Tag Archives: nabi ibrahim

Kisah Nabi Ishaq AS, Sosok yang Saleh dan Lemah Lembut



Jakarta

Nabi Ishaq adalah salah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui dalam Islam. Ia adalah keturunan dari Nabi Ibrahim AS dan istrinya yang bernama Siti Sarah.

Kelahiran Ishaq AS sangat dinantikan oleh keduanya. Saat itu, Nabi Ibrahim AS dan istrinya diberi kabar gembira dari Allah SWT melalui Jibril, Mikail dan Israfil yang berkunjung ke rumahnya, seperti dikisahkan dalam buku Kisah Para Nabi & Sahabat RA Vol 3 oleh Dr A A Ahmed.

Isi dari pesan tersebut ialah Siti Sarah akan melahirkan anak laki-laki yang bernama Ishaq. Nantinya, anak tersebut akan menjadi seorang nabi.


Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 69,

وَلَقَدْ جَآءَتْ رُسُلُنَآ إِبْرَٰهِيمَ بِٱلْبُشْرَىٰ قَالُوا۟ سَلَٰمًا ۖ قَالَ سَلَٰمٌ ۖ فَمَا لَبِثَ أَن جَآءَ بِعِجْلٍ حَنِيذٍ

Artinya: “Dan sesungguhnya utusan-utusan Kami (malaikat-malaikat) telah datang kepada lbrahim dengan membawa kabar gembira, mereka mengucapkan: “Selamat”. Ibrahim menjawab: “Selamatlah,” maka tidak lama kemudian Ibrahim menyuguhkan daging anak sapi yang dipanggang.”

Menukil buku Kisah Bapak dan Anak dalam Al-Qur’an oleh Adil Musthafa Abdul Halim, Nabi Ibrahim AS sempat tidak percaya dan berkata,

“Apakah kamu memberi kabar gembira kepadaku, padahal usiaku telah lanjut, dengan cara bagaimanakah (terlaksananya) berita gembira yang kamu kabarkan ini.” (QS Al Hijr : 54)

Para malaikat kemudian menjawab, “Wahai Ibrahim, ini adalah perkara dan kehendak Allah. Dan kabar yang kami bawa ini adalah sesuatu yang pasti. Sesungguhnya Allah SWT menganugerahkan seorang anak laki-laki yang akan menjadi orang alim yang bernama Ishaq, saudaranya Ismail.”

Atas jawaban malaikat tersebut, Nabi Ibrahim mengatakan, “Oh seandainya sekarang ini Ismail ada di hadapanku, pasti aku kabarkan dia tentang kelahiran saudaranya.”

Semasa hidupnya, Ishaq AS terkenal memiliki akhlak yang mulia. Ia gemar membantu orang-orang miskin di sekitarnya.

Semakin hari, Nabi Ishaq AS tumbuh menjadi pria yang jujur dan bertanggung jawab. Bahkan ketika dewasa, ia ikut membantu Nabi Ibrahim AS berdagang dan berdakwah di daerah Syam.

Ishaq AS lalu melanjutkan hidup dengan menikahi wanita bernama Rifqah. Pada 10 tahun usia pernikahan, Ishaq AS dan istri dikaruniai dua anak yaitu Aishu dan Yakub yang nantinya menjadi nabi pula.

Nabi Ishaq AS merupakan nabi sekaligus pemimpin yang saleh bagi kaumnya yaitu kaum Kan’an. Nabi Ishaq As berdakwah dengan caranya yang lemah lembut, serta beliau pandai memikat hati orang, ramah dan tamah, sehingga ajaran agama Islam yang disampaikan dapat dirasakan manfaatnya.

Dikutip dari buku Kisah dan Mukjizat 25 Nabi dan Rasul susunan Alifa Syah, salah satu mukjizat yang diberikan pada Ishaq AS ialah memiliki dua orang anak kembar dari sang istri yang berusia tua dan mandul. Hal ini tertuang dalam surah Al Anbiya ayat 72,

وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ نَافِلَةً ۖ وَكُلًّا جَعَلْنَا صَٰلِحِينَ

Artinya: “Dan Kami telah memberikan kepada-nya (Ibrahim) lshaq dan Ya’qub, sebagai suatu anugerah (daripada Kami). Dan masing-masingnya Kami jadikan orang-orang yang saleh.”

Selain itu, beliau juga dianugerahi kekuatan yang besar dalam ilmu dan akhlak yang tinggi oleh Allah SWT. Dalam Al-Qur’an, Ishaq AS disebut sebagai seorang anak yang arif dan bijaksana.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ibrahim AS, Selamat Meski Dibakar Hidup-hidup



Jakarta

Nabi Ibrahim AS adalah salah satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui. Kisahnya tercantum dalam sejumlah ayat Al-Qur’an.

Dalam buku Kisah Para Nabi oleh Ibnu Katsir disebutkan nama asli Ibrahim AS ialah Ibrahim bin Tarikh. Ibunya bernama Buna binti Karbita bin Kartsi. Ibrahim AS juga disebut sebagai rasul ulul azmi yang merupakan gelar bagi rasul Allah SWT dengan kedudukan tinggi.

Selain itu, ia juga memiliki julukan Abul Anbiya yang berarti ayahanda dari para nabi. Putranya merupakan seorang nabi juga yang tak lain Ismail AS.


Beliau memiliki sejumlah mukjizat, salah satunya tidak hangus meski dibakar. Kisahnya bermula ketika ia menghancurkan berhala-berhala di dalam gedung.

Mengutip buku Kisah 25 Nabi dan Rasul karya Yudho Pramuko, kala itu Raja Namrud beserta pengikutnya sedang pergi ke luar untuk melaksanakan upacara keagamaan. Karenanya, gedung tempat berhala menjadi sepi.

Mengetahui hal itu, Nabi Ibrahim AS langsung masuk ke dalam gedung dan menghancurkan satu persatu berhala. Kendati demikian, ia menyisakan satu berhala paling besar.

Ibrahim AS kemudian meletakkan kapak yang ia gunakan di leher berhala besar dalam keadaan menggantung. Setelahnya, ia pulang ke rumah.

Saat Raja Namrud dan para pengikutnya kembali, alangkah terkejutnya mereka melihat berhala-berhala yang mereka sembah sudah hancur. Mengetahui Nabi Ibrahim AS yang menghancurkannya, Raja Namrud segera menangkap san nabi.

Ketika dibawa ke pengadilan raja dan disaksikan masyarakat umum, Raja Namrud bertanya.

“Hai Ibrahim! Apakah kamu yang menghancurkan berhala-berhala itu?”

“Bukan!” jawab Ibrahim AS.

Merasa geram, Raja Namrud mendesak Ibrahim untuk menjawab.

“Jangan mungkir, hai Ibrahim! Akui saja perbuatanmu itu,”

“Tidak!” kata Nabi Ibrahim AS.

Jawaban Ibrahim AS memicu kemarahan Raja Namrud. Akhirnya, Nabi Ibrahim menambahkan ucapannya.

“Baiklah, kita sama-sama berakal. Persoalan saat ini adalah mencari pelaku penghancuran berhala itu. Siapa yang telah memperlakukan berhala-berhala seperti itu. Sebetulnya, buktinya sudah ada. Sekarang di hadapan kita ada satu patung besar dan di lehernya tergantung kapak besar. Mungkin dialah pelakunya!”

Ucapan Nabi Ibrahim membuat Raja Namrud Geram.

“Kau banyak akal. Kau pikir aku dan rakyatku sebdooh itu? mana mungkin patung bisa aku ajak bicara dan aku tanyakan siapa pelakunya. kau terlalu bodoh, hai Ibrahim!”

“Hai Raja Namrud! Rupanya yang bodoh bukan aku, tapi engkau dan seluruh rakyatmu. Buktinya, patung yang tidak berdaya apa–apa, tidak bisa bicara, tidak bisa dimintai pertolongan, dan tidak bisa mendatangkan kebaikan dan kejelekan itu, engkau sembah dan engkau puja,” kata Ibrahim AS menanggapi Raja Namrud.

Ia lalu melanjutkan, “Kalau engkau dan rakyatmu sudah tahu bahwa patung dan berhala yang kalian sembah itu tidak bisa mendengar, tidak bisa melihat, dan tidak bisa dimintai pertolongan, mengapa kalian sembah dan kalian puja? Di hadapannya, kalian berdoa. Kalian meminta kebaikan dan keselamatan. Sudah jelas, patung-patung yang kalian sembah itu tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri dari bahaya kehancuran,”

Mendengar jawaban Nabi Ibrahim AS, Raja Namrud dan para pengikutnya merasa terpojok. Ucapan beliau memang masuk akal, sehingga mereka tidak bisa berkata-bata.

Namun, akhirnya secara serentak mereka menangkap Nabi Ibrahim AS dan hendak membakarnya. Seketika itu juga, Raja Namrud menyuruh rakyatnya mencari kayu bakar.

Atas izin Allah, ketika api dinyalakan justru Nabi Ibrahim AS tidak merasa panas. Sebaliknya, api tersebut malah menyejukkan Ibrahim. Hal ini termasuk ke dalam salah satu mukjizat yang Allah SWT berikan kepada beliau.

Allah SWT berfirman dalam surah Al-Anbiya’ ayat 68-70,

(68) قَالُوْا حَرِّقُوْهُ وَانْصُرُوْٓا اٰلِهَتَكُمْ اِنْ كُنْتُمْ فٰعِلِيْنَ

(69) قُلْنَا يَا نَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ

(70) وَاَرَادُوْا بِهٖ كَيْدًا فَجَعَلْنٰهُمُ الْاَخْسَرِيْنَ

Artinya: “Mereka berkata: “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak”. Kami berfirman: “Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim”, mereka hendak berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.”

Menyaksikan peristiwa itu, Raja Namrud dan seluruh orang di sana tercengang. Akhirnya, ia memerintahkan agar pembakaran dihentikan dan Ibrahim AS dibebaskan.

Menurut hadits yang diriwayatkan oleh al-Hafid Abu Ya’la, dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW menceritakan bahwa ketika Nabi Ibrahim AS akan dilemparkan ketengah api yang berkobar itu, ia berdoa sebagai berikut,

اللهُمَّ أَنْتَ الْوَاحِدُ فِي السَّمَاءِ وَأَنَا الْوَاحِدُ فِي الْأَرْضِ لَيْسَ اَحَدٌ يَعْبُدُكَ غَيْرِي حَسْبِيَ اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلِ

Arab latin: Allahumma antal wahidu fissama’i wa anal wahidu fil ardi laisa ahadun ya ‘buduka gairī hasbiyallahu wa ni’mal wakil.

Artinya: Ya Allah! Engkau Esa di langit dan aku sendirian di bumi. Tiada seorang pun yang taat kepada-Mu selain aku. Bagiku cukuplah Allah sebaik-baik tempat berserah diri.

Wallahu ‘alam bishawab.

(aeb/erd)



Sumber : www.detik.com

Ketika Nabi Ibrahim Berdebat dengan Kaumnya Soal Tuhan yang Harus Disembah



Jakarta

Nabi Ibrahim AS merupakan satu dari 25 nabi dan rasul yang wajib diketahui kaum muslimin. Sebagai utusan Allah SWT, banyak pelajaran dan hikmah dari kisah hidupnya selama menjadi nabi dan rasul.

Menurut Qashash al-Anbiyaa oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Saefullah MS, nama lengkap Nabi Ibrahim AS adalah Ibrahim bin Tarikh. Ia merupakan keturunan dari keluarga Nahur, Shrug, Raghu, Faligh, ‘Abir, Syalih, Arfakhsyadz, Sam, dan Nuh.

Nabi Ibrahim AS juga disebut sebagai rasul ulul azmi yang mana gelar ini diberikan bagi rasul Allah SWT yang kedudukannya tinggi. Selain itu, ia juga dijuluki Abun Anbiya yang artinya ayahanda para nabi.


Ada kisah menarik terkait Nabi Ibrahim AS yang dikisahkan dalam surah Al An’Am ayat 75-83. Ini mengenai Ibrahim AS yang berdebat dengan kaumnya terkait Tuhan yang berhak disembah.

Allah SWT berfirman,

“Demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan agar dia termasuk orang-orang yang yakin.

Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka, ketika bintang itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”

Kemudian, ketika dia melihat bulan terbit dia berkata (kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku.” Akan tetapi, ketika bulan itu terbenam dia berkata, “Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk kaum yang sesat.”

Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?”

Bagaimana mungkin aku takut kepada yang kamu sekutukan (dengan Allah), padahal kamu tidak takut menyekutukan sesuatu dengan Allah yang Dia (sendiri) tidak pernah menurunkan kepadamu alasan apa pun. Maka, golongan yang manakah dari keduanya yang lebih berhak mendapat keamanan (dari malapetaka) jika kamu mengetahui?”

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), merekalah orang-orang yang mendapat rasa aman dan mendapat petunjuk.

Itulah keterangan yang Kami anugerahkan kepada Ibrahim untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan orang yang Kami kehendaki beberapa derajat. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS Al An’am: 75-83)

Ibnu Katsir menafsirkan, dialog di atas dalam surah Al An’am merupakan sanggahan yang Nabi Ibrahim AS ajukan kepada kaumnya terkait keyakinan mereka yang menyembah benda-benda langit seperti bintang. Ibrahim AS menjelaskan bahwa benda-benda tersebut tidak layak dijadikan Tuhan karena mereka makhluk ciptaan Allah SWT.

Benda-benda langit itu bisa muncul dan tenggelam serta lenyap dari alam ini. Sementara Tuhan yang Maha Esa kekal dan abadi, tidak ada Tuhan yang layak disembah selain Allah SWT.

Nabi Ibrahim AS mengatakan kepada kaumnya bahwa bintang-bintang tersebut tidak mungkin dijadikan Tuhan. Ada yang menyebut bintang yang dimaksud adalah Lucifer atau Bintang Fajar.

Lebih lanjut Ibrahim AS juga menerangkan tentang bulan yang bercahaya lebih besar daripada bintang. Penjelasan ia tingkatkan lagi pada matahari yang bersinar paling terang di antara benda langit lain.

Nabi Ibrahim AS menjelaskan seluruh benda langit itu tunduk, digerakkan, dan dikuasai berdasarkan kehendak Tuhan sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Fushilat ayat 37.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah malam, siang, matahari, dan bulan. Janganlah menyembah matahari maupun bulan, tetapi sembahlah Allah yang menciptakannya, jika hanya Dia yang pantas untuk disembah.” (QS Fushshilat: 37)

Dalam surah Al An’am ayat 78-80, Allah SWT berfirman:

“Kemudian, ketika dia melihat matahari terbit dia berkata (lagi kepada kaumnya), “Inilah Tuhanku. Ini lebih besar.” Akan tetapi, ketika matahari terbenam dia berkata, “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari yang kamu persekutukan.”

Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku (hanya) kepada Yang menciptakan langit dan bumi dengan (mengikuti) agama yang lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kaumnya membantah. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu hendak membantahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada yang kamu persekutukan dengan-Nya, kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?” (QS. Al-An’am: 78-80)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, melalui ayat tersebut Nabi Ibrahim AS menyampaikan bahwa ia tidak peduli tuhan-tuhan yang kaumnya sembah kecuali Allah SWT. Ia mengatakan semua tuhan yang kaumnya sembah tidak memiliki manfaat, tidak dapat mendengar, dan tidak memiliki akal. Mereka hanyalah benda-benda yang diatur dan dikendalikan oleh Tuhan layaknya seperti bintang dan benda langit lainnya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Nabi Ibrahim Jadi Bapak Para Nabi Bergelar Khalilullah, Ini Alasannya


Jakarta

Nabi Ibrahim AS disebut sebagai bapaknya para nabi. Selain itu, beliau juga diberi gelar Khalilullah yang artinya kekasih Allah SWT.

Menukil Ibrahim Khalilullah Da’iyah At-Tauhid wa Din Al-Islam wa Al-Uswah Al-Hasanah susunan Prof Dr Ali Muhammad Ash-Shallabi yang diterjemahkan Muhammad Misbah, Nabi Ibrahim AS merupakan bapak ketiga karena bapak pertama umat manusia adalah Adam AS dan yang kedua adalah Nuh AS.

Nabi Ibrahim AS lahir di wilayah Mesopotamia, sekarang dikenal sebagai Irak. Ia berkembang di tengah masyarakat yang menyembah bintang dan berhala.


Ibrahim AS tumbuh besar di tengah lingkungan penyembah berhala. Menurut beberapa riwayat, keluarganya bekerja sebagai pembuat berhala.

Meski demikian, Nabi Ibrahim AS terjaga fitrahnya. Akidahnya tidak pernah tercemari oleh kesyirikan dan pemikirannya pun bersih.

Allah SWT memuliakan Nabi Ibrahim AS dengan menjaganya dari kemusyrikan sejak kecil. Sang Khalik memberi Ibrahim AS petunjuk kepada kebenaran Allah SWT, sebagaimana firman-nya dalam surah Al Anbiya ayat 51.

۞ وَلَقَدْ ءَاتَيْنَآ إِبْرَٰهِيمَ رُشْدَهُۥ مِن قَبْلُ وَكُنَّا بِهِۦ عَٰلِمِينَ

Artinya: “Dan sesungguhnya telah Kami anugerahkan kepada Ibrahim hidayah kebenaran sebelum (Musa dan Harun), dan adalah Kami mengetahui (keadaan)-nya.”

Alasan penyebutan Bapak Para Nabi yang diberikan kepada Ibrahim AS karena banyaknya keturunan beliau yang menjadi nabi dan rasul. Beberapa di antaranya diterangkan dalam surah Al Ankabut ayat 27,

وَوَهَبْنَا لَهُۥٓ إِسْحَٰقَ وَيَعْقُوبَ وَجَعَلْنَا فِى ذُرِّيَّتِهِ ٱلنُّبُوَّةَ وَٱلْكِتَٰبَ وَءَاتَيْنَٰهُ أَجْرَهُۥ فِى ٱلدُّنْيَا ۖ وَإِنَّهُۥ فِى ٱلْءَاخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Artinya: “Dan Kami anugerahkan kepada Ibrahim, Ishak dan Ya’qub, dan Kami jadikan kenabian dan Al Kitab pada keturunannya, dan Kami berikan kepadanya balasannya di dunia; dan sesungguhnya dia di akhirat, benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.”

Nama-nama Anak Nabi Ibrahim AS

Dijelaskan oleh Adil Musthafa Abdul Halim dalam Al-Aabaa wal Abnaa fil Qur’anil Karim terjemahan Abdul Hayyie al-Kattani dkk, Nabi Ibrahim AS diketahui memiliki 13 orang anak dari keempat istrinya. Berikut nama-namanya,

  1. Nabi Ismail AS
  2. Nabi Ishak AS
  3. Madyan
  4. Zumraan
  5. Sajar
  6. Yagtsaan
  7. Nasyaq
  8. Seorang anak laki-laki yang tidak sempat diberikan nama, ia lahir dari istri Nabi Ibrahim AS yang bernama Qanthhuur binti Yaqthun al Kan’aani.
  9. Kiisaan (putra dari istrinya yang bernama Hajuun)
  10. Saruuj
  11. Umaim
  12. Luuthaanis
  13. Naanis, lahir dari istri Nabi Ibrahim AS yang bernama Hajuun binti Amiin

Diberi Gelar Khalilullah

Selain gelar Bapak Para Nabi, Ibrahim AS juga disebut sebagai Khalilullah. Allah SWT berfirman dalam surah An Nisa ayat 125,

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبْرَٰهِيمَ خَلِيلًا

Artinya: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.”

Menurut Kitab Manaqib Al Anshar yang diterjemahkan oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi dalam Al-Lu’lu’ wal Marjan 3, pemberian gelar Khalilullah dikarenakan loyalitas Ibrahim AS terhadap Allah SWT. Ibrahim AS dijadikan sebagai kekasih atau kesayangan-Nya yang semakna dengan Allah SWT menolong serta menjadikannya sebagai pemimpin nabi setelahnya.

Julukan yang disematkan pada Nabi Ibrahim ini sempat dipertanyakan oleh para malaikat. Dalam salah satu riwayat, Malaikat Jibril bertanya pada Allah SWT alasan di balik pemberian gelar Khalilullah tersebut.

“Ya Allah, mengapa Engkau memberi gelar Khalilullah kepada Ibrahim, padahal ia sibuk dengan kekayaan dan keluarganya? Dengan demikian, bagaimana mungkin ia pantas menjadi Khalilullah?”

Allah SWT menjawab, “Jangan kalian menilai secara lahiriah, tapi lihatlah hati dan amal baktinya. Karena tiada di hatinya rasa cinta selain kepadaKu. Bila kalian ingin menguji, ujilah dia.”

Hingga Malaikat Jibril kemudian turut menguji Nabi Ibrahim AS dan hasilnya terbukti bahwa kekayaan dan keluarganya tidak sedikit pun membuat Nabi Ibrahim AS lalai dalam mengabdi kepada Allah SWT.

Terdapat juga dalam hadits dari Jundub RA bahwa Rasulullah SAW bersabda terkait pemberian gelar Khalilullah kepada Ibrahim AS,

“Sesungguhnya Allah menjadikan aku sebagai Khalil sebagaimana Allah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil.” (HR Imam Abu Abdullah Al-Hakim An-Nisaburi)

Termasuk Rasul Ulul Azmi

Selain itu, Ibrahim AS juga merupakan salah satu rasul Ulul Azmi yang memiliki kedudukan istimewa di mata Allah SWT. Para rasul Ulul Azmi itu terdiri dari Nabi Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS dan Rasulullah SAW.

Terkait rasul Ulul Azmi ini turut diterangkan dalam ayat suci Al-Qur’an tepatnya pada surah As Syura ayat 13,

۞ شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحًا وَٱلَّذِىٓ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِۦٓ إِبْرَٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓ ۖ أَنْ أَقِيمُوا۟ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا۟ فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى ٱلْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ ٱللَّهُ يَجْتَبِىٓ إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِىٓ إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ

Artinya:” Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).”

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Sosok Nabi yang Punya Mukjizat Air Zamzam-Sosok Penunggang Kuda Pertama


Jakarta

Nabi Ismail AS adalah nabi dan rasul yang wajib diimani dalam Islam. Beliau merupakan keturunan seorang nabi juga yaitu Ibrahim AS.

Menukil dari Ibrahim Khalilullah: Da’iyah At-Tauhid wa Din Al-Islam wa Al-Uswah Al-Hasanah oleh Ali Muhammad Ash-Shallabi yang diterjemahkan Muhammad Misbah, ibu dari Ismail AS adalah Siti Hajar. Kala itu, Nabi Ibrahim AS belum juga dikaruniai keturunan meski sudah puluhan tahun pindah ke Palestina.

Sang nabi lalu berdoa sebagaimana tercantum dalam surah Ash-Shaffat ayat 100-101. Berikut bunyinya,


رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّلِحِينَ * فَبَشَّرْنَهُ بِغُلَمٍ حَلِيمٍ

Artinya: “(Ibrahim berdoa), ‘Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (keturunan) yang termasuk orang-orang saleh.” Maka, Kami memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak (Ismail) yang sangat santun.”

Kelahiran Nabi Ismail AS

Kelahiran Nabi Ismail AS disambut dengan bahagia. Meski demikian, kelahirannya ini juga menjadi ujian bagi Ibrahim AS dan sang istri.

Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk membawa Siti Hajar dan Ismail AS bayi ke sebuah lembah tandus, yaitu Makkah. Kala itu, Makkah masih belum berpenghuni.

Saking tandusnya, lembah itu bahkan tanpa tanaman dan air. Hanya ada batu dan pasir kering yang terlihat di sana.

Siti Hajar dan Nabi Ismail AS diuji dengan rasa haus karena tak adanya air. Pada kondisi tersebut, Siti Hajar berlari-lari antara bukit Shafa dan Marwah untuk mencari air hingga akhirnya malaikat Jibril tiba dan air zamzam memancar dari tanah dekat kaki Ismail AS.

Perintah Menyembelih Nabi Ismail AS

Masih dari sumber yang sama, Nabi Ibrahim AS menerima wahyu lainnya dari Allah SWT dalam mimpi. Ia diperintahkan menyembelih sang putra, Nabi Ismail AS yang masih remaja.

Mendengar hal itu, Nabi Ismail AS rela menerima nasib sebagai bentuk kepatuhan terhadap Allah SWT. Kisah ini termaktub dalam surat As Saffat ayat 102,

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ ٱلسَّعْىَ قَالَ يَٰبُنَىَّ إِنِّىٓ أَرَىٰ فِى ٱلْمَنَامِ أَنِّىٓ أَذْبَحُكَ فَٱنظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَٰٓأَبَتِ ٱفْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِىٓ إِن شَآءَ ٱللَّهُ مِنَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.”

Ibrahim AS lantas membawa Ismail AS ke tempat yang ditentukan. Ketika ia hendak menyembelih putranya, tiba-tiba Allah SWT mengganti Nabi Ismail AS dengan seekor hewan. Peristiwa tersebut menjadi asal muasal ibadah kurban yang kini dilakukan oleh umat Islam.

Diterangkan dalam Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, ulama nasab dan sejarah peperangan mengatakan bahwa Nabi Ismail AS adalah orang pertama yang naik kuda. Sebelumnya, kuda merupakan hewan liar dan dijinakkan oleh Ismail AS untuk ditunggangi.

Sa’id bin Yahya Al-Umawi menuturkan dalam Al Maghazi sebagai berikut, “Seorang syaikh Quraisy bercerita kepada kami, Abdul Malik bin Abdul Aziz bercerita kepada kami, dari Abdullah bin Umar, Rasulullah SAW bersabda: “Pergunakan kuda (sebagai tunggangan) naiklah secara bergantian , karena ia adalah warisan ayah kalian, Ismail.”

Wafatnya Nabi Ismail AS

Nabi Ismail AS semasa hidupnya membimbing suku Amalika di Yaman. Selama lebih dari 50 tahun masa kenabian beliau, Ismail AS menyampaikan firman Allah SWT kepada orang-orang musyrik. Ia mengajak mereka untuk memeluk Islam dan mempercayai keberadaan Allah SWT.

Berkat jasanya itu, Islam menyebar luas di Yaman. Beliau lalu kembali ke Makkah setelah sebagian besar masyarakat Yaman memeluk Islam.

Nabi Ismail AS wafat pada usia 137 tahun, tepatnya pada 1779 SM di Makkah, Arab Saudi. Beliau dimakamkan di dekat ibunya.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ishaq AS, Sosok Mulia dan Lemah Lembut dalam Berdakwah



Jakarta

Nabi Ishaq AS adalah satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Ia merupakan anak dari Nabi Ibrahim AS dan saudara dari Nabi Ismail AS.

Menukil dari Qashashul Anbiya karya Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid dkk, Ishaq AS lahir ketika Nabi Ibrahim AS berusia 100 tahun. Usianya terpaut 14 tahun dengan saudaranya, Ismail AS.

Ibu dari Nabi Ishaq AS adalah Siti Sarah yang kala itu berusia 90 tahun. Ia sangat gembira diberi kabar kelahiran Ishaq AS pada usianya yang telah senja.


Allah SWT berfirman dalam surah Ash-Shaffat ayat 112-113,

وَبَشَّرْنَٰهُ بِإِسْحَٰقَ نَبِيًّا مِّنَ ٱلصَّٰلِحِينَ وَبَٰرَكْنَا عَلَيْهِ وَعَلَىٰٓ إِسْحَٰقَ ۚ وَمِن ذُرِّيَّتِهِمَا مُحْسِنٌ وَظَالِمٌ لِّنَفْسِهِۦ مُبِينٌ

Artinya: “Dan Kami beri dia kabar gembira dengan (kelahiran) Ishaq seorang nabi yang termasuk orang-orang yang saleh. Kami limpahkan keberkatan atasnya dan atas Ishaq. Dan diantara anak cucunya ada yang berbuat baik dan ada (pula) yang Zalim terhadap dirinya sendiri dengan nyata.”

Dikisahkan dalam Al-Aabaa wal Abnaa fil Qur’anil Karim karya Adil Musthafa Abdul Halim yang diterjemahkan Abdul Hayyie al-Kattani dan Fithriah Wardie, kelahiran Nabi Ishaq AS sudah disampaikan oleh Malaikat Jibril kepada Siti Sarah dari jauh-jauh hari. Meski sebelumnya Siti Sarah sebelumnya dinyatakan mandul dan tidak dapat melahirkan seorang anak, atas kuasa Allah SWT ia dan Nabi Ibrahim AS dianugerahi Ishaq AS pada usianya yang sudah renta.

Sewaktu kecil, Nabi Ishaq AS sudah menunjukkan ciri kenabian. Akhlaknya sangat mulia dan gemar membantu orang-orang yang tidak mampu di sekitarnya.

Ishaq AS tumbuh menjadi lelaki jujur dan bertanggung jawab. Beliau juga membantu Ibrahim AS berdagang serta berdakwah ke negeri Syam.

Ketika berdakwah, Nabi Ishaq AS menyampaikannya dengan lemah lembut. Ia juga dikenal pandai memikat hati orang, bersikap ramah dan ajaran yang disampaikan terasa manfaatnya.

Menginjak usia dewasa, Nabi Ishaq AS menikah dengan wanita bernama Rifqah. 10 tahun usia pernikahan, mereka dianugerahi dua orang anak yaitu Aishu dan Ya’qub.

Sebagaimana diketahui, Ya’qub AS merupakan seorang nabi yang kelak berdakwah menyebarkan ajaran tauhid.

Nabi Ishaq AS wafat pada usia 180 tahun di Hebron, Palestina. Jenazah Ishaq AS dimakamkan bersama Nabi Ibrahim AS. Ya’qub AS dan Aishu-lah yang memakamkan jenazah Nabi Ishaq AS.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Saat Rasulullah SAW Miraj dan Bertemu Nabi Ibrahim AS serta Melihat Wujud Malaikat Jibril


Jakarta

Perjalanan Isra Miraj Rasulullah SAW menjadi perjalanan yang agung dan mulia. Dalam perjalanan ini, Rasulullah SAW bertemu dengan para nabi, termasuk Nabi Ibrahim AS.

Dalam perjalanan ini juga Rasulullah SAW menyaksikan wujud Malaikat Jibril.

Mengutip buku Meneladani Rasulullah melalui Sejarah karya Sri Januarti Rahayu, saat Rasulullah SAW melewati langit ketujuh, beliau melihat Nabi Ibrahim sedang duduk bersandar di Baitul Makmur.


Diterangkan dalam buku tersebut, Baitul Makmur adalah Ka’bah khusus bagi penduduk langit dan setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat yang masuk ke sana dan tidak pernah kembali untuk yang kedua kalinya.

Dalam Shahih Bukhari Muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang perjalanannya menuju langit ketujuh saat Miraj. Di sana terdapat Baitul Makmur. Rasulullah SAW bersabda,

“Selanjutnya, aku dinaikkan ke Baitul Makmur. Ternyata, tempat ini dimasuki oleh 70.000 malaikat setiap hari dan mereka tidak pernah kembali.”

Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, inilah nenek moyangmu maka ucapkanlah salam kepadanya.”

Rasulullah pun mengucapkan salam kepada Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim menjawab, “Wa’alaikumsalam, selamat datang cucu yang saleh dan nabi yang saleh.”

Diriwayatkan Nabi Ibrahim berkata kepada Rasulullah, “Ya Muhammad, sampaikanlah kepada umatmu salam dariku dan kabarkanlah kepada mereka bahwa surga itu tanahnya sangat baik, airnya segar, datarannya datar, serta tumbuhannya adalah subhanallah, alhamdulillah, laa ilahailallah, allahu akbar.”

Perjalanan ke Surga dan Sidratul Muntaha

Rasulullah SAW kemudian diajak Malaikat Jibril masuk ke dalam surga. Rasulullah SAW meriwayatkan, dalam surga, beliau melihat kubah yang terbuat dari mutiara. Beliau juga melihat empat sungai yang satu sungai berisi air tawar, satu sungai lagi berisi susu, kemudian sungai yang berisi khamar, serta sungai yang berisi madu. Sungai-sungai tersebut mengalir tanpa adanya lubang dalam tanah, tetapi mengalir di atas tanah.

Kemudian, di sana Rasulullah melihat seorang bidadari yang sangat cantik. Beliau pun bertanya, “Siapakah engkau?”

Sang bidadari menjawab, “Aku adalah bidadari Zaid bin Haritsah.”

Kemudian, Rasulullah SAW naik bersama Jibril ke Sidratul Muntaha. Rasulullah SAW menggambarkan, Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang sangat besar seperti berada di penghujung langit. Buahnya besar seperti kendi air, daunnya besar seperti telinga gajah dan ditutupi dengan warna yang Rasulullah sendiri tidak tahu. Rasulullah berkata, “Tidak seorang pun mampu menyifati Sidratul Muntaha karena keindahannya.”

Di Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya untuk kedua kali. Jibril mengenakan pakaian berwarna hijau yang terbuat dari sutra dan memiliki enam ratus sayap yang setiap sayapnya jika dibentangkan akan menutupi cakrawala. Jika sayapnya dibentangkan, akan terlihat permata, mutiara, dan benda-benda berwarna-warni yang berkilauan sangat indah.

Dalam hadits, Aisyah RA berkata, “Siapa yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sungguh besar bahayanya, tetapi Nabi Muhammad SAW telah melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya yang bisa menutupi ufuk.” (HR Bukhari)

Hadits dengan redaksi serupa turut dikeluarkan oleh Imam Muslim. Dari Ibnu Abbas RA, dia menjelaskan firman Allah, “Hati Muhammad tidak mendustakan apa yang telah ia lihat dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril dalam rupanya yang asli pada waktu yang lain.” (QS An Najm: 11-13).

Ibnu Abbas RA berkata, “Muhammad SAW melihat Jibril dua kali dengan hatinya.”

Tiba-tiba, datang seperti awan yang menutupi Sidratul Muntaha. Jibril pun mundur dan Rasulullah SAW naik ke tempat yang bahkan Jibril pun tidak pernah naik seorang diri. Di tempat itu, Rasulullah mendengar suara goresan pena yang sering disebut oleh ulama sebagai pena takdir. Di sanalah Rasulullah menerima wahyu untuk melaksanakan shalat sebanyak lima puluh kali sehari semalam. Rasulullah pun menerimanya.

Rasulullah turun hingga di langit keenam beliau bertemu dengan Nabi Musa kembali dan Nabi Musa bertanya, “Apa yang Allah wahyukan kepadamu?”

Rasulullah menjawab, “Allah telah mewahyukan untuk melaksanakan shalat lima puluh kali sehari semalam.”

Maka Nabi Musa pun berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Umatmu tidak akan sanggup shalat lima puluh kali sehari semalam. Sungguh aku sudah mempunyai pengalaman dengan umat-umat sebelum umatmu. Sungguh aku menghadapi Bani Israil dengan sangat sulit. Kembalilah ke Tuhanmu, mintalah keringanan.”

Dari sinilah kemudian Allah SWT menurunkan perintah kepada Nabi Muhammad SAW agar umatnya mengerjakan salat fardhu lima waktu dalam sehari semalam.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Nabi Ibrahim Disebut sebagai Kesayangan Allah, Kisahnya Tercatat di Al-Qur’an



Jakarta

Ada banyak ayat Al-Qur’an yang menyebutkan kisah Nabi Ibrahim AS. Ia juga disebutkan sebagai kesayangan Allah SWT. Masyaallah!

Nabi Ibrahim AS bernama Ibrahim bin Tarikh bin Nahur bin Sarugh bin Raghu bin Faligh bin Abir bin Syalih bin Arfakhsyadz bin Sam bin Nuh AS. Ia lahir di wilayah Kaldaniyyun, sebuah kawasan yang ada di Babilonia.

Dalam buku Meneladani Kesalehan Ayah dalam Al-Qur’an karya Dona Ningrum Mawardi dan Atin Sumaryani, disebutkan bahwa Ibrahim AS adalah anak dari seorang penyembah berhala. Ayahnya bernama Azar yang dikenal sebagai pembuat patung terbaik pada masanya.


Allah SWT mengutus Nabi Ibrahim AS untuk mengajak ayahnya serta orang-orang untuk menyembah kepada Allah SWT. Nabi Ibrahim AS juga dikenal sebagai sosok yang taat beribadah.

Kesabaran dan ketakwaan Nabi Ibrahim AS menjadikan namanya tercatat dalam Al-Qur’an dan disebutkan sebagai kesayangan Allah SWT. Termaktub dalam Al-Qur’an surah An-Nisa’ ayat 125, Allah SWT berfirman,

وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا مِّمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُۥ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ وَٱتَّبَعَ مِلَّةَ إِبْرَٰهِيمَ حَنِيفًا ۗ وَٱتَّخَذَ ٱللَّهُ إِبْرَٰهِيمَ خَلِيلًا

Artinya: Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.

Kisah Nabi Ibrahim Didatangi Malaikat

Merujuk buku Kisah Para Nabi karya Imam Ibnu Katsir, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan, dari ayahnya, dari Mahmud bin Khalid As-Sulami, dari Walid, dari Ishaq bin Yashar, ia berkata, “Ketika Allah SWT memilih Nabi Ibrahim sebagai kesayangan-Nya, hati Ibrahim ditanamkan rasa takut kepada Allah yang luar biasa, sampai-sampai degupan jantungnya itu terdengar dari jauh, seperti terdengarnya suara burung yang terbang di atas langit.”

Ubaid bin Umair meriwayatkan, Nabi Ibrahim adalah seseorang yang senang menerima tamu. Bahkan ketika pada suatu hari ia tidak mendapati siapapun untuk bertamu ke rumahnya, ia memutuskan untuk keluar dari rumah dan mencari tamu yang dapat mengunjunginya. Namun ia tetap tidak mendapatkannya.

Setelah pulang, ternyata di rumahnya sudah ada seorang laki-laki yang tegap tengah bertamu, lalu ia bertanya, “Wahai hamba Allah, mengapa kamu memasuki rumahku tanpa seizinku?” Tamu itu menjawab, “Aku masuk ke dalam rumah ini seizin tuan (atau Tuhan) pemiliknya.”

Lalu Ibrahim bertanya lagi, “Siapakah anda sebenarnya?” Tamu itu menjawab, “Aku adalah malaikat maut. Aku diutus oleh Tuhanku kepada salah satu hamba-Nya untuk mengabarkan kepadanya bahwa ia dipilih oleh Allah sebagai kesayangan-Nya.”

Ibrahim pun semakin bingung dan kembali bertanya, “Siapakah hamba yang engkau maksudkan? Demi Allah, jika engkau memberitahukan kepadaku siapa orang itu dan ia tinggal jauh dari sini maka aku tetap akan menemuinya, dan aku akan selalu membuntuti kemana pun ia pergi hingga maut memisahkan.”

Malaikat maut menjawab, “Hamba itu adalah engkau sendiri orangnya.” Ibrahim terkejut seraya bertanya untuk menegaskan kembali, “Benar-benar aku?” Malaikat maut menjawab, “Ya, benar.” Lalu Ibrahim bertanya lagi, “Apakah alasan Tuhanku hingga membuat aku begitu istimewa seperti itu?” Malaikat maut menjawab, “Karena kamu pandai memberi dan tak pernah meminta” (HR. Ibnu Abi Hatim)

Pada sejumlah surat dalam Al-Qur’an, Allah juga kerap menyebutkan pujian dan penghormatan untuk Nabi Ibrahim. Dikatakan, bahwa penghormatan untuk Nabi Ibrahim disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak tiga puluh lima kali, dan lima belas di antaranya disebutkan pada surat Al-Baqarah.

Salah satu ayat pujian bagi Nabi Ibrahim termaktub dalam surah As-Saffat ayat 108,

وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِى ٱلْءَاخِرِينَ

Artinya: Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,

Nabi Ibrahim adalah salah satu dari lima Ulul Azmi. Dan, Ulul Azmi ini adalah para Nabi yang disebutkan namanya secara khusus di dalam Al-Qur’an, tepatnya pada dua ayat di dua surat yang berbeda, yaitu pada surah Al-Ahzab dan surah As-Syura.

Nabi Ibrahim adalah Ulul Azmi yang paling mulia setelah Nabi Muhammad SAW.

Nabi Ibrahim adalah nabi yang ditemui oleh Rasulullah SAW ketika berada di langit ketujuh (pada saat Isra Miraj). Pada peristiwa itu, Nabi Ibrahim tengah bersandar di Baitul Makmur. Baitul Makmur ini adalah rumah Allah (seperti Ka’bah di bumi) yang dimasuki oleh 70.000 malaikat setiap harinya, dan setelah memasukinya mereka tidak diizinkan untuk kembali lagi hingga Hari Kiamat.

Wallahu a’lam.

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Malaikat Datangi Orang-orang Pilihan Allah dalam Wujud Manusia



Jakarta

Para malaikat dikisahkan pernah mendatangi orang-orang pilihan Allah SWT untuk menjalankan tugasnya. Mereka biasa menampakkan diri dalam wujud manusia.

Kisah tersebut diceritakan dalam ‘Alam al-Mala’ikah al-Abrar dan Alam al-Jinn wa asy-Syayathin karya Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar yang diterjemahkan Kaserun AS. Rahman. Manusia pilihan ini berasal dari kalangan para nabi.

Dikisahkan, Nabi Ibrahim AS pernah didatangi beberapa malaikat dalam wujud manusia. Beliau tidak mengetahui sosok tersebut sampai akhirnya para malaikat menjelaskan jati dirinya.


Menurut riwayat dari Sa’id bin Jubair, As-Suddi, Qatadah, dan Muhammad bin Ishaq yang dinukil Ibnu Katsir dalam Qashash al-Anbiyaa, kala itu Nabi Ibrahim AS terus mendesak para malaikat yang datang ke rumahnya dengan berbagai pertanyaan.

“Apakah kalian mau menghancurkan suatu negeri yang di dalamnya masih ada orang-orang yang beriman, tiga ratus orang mungkin?” tanya Nabi Ibrahim AS.

Para malaikat menjawab, “Tidak sampai sebanyak itu.”

Nabi Ibrahim AS bertanya lagi, “Empat puluh orang mungkin”

“Tidak sampai sebanyak itu,” jawab malaikat.

Nabi Ibrahim AS terus bertanya, “Empat belas orang mungkin?”

Para malaikat menjawab, “Tidak sampai sebanyak itu.”

Menurut Ibnu Ishaq, Nabi Ibrahim AS terus bertanya tentang jumlah orang beriman dalam negeri itu. Kaum dari suatu negeri yang dimaksud dalam percakapan Nabi Ibrahim AS dan malaikat itu adalah kaum Nabi Luth AS.

Para malaikat juga pernah mendatangi Nabi Luth AS dalam wujud pemuda-pemuda tampan. Kedatangan mereka membuat Nabi Luth AS gelisah dan khawatir takut akan diganggu kaumnya. Diketahui, kaum Nabi Luth AS adalah kaum yang jahat dan gemar melakukan hubungan sesama jenis.

Hal tersebut diceritakan dalam Al-Qur’an. Allah SWT berfirman dalam surah Hud ayat 77,

وَلَمَّا جَاۤءَتْ رُسُلُنَا لُوْطًا سِيْۤءَ بِهِمْ وَضَاقَ بِهِمْ ذَرْعًا وَّقَالَ هٰذَا يَوْمٌ عَصِيْبٌ ٧٧

Artinya: Ketika para utusan Kami (malaikat) itu datang kepada Lut, dia merasa gundah dan dadanya terasa sempit karena (kedatangan) mereka. Dia (Lut) berkata, “Ini hari yang sangat sulit.”

Ibnu Katsir mengatakan dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah, para malaikat itu menampakkan diri dalam wujud pemuda tampan. Kedatangan mereka untuk menghancurkan kaum Nabi Luth AS. Setelah itu, Allah SWT menimpakan hukuman pada kaum itu.

Selain mendatangi Nabi Ibrahim AS dan Nabi Luth AS, para malaikat juga mendatangi Nabi Muhammad SAW. Ini terjadi berkali-kali dan dalam wujud beragam.

Malaikat Jibril pernah mendatangi manusia dalam wujud Dihyah bin Khalifah al-Kalbi, seorang sahabat yang begitu tampan. Kala itu, Aisyah RA melihat Rasulullah SAW meletakkan tangan pada kuda Dihyah al-Kalbi dan berbicara padanya. Ketika Aisyah RA bertanya tentang orang itu, Rasulullah SAW menjawab, “Ia adalah Jibril dan ia menyampaikan salam kepadamu.” (HR Ahmad dalam Musnad)

Terkadang Jibril mendatangi Rasulullah SAW dalam rupa seorang Badui. Banyak sahabat yang melihat ketika Jibril datang dalam wujud manusia. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat hadits yang berasal dari Umar bin Khaththab, ia menceritakan melihat laki-laki berpakaian putih dan berambut hitam. Laki-laki itu duduk di dekat Rasulullah SAW dan bertanya tentang suatu hal.

“Ketika kami sedang duduk di sisi Rasulullah SAW, muncullah seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan berambut sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas melakukan perjalanan dan tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya. Laki-laki itu duduk di dekat Rasulullah, menyandarkan kedua lututnya pada lutut beliau dan meletakkan kedua telapak tangan di atas paha beliau. Laki-laki itu berkata, ‘Wahai Muhammad, beri tahukanlah aku tentang Islam’.”

Dalam hadits tersebut, malaikat yang menyamar manusia itu menanyakan perihal iman, ihsan, dan kiamat beserta tanda-tandanya. Setelah itu, Rasulullah SAW memberitahu para sahabat bahwa orang yang bertanya itu adalah Malaikat Jibril yang bertujuan mengajarkan agama pada para sahabat.

Wallahu a’lam.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com