Tag Archives: nabi muhammad

Benarkah Jari Rasulullah SAW Bisa Mengeluarkan Air?



Jakarta

Mukjizat adalah karunia yang Allah SWT berikan kepada nabi dengan tujuan untuk mempermudah utusan-Nya mengemban tugas. Rasulullah SAW adalah salah satu yang dikaruniai mukjizat memancarkan air dari sela-sela jarinya.

Kisah pertama mukjizat Nabi Muhammad SAW ini terabadikan dalam riwayat hadits pada Kitab Fadha’il ash Shahabah yang diceritakan Anas bin Malik. Berikut bunyi haditsnya:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَعَا بِمَاءٍ فَأُتِيَ بِقَدَحٍ رَحْرَاحٍ فَجَعَلَ الْقَوْمُ يَتَوَضَّؤُونَ فَحَزَرْتُ مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى الثَّمَانِينَ. قَالَ: فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ إِلَى الْمَاءِ يَنْبُعُ مِنْ بَيْنِ أَصَابِعِهِ. رواه مسلم


Artinya: “Dari Anas RA bahwasannya Nabi SAW pernah meminta air, lalu diberikan kepada beliau sebaskom air. Maka berwudhulah kaum muslimin dengan air itu. Aku memperkirakan jumlah mereka berkisar antara enam puluh sampai delapan puluh orang. Dan aku menyaksikan sendiri air itu keluar dari sela-sela jari beliau.” (HR. Muslim).

Dikutip dari buku Mukjizat Nabiku Muhammad karya Muhammad Ash-Shayyim, ada berbagai kisah menyebutkan mukjizat Rasulullah SAW yang mampu mengeluarkan air dari celah jarinya. Berikut hadits lain yang menceritakan kisah tersebut:

عن أنس رضي الله عنه قال: رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم وحانت صلاة العصر وهو بالزوراء (موضع بسوق المدينة) فالتمس الناس الوضوء فلم يجدوه فأتى رسول الله صلى الله عليه وسلم بوضوء في إناء فوضع يده في ذلك الإناء. فأمر الناس أن يتوضؤوا منه فرأيت الماء ينبع من بين أصابعه صلى الله عليه وسلم. فتوضأ الناس حتى توضؤوا عن آخرهم. قيل لأنس: كم كنتم فقال: كنا زهاء ثلاثمئة.

Artinya: Dari Anas bin Malik RA, dia mengatakan mengatakan: “Aku melihat Rasulullah SAW ketika waktu Ashar, beliau berada di dekat pasar Madinah, telah tiba dan orang-orang sedang mencari air wudhu, namun mereka belum mendapatkannya. Lantas dibawakan air wudhu kepada Rasulullah SAW maka Rasulullah SAW meletakkan tangannya ke dalam bejana tersebut. Beliau pun memerintahkan orang-orang untuk berwudhu darinya. Anas berkata: Aku melihat air mengalir dari bawah jari-jari beliau (Nabi SAW), sehingga mereka berwudhu sampai orang yang terakhir.” Anas ditanya, berapa jumlah mereka ketika itu. Anas menjawab, “Kurang lebih 300 orang.” (HR Muslim).

Dikisahkan Nabi Muhammad SAW ketika itu berada di Zawra atau tempat yang agak tinggi di Masjid Nabawi. Beliau diketahui memasukkan tangannya ke dalam sebuah ember.

Atas izin Allah SWT, air secara tiba-tiba memancar dari jari-jemari beliau. Para kaum muslimin saat itu pun berwudhu dari air tersebut.

Qatadah yang mendengar kisah ini pun bertanya pada Anas, “Berapa jumlah kalian saat itu?”

Anas menjawab, “Sekitar tiga ratus orang,” (HR Bukhari dan Muslim).

Bukti lainnya terangkum dalam sejumlah kitab shahih terutama dari shahih Bukhari dan Muslim. Dalam sebuah riwayat yang berasal dari Salim bin Abi al Ju’d dari Jabir bin Abdillah al Anshari RA yang berkata,

“Pada saat melakukan perjalanan Hudaibiyah, para sahabat mengalami kehausan. Sementara, di hadapan Nabi Muhammad SAW terdapat kantong dari kulit. Kemudian beliau berwudhu.”

Melihat Nabi Muhammad SAW berwudhu lewat kantong tersebut, para sahabat pun menghampiri beliau. Nabi Muhammad SAW kemudian bertanya, “Ada apa dengan kalian?”

Kemudian, para sahabat menjawab, “Kami tidak memiliki air untuk berwudhu dan untuk minum kecuali yang ada di depanmu ini.”

Lantas, Nabi Muhammad SAW pun memasukkan tangannya ke dalam kantong air tersebut. Seketika air memancar dari jari jemari layaknya sumber mata air. Para sahabat pun mengambil air untuk wudhu dan minum dari pancaran air tersebut.

Salim bertanya pada Jabir, “Berapa jumlah kalian waktu itu?”

Jabir berkata, “Andaikan jumlah kami 100 ribu tentu masih cukup. Namun, ketika itu, jumlah kamihanya seribu lima ratus orang.” (HR Bukhari dan Muslim dalam Bab al Manaqib, al Maghzai, dan al Imarah).

Peristiwa serupa juga disaksikan oleh Ibnu Abbas RA. Saat itu, Rasulullah SAW dan para sahabat tengah melakukan perjalanan pada suatu pagi dan ternyata, mereka telah kehabisan persediaan air.

Seseorang pun mengadukan hal itu pada Nabi Muhammad SAW, “Wahai Rasulullah, persediaan air di kalangan para prajurit telah habis,”

Kemudian beliau bertanya, “Apakah kamu mempunyai sedikit air?”

“Ya,” jawab orang itu.

“Kalau begitu bawa air itu padaku,” Setelahnya, orang tersebut membawa sebuah wadah kepunyaannya yang berisi sedikit air.

Nabi Muhammad SAW pun terlihat meletakkan jari jemari tangannya di bibir wadah sambil merenggangkannya. Tiba-tiba, ada sumber air memancar dari sela-sela jarinya.

Lalu, beliau pun meminta Bilal bin Rabbah untuk menyerukan panggilan wudhu pada muslim yang lain, “Panggilah orang-orang untuk berwudhu dari air yang diberkahi ini.” (HR Ahmad dan Al Baihaqi).

Wallahu’alam.

(hnh/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Ummu Habibah, Anak Abu Sufyan yang Menjadi Istri Nabi


Jakarta

Nabi Muhammad SAW memiliki sejumlah istri. Sang penghulu Rasul itu menikahi mereka karena perintah dari Allah SWT dan untuk berdakwah. Salah satu istri Nabi Muhammad adalah Ummu Habibah, anak dari Abu Sufyan yang sangat membenci Islam ketika itu.

Ramlah binti Abi Sufyan Shakhr bian Harb bin Umayah bin Abdi Syams, Ummu Habibah Ummul Mukminin adalah seorang putri pemimpin Quraisy dan pentolan kaum musyrikin hingga menjelang Fathu Makkah (Penaklukan Kota Makkah). Tulis Bassam Muhammad Hamami dalam bukunya yang berjudul Biografi 39 Tokoh Wanita Pengukir Sejarah Islam.

Ummu Habibah menjadi seorang yang beriman walaupun ayahnya saat itu adalah orang yang sangat kafir. Ayahnya tidak bisa mencegah putrinya untuk tetap berada pada kesesatan dengan mengikuti ajaran nenek moyang mereka.


Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Ummu Habibah telah menikah dengan seorang lelaki bernama Ubaidillah bin Jahsy al-Asdi, seorang singa Bani Khuzaimah.

Keduanya meninggalkan Makkah demi hijrah ke Habasyah. Namun di sana, suaminya itu malah berpaling dari Islam dan menjadi non muslim.

Meskipun begitu, Allah SWT telah menyempurnakan keimanan Ummu Habibah. Ia sudah berkata kepada suaminya itu bahwa meninggalkan Islam bukanlah hal yang terbaik. Dia juga sudah berupaya mencegah agar sang suami tidak murtad. Namun Ubaidillah tak menghiraukan dan terus meminum khamr hingga dirinya mati.

Kisah Ummu Habibah Dilamar Rasulullah SAW

Dijelaskan dalam buku 365 Hari Bersama Sahabat Nabi SAW: Bercengkerama dengan Mereka Setiap Hari oleh Biru Tosca, dijelaskan cerita mengenai pelamaran Ummu Habibah dari jarak jauh.

Setelah ditinggal oleh suaminya, Ummu Habibah selalu merasa sedih. Namun begitu dirinya tetap tinggal di Habasyah seorang diri.

Ternyata kesedihan dan kesendirian Ummu Habibah ini diketahui oleh Rasulullah SAW. Setelah habis masa iddahnya, akhirnya Rasulullah SAW meminta bantuan Raja Negus (Raja Habasyah) untuk meminangnya.

Raja Negus mengutus pegawai perempuannya untuk menemui Ummu Habibah untuk menyampaikan surat pinangan Rasulullah SAW kepadanya. Ia lantas menerima pinangan tersebut dengan senang perasaan sangat bahagia.

Pernikahan pun dilangsungkan pada tahun ke-7 Hijriah dengan mahar 400 dinar. Setelah menikah, dirinya tetap tinggal di Habasyah barulah setelah Perang Khaibar ia hidup bersama Rasulullah SAW.

Kisah Ummu Habibah Bersama Rasulullah SAW

Selama hidup bersama Rasulullah SAW, belum ada satu riwayat pun yang mengabarkan perilaku cemburu yang ditunjukkan oleh Ummu Habibah. Inilah salah satu kelebihan Ummu Habibah di antara para istri Nabi SAW yang lain.

Suatu saat, Abu Sufyan tiba di Madinah untuk membicarakan Perjanjian Hudaibiyah yang dilanggar oleh kaum Quraisy. Namun, ia tidak langsung menemui Rasulullah SAW, melainkan ingin memanfaatkan anaknya sendiri untuk negosiasi itu.

Ia terkejut melihat keberadaan ayah yang sudah lama tidak ia lihat itu berada di rumahnya. Ia lebih tidak terima ketika ayahnya duduk di tikar yang biasanya digunakan untuk duduk oleh Rasulullah SAW.

Ummu Habibah berkata, “Tikar ini milik Rasulullah. Sementara engkau masih musyrik. Aku tidak suka engkau duduk di atasnya.”

Dirinya pun marah, namun masih bisa dipendam. Hal ini lantas membuat Abu Sufyan untuk mengurungkan niatnya memanfaatkan putrinya.

Kejadian ini menunjukkan bahwa keimanan istri Nabi Muhammad Ummu Habibah sangatlah kuat dan teguh. Iman dan keyakinan itu tidak goyah walaupun dihadapkan dengan ayah kandungnya sendiri.

Setelah ditinggal wafat Rasulullah SAW, Ummu Habibah menghabiskan sisa waktunya untuk menyendiri beribadah kepada Allah SWT.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Saat Umar Menangis Lihat Nabi Tidur Hanya Beralaskan Tikar



Jakarta

Sahabat nabi, Umar bin Khattab RA, pernah sampai menangis karena melihat kesederhanaan Rasulullah SAW. Hal ini diceritakan dalam salah satu riwayat hadits dari Anas bin Malik RA.

Dikutip dari Ibnul Jauzi dalam Al-Wafa, Anas RA bercerita, saat itu Rasulullah SAW tengah tiduran hanya beralaskan tikar dan mengenakan selimut. Bantal yang digunakan sebagai penyangga kepalanya terbuat dari kulit yang diisi serabut.

Seorang sahabat kemudian turut masuk ke kamar Rasulullah SAW, berikut dengan Umar bin Khattab RA.


Saat itulah, Rasulullah SAW membalikkan badannya sehingga Umar bin Khattab RAmelihat pakaian Rasulullah SAW tersingkap pada bagian punggungnya. Umar bin Khattab RA melihat ada bekas-bekas pada punggung beliau karena alas tidurnya yang terlalu keras. Setelahnya, Umar bin Khattab RA menangis.

Rasulullah SAW yang melihat itu pun bertanya pada Umar bin Khattab RA, “Apa yang membuatmu menangis?”

Umar bin Khattab RA menjawab, “Demi Allah, saya menangis setelah mengetahui bahwa engkau lebih mulia dari raja-raja dan kaisar. Mereka hidup sesuai dengan kemauannya di dunia (mewah dan kaya),”

“Sementara engkau adalah Rasulullah SAW (utusan Allah). Seperti yang saya lihat, engkau tidur di tempat yang seperti ini (sangat sederhana),” lanjut Umar bin Khattab.

Setelahnya, Rasulullah SAW bertanya lagi, “Bukankah kamu suka kalau mereka mendapat kesenangan dunia sementara kita mendapat kesenangan akhirat?”

Umar bin Khattab menjawab lagi, “Tentu, wahai rasul.”

“Memang demikianlah adanya,” kata Rasulullah SAW. (HR Ahmad)

Tidak hanya tempat tidurnya, kesederhanaan Rasulullah SAW juga tampak pada seluruh perabotan rumah tangga yang dimilikinya. Salah satunya yang diceritakan oleh Abu Rifa’ah tentang kursi di rumah Rasulullah SAW.

“Saya mendatangi Rasulullah SAW, beliau duduk di atas kursi yang terbuat dari serabut, yang kakinya terbuat dari besi.”

Alas karpet yang dimiliki Rasulullah SAW terbuat dari kulit yang diisi serabut. Kondisinya bahkan sudah usang hingga membuat salah seorang kaum Anshar membawakan permadani berisi wol untuk beliau.

Namun, Rasulullah SAW menolak pemberikan permadani tersebut dan meminta Aisyah RA untuk mengembalikannya. Aisyah RA awalnya sempat menolak, namun Rasulullah SAW mengulangi perintahnya sampai tiga kali dan berkata,

“Wahai Aisyah, demi Allah, kalau aku mau, niscaya Allah akan memberikan gunung emas dan gunung perak kepadaku.” Aisyah pun mengembalikan permadani tersebut. (HR Al Baihaqi)

(rah/erd)



Sumber : www.detik.com

Abu Darda, Sahabat Nabi yang Paling Terakhir Masuk Islam



Jakarta

Sahabat Nabi Muhammad SAW yang pertama kali masuk Islam disebut dengan “As sabiqunal awwalun.” Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Khadijah, Abu Bakar As-Shiddiq, Zaid bin Haritsah, dan Utsman bin Affan. Lalu bagaimana dengan sahabat Rasulullah SAW yang terakhir kali memeluk Islam? Berikut kisah lengkap sahabat nabi yang paling akhir masuk Islam.

Sahabat Nabi SAW yang paling akhir masuk Islam adalah Abu Darda. Ia adalah seorang laki-laki yang unggul, penuh ketaatan, dan spesifik. Ia seorang muslim yang selalu berusaha menggapai derajat ibadah tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia.

Kisahnya dirangkum dalam buku Sosok Para Sahabat Nabi oleh Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya, sebagaimana berikut ini.


Abu Darda memiliki nama asli Uwaimir bin Malik dari suku Khazraj. Namun orang-orang lebih sering memanggilnya dengan Abu Darda karena ia memiliki anak bernama darda.

Suatu pagi yang sangat pagi ia telah terbangun dari tidurnya. Ia lantas mengucapkan doa dan salam kepada berhala yang ia simpan di tempat terbaik di rumahnya.

Tak lupa, ia juga mengoleskan wangi-wangian serta memberinya baju sutera, hadiah dari kawannya yang kembali dari Yaman kemarin.

Setelah matahari sudah meninggi, ia lantas pergi menuju tokonya. Namun belum jauh ia berjalan, di Kota Yatsrib terdapat riuh-rendah yang ternyata berasal dari sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang pulang dari Perang Badar.

Ia lantas menanyakan kabar sahabat jahiliyahnya dulu yang kini telah memeluk Islam, Abdullah ibn Rawalah. Seorang pemuda menjawab bahwa Abdullah baik-baik saja dan pulang dengan membawa ghanimah. Ia pun merasa tenang dan lega.

Meskipun Abdullah bin Rawalah telah masuk Islam, dirinya masih berhubungan baik dengan Abu Darda. Ia bahkan sering mengunjunginya dan menyemangatinya untuk segera masuk Islam. Namun selalu saja ditolak oleh Abu Darda.

Ketika Abu Darda sudah sampai di tokonya, kesibukan langsung menyelimutinya, tanpa tahu apa yang akan diperbuat Abdullah di rumahnya.

Di Rumah Abu Darda

Pintu rumah Abu Darda terbuka dan Abdullah melihat Ummu Darda di dalam. Lantas ia meminta izin untuk masuk rumah dan diijinkan olehnya.

“Di mana gerangan Abu Darda?” Tanya Abdullah.

“Dia sudah pergi ke toko. Tak lama lagi tentu pulang.” Lalu ia menunggu kedatangan Abu Darda di dalam rumah. Tanpa sepengetahuan Ummu Darda, Abdullah diam-diam masuk ke ruangan berhala dan menghancurkannya.

“Semua yang menyekutukan Allah itu sesat.” Gumam Abdullah. Setelah patung itu hancur, ia lantas meninggalkannya.

Tak lama, Ummu Dardah masuk dan berteriak histeris mendapati patung sembahannya telah hancur berkeping-keping. Sambil memukul-mukul kepala dan menampar pipi ia meratap, “Engkau menghancurkanku. Ibnu Rawahah, engkau menghancurkanku…”

Abu Darda pun pulang dari tokonya. Ia mendapati istrinya di depan pintu sambil memeluk berhala rusak itu dengan wajah yang ketakutan.

“Kenapa kau?” Tanya Abu Darda.

“Saudaramu, Abdullah ibn Rawalah, tadi datang lalu menghancurkan patung pemujaanmu…” jawab Ummu Darda

Sekejap emosinya pun memuncak dan hendak langsung mendatangi Abdullah. Namun setelah dipikir-pikir, amarahnya mereda dan tidak jadi marah. Ia malah berkata,

“Kalau patung ini memiliki kebaikan, tentu dia mampu melindungi dirinya dari segala gangguan…”

Setelah kejadian ini, ia langsung pergi mencari Abdullah ibn rawalah. Ia lantas meminta untuk diantar menghadap Rasulullah SAW untuk menyatakan keislamannya.

Dengan ini menjadikan Abu Darda sebagai sahabat nabi paling akhir dari yang memeluk Islam dari kaum Khazraj.

Sejak saat itu, ia langsung beriman secara mantab kepada Allah SWT. Ia menyesali ketertinggalannya tersebut, membalasnya dengan mempelajari agama dengan sangat giat dan tekun.

Dirinya bagai orang yang kehausan akan ilmu-ilmu dan ibadah. Bahkan ia tak segan untuk meninggalkan jual belinya demi menghadiri majelis-majelis ilmu. Akhirnya Abu Darda menjadi sahabat nabi dan orang yang paling mengerti tentang dinullah dan hafal Al-Qur’an.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Wafatnya Fatimah Az Zahra yang Tak Lama setelah Rasulullah


Jakarta

Fatimah Az Zahra adalah seorang wanita mulia yang memiliki julukan ratu wanita surga karena keutamaan akhlaknya. Putri Rasulullah SAW ini wafat pada usia yang cukup muda, yakni 27 tahun.

Kecintaannya pada Rasulullah SAW membuatnya sangat terpukul ketika beliau wafat. Ia bahkan ingin segera menyusul beliau untuk berhadapan dengan Allah SWT. Bagaimana kisah wafatnya Fatimah Az Zahra?

Sosok Fatimah Az Zahra

Fatimah Az Zahra binti Muhammad RA adalah putri Rasulullah SAW yang keempat dengan pernikahan beliau dengan Khadijah binti Khuwailid. Fatimah RA lahir di Ummul Qura (Makkah) pada hari Jumat, 20 Jumadi al-Tsani.


Ia bahkan dipersunting oleh salah satu sahabat nabi, Ali bin Abi Thalib. Pernikahan keduanya pun dikaruniai empat orang anak, dua anak laki-laki dan dua anak perempuan.

Kedua anak laki-laki Fatimah Az Zahra bernama Hasan dan Husain, sedangkan anak perempuan Fatimah RA dan Ali RA bernama Zainab dan Ummu Kultsum.

Fatimah Az Zahra RA adalah anak yang paling disayangi oleh Rasulullah SAW. Beliau bahkan pernah berkata, “Fatimah adalah bagian dari tubuhku. Barangsiapa menyusahkannya, berarti ia menyusahkanku,” seperti yang dikutip dari buku 99 Kisah Menakjubkan Sahabat Nabi oleh Tethy Ezokanzo.

Menurut Abdus Sattar Asy-Syaikh dalam buku Fatimah Az-Zahra: Penghulu Wanita Surga, Rasulullah SAW bahkan menyatakan bahwa Fatimah RA adalah sebaik-baik wanita di antara semua wanita di dunia.

Nabi SAW bersabda, “Sebaik-baik wanita seluruh alam adalah Maryam binti Imran, Khadijah binti Khuwailid, Fatimah binti Muhammad, dan Asiyah istri Firaun.” (HR Muslim)

Kisah Wafatnya Fatimah Az Zahra

Usai Rasulullah SAW wafat, Fatimah RA merasa sedih yang sangat mendalam. Ia bahkan juga merasa bahwa hari-harinya di dunia hanya tinggal sebentar.

Menurut keterangan hadits, Fatimah RA adalah keluarga pertama Rasulullah SAW yang meninggal setelah beliau sendiri. Dari Urwah, dari Aisyah RA, ia berkata, “Fatimah wafat enam bulan sesudah wafatnya Rasulullah.”

Menurut buku Taman-Taman Cinta Sang Nabi: Kisah-Kisah Kekasih Hati Nabi Muhammad SAW yang Penuh Hikmah dan Kesejukan oleh Prof. Dr. Abdurrahman Umairah, sebelum wafatnya, Fatimah RA menderita sakit keras.

Sakit yang dideritanya semakin parah sehingga ia mengadu kepada Asma’ binti Amis, selaku pelayannya, tentang sakit yang menjangkiti tubuhnya. Fatimah RA pun berkata,

“Dapatkah engkau menutupiku dengan sesuatu?” Fatimah RA juga menambahkan, “Aku melihat orang-orang Habsyi itu selalu membuat tempat tidur bagi para wanita dan menutupinya dengan keranda.”

Kemudian Asma’ menyuruh seseorang untuk membuatkan keranda tersebut, ketika Asma’ menoleh, Fatimah RA berkata,

“Wahai pelayanku, siapkanlah air untuk mandi,”

Setelah itu Asma’ benar-benar menyiapkan air untuk mandi Fatimah RA.

Ia lalu berkata kepada Asma’, “Ambilkanlah pakaian baruku,”

Setelah pakaian itu diberikan kepadanya, Fatimah RA kembali berkata, “Wahai pelayanku, aku akan dipanggil saat ini, dan aku sudah mandi, maka jangan sampai ada seorang pun yang membuka bahuku.”

Setelah itu, Fatimah RA pun dipanggil oleh Allah SWT. Wafatnya bertepatan pada malam Selasa bulan Ramadan tahun 11 Hijriah.

Umat Islam berbondong ke Masjid Nabawi untuk menyalatkan Fatimah RA yang dipimpin oleh suaminya, Ali RA. Salat jenazah gelombang kedua dipimpin pamannya Abbas bin Abdul Muthalib RA. Jenazah Fatimah lalu dibawa ke Makam Baqi, dimakamkan bersebelahan dengan saudaranya, Zainab RA, Ruqayyah RA, dan Ummu Kultsum RA.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Wafatnya Ibunda Rasulullah SAW pada Usia Nabi Berapa?


Jakarta

Sebelum diangkat menjadi seorang nabi, Rasulullah Muhammad SAW sudah mendapat banyak cobaan dari Allah SWT. Salah satunya adalah menjadi yatim piatu di usia enam tahun.

Ayah Nabi Muhammad SAW sudah lebih dahulu meninggal saat Rasulullah SAW masih di dalam kandungan. Dalam buku-buku sejarah disebutkan bahwa Abdullah bin Abdul Muthalib wafat saat Nabi SAW dalam kandungan baru dua bulan.

Abdullah bin Abdul Muthalib Wafat saat Nabi SAW Masih dalam Kandungan

Nabi Muhammad SAW dilahirkan dari ayah yang bernama Abdullah bin Abdul Muthalib dan ibu yang bernama Aminah binti Wahab. Nabi Muhammad lahir dari keturunan pilihan di antara kabilah-kabilah Arab, yaitu keturunan Ismail bin Ibrahim AS.


“Ayahnya bernama Abdullah bin Abd al-Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Keturunan Ismail bin Ibrahim AS.” Tulis H. Murodi dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam: Sejarah Kebudayaan Islam untuk Madrasah Tsanawiyah Kelas VII.

Menjelang usianya yang ke-24, Abdullah menikahi seorang perempuan bernama Aminah bin Wahab. Keduanya dikaruniai seorang anak, yaitu Muhammad SAW. Namun, Abdullah belum pernah bertemu dengan anaknya itu lantaran ia sudah wafat terlebih dahulu.

Abdullah meninggal dunia di Madinah dalam usia 25 tahun, di kediaman pamannya dari Bani Najjar.

Saat itu Abdullah sedang pergi ke Madinah untuk membeli kurma dan dijualnya kembali ketika di kotanya. Namun, sesampainya di Madinah ia jatuh sakit, lalu meninggal dunia.

Di saat yang sama, istrinya ia tinggal di rumah dan masih mengandung anaknya, Muhammad. Artinya, Nabi Muhammad SAW sudah menjadi seorang yatim bahkan sebelum beliau lahir ke dunia.

Wafatnya Ibunda Rasulullah SAW pada Usia Nabi yang ke Berapa?

“Ibu Nabi SAW, Aminah binti Wahab dari Bani An-Najjar, meninggal dunia saat beliau berusia enam tahun. Ada yang mengatakan empat tahun.” Jelas buku Syarah Safinatun Naja: Ringkasan Akidah, Sirah Nabawiyah, Ibadah dalam Madzhab Asy-Syafi’i oleh Amjad Rasyid.

Dalam sumber sebelumnya disebutkan, Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awal, tahun Gajah, atau bertepatan pada 20 April 571 M. Setelah lahir, beliau diasuh oleh ibunya sendiri.

Selain itu, Nabi Muhammad SAW juga disusui oleh Tsuwaibah Aslamian, mantan budak Abu Lahab. Selanjutnya Muhammad juga disusui oleh Halimah Sa’diyah binti Abu Dzu’aib di perkampungan Bani Sa’ad.

Cobaan kembali menimpa Nabi Muhammad SAW ketika usianya menginjak enam tahun.

Suatu saat, Aminah binti Wahab melakukan perjalanan dari Madinah ke Makkah bersama anaknya, Muhammad. Di Madinah, ia mengunjungi paman-paman dan saudara-saudaranya dari pihak ayah, yaitu keturunan Bani Adi bin Najjar.

Namun, dalam perjalanan kembali ke Makkah tersebut, Aminah binti Wahab meninggal dunia di Abwa. Wafatnya Ibunda Rasulullah SAW pada Usia Nabi yang ke enam tahun.

Dalam buku Meneladani Akhlak Rasul dan Para Sahabat oleh A. Fatih Syuhud, Aminah binti Wahab meninggal dunia pada tahun 47 sebelum hijriah atau bertepatan dengan tahun 577 masehi.

Setelah ditinggal orang tua untuk selamanya, Nabi Muhammad SAW diasuh oleh kakeknya yang bernama Abdul Muthalib hingga usia menginjak delapan tahun.

Abdul Muthalib meninggal dunia di usia Nabi SAW yang kedelapan tahun. Selanjutnya Muhammad dirawat oleh pamannya, Abu Thalib hingga tumbuh dewasa.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Uhud, Kekalahan Pasukan Muslim karena Perpecahan



Jakarta

Perang Uhud adalah salah satu peristiwa paling signifikan dalam sejarah Islam yang terjadi pada awal periode kenabian. Peristiwa ini memiliki dampak mendalam dan banyak pelajaran yang dapat dipetik oleh umat Islam hingga saat ini.

Berikut kisah perang Uhud yang merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam.

Dikutip dari buku Perang Uhud (Sabtu, 15 Syawal 3 H/Januari 625 M) karya Muhammad Ridha, Perang Uhud berlangsung pada hari Sabtu, 15 Syawal 3 Hijriah atau 625 Masehi setelah sekitar satu tahun setelah Perang Badar.


Pada saat itu, Makkah adalah pusat konflik antara umat Islam dan kaum musyrikin Quraisy yang memusuhi Islam. Perang Uhud dimulai sebagai konflik bersenjata yang disebabkan oleh dendam kaum musyrikin setelah kekalahan mereka dalam Perang Badar. Sasaran utama dari kaum Quraisy adalah Hamzah bin Abdul Muthalib.

Persiapan Pertempuran

Mengutip buku Biografi Rasulullah: Sebuah Studi Analitis Berdasarkan Sumber-sumber yang Otentik karya Mahdi Rizqullah Ahmad, dkk, perang uhud dari pihak Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan dengan 3000 tentara dan sejumlah wanita-wanita pelayan.

Sementara 1.000 pasukan muslimin terdiri dari gabungan orang Makkah dan Madinah. Namun, dalam perjalanan menuju Gunung Uhud, Abdullah bin Ubay salah satu pemimpin bani terbesar di kaum Quraisy membelot dan membawa 300 pasukan muslimin, karenanya sisa dari prajurit muslim yang ada hanya 700 orang.

Rasulullah SWT bermimpi mengenai apa yang akan terjadi dalam perang Uhud nanti dan menyampaikan mimpinya kepada para sahabat.

“Aku bermimpi menggerakkan pedangku, tetapi tiba-tiba bagian depannya patah. Maka itulah yang akan terjadi pada kaum Muslimin pada Perang Uhud (nanti). Kemudian, aku menggerakkannya kembali lalu pedang itu kembali sempurna seperti semula. Maka, itulah yang akan dikaruniakan Allah kepada kaum Muslimin pada saat penaklukan (Kota Makkah) kelak dan pada hari berkumpulnya orang-orang yang beriman. Aku juga melihat seekor sapi. Demi Allah, sapi itu dalam keadaan sangat bagus. Maka sapi itu adalah kaum Muslimin pada waktu Perang Uhud.”

Rasulllah SAW menafsirkan mimpinya sebagai kekalahan dan banyaknya korban dari para sahabatnya.

Kemudian, Rasulullah SAW mengadakan musyarawarah dengan para sahabatnya untuk mengevaluasi strategi yang akan mereka pakai. Perang Uhud dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW.

Ketika Pertempuran Berlangsung

Dikutip dari buku 60 Orang Besar di Sekitar Rasulullah SAW karya Khalis Muhammad Khalid, peperangan pun dimulai. Di medan perang, Hamzah dan kaum Muslimin terus menghantam kaum Quraisy itu hingga semakin dekat dengan kemenangan yang besar.

Namun, pasukan berkuda kaum Quraisy datang dari arah belakang saat mereka lalai. Meskipun kaum Muslimin telah kembali menyatukan barisan, tapi kekuatan mereka kalah dengan kekuatan kaum Quraisy.

Kemudian, salah satu budak yang handal memadah dari Habsyi yang bernama Wahsyi ini mengintai Hamzah dari pepohonan.

Wahsyi pun melempar pedangnya hingga mengenai perut Hamzah dan akhirnya menewaskan Hamzah.

Masih mengutip dari sumber buku yang sama, kaum Muslimin berusaha untuk mempertahankan posisi dan melindungi Nabi Muhammad SAW dengan sekeras mungkin hingga mengakibatkan banyak korban jiwa berjatuhan termasuk sahabat dan keluarga Nabi.

Pelajaran dari Perang Uhud

Dikutip dari buku Ketika Rasulullah Harus Berperang karya Ali Muhammad Ash-Shallabi, pelajaran yang dapat diambil dari peristiwa perang Uhud yaitu:

– Memotivasi untuk bersungguh-sungguh dan giat di medan perang

– Memotivasi untuk bersabar ketika berperang dan berhadapan dengan musuh

– Menjelaskan dampak buruk perpecahan dan konflik

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Uwais Al Qarni, Sosok Pemuda yang Terkenal di Langit


Jakarta

Pelajaran tentang ketakwaan, keimanan, dan kebaktian seseorang juga bisa dicontoh hanya dari seorang pemuda biasa bernama Uwais Al Qarni. Ia merupakan pemuda yang terkenal di langit karena keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT.

Uwais Al-Qarni adalah seorang pemuda dari Yaman yang hidup di zaman Nabi Muhammad SAW. Dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti oleh Akhmad Mahmudi, Uwais bukan orang yang kaya, melainkan hanya seorang fakir dan yatim yang hanya hidup berdua dengan ibunya yang lumpuh dan buta.

Sehari-hari, Uwais hidup dengan mengandalkan penghasilannya dari menggembala domba. Hasil yang ia dapatkan hanya cukup untuk makan ibunya. Sedangkan apabila ada kelebihan, terkadang ia gunakan untuk menolong tetangganya yang juga kesusahan.


Selebihnya Uwais sering berpuasa. Hidupnya hanya ia gunakan untuk beribadah kepada Allah SWT dan berbakti kepada ibunya, karena ayahnya sudah lama meninggal.

Uwais Al Qarni Datangi Nabi Muhammad SAW

Uwais merasa sangat sedih setiap kali melihat tetangganya yang lepas pergi menemui Nabi Muhammad SAW. Ia belum pernah menemui beliau padahal dirinya sangat ingin bertemu. Namun, di saat yang sama ibunya tidak bisa ia tinggalkan.

Saking cintanya kepada Nabi Muhammad SAW, ketika ia mendengar ada yang melempari Rasulullah SAW hingga membuat giginya patah, Uwais turut mematahkan giginya dengan batu hingga patah.

Hal ini ia lakukan sebagai bentuk kecintaannya yang mendalam kepada Nabi Muhammad SAW yang bahkan belum pernah ia temui itu. Ia selalu bertanya-tanya, kapankah ia bisa bertemu dan memandangi wajah beliau dari dekat.

Akhirnya, pada suatu hari ia ungkapkan semua isi hatinya kepada ibunya dan meminta izin untuk bisa bertemu dengan Nabi Muhamamd SAW. Ibunya pun mengizinkannya untuk pergi ke Madinah.

Ibunya berpesan kepada Uwais, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”

Dengan hati yang sangat gembira, ia akhirnya tiba di Madinah. Di depan pintu rumah Nabi Muhammad SAW, ia mengetuknya. Setelah pintu dibuka, ternyata yang menyambutnya bukan Rasulullah SAW sendiri, melainkan Aisyah RA. Saat itu nabi sedang berada dalam peperangan sehingga beliau tidak bisa menemuinya.

Uwais sangat kecewa. Bahkan ketika sampai di rumah nabi ia belum juga bisa menemui beliau. Ia ingin sekali menunggu nabi pulang dari medan perang, namun ia teringat dengan pesan ibunya yang menyuruhnya segera pulang ketika sudah bertemu beliau.

Dengan berat hati, akhirnya Uwais memilih untuk mematuhi ibunya dan kembali pulang tanpa pernah bertemu dengan Nabi Muhammad SAW.

Ketika Nabi Muhammad SAW pulang dari pertempuran, beliau menanyakan kepada Aisyah RA tentang orang yang mencarinya dan ia pun menceritakannya kepada nabi.

Aisyah RA menjelaskan bahwa ada seorang pemuda dari Yaman yang datang ingin berjumpa dengan Rasulullah SAW. Namun, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan, ia tidak bisa menunggu kedatangan nabi dan memilih untuk pulang.

Nabi Muhammad SAW lalu menjelaskan bahwa pemuda itu adalah penghuni langit. Beliau juga menceritakan kepada para sahabat, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah telapak tangannya.”

Beliau juga menyarankan untuk meminta doa dan istighfar darinya, sebab ia adalah penghuni langit dan bukan penduduk bumi.

Bertahun-tahun kemudian, khalifah Umar RA ingat dengan sabda Nabi SAW tentang pemuda yang terkenal di langit. Sejak saat itu, Umar RA selalu mencari kehadirannya dalam rombongan kalifah yang datang dari Yaman. Hingga suatu saat ia benar-benar bertemu dengan pemuda tersebut.

Khalifah Umar RA dan Ali RA datang ke perkemahan Uwais dan datang menemuinya. Keduanya lalu membuktikan perkataan Nabi SAW tentang tanda di telapak tangan Uwais. Dan benar saja, tanda putih itu ada padanya.

Umar RA dan Ali RA lantas meminta Uwais untuk membacakan doa dan istighfar untuk mereka, namun ditolak oleh Uwais, seraya berkata, “Sayalah yang harus meminta doa pada kalian.” Lalu, Umar RA dan Ali RA tetap meminta untuk didoakan. Akhirnya Uwais melakukannya.

Setelah itu, Umar RA hendak memberikan jaminan hidup kepada Uwais. Namun lagi-lagi tawaran itu ditolak olehnya. Ia berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Wafatnya Uwais Al Qarni

Beberapa tahun kemudian, Uwais meninggal dunia. Anehnya, proses pemakamannya dihadiri oleh ribuan orang yang berebut untuk merawat jenazahnya.

Penduduk Kota Yaman tercengang. Orang-orang yang mendatangi pemakaman Uwais bukanlah orang yang mereka kenal. Padahal semasa hidupnya, ia sangat miskin dan tidak memiliki apa-apa. Lantas bagaimana bisa ribuan manusia ini datang untuk mengurus jenazah dan pemakamannya.

Berita tentang keanehan pemakaman Uwais Al Qarni ini menyebar dengan luas. Akhirnya penduduk Yaman tahu bahwa Uwais Al Qarni ternyata bukanlah penduduk bumi, ia adalah pemuda yang terkenal di langit. Dan manusia-manusia tadi adalah malaikat yang dikirim oleh Allah SWT kepadanya.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Muhammad dan Anggur Asam dari Lelaki Miskin



Jakarta

Kisah Nabi Muhammad SAW merupakan sumber inspirasi dan pembelajaran bagi umat Islam. Salah satu kisah menarik dari kehidupan Nabi Muhammad SAW adalah kisahnya dengan anggur asam yang diberikan oleh seorang lelaki miskin.

Anggur merupakan buah yang istimewa. Buah dengan rasa manis ini memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Buah anggur disebutkan sebanyak 14 kali dalam Al-Qur’an dan terdapat kisah Nabi Muhammad SAW bersama buah anggur.

Ayat Al-Qur’an tentang Anggur

Allah SWT telah berfirman dalam beberapa ayat Al Qur’an tentang buah anggur.


Surah An Nahl ayat 11,

يُنْۢبِتُ لَكُمْ بِهِ الزَّرْعَ وَالزَّيْتُوْنَ وَالنَّخِيْلَ وَالْاَعْنَابَ وَمِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ١١

Artinya: “Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untukmu tumbuh-tumbuhan, zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir.”

Surah Al Isra ayat 91,

اَوْ تَكُوْنَ لَكَ جَنَّةٌ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّعِنَبٍ فَتُفَجِّرَ الْاَنْهٰرَ خِلٰلَهَا تَفْجِيْرًاۙ ٩١

Artinya: “atau engkau mempunyai sebuah kebun kurma dan anggur, lalu engkau alirkan di celah-celahnya sungai yang deras alirannya,”

Surah Ar Ra’d ayat 4,

وَفِى الْاَرْضِ قِطَعٌ مُّتَجٰوِرٰتٌ وَّجَنّٰتٌ مِّنْ اَعْنَابٍ وَّزَرْعٌ وَّنَخِيْلٌ صِنْوَانٌ وَّغَيْرُ صِنْوَانٍ يُّسْقٰى بِمَاۤءٍ وَّاحِدٍۙ وَّنُفَضِّلُ بَعْضَهَا عَلٰى بَعْضٍ فِى الْاُكُلِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ ٤

Artinya: “Di bumi terdapat bagian-bagian yang berdampingan, kebun-kebun anggur, tanaman-tanaman, dan pohon kurma yang bercabang dan yang tidak bercabang. (Semua) disirami dengan air yang sama, tetapi Kami melebihkan tanaman yang satu atas yang lainnya dalam hal rasanya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar (terdapat) tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti.”

Kisah Nabi Muhammad dan Anggur Asam dari Lelaki Miskin

Dikutip dari buku Rumah Cinta Rasul karya Dewi Ambarsari, Nabi Muhammad SAW memiliki kisah dengan anggur asam.

Pada suatu hari, Nabi Muhammad SAW dihampiri oleh lelaki miskin yang membawa segenggam buah anggur. Buah anggur tersebut ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai hadiah.

Lelaki miskin itu berkata, “Wahai Rasulullah, terimalah buah anggur ini sebagai hadiah kecil dariku.” Ia sangat senang dan bersemangat ketika memberikan buah anggur itu kepada Nabi Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW pun menerima buah anggur pemberian lelaki miskin itu dan mengambil satu butir untuk dimakannya.

Saat itu, Nabi Muhammad SAW sedang bersama para sahabatnya. Para sahabat sangat berharap agar Nabi Muhammad SAW membagikan buah anggur itu kepada mereka.

Bukannya membagi, Nabi Muhammad SAW justru menghabiskan anggur tersebut seorang diri dan tidak menyisakan untuk sahabatnya.

Lelaki miskin tersebut sangat senang karena Nabi Muhammad SAW menghabiskan anggur pemberiannya. Kemudian ia pamit dengan hati yang gembira.

Para sahabat pun heran, hingga bertanya, “Wahai Rasulullah kenapa kau makan semua anggur itu dan tanpa sama sekali menawarkannya kepada kami?”

Nabi Muhammad SAW tersenyum dan berkata, “Aku makan semua anggur itu karena rasa buah anggur itu asam. Jika aku menawarkannya pada kalian, aku khawatir kalian tidak dapat menahan rona muka yang tidak mengenakkan. Hal itu bisa menyakiti hati lelaki tersebut. Jadi aku berpikir lebih baik aku makan semuanya demi menyenangkan sang pemberi anggur. Aku tidak ingin menyakiti hati lelaki tersebut.”

Dari kisah Nabi Muhammad dan anggur asam, terdapat beberapa pelajaran seperti untuk saling berbagi dan menghargai usaha yang telah dilakukan oleh orang yang telah memberikan sesuatu.

Manfaat Anggur

Mengutip dari sumber sebelumnya, buah anggur memiliki banyak manfaat. Jika dikonsumsi secara rutin dalam bentuk alami, buah anggur dapat memberi manfaat kesehatan. Berikut beberapa manfaat anggur:

1. Mencegah kanker karena anggur mengandung antioksidan
2. Biji anggur dapat mencegah penuaan dini
3. Menyeimbangkan kadar kolesterol, sehingga mencegah penyakit stroke
4. Menjaga kesehatan jantung
5. Mengatasi insomnia

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Sosok Ummu Salamah, Istri Rasulullah yang Terakhir Wafat



Jakarta

Rasulullah SAW mempunyai beberapa istri, salah , bernama Ummu Salamah. Ummu Salamah adalah salah satu istri mulia Rasulullah SAW.

Terdapat hikmah tersendiri dari pernikahan Ummu Salamah dengan Rasulullah SAW. Berikut kisahnya:

Ummu Salamah Istri Rasulullah SAW

Dirangkum dari buku Kelengkapan Tarikh Rasulullah SAW karya Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, nama lengkap Ummu Salamah adalah Hindun binti Abu Umayyah bin Al-Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib. Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Ummu Salamah adalah istri Abu Salamah bin Abdul Asad.


Menurut buku Sirah Nabawiyah karya Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Ummu Salamah dan Rasulullah SAW menikah pada bulan Syawwal tahun 4 Hijriyah.

Dijelaskan dari buku Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 2 karya Ali Muhammad Ash-Shallabi, beberapa saat setelah Abu Salamah meninggal dan masa iddah Ummu Salamah habis, Rasulullah SAW datang kepada Ummu Salamah dan menyatakan pinangan kepadanya melalui anak laki-laki Ummu Salamah. Ummu Salamah berkata, “Apakah pantas aku menolak Rasul utusan Allah?! Atau aku mengajukan diri dengan keluargaku.” Keesokan harinya Rasulullah SAW datang langsung meminang Ummu Salamah.

Terdapat perbedaan pendapat tentang siapa wali yang menikahkan Ummu Salamah dengan Rasulullah SAW.

Ketika Ummu Salamah setuju untuk menikah, Rasulullah SAW berkata, “Aku tidak memberikan kurang dari apa yang pernah aku berikan kepada si fulan, alat penggiling gandum, dua kantong gandum, dan bantal dari kulit yang diisi dengan bulu hewan.”

Dari hasil pernikahan Ummu Salamah dengan Abu Salamah, mereka dikaruniai dengan seorang bayi. Ketika Rasulullah SAW menikahinya, beliau mendatanginya. Jika Rasulullah SAW datang kepadanya, Zainab mengambil bayi itu ke kamarnya untuk ia susukan. Malu dengan hal itu, Rasulullah SAW pun kembali.

Ammar bin Yasir (saudara seibu Ummu Salamah) yang memahami hal tersebut mengambil bayi itu agar disusukan di rumahnya atau di rumah salah seorang perempuan. Setelah menanyakan keberadaan Zannab, Rasulullah SAW berkata kepada Ummu Salamah, “Aku akan datang kepada kamu malam ini.”

Rasulullah SAW kemudian menetap selama tiga hari di rumah Ummu Salamah. Kemudian Rasulullah SAW memberikan giliran kepadanya seperti istri-istrinya yang lain, yaitu tujuh hari bagi istri yang masih gadis, dan tiga hari bagi janda.

Hikmah Pernikahan

Hikmah pernikahan Ummu Salamah dengan Rasulullah SAW adalah bukan untuk kenikmatan yang memang dihalalkan. Akan tetapi karena keutamaan Ummu Salamah yang hanya diketahui oleh orang-orang yang berpikir tentang kualitas pendapat Ummu Salamah pada perjanjian Al-Hudaibiyah dan sebagai ungkapan belasungkawa atas kematian suaminya.

Di balik pernikahan mereka juga terkandung makna untuk meredam kedengkian kabilah dan mendekatkan hati anak-anak Ummu Salamah, sehingga membuat mereka tertarik untuk masuk Islam setelah mereka menjadi keluarga Rasulullah SAW melalui pernikahan.

Dalam pernikahan mereka terkandung fiqh Rasulullah SAW dalam membangun interen umat, menunaikan hak para syuhada’ terhadap istri-istri mereka. Di antara hak para istri tersebut adalah mendapatkan nur nubuwwah sesuai kehendak Allah SWT agar mereka menyampaikan nur nubuwwah tersebut dari Rasulullah SAW.

Ummu Salamah adalah istri Rasulullah SAW yang terakhir meninggal dunia. Beliau meninggal pada tahun 61 Hijriyah. Semasa hidupnya, Ummu Salamah berperang menyebarkan ilmu pengetahuan dan hikmah dari Rasulullah. Dengan wafatnya Ummu Salamah, maka padamlah lampu terakhir dari lampu-lampu Ummahat Al-Mukminin yang memancarkan cahaya, hidayah, dan ilmu.

Semoga Allah SWT meridhainya.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com