sebuah hadits yang diceritakan oleh Abu Hurairah, beliau berkata:


“Nabi Ibrahim adalah orang yang pertama kali memakai celana panjang, membersihkan rambut yang kotor, mencukur bulu kemaluan, dan orang yang pertama kali melakukan khitan dengan qadum saat beliau berusia 80 tahun. Beliau dikenal sebagai orang yang pertama kali menjamu tamu dan orang yang pertama kali rambutnya beruban.” (HR Ibnu Hibban).

Mengutip buku Kisah Para Nabi oleh Imam Ibnu Katsir, beberapa pendapat mengatakan bahwa qadum ini adalah sebuah alat yang digunakan oleh tukang kayu berupa kampak. Ada juga yang menyebut bahwa qadum adalah nama sebuah tempat (yakni, ia disunat di daerah Qadum).

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa keterangan dari ahli kitab itu semuanya benar. Meskipun sedikit berbeda dari hadits nabi, namun bisa saja keduanya digabungkan.

Lantas, mengapa menggunakan kampak? bisa saja pada saat itu perintah Allah SWT datang kepada Nabi Ibrahim secara mendadak. Ibrahim yang tidak ingin menundanya akhirnya mengambil kampak yang ada di sekitarnya dan langsung berkhitan.

Tak hanya Ibrahim, Allah SWT juga memerintahkannya untuk mengkhitan Ismail dan juga semua hamba sahayanya. Begitu pun setiap laki-laki yang ada pada keluarganya. Kala itu Nabi Ismail dikhitan pada usia 13 tahun.

Nabi Ibrahim Sunat Usia 80 Tahun

Dalam riwayat lain, usia Nabi Ibrahim AS saat disunat juga disebutkan sama. Ia khitan di umur 80 tahun.

اختتن إبراهيم عليه السلام وهو ابن ثمانين سنة بالقدوم

“Rasulullah SAW bersabda, “Ibrahim al Khalil berkhitan setelah mencapai usia 80 tahun dan beliau berkhitan menggunakan kampak.” (HR Bukhari dan Muslim).

Sedangkan dalam riwayat Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Usia Ibrahim ketika dikhitan telah mencapai 120 tahun. Kemudian setelah itu Ibrahim masih menjalani kehidupannya selama 80 tahun.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya)

Dalam kedua hadits di atas dapat disimpulkan bahwa tidak menutup kemungkinan jika Nabi Ibrahim dikhitan pada usia lebih dari 80 tahun. Wallahu a’lam.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Mukjizat Nabi Ishaq, Dikaruniai Panjang Umur dan Ilmu yang Tinggi



Jakarta

Nabi Ishaq AS merupakan salah satu nabi yang diutus Allah SWT untuk menyebarkan ajaran agama Islam. Nabi Ishaq AS adalah putra dari Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah.

Semasa hidupnya, Nabi Ishaq AS dikaruniai beberapa mukjizat yang menunjukkan kebesaran Allah SWT. Nabi Ishaq AS termasuk utusan Allah SWT yang memiliki umur panjang.

Mukjizat Nabi Ishaq AS

Allah SWT memberi anugerah kepada Nabi Ishaq AS berupa mukjizat atau kelebihan. Beberapa kisah dan mukjizat Nabi Ishaq diterangkan dalam Al-Qur’an.


Mukjizat Kelahiran Nabi Ishaq AS

Dikutip dari buku Dua Puluh Lima Nabi Banyak Bermukjizat sejak Adam A.S hingga Muhammad S.A.W karya Usman bin Affan bin Abul As bin Umayyah bin Abdu Syams, Nabi Ishaq AS adalah putra dari Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah.

Allah SWT berfirman dalam surah Ash-Shaffat ayat 112-113,

وَبَشَّرْنٰهُ بِاِسْحٰقَ نَبِيًّا مِّنَ الصّٰلِحِيْنَ . وَبٰرَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلٰٓى اِسْحٰقَۗ وَمِنْ ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَّظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ مُبِيْنٌ ࣖ

Artinya: “Kami telah memberinya kabar gembira tentang (akan dilahirkannya) Ishaq, seorang nabi yang termasuk orang-orang saleh. Kami melimpahkan keberkahan kepadanya dan Ishaq. Sebagian keturunan keduanya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang terang-terangan berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.”

Dikutip dari buku Kisah Para Nabi karya Ibnu Katsir, berita kelahiran Nabi Ishaq AS disampaikan oleh para malaikat kepada Nabi Ibrahim AS dan Siti Sarah ketika hendak menuju Madain tempat kaum Luth, untuk membinasakan mereka karena kekafiran dan kekejian mereka.

Kelahiran Nabi Ishaq AS menjadi sebuah mukjizat Allah SWT karena usia Nabi Ibrahim AS dan Sarah sudah sangat tua. Usia Sarah pada saat melahirkan Nabi Ishaq AS adalah 90-an.

Kisah tersebut terdapat dalam surah Hud ayat 69-73, https://www.detik.com/hikmah/quran-online/hud

وَلَقَدْ جَاۤءَتْ رُسُلُنَآ اِبْرٰهِيْمَ بِالْبُشْرٰى قَالُوْا سَلٰمًا ۖقَالَ سَلٰمٌ فَمَا لَبِثَ اَنْ جَاۤءَ بِعِجْلٍ حَنِيْذٍ ٦٩ فَلَمَّا رَآٰ اَيْدِيَهُمْ لَا تَصِلُ اِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَاَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيْفَةً ۗقَالُوْا لَا تَخَفْ اِنَّآ اُرْسِلْنَآ اِلٰى قَوْمِ لُوْطٍۗ ٧٠ وَامْرَاَتُهٗ قَاۤىِٕمَةٌ فَضَحِكَتْ فَبَشَّرْنٰهَا بِاِسْحٰقَۙ وَمِنْ وَّرَاۤءِ اِسْحٰقَ يَعْقُوْبَ ٧١ قَالَتْ يٰوَيْلَتٰىٓ ءَاَلِدُ وَاَنَا۠ عَجُوْزٌ وَّهٰذَا بَعْلِيْ شَيْخًا ۗاِنَّ هٰذَا لَشَيْءٌ عَجِيْبٌ ٧٢ قَالُوْٓا اَتَعْجَبِيْنَ مِنْ اَمْرِ اللّٰهِ رَحْمَتُ اللّٰهِ وَبَرَكٰتُهٗ عَلَيْكُمْ اَهْلَ الْبَيْتِۗ اِنَّهٗ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ ٧٣

Artinya: “Sungguh, utusan Kami (malaikat) benar-benar telah datang kepada Ibrahim dengan membawa kabar gembira. Mereka mengucapkan, “Selamat.” Dia (Ibrahim) menjawab, “Selamat.” Tidak lama kemudian, Ibrahim datang dengan membawa (suguhan) daging anak sapi yang dipanggang. Ketika (Ibrahim) melihat tangan mereka tidak menjamahnya, dia mencurigai dan memendam rasa takut kepada mereka. Mereka (malaikat) berkata, “Jangan takut! Sesungguhnya kami diutus kepada kaum Lut (untuk menghancurkan mereka).” Istrinya berdiri, lalu tersenyum. Kemudian, Kami sampaikan kepadanya kabar gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan setelah Ishaq (akan lahir) Ya’qub (putra Ishaq). Dia (istrinya) berkata, “Sungguh mengherankan! Mungkinkah aku akan melahirkan (anak) padahal aku sudah tua dan suamiku ini sudah renta? Sesungguhnya ini benar-benar sesuatu yang ajaib.” Mereka (para malaikat) berkata, “Apakah engkau merasa heran dengan ketetapan Allah? (Itu adalah) rahmat dan berkah Allah (yang) dicurahkan kepada kamu, wahai ahlulbait! Sesungguhnya Dia Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”

Mukjizat Panjang Umur

Dikutip dari buku Dua Puluh Lima Nabi Banyak Bermukjizat sejak Adam A.S Hingga Muhammad S.A.W karya Usman bin Affan bin Abul As bin Umayyah bin Abdu Syams, Nabi Ishaq AS termasuk salah satu nabi yang dianugerahi panjang umur oleh Allah SWT.

Nabi Ishaq AS membantu sang ayah, Nabi Ibrahim AS menyebarkan dakwahnya. Allah SWT mengutus Nabi Ishaq untuk meneruskan dakwah Nabi Ibrahim kepada umatnya di tanah Palestina setelah Nabi Ibrahim wafat.

Nabi Ishaq menyerukan kaum di Palestina untuk menyembah Allah, mendirikan sholat, mengingatkan akan akhirat, dan perintah-perintah baik lainnya.

Nabi Ishaq AS diketahui wafat pada usia 170 tahun.

Dikaruniai Nabi Yaqub sebagai Anak

Nabi Ishaq AS belum menikah di usia 40 tahun. Sang ayah, Nabi Ibrahim AS kemudian meminta pelayannya untuk mencarikan istri bagi Nabi Ishaq AS.

Kemudian Nabi Ishaq AS menikah dengan seorang wanita Irak bernama Rifkah. Keduanya kemudian dianugerahi dua anak laki-laki kembar yang kemudian diberi nama Ish dan Yaqub.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com