Tag Archives: Nabi SAW

Kisah Perjalanan Hijrah Nabi SAW, Sembunyi di Gua Tsur Bersama Abu Bakar



Jakarta

Perjalanan hijrah Nabi Muhammad SAW dari Makkah ke Madinah penuh rintangan. Beliau kala itu sampai bersembunyi di Gua Tsur bersama Abu Bakar. Hal tersebut dilakukan untuk menghindari kejaran kaum kafir Quraisy.

Diceritakan dalam Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad Volume 1 susunan Moenawar Khalil, banyak tantangan yang dilalui Rasulullah SAW saat berdakwah di Makkah. Kaum kafir Quraisy tak segan mengusir umat Islam dari kota tersebut dengan harapan Rasulullah SAW berubah pikiran.

Dalam buku Kisah Teladan dan Inspiratif 25 Nabi & Rasul oleh Anita Sari dkk, dikisahkan bahwa suatu ketika kondisi di Makkah dirasa sudah tidak aman bagi umat Islam. Rasulullah SAW lalu memerintahkan kaum muslim berhijrah ke Madinah. Mulanya, beliau berangkat secara diam-diam ditemani oleh Abu Bakar RA.


Dalam perjalanannya ini, beliau bersembunyi di dalam Gua Tsur dari kejaran kaum kafir Quraisy. Atas izin Allah, muncul laba-laba dan burung merpati di gua tersebut.

Ribuan laba-laba secara tiba-tiba membuat sarang di muka Gua Tsur. Begitu pula dengan burung merpati liar yang bersarang dan bertelur di gua tersebut.

Kondisi Gua Tsur yang seperti itu menyebabkan kafir Quraisy yang mengejar Nabi Muhammad SAW dan Abu Bakar mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Meski jejak kaki sang rasul dan sahabatnya berhenti di depan gua tersebut, mereka beranggapan jika keduanya berada di dalam seharusnya sarang laba-laba hancur dan telur-telur merpati pecah.

Salah seorang kafir Quraisy berkata, “Kita perlu mencoba masuk bersama-sama, coba marilah!”

Seseorang bernama Ummayah bin Khalaf membalas, “Mengapa kamu hendak masuk ke dalamnya? Kalau Muhammad telah masuk, tentu sarang laba-laba itu telah luluh bukan? Ya, kalau di dalam gua itu tidak ada binatang liar dan buas atau ular berbisa. Kalau ada, tentu akan mencelakakan kamu bukan?”

Mendengar itu, kaum kafir Quraisy mengurungkan niat untuk masuk ke Gua Tsur. Abu Bakar lalu mengangkat kepalanya ke atas gua dan berkata, “Oh, jika mereka melihat kakinya ke bawah atau menundukkan kepalanya ke bawah, tentu dengan segera melihat kita ada di sini bukan?”

Rasulullah SAW pun berkata, “Janganlah engkau menyangka bahwa aku ini sendirian bersama engkau, tetapi sesungguhnya Allah selalu bersama kita, selamanya Ia akan melindungi kita. Adapun jika mereka nanti masuk ke dalam gua ini dengan jalan melalui pintu gua itu, nanti kita melepaskan diri melalui ini (Nabi menunjukkan jarinya ke sebelah belakang).”

Allah SWT berfirman dalam surah At Taubah ayat 40,

إِلَّا تَنصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ ٱللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ثَانِىَ ٱثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِى ٱلْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَٰحِبِهِۦ لَا تَحْزَنْ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَنَا ۖ فَأَنزَلَ ٱللَّهُ سَكِينَتَهُۥ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُۥ بِجُنُودٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ ٱلسُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ ٱللَّهِ هِىَ ٱلْعُلْيَا ۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Artinya: “Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita”. Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,”

Dengan kuasa Allah SWT, ketika Abu Bakar menoleh ke belakang terlihat pintu lebar di belakang gua yang dapat digunakan untuk melarikan diri. Padahal, sebelumnya gua itu tidak berpintu.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

4 Mukjizat Nabi Yahya AS dan Kisah Kelahirannya yang Istimewa


Jakarta

Nabi Yahya AS adalah anak Nabi Zakaria AS. Ia banyak mewarisi keilmuan tentang agama dari ayahnya sehingga kemudian dia juga diangkat sebagai Nabi oleh Allah SWT.

Sejak kecil, Nabi Yahya AS telah diajarkan Taurat oleh ayahnya dan mulai mendakwahkannya. Ayah dan anak ini menjadi guru bagi kaum Bani Israil dalam berbagai hal.

Sebagai seorang Nabi, tentu saja Nabi Yahya AS memiliki mukjizat sebagai tanda kenabiannya. Lalu, apa saja mukjizat Nabi Yahya AS?


Kisah Nabi Yahya AS

Menukil buku Mukjizat Nabi: Yahya & Isa oleh Eka Satria P. dan Arif Hidayah, Nabi Yahya AS adalah puta semata wayang Nabi Zakaria AS. Ketika Nabi Yahya AS lahir, Nabi Zakaria AS sudah tua dan hal yang tidak mungkin bagi seorang Nabi Zakaria AS untuk memiliki anak.

Karena itu, kelahiran Nabi Yahya AS adalah mukjizat dari Allah SWT. Pada saat itu Nabi Zakaria AS berdoa kepada Allah SWT, meminta dengan tulus dikarunia seorang anak yang baik.

Doa Nabi Zakaria AS itu dikabulkan Allah SWT. Malaikat Jibril memberi tahu kabar gembira itu, “Sesungguhnya Allah memberi kabar gembira kepadamu dengan kelahiran seorang anak yang bernama Yahya. Dia akan menjadi nabi dari keturunan orang soleh.”

Allah SWT menganugerahkan kepandaian pada Nabi Yahya AS. Nabi Yahya AS pun menjadi orang terpandai pada zamannya. Pada saat itu pun, Allah SWT memerintahkan Nabi Yahya AS membaca kitab Taurat sebagaimana yang tertuang dalam surat Maryam ayat 12 berikut ini:

يَٰيَحْيَىٰ خُذِ ٱلْكِتَٰبَ بِقُوَّةٍ ۖ وَءَاتَيْنَٰهُ ٱلْحُكْمَ صَبِيًّا

Artinya: “Hai Yahya, ambillah Al Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak,”

Dengan kepandaiannya itu, Nabi Yahya AS dapat menyampaikan ajaran Allah SWT, hingga sanggup menjelaskan berbagai rahasia agama kepada kaumnya. Nabi Yahya AS membimbing dan mengingatkan agar senantiasa berada di jalan yang benar, jalan yang diridhai oleh Allah SWT.

Selain itu, Nabi Yahya AS juga seorang yang sangat mencintai makhluk hidup dan alam. Sejak masih kecil, Nabi Yahya AS gemar memberi makan burung dan binatang lainnya.

Ketika Nabi Yahya AS dewasa, kepandaian dan kasih sayangnya terhadap segala hal pun semakin bertambah. Beliau pun semakin beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Mukjizat Nabi Yahya AS

Mukjizat merupakan tanda kenabian seorang Nabi. Nabi Yahya AS memiliki beberapa mukjizat mengutip dari buku Kisah Menakjubkan 25 Nabi dan Rasul karya Watiek Ideo.

1. Memiliki Ilmu yang Luas

Pada zamannya, Nabi Yahya AS dikenal sebagai memiliki ilmu yang luas dan orang yang terpandai. Sejak kanak-kanak, Nabi Yahya AS sudah gemar membaca.

2. Menghafal Taurat saat Masih Anak-Anak

Mukjizat Nabi Yahya satu ini diabadikan kisahnya dalam surat Maryam ayat 12-13, Allah berfirman:

يٰيَحۡيٰى خُذِ الۡكِتٰبَ بِقُوَّةٍؕ وَاٰتَيۡنٰهُ الۡحُكۡمَ صَبِيًّا ۙ‏ ١٢ وَّحَنَانًـا مِّنۡ لَّدُنَّا وَزَكٰوةً ؕ وَّكَانَ تَقِيًّا ۙ‏ ١٣

Artinya: “Wahai Yahya! Ambillah (pelajarilah)1 Kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. Dan Kami berikan hikmah kepadanya (Yahya)2 selagi dia masih kanak-kanak, dan (Kami jadikan) rasa kasih sayang (kepada sesama) dari Kami dan bersih (dari dosa). Dan dia adalah seorang yang bertakwa.”

3. Ditakuti Binatang Buas

Sifat Nabi Yahya AS yang penuh kasih terhadap semua makhluk di bumi membuatnya dicintai dan dihormati oleh semua makhluk, termasuk binatang buas.

Diceritakan saat Nabi Yahya AS sedang berdzikir di dalam gua dan sedang dalam keadaan khusyuk hingga tidak sadar akan kehadiran binatang buas yang sedang menghampirinya. Binatang buas itu kemudian pergi setelah melihat manusia di depannya adalah Nabi Yahya.

4. Dilindungi dari Dosa

Dengan kecerdasannya, Nabi Yahya AS mampu menghafalkan Taurat saat masih kanak-kanak dan akhirnya beliau tumbuh menjadi manusia yang sangat bertakwa. Oleh karena itu, beliau dilindungi oleh Allah SWT dari perbuatan maksiat, bahkan setan pun tidak mampu menggodanya.

Dalam sebuah hadits juga disebutkan oleh Nabi SAW,

“Tidak ada seorang pun dari anak cucu Adam melainkan pernah berbuat dosa atau berkeinginan berbuat dosa selain Yahya bin Zakaria.” (HR Ahmad)

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Usia Rasulullah SAW Menikah dan Pertemuannya dengan Cinta Pertama


Jakarta

Rasulullah SAW bertemu dengan cinta pertamanya, Khadijah, pada waktu mereka berdagang. Dalam Sirah Nabawiyah, Khadijah menurut riwayat Ibn al-Atsir dan Ibn Ishaq adalah seorang wanita pedagang yang mulia dan kaya raya.

Ia sering mengirim orang kepercayaannya untuk berdagang. Kala itu, ia mendengar kabar kejujuran Nabi SAW dan kemuliaan akhlaknya. Khadijah coba mengamati Nabi SAW yang membawa barang dagangannya ke Syam.

Dikutip dalam buku Sirah Nabawiyah Nabi Muhammad dalam Kajian Sosial-Humaniora karya Dr. Ajid Thohir disebutkan bahwa Khadijah menitipkan barang dagangan yang lebih dari apa yang dibawakan orang lain. Dalam perjalanan dagang ini, Nabi SAW ditemani Maisarah, seorang pegawai kepercayaan Khadijah.


Nabi Muhammad SAW menerima tawaran ini dan berangkat ke Syam bersama Maisarah untuk meniagakan barang-barang Khadijah. Dalam perjalanan ini, Nabi Muhammad SAW berhasil membawa keuntungan yang berlipat ganda, sehingga kepercayaan Khadijah bertambah terhadapnya.

Selama perjalanan tersebut Maisarah sangat mengagumi akhlak dan kejujuran Nabi. Semua sifat dan perilaku itu dilaporkan oleh Maisarah kepada Khadijah.

Khadijah tertarik pada kejujurannya, dan ia pun terkejut oleh berkah yang diperoleh dari perniagaan Nabi SAW. Khadijah kemudian menyatakan keinginan untuk menikah dengan Nabi SAW dengan perantaraan Nafisah binti Muniyah. Nabi menyetujuinya, hingga kemudian beliau menyampaikan hal itu kepada paman-pamannya.

Pernikahan Pertama Rasulullah SAW

Setelah itu, mereka meminang Khadijah untuk Nabi SAW kepada paman Khadijah, Amr bin Asad. Ketika menikahi Khadijah, Rasulullah SAW berusia 25 tahun sedangkan Khadijah berusia 40 tahun.

Sebelum menikah dengan Nabi SAW, Khadijah pernah menikah dua kali. Pertama dengan Atiq bin A’idz at-Tamimi dan yang kedua dengan Abu Halah at-Tamimi, yang juga dikenal dengan Hindun bin Zurarah.

Khadijah menjadi istri yang sosoknya sangat berpengaruh terhadap kehidupan Nabi SAW. Disebutkan dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ali RA pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

“Sebaik-baik wanita (langit) adalah Maryam binti Imran, dan sebaik-baik wanita (bumi) adalah Khadijah binti Khuwailid.” (HR Bukhari dan Muslim)

Al-Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Aisyah RA bahwa ia berkata, “Aku tidak pernah cemburu kepada istri-istri Nabi SAW kecuali kepada Khadijah, sekalipun aku tidak pernah bertemu dengannya. Rasulullah SAW apabila menyembelih kambing, maka ia berpesan, ‘Kirimkan daging ini kepada teman-teman Khadijah. Pada suatu hari, aku marah kepada beliau, lalu aku katakan, ‘Khadijah?’ Maka Nabi SAW bersabda, ‘Sesungguhnya aku telah dikaruniai cintanya.’

Sementara Ahmad dan Ath-Thabarani meriwayatkan dari Masruq dari Aisyah RA, ia berkata, “Hampir Rasulullah SAW tidak pernah keluar rumah sehingga menyebut Khadijah dan memujinya. Pada suatu hari, beliau menyebutnya, sehingga membuatku cemburu. Lalu aku katakan, ‘Bukankah ia hanya seorang wanita tua dan Allah telah mengganti dengan orang yang lebih baik darinya untuk engkau?’ Rasulullah SAW seketika marah seraya bersabda, ‘Demi Allah, Allah tiada menggantikan untukku orang yang lebih baik darinya. Dia beriman ketika orang-orang ingkar, dia membenarkan aku ketika orang-orang mendustakanku, dia membelaku dengan hartanya ketika orang- orang menghalangiku, dan aku dikaruniai Allah anak darinya, sementara aku tidak dikaruniai anak sama sekali dari istri-istriku yang lain.’

Pernikahan Rasulullah SAW dengan Khadijah ini berlangsung hingga Khadijah meninggal dunia, tepatnya pada usia 65 tahun, sementara Rasulullah SAW telah mendekati usia 50 tahun.

Dalam rentang waktu tersebut, beliau tidak pernah berpikir untuk menikah dengan wanita atau gadis lain.

(lus/rah)



Sumber : www.detik.com

Kisah 3 Orang Bani Israil Diuji Allah dengan Penyakit dan Harta



Jakarta

Ada berbagai ujian dan cobaan yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Tujuannya untuk melihat kadar keimanan ketika berada di titik terendah dan ketika berada di titik tertingginya.

Salah satu kisahnya menceritakan tiga orang Bani Israil dalam keadaan miskin dan mengidap penyakit. Allah SWT kemudian memberikan mereka rezeki berlimpah dan lalu mengujinya di kemudian hari.

Kisah ini dikutip dari buku Kisah Karomah Para Wali Allah: Sejak Zaman Ibrahim Alaihissalam hingga 1344 Hijriyah yang ditulis Abul Fida’ Abdurraqib bin Ali Al-Ibi, Imam Al-Bukhari RA berkata, “Kami mendapatkan riwayat dari Ahmad bin Ishaq, dari Amr bin Ashim, dari Hammam, dan Ishaq bin Abdullah, dari Abdurrahman bin Abu Umarah, dari Abu Hurairah, sesungguhnya ia mendengar Nabi SAW bersabda:


Ada tiga orang Bani Israil: yang seorang kulitnya belang-belang, yang satunya botak, dan yang satunya lagi buta. Allah SWT ingin menguji mereka. Allah mengirim malaikat mendatangi orang yang berpenyakit belang, lalu bertanya, “Apa yang paling kamu sukai?”

Ia menjawab, “Warna yang bagus, kulit yang indah, dan hilangnya penyakit yang membuat orang jijik padaku.”

Malaikat tersebut mengusap tubuhnya, maka hilanglah penyakit dan ia diberi kulit yang indah dan sehat.

Malaikat bertanya lagi, “Berupa apa harta yang paling kamu senangi?” Orang itu menjawab, “Unta.”

Maka, ia diberi unta yang hampir melahirkan. Malaikat berkata, “Semoga Allah memberkahinya untukmu.”

Kemudian, malaikat mendatangi orang yang botak, lalu bertanya,

“Apa yang paling kamu sukai?'”

Orang itu berkata, “Rambut yang indah dan hilangnya penyakit yang membuat jijik orang kepadaku.”

Malaikat mengusapnya, maka hilanglah penyakitnya dan ia diberi rambut yang indah.

Malaikat bertanya lagi, Berupa apa harta yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Sapi.”

Maka, ia diberi sapi yang sedang hamil. Malaikat berkata, “Semoga Allah memberkahinya untukmu.”

Kemudian, giliran malaikat mendatangi orang yang buta, lalu bertanya, “Apa yang paling kamu sukai?”

Ia menjawab, “Allah mengembalikan penglihatanku sehingga aku bisa melihat orang-orang.”

Malaikat tadi mengusapnya, maka Allah mengembalikan penglihatannya lagi.

Malaikat itu bertanya lagi, “Berupa apa harta yang paling kamu sukai?” Ia menjawab, “Kambing.”

Maka, ia diberi kambing yang beranak. Selanjutnya, semua binatang yang diberikan tadi beranak-pinak sehingga orang yang berpenyakit belang bisa mempunyai unta satu lembah, yang botak mempunyai sapi satu lembah, dan yang asalnya buta mempunyai kambing satu lembah.

Pada suatu ketika malaikat tadi mendatangi orang yang berpenyakit belang dalam bentuk dan cara seperti dulu, lalu berkata, “Saya orang miskin, telah putus tali peganganku dalam perjalanan. Maka, pada hari ini tiada lagi yang dapat mencukupiku, kecuali Allah, lalu Anda. Demi Zat yang telah mengaruniai Anda warna kulit yang indah dan harta benda, saya minta unta untuk mencukupi kebutuhan saya dalam perjalanan.”

Orang itu berkata, “Hak-hak yang harus ku penuhi juga banyak.”

Maka, malaikat berkata kepadanya, “Saya seperti mengenal Anda. Bukankah Anda dulu berpenyakit belang yang menjijikkan orang-orang? Yang dulu fakir, lalu diberi harta oleh Allah?”

Orang itu berkata, “Aku mewarisi harta ini secara turun-temurun.”

Malaikat berkata, “Kalau Anda berdusta, semoga Allah menjadikan Anda seperti dulu lagi”.

Setelah itu, malaikat mendatangi orang yang dahulu botak dalam bentuknya seperti dulu, lalu berkata kepadanya seperti apa yang dikatakannya kepada orang yang belang, dan orang itu menjawabnya seperti jawaban orang yang belang tadi.

Maka, malaikat berkata, “Jika Anda berdusta, semoga Allah menjadikan Anda seperti dulu lagi”.

Sesudah itu, malaikat mendatangi orang yang dulu buta dalam bentuk dan cara seperti dulu, lalu berkata, “Saya orang miskin yang mengembara.Telah putus tali peganganku dalam perjalanan. Maka, pada hari ini tiada lagi yang dapat mencukupiku, kecuali Allah, lalu Anda. Demi Zat yang telah memulihkan penglihatan Anda, saya minta kambing untuk mencukupi kebutuhan saya dalam perjalanan.”

Orang itu berkata, “Dulu saya buta, lalu Allah memulihkan penglihatan saya. Ambillah apa yang Anda sukai. Demi Allah, pada hari ini saya tidak akan menyusahkan Anda dengan sesuatu yang Anda ambil karena Allah.”

Maka, malaikat berkata, “Tahan saja harta Anda. Kalian hanya diuji, dan Anda telah diridhai Allah, sedangkan kedua teman Anda dibenci.”

Wallahu a’lam

(dvs/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW oleh Malaikat Jibril


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang sangat mulia dan menjadi teladan dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia. Hati beliau sangat suci, bebas dari segala sifat buruk seperti kesombongan, iri, dengki, dan syirik.

Sejak kecil, Allah SWT telah membersihkan hati Nabi Muhammad SAW dengan cara yang luar biasa. Salah satunya melalui kisah pembelahan dada Nabi Muhammad SAW oleh Malaikat Jibril berikut ini.

Kisah Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW

Diceritakan dalam buku Kisah Manusia Paling Mulia yang disusun oleh Neti S, pada masa kecilnya, Nabi Muhammad SAW menghabiskan waktunya di pedalaman Bani Sa’ad ikut ibu sepersusuannya. Beliau tumbuh menjadi anak yang sehat, berhati baik, dan fasih dalam berbahasa.


Nabi Muhammad SAW hidup dengan rukun dan penuh kasih sayang bersama saudara sepersusuannya. Kesehariannya, mereka bermain dan menggembala kambing bersama di padang penggembalaan Bani Sa’ad.

Pada suatu ketika, saat Nabi Muhammad SAW menggembala kambing bersama saudara sepersusuannya, datanglah Malaikat Jibril menghampiri Nabi Muhammad SAW dalam wujud manusia. Malaikat Jibril lantas memegang tangan mungil Nabi Muhammad SAW, hingga membuat beliau terkejut dan pingsan.

Malaikat Jibril kemudian meletakkan Nabi Muhammad SAW yang tak sadarkan diri di atas batu. Di saat ini pula, Jibril mulai membelah dada Nabi SAW. Jibril mengeluarkan segumpal darah hitam dari hati beliau yang telah dibelah, kemudian membuangnya.

Setelah itu, hati Nabi Muhammad SAW dibersihkan dengan air zamzam yang disimpan dalam wadah emas. Setelah hati Nabi Muhammad SAW bersih, Jibril meletakkannya kembali ke tempat semula.

Melihat kejadian ini, para saudara persusuan Nabi Muhammad SAW sangat ketakutan. Mereka kemudian berlari pulang dan menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya, Halimah.

“Ibu…ibu…Muhammad….dibunuh! Muhammad dibunuh!” kata mereka dengan menjerit-jerit.

“Ada apa dengan saudaramu?” tanya Halimah cemas.

“Muhammad…. ada orang yang ingin melukainya,” jawab mereka dengan terbata-bata.

Halimah yang terkejut dan cemas setelah mendengarnya, segera mendatangi padang gembalaan tempat Nabi Muhammad SAW berada.

Sesampainya di sana, Halimah melihat Nabi Muhammad SAW sedang menggembalakan kambing dalam kondisi yang baik-baik saja dan tidak ada luka atau goresan yang mengkhawatirkan pada diri anak susuannya itu. Bahkan, wajah Nabi Muhammad SAW terlihat lebih cerah dari biasanya.

“Apa yang telah terjadi padamu, wahai anakku?” tanya Halimah.

“Dua orang laki-laki berjubah putih telah mengambil sesuatu dari tubuhku,” Nabi Muhammad SAW menjawab dengan polosnya.

“Apa itu?” tanya Halimah dengan wajah khawatir. “Aku tidak tahu,” jawab Nabi Muhammad SAW.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Halimah sambil memeriksa tubuh Nabi Muhammad SAW untuk memastikan kembali keadaan anak susuannya itu. Namun, ia tetap tidak menemukan tanda-tanda yang mengkhawatirkan pada diri Nabi Muhammad SAW.

Halimah pun segera membawa Nabi Muhammad SAW dan anak-anaknya pulang dengan rasa waswas akan keselamatan anak susuannya tersebut. Peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad SAW di padang gembalaan itu benar-benar telah mengganggu pikiran Halimah.

Dalam beberapa riwayat, yang dikutip dari buku The 10 Habits of Rasulullah karya Rizem Aizid, air yang digunakan untuk membersihkan hati Rasulullah SAW tersebut bukan air zamzam, melainkan air dari surga. Peristiwa pembelahan dada ini pun terjadi dua kali, yaitu ketika Nabi Muhammad SAW berusia empat tahun dan sepuluh tahun.

Dalam buku Meneladani Rasulullah melalui Sejarah karya Sri Januarti Rahayu disebutkan bahwa, tidak lama setelah kejadian pembelahan dada Nabi Muhammad SAW oleh Malaikat Jibril, Halimah mengembalikan beliau kepada sang ibu, Aminah.

Sejak saat itu, Nabi Muhammad SAW merasakan kebahagiaan karena bisa hidup bersama ibunda. Namun, kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama, karena sang ibu, Aminah, meninggal dunia saat Nabi Muhammad SAW berusia enam tahun.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Penciptaan Nabi Adam yang Diceritakan dalam Al-Qur’an


Jakarta

Nabi Adam adalah Nabi pertama dan sekaligus manusia pertama yang diciptakan oleh Allah SWT. Dalam Al- Qur’an diterangkan bahwa proses penciptaan Nabi Adam terbuat dari tanah menunai pro dan kontra di kalangan makhluk-makhluk Allah yang lain. Ada makhluk Allah yang menolak penciptaan Adam, dan ada yang menerima.

Mengutip buku Rizem Aizid dalam buku Inilah Cerita Nabi SAW tentang Para Nabi, Sahabat, Dajjal, Imam Mahdi & Umat Terdahulu menjelaskan bahwa makhluk yang menolak penciptaan Adam itu adalah iblis.

Salah satu alasan penolakan Iblis adalah karena Allah menjadikan Adam lebih mulia daripada dirinya (iblis). Setelah Adam diciptakan, Allah memerintahkan Malaikat dan Iblis untuk sujud kepada Adam.


Tapi, Iblis yang merasa dirinya lebih mulia karena diciptakan dari api menolak perintah Allah tersebut. Akibatnya, iblis pun mendapat murka Allah SWT dan Allah menempatkannya sebagai penghuni neraka.

Cerita tentang penciptaan Nabi Adam oleh Allah SWT ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 30 sampai 39. Allah berfirman dalam ayat-ayat tersebut sebagai berikut:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ * وَعَلَّمَ ءَادَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْتُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ قَالَ يَادَمُ أَنْبِتْهُم بِأَسْمَابِهِمْ فَلَمَّا أَنْبَأَهُم بِأَسْمَابِهِمْ قَالَ أَلَمْ أَقُل لَّكُمْ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنتُمْ تَكْتُمُونَ ) وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ

مِنَ الْكَافِرِينَ * وَقُلْنَا يَتَادَمُ اسْكُنْ أَنتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هَذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُونَا مِنَ الظَّالِمِينَ ) فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُوا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الْأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعُ إِلَى حِينٍ فَتَلَقَّى ءَادَمُ مِن رَّبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ إِنَّهُ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ قُلْنَا اهْبِطُوا مِنْهَا جَمِيعًا فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَن تَبِعَ هُدَايَ فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا

هُمْ يَحْزَنُونَ ( وَالَّذِينَ كَفَرُوا وَكَذَّبُوا بِعَلَيْنَا أُوْلَبِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ

فِيهَا خَالِدُونَ )

Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’

Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’. Dan Dia mengajarkan kepada Adam dam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda- benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!’.

Mereka menjawab: ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana’. Allah berfirman: ‘Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nата benda ini.

Maka setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: ‘Bukankah sudah Ku-katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?’.

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudlah kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. Dan Kami berfirman: ‘Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.

Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan’.

Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.

Kami berfirman: ‘Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati’. Adapun orang- orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al Baqarah [2]; 30-39)

Demikianlah cerita tentang penciptaan Nabi Adam yang terdapat dalam Al-Qur’an, dari mulai awal penciptaan hingga diperintahkan oleh Allah SWT turun ke bumi karena melanggar perintah-Nya, yaitu memakan buah khaldi (pohon yang dilarang Allah didekati dalam ayat tersebut).

Kesan Rasulullah Terhadap Nabi Adam AS

Rasulullah SAW adalah utusan Allah yang ditugaskan untuk menyempurnakan akhlak umat manusia. Beliau adalah Nabi dan Rasul terakhir yang diutus Allah. Sebagai Rasul Allah, ucapan atau perkataan beliau tentang sesuatu hal merupakan penguat dari firman Allah SWT dalam Al-Qur’an.

Karena itu, hadits (perkataan) Nabi SAW adalah sumber hukum atau rujukan kedua dalam Islam setelah Al-Qur’an. Termasuk cerita Nabi SAW tentang Nabi Adam ini adalah penguat dan penjelas dari firman Allah SWT tentang penciptaan Nabi Adam.

Rasulullah SAW bercerita tentang Nabi Adam tidak secara utuh dari awal sampai akhir. Tapi, beliau menceritakan sosok Nabi Adam dalam segmen-segmen singkat.

Berikut adalah cerita Rasulullah SAW tentang sosok Nabi Adam sebagaimana tercatat dalam hadits shahih, di antaranya:

Yahya dan Muhammad bin Ja’far bercerita kepada kami, Auf bercerita kepadaku, dari Abu Musa, dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Sungguh, Allah menciptakan Adam dari suatu genggaman yang Dia ambil dari seluruh bumi, lalu keturunan Adam muncul sepenuh bumi, di antaranya ada yang berkulit putih, merah, hitam, dan campuran antara semua warna itu, ada yang butuk dan ada yang baik, ada yang berwatak lembut dan ada yang berwatak keras, juga ada yang wataknya campuran di antara keduanya.” (HR. Ahmad)

Dari Haudzah bin Aur, dari Qasamah bin Zuhair, aku mendengar Al-Asy’ari mengatakan: Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh, Allah menciptakan Adam dari suatu genggaman yang la ambil dari seluruh bumi, lalu keturunan Adam muncul sepenuh bumi, diantaranya ada yang berkulit putih, merah, hitam dan campuran antara semua warna itu, ada yang berwatak lembut dan menurut, dan ada yang berwatak keras, juga ada yang wataknya campuran di antara keduanya, ada yang buruk dan ada yang baik, ada juga campuran di antara keduanya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya)

(lus/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Seorang Muadzin yang Didoakan Rasulullah SAW



Jakarta

Di zaman Rasulullah SAW terdapat seorang pemuda yang membenci beliau karena diperintahkan untuk mengumandangkan adzan. Pemuda ini kemudian diajarkan adzan oleh Rasulullah SAW hingga pandai.

Setelah mampu mengumandangkan adzan dengan baik, Rasulullah SAW memujinya seraya mendoakan pemuda itu.

Kisah pemuda yang menjadi muadzin ini dikutip dari Kitab Umm Jilid 2 karya Imam Syafi’i.


Dikisahkan dari Ar Rabi yang mengabarkan kepada kami, dia berkata: Asy Syafi’i mengabarkan kepada kami, dia berkata: Muslim bin Khalid mengabarkan kepada kami, dari Ibnu Juraij, dia berkata: Abdul Aziz bin Abdul Malik bin Abu Mahdzurah mengabariku, bahwa Abdullah bin Muhairiz, seorang anak yatim yang diasuh Abu Mahdzurah mengabarinya ketika dia akan mengirimnya ke Syam.

Dia berkata: Aku berkata kepada Abu Mahdzurah, “Wahai paman, aku keluar ke Syam, dan aku ingin bertanya bagaimana caramu adzan?” Lalu dia mengabarkan kepadaku, dan dia berkata, “Baik.”

Dia berkata, “Saya keluar bersama beberapa orang menuju ke Hunain, lalu Rasulullah SAW kembali dari Hunain dan bertemu kami di jalan. Lalu seorang muadzin Rasulullah mengumandangkan adzan untuk suatu salat di hadapan beliau.

Kami mendengar suara muadzin sambil bersandar, lalu kami berteriak menirukannya sambil mencelanya.

Rasulullah SAW mendengar suara kami, lalu beliau mengutus seseorang kepada kami agar kami menghadap beliau. Rasulullah SAW bersabda, “Siapa di antara kalian yang tadi saya dengar suaranya sedemikian tinggí?” Semua orang menunjuk ke arahku. Beliau lantas melepas mereka dan menahanku.

Rasulullah SAW pun bersabda, “Berdiri dan adzanlah untuk salat!” Lalu aku berdiri, dan ketika itu tidak ada yang lebih aku benci daripada Rasulullah SAW, dan tidak pula apa yang beliau perintahkan kepadaku. Aku berdiri di hadapan Rasulullah, lalu beliau sendiri yang menyampaikan cara adzan kepadaku.

Beliau bersabda, “Bacalah: Allahu Akbar, Alaahu Akbar. Asyhadu allaa ilaaha ilallaah, Asyhadu allaa ilaaha ilaallah. Asyhadu anna Muhamnadan Rasulullah, Asyhadu Anna Muhammadan Rasulullah.”

Kemudian beliau bersabda kepadaku, “Ulangi dan panjangkan suaramu!” Lalu beliau membaca, Asyhadu alla ilaaha illallaah, Ashadu allaa laaha llallaah. Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah, Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah. Hayya Alas Sholaah, Hayya ‘Alas Sholah, Haya Alal Falaah, Hayya Alal Falaah. Allaahu Akbar, Allaahu Akbar Laa laaha llaAllah.

Lalu beliau memanggilku setelah aku mengumandangkan adzan, dan memberiku kantong yang berisi perak.

Rasulullah SAW kemudian meletakkan tangannya pada ubun-ubun Abu Mahdzurah, lalu mengusapkannya pada wajahnya, lalu bagian di antara kedua tangannya, lalu jantungnya, hingga tangan Rasulullah sampai pada pusar Abu Mahdzurah.

Sesudah itu Rasulullah berdoa, “Semoga Allah menjadikan keberkahan pada dirimu, dan mengaruniakan keberkahan kepadamu.”

Lalu aku berkata kepada Rasulullah, “Perintahkanlah kepadaku untuk membaca adzan di Makkah.” Beliau menjawab, “Aku perintahkan engkau untuk adzan.”

Sejak saat itu hilanglah setiap kebencianku kepada Rasulullah dan semua itu berbalik menjadi rasa cinta kepada Nabi SAW.

Aku lantas menemui Attab bin Usaid, pekerja Rasulullah di Makkah, lalu aku mengumandangkan adzan untuk salat atas perintah Rasulullah SAW.

Asy Syafii berkata: Adzan dan iqamat itu seperti yang saya ceritakan dari keluarga Abu Mahdzurah. Barangsiapa yang mengurangi sedikit saja darinya, atau mendahulukan yang akhir, maka dia harus mengulangi hingga membaca apa yang dia kurangi, dan hingga ia membaca setiap kalimat pada tempatnya. Muadzin pertama dan muadzin kedua sama dalam membaca kalimat adzan. Saya tidak menyarankan tatswib dalam shalat Shubuh atau dalam shalat lain, karena Abu Mahdzurah tidak menuturkan dari Nabi bahwa beliau menyuruhnya melakukan tatswib.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Bakar yang Menahan Marah saat Dicela


Jakarta

Menahan marah memang tidak mudah, tapi muslim wajib melakukannya. Sebuah kisah dari Abu Bakar RA mengajarkan bahwa menahan marah adalah perbuatan mulia.

Rasulullah SAW mengajarkan umat Islam untuk menahan marah ketika sedang merasa emosi. Anjuran menahan marah telah dijelaskan dalam beberapa hadits.

Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwasanya Nabi SAW bersabda: “Orang yang kuat itu bukanlah karena jago gulat, tetapi orang kuat ialah orang yang dapat menahan dirinya di kala sedang marah.” (HR Bukhari dan Muslim).


Dalam Al-Qur’an terdapat ayat yang memerintahkan setiap muslim untuk menahan amarah. Siapapun yang mampu menahan marahnya maka termasuk dalam golongan orang bertakwa yang mendapat ampunan Allah SWT.

Dalam surat Ali Imran ayat 133-134, Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.”

Kisah Abu Bakar Menahan Marah

Mengutip buku Kisah Mengagumkan dalam Kehidupan Rasulullah SAW karya Khoirul Anam, dikisahkan suatu ketika Rasulullah SAW sedang duduk bersama Abu Bakar RA. Tiba-tiba muncul seseorang yang mencela Abu Bakar RA.

Menyaksikan tingkah orang itu, Rasulullah SAW hanya diam dan tersenyum. Namun, Abu Bakar merasa jengkel dan kesal mendengar celaan orang itu sehingga ia pun balas mencelanya. Namun, Rasulullah SAW tidak menyukai hal yang dilakukan Abu Bakar.

Beliau bangkit berdiri dan merengkuh pundak Abu Bakar dengan raut wajah yang menampakkan kemarahan.

Tentu saja Abu Bakar merasa heran dan bertanya, “Ya Rasul, ketika orang itu mencelaku, kau tetap duduk dan diam. Namun, ketika aku membantah celaannya, engkau tampak marah dan berdiri?”

Rasulullah SAW menjelaskan, “Ketika kau diam dan tidak membalas, ada malaikat yang menyertaimu dan ialah yang membantah celaan orang itu. Namun ketika kau mulai membantahnya, malaikat itu pergi dan yang datang adalah setan.”

Abu Bakar terdiam mendengar penjelasan Rasulullah SAW kemudian beliau melanjutkan, “Hai Abu Bakar, ada tiga hal yang semuanya benar. Pertama, ketika seorang hamba dizalimi, kemudian ia memaafkan karena Allah, niscaya Allah akan memuliakannya dengan pertolongan-Nya. Kedua, ketika seorang hamba memberi sedekah dan menginginkan kebaikan, Allah akan menambah banyak hartanya. Ketiga, ketika seorang hamba meminta harta kepada manusia untuk memperbanyak hartanya, niscaya Allah tambahkan kepadanya kekurangan.”

Dalam kesempatan lain, beliau bersabda, “Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah. Jika engkau marah, diamlah.”

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Hukum Itikaf bagi Wanita Menurut Mazhab Syafi’i, Bolehkah?



Jakarta

Itikaf adalah amalan di bulan Ramadan yang biasanya dilakukan di masjid. Bagaimana hukum itikaf bagi wanita?

Menurut bahasa, itikaf memiliki arti berdiam diri yakni tetap di atas sesuatu. Orang yang beritikaf disebut mu’takif.

Anjuran Itikaf

Merujuk dari Kitab Fiqh as-Sunnah li an-Nisa’ karya Abu Malik Kamal Ibn Sayyid Salim, dianjurkan bagi kaum wanita sebagaimana kaum laki-laki untuk bersungguh-sungguh dalam beribadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan.


Hal ini bertujuan untuk memperoleh kebaikan dan mendapatkan malam lailatul qadar. Karena itulah, seorang suami dianjurkan untuk membangunkan istrinya pada malam-malam tersebut untuk melaksanakan salat malam.

Rasulullah SAW mengatakan bahwa beliau akan beritikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan. Aisyah RA lalu meminta izin kepada beliau untuk beritikaf dan beliau pun mengizinkannya.

Aisyah juga berkata, “Nabi SAW melakukan itikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan hingga beliau wafat. Kemudian istri-istri beliau beritikaf sepeninggal beliau.” (HR Bukhari dan Muslim)

Hukum Itikaf bagi Wanita

Syaikh Abdurrahman Al-Juzairi dalam Kitab Al-Fiqh ‘Ala Al-Madzahib Al-Arba’ah mengatakan, menurut mazhab Syafi’i hukum itikaf adalah sunnah muakkad, baik di bulan Ramadan mapun di bulan lainnya, dan sunnah muakkadnya lebih ditekankan lagi pada sepuluh hari yang akhir.

Adapun, hukum itikaf bisa menjadi wakib ketika hal itu dinazarkan oleh seseorang. Maka, wajib baginya melakukan itikaf.

Namun, apabila tidak dinazarkan, semua ulama sepakat bahwa itikaf hukumnya mutlak disunnahkan. Hukum tersebut berlaku bagi laki-laki dan wanita.

Menurut mazhab Syafi’i apabila seorang wanita melakukan itikaf tanpa seizin dari suaminya, maka itikaf itu tetap sah meskipun dia dianggap telah melakukan perbuatan dosa. Dimakruhkan pula bagi wanita yang berparas cantik untuk melakukan itikaf meskipun dia diberikan izin oleh suaminya.

Berikut ini beberapa hal yang berkaitan dengan hukum itikaf bagi seorang wanita:

1. Seorang wanita tidak boleh beritikaf kecuali dengan izin dari suaminya

Wanita hanya boleh keluar rumah dengan izin suaminya. Dan telah disebutkan sebelumnya bahwa Aisyah RA dan begitu pula Hafshah RA meminta izin dari Nabi Muhammad SAW untuk beritikaf.

2. Apabila seorang suami telah mengizinkan istrinya untuk beritikaf maka:

  • Jika itikafnya adalah itikaf sunnah, maka ia boleh mengeluarkan istrinya dari itikafnya itu. Ketika Aisyah RA meminta izin kepada Nabi Muhammad SAW untuk beritikaf dan kemudian Zainab, beliau khawatir jika itikaf mereka itu tidak lagi didasari dengan keikhlasan, namun hanya karena ingin dekat dengan beliau, yang didorong oleh rasa cemburu mereka terhadap beliau, maka beliau mengeluarkan mereka dari itikaf mereka dan berkata, “… Apakah mereka benar-benar mengharapkan kebaikan? Aku tidak akan beritikaf….”
  • Dan apabila itikafnya adalah itikaf wajib (seperti untuk memenuhi nazar misalnya, maka nazarnya itu tidak terlepas dari dua macam: pertama ia bernazar untuk beritikaf secara berturut-turut (ia bernazar untuk beritikaf pada sepuluh hari terakhir), dan suaminya telah mengizinkannya, maka sang suami tidak boleh mengeluarkannya dari itikafnya itu. Namun, jika ia tidak menyebutkan di dalam nazarnya untuk beritikaf secara berturut-turut, maka suaminya boleh mengeluarkannya, dan di kemudian hari ia dapat menyempurnakan nazarnya tersebut.

Syarat Itikaf

Masih di dalam buku yang sama, berikut syarat itikaf:

  • Beragama Islam.
  • Mumayiz, bisa membedakan antara yang benar dan salah.
  • Melaksanakannya di dalam masjid.

Menurut mazhab Syafi’i dan Maliki, niat merupakan salah satu rukun utkaf, bukan hanya sekadar syarat, sebagaimana telah diterangkan sebelumnya. Adapun menurut mazhab Syafi’i tidak disyaratkan pula dalam berniat untuk dilakukan ketika sudah berdiam diri di dalam masjid.

Oleh karena itu, jika seseorang berniat untuk itikaf dalam keadaan datang dan pergi (bolak-balik) di masjid tersebut, maka niat itikafnya juga dianggap sah, bahkan orang yang hanya sekedar melewati masjid saja lalu meniatkan diri untuk beritikaf, maka niat dan itikafnya itu dianggap sah.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Surat At Tahrim Ayat 4, Kisahkan Sikap Cemburu Istri Rasulullah dan Jelaskan Keutamaan Bertaubat



Jakarta

Surat At Tahrim bermakna mengharamkan. Surat ini diturunkan di Madinah sesudah surat Al Hujurat dan diturunkan pada masa Nabi Muhammad SAW berada di Madinah sehingga ia disebut sebagai surat Madaniyyah. Adapun surat At Tahrim adalah surat ke-66 dalam Al-Quran dan terdiri dari 12 ayat.

Bacaan Surat At Tahrim Ayat 4

اِنْ تَتُوْبَآ اِلَى اللّٰهِ فَقَدْ صَغَتْ قُلُوْبُكُمَاۚ وَاِنْ تَظٰهَرَا عَلَيْهِ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلٰىهُ وَجِبْرِيْلُ وَصَالِحُ الْمُؤْمِنِيْنَۚ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيْرٌ

Artinya: Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, sungguh hati kamu berdua telah condong (pada kebenaran) dan jika kamu berdua saling membantu menyusahkan dia (Nabi), sesungguhnya Allahlah pelindungnya. Demikian juga Jibril dan orang-orang mukmin yang saleh. Selain itu, malaikat-malaikat (juga ikut) menolong.


Isi Kandungan Surat At Tahrim Ayat 4

Secara keseluruhan, surat At Tahrim menjelaskan tentang sikap para istri Nabi SAW yang disebabkan oleh rasa cemburu dan beberapa peristiwa lain yang terjadi di kalangan mereka, serta perintah agar mereka bertaubat, dan jangan terus-menerus bersikap menantang (melawan).

Surat ini diturunkan oleh Allah sebagai bentuk respons atas sikap Hafshah dan Aisyah, yang menjadi sebab Rasulullah mengharamkan dirinya dari sesuatu yang dia senangi. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa Rasulullah menyukai makanan-makanan yang manis dan madu.

Singkat cerita, Hafshah dan Aisyah bekerja sama dalam kecemburuan mereka sehingga Rasulullah pun bersumpah tidak akan meminum madu. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah pun menawarkan pertaubatan kepada dua istri Nabi tersebut. Sungguh Allah mengampuni dosa-dosa mereka yang bertaubat. Allah pun mengampuni tindakan Nabi yang tidak mau meminum madu, padahal madu itu halal diminum.

Dalam ayat ini terdapat keutamaan dan kemulian Nabi Muhammad SAW. Demikian juga terdapat peringatan terhadap dua istri Nabi SAW tersebut, dan pada ayat selanjutnya terdapat peringatan yang lebih besar lagi, yaitu talak (cerai).

Hal tersebut dijelaskan dalam surat At Tahrim ayat 5 yang berbunyi, “Jika dia (Nabi) menceraikan kamu, boleh jadi Tuhan akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik dari kamu, perempuan-perempuan yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang beribadah, yang berpuasa, yang janda dan yang perawan.”

Cemburunya Hafshah dan Aisyah

Prof. Dr. Teungku Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy dalam Tafsir Al-Quranul Majid An-Nur Jilid 4 memaparkan jika mereka berdua (Hafshah dan Aisyah) bertaubat kepada Allah dari dosa yang telah mereka kerjakan, maka berarti hati mereka telah cenderung kembali kepada kebajikan dan mereka telah menunaikan tugas mereka terhadap Rasul.

Menurut sebuah riwayat, Nabi meminum madu di rumah Zainab binti Jahsy. Nabi bersumpah tidak akan meminum madu lagi kepada Hafshah, dan Hafshahlah yang membuka rahasia itu kepada Aisyah. Maka, Hafshah dan Aisyahlah yang dimaksud, “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah.”

Jika mereka berdua bekerja sama untuk menyakiti Nabi karena cemburu, maka Nabi akan tetap memperoleh penolong. Allah adalah penolongnya. Adapun Jibril, orang-orang mukmin yang saleh, dan para malaikat akan menjadi penolong Nabi dan bahu-membahu mendatangkan keridhaan kepada Nabi.

Menjelaskan Keutamaan Bertaubat

Berdasarkan hal-hal yang telah dipaparkan, ayat ke-4 Surat At Tahrim memberikan pengajaran bahwa Allah Maha Penyayang lagi Maha Pengampun. Ia menurunkan ayat sebagai bentuk peringatan dan juga kepeduliannya terhadap rumah tangga Rasul-Nya.

Allah bahkan berfirman dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah ayat 222,

اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

Artinya: Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.

Mengutip buku Ilmu Tasawuf: Penguatan Mental-Spiritual dan Akhlaq oleh Dr. H. Imam Kanafi, M.Ag., Rasulullah bersabda, “Seseorang yang bertaubat dari dosanya itu adalah sama dengan orang yang tidak mempunyai dosa.” (HR Ibnu Majah).

Senada dengan hal tersebut, orang-orang yang mau bertaubat akan lebih dekat dengan Allah dan hal-hal yang bersifat kebajikan. Atas kemauan memperbaiki kesalahan dan mengingat dosa-dosa yang telah lalu, Allah juga selalu turunkan rahmat dan hidayah-Nya untuk seseorang tersebut.

Dengan demikian, Surat At Tahrim ayat 4 menjelaskan betapa Allah Maha Pemaaf. Ia menyukai hamba-Nya yang mau memperbaiki dirinya, mengoreksi kesalahannya, dan juga memohon ampun pada-Nya. Allah juga tidak akan menurunkan siksa pada mereka yang mau bertaubat.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com