Tag Archives: nuklir

Mengenal Radioaktif Cesium-137 yang Ditemukan di Cikande, Seperti Apa Risikonya?


Jakarta

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menetapkan kawasan industri modern Cikande di Serang, Banten berstatus kejadian khusus cemaran radiasi. Aktivitas di kawasan industri tersebut diawasi ketat lantaran temuan cemaran radiasi cesium-137 (Cs-137) yang diduga asalnya dari reaktor nuklir.

Penetapan status tersebut dilakukan setelah Satgas Cesium-137 KLH, Brimob Polri, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten), dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penanganan.

Kasus ini bermula ketika udang beku asal Indonesia dari PT Bahari Makmur Sejati (BMS) diduga mengandung Cs-137 sehingga ditolak Amerika Serikat (AS). Walau demikian, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi Banten memastikan udang segar yang dikonsumsi masyarakat aman, meskipun PT BMS berlokasi di Cikande, Kabupaten Serang.


Apa Itu Cesium-137?

Cesium (simbol kimia: Cs) adalah logam lunak, fleksibel, berwarna putih keperakan yang mencair mendekati suhu ruangan, tetapi mudah berikatan dengan klorida membentuk bubuk kristal. Bentuk radioaktif cesium yang paling umum adalah Cs-137.

Disebutkan dalam United States Environmental Protection Agency, Cesium-137 diproduksi melalui fisi nuklir untuk digunakan dalam peralatan medis dan alat ukur. Cesium juga merupakan salah satu produk sampingan dari proses fisi nuklir dalam reaktor nuklir dan uji coba senjata nuklir.

Karena Cs-137 berikatan dengan klorida membentuk bubuk kristal, ia bereaksi di lingkungan seperti garam dapur (natrium klorida):

  • Cesium mudah bergerak di udara.
  • Cesium mudah larut dalam air.
  • Cesium terikat kuat pada tanah dan beton, tetapi tidak bergerak terlalu jauh di bawah permukaan.

Tanaman dan vegetasi yang tumbuh di dalam atau di dekat tanah yang terkontaminasi dapat menyerap sejumlah kecil Cs-137 dari tanah. Sejumlah kecil Cs-137 dapat ditemukan di lingkungan dari senjata nuklir dan kecelakaan reaktor nuklir.

Risiko Paparan Cs-137 dalam Jumlah Besar

Sementara, menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, manusia terpapar sejumlah Cs-137 setiap hari karena isotop radioaktif cesium ini terdapat di lingkungan dari uji coba senjata pada 1950-an dan 1960-an.

Namun, Cs-137 berbahaya dalam jumlah besar dan terkonsentrasi, seperti yang ditemukan di unit terapi radiasi dan alat ukur industri. Sumber radiasi dalam perangkat ini dirancang agar tetap tertutup rapat dan mencegah paparan manusia. Jika tabung-tabung ini dibuka secara sengaja atau tidak sengaja, Cs-137 di dalamnya dapat tersebar.

Paparan eksternal terhadap Cs-137 dalam jumlah besar dapat menyebabkan luka bakar, penyakit radiasi akut, dan bahkan kematian. Paparan Cs-137 dapat meningkatkan risiko kanker karena paparan radiasi gamma berenergi tinggi.

Paparan internal terhadap Cs-137, melalui konsumsi atau inhalasi, memungkinkan bahan radioaktif terdistribusi di jaringan lunak, terutama jaringan otot, sehingga jaringan tersebut terpapar partikel beta dan radiasi gamma, serta meningkatkan risiko kanker.

Cs-137 diproduksi melalui fisi nuklir untuk digunakan dalam perangkat medis dan alat ukur. Cs-137 juga merupakan salah satu produk sampingan dari proses fisi nuklir dalam reaktor nuklir dan uji coba senjata nuklir.

Sejumlah kecil Cs-137 dapat ditemukan di lingkungan dari uji coba senjata nuklir yang dilakukan pada tahun 1950-an dan 1960-an. Cs-137 juga dapat ditemukan dalam kecelakaan reaktor nuklir, seperti kecelakaan pembangkit listrik Chernobyl pada tahun 1986, yang menyebarkan Cs-137 ke banyak negara di Eropa.

(nah/twu)



Sumber : www.detik.com

Mengapa Radiasi Cesium-137 di Cikande Bisa Picu Kanker? Berikut Penjelasan Sains



Jakarta

Pemerintah telah menetapkan Radiasi Cesium-137 sebagai Kejadian Khusus pada Selasa (30/9). Keputusan ini diumumkan oleh Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) setelah hampir dua pekan terakhir Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Radiasi Cesium-137 turun ke lapangan.

Sebagai informasi, kasus ini berawal dariditemukannya sejumlah titik penimbunan material slag hasil peleburan yang mengandung zat radioaktif Cesium-137 di Kawasan Industri ModernCikande, Serang, Banten. Kasus ini kemudian mendapat perhatian publik setelah produk ekspor Indonesia, seperti udang beku, ditolak oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) karena terdeteksi mengandung Cesium-137.


Menanggapi situasi ini, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) berkoordinasi dengan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), serta Komando Brimob Polri (KBRN) untuk mengamankan lokasi dan mencegah kontak langsung dengan manusia. Menurut laman resmi KLH, KBRN telah memasang garis pengaman di delapan titik teridentifikasi dan dilanjutkan proses dekontaminasi oleh Tim Khusus Pelaksana.

Paparan Cesium-137 dinilai berbahaya bagi manusia, bahkan berpotensi menyebabkan kanker. Lantas, apa itu Cesium-137?

Apa Itu Cesium-137?

Cesium-137 atau Cs-137 adalah isotop radioaktif hasil sampingan reaksi fisi nuklir, baik dari reaktor maupun ledakan bom atom. Unsur ini memiliki waktu paruh sekitar 30 tahun yang berarti butuh puluhan tahun hingga daya radioaktifnya berkurang.

Cs-137 tidak ditemukan secara alami di lingkungan.Tetapi, unsur ini hampir selalu terkait dengan aktivitas manusia, seperti kecelakaan nuklir, pengolahan limbah industri, atau penggunaan medis tertentu.

Cs-137 digunakan dalam jumlah kecil untuk kalibrasi peralatan pendeteksi radiasi, seperti penghitung Geiger-Mueller.

Dalam jumlah yang lebih besar, Cs-137 digunakan dalam:

Perangkat terapi radiasi medis untuk mengobati kanker
Sterilisasi medis
Pengukur industri yang mendeteksi aliran cairan melalui pipa
Perangkat industri lain untuk mengukur ketebalan material, seperti kertas, film fotografi, atau lembaran logam.

Cesium-137 Bisa Picu Kanker

Menurut laman Centres for Disease Control and Prevention US, paparan Cs-137 dalam jumlah besar dapat menyebabkan luka bakar, penyakit radiasi akut, dan bahkan kematian. Paparan Cs-137 juga dapat meningkatkan risiko kanker karena paparan radiasi gamma berenergi tinggi.

Paparan internal Cs-137, melalui konsumsi atau inhalasi, memungkinkan bahan radioaktif terdistribusi di jaringan lunak, terutama jaringan otot. Jaringan tersebut bisa terpapar partikel beta dan radiasi gamma, serta meningkatkan risiko kanker.

Paparan Cs-137 dapat meningkatkan risiko:

Leukemia: radiasi merusak sumsum tulang tempat sel darah diproduksi.
Kanker tiroid: Cesium-137 memaparkan beban radiasi ke kelenjar tiroid.
Kanker padat (solid cancers): termasuk kanker paru, hati, ginjal, dan saluran pencernaan, tergantung rute paparan.

(nir/nwk)



Sumber : www.detik.com

Dosen UGM Desak Inspeksi dan Dekontaminasi Radiasi Cesium-137 di Cikande, Kenapa?



Jakarta

Wilayah kawasan industri Cikande, Banten, menjadi sorotan usai ditemukannya zat radioaktif Cesium-137 di daerah tersebut. Melihat situasi ini, dosen Universitas Gadjah Mada (UGM) Prof Drs Gede Bayu Suparta mendesak inspeksi dan dekontaminasi.

Seperti diketahui, paparan radiasi Cesium-137 ini ditemukan dalam udang beku ekspor RI. Kementerian Kesehatan juga menemukan bahwa 15 orang terdeteksi positif terpapar zat itu. Diketahui Cesium-137 berasal dari Industri Peleburan Logam.


Meski paparan yang ditemukan masih pada tingkat yang dapat ditangani, Guru Besar Fakultas Bidang Ilmu Fisika FMIPA UGM tersebut mendorong adanya dekontaminasi, obat khusus, dan pemantauan kesehatan jangka panjang.

Desak Inspeksi & Dekontaminasi Radiasi Cesium-137 di Cikande

Apabila sudah terpapar, kata Bayu, cara mengetahui berbahaya atau tidaknya menjadi bergantung dari cara inspeksinya. Sebab, radiasi nuklir tidak bisa dilihat.

Ia menjelaskan, yang perlu dilakukan segera adalah dekontaminasi. Proses ini bisa dijalankan dengan mengetahui terlebih dahulu titik radiasinya melalui survey meter.

“Kalau ada sumber radiasi, diarahkan ke situ, maka radiasinya akan bunyi,”paparnya dalam laman UGM, dikutip Rabu (8/10/2025).

Ditambahkan Bayu, adapun cara mereduksi paparan radiasi adalah dengan mencari lokasi titik sumber penyebaran radiasinya.

Di samping itu, hal yang harus diperhatikan adalah sistem mutu Quality Assurance (QA) dan Quality Control (QC). Apabila suatu objek sudah mengandung radiasi, pilihannya adalah berhenti atau melanjutkan kegiatan aktivitas di tempat yang terindikasi.

“Tentunya juga merujuk pada keputusan seperti pemberhentian operasional,” ungkapnya.

Apa Itu Cesium-137?

Cesium-137 atau Cs-137 adalah isotop radioaktif hasil sampingan reaksi fisi nuklir, baik dari reaktor maupun ledakan bom atom. Unsur ini memiliki waktu paruh sekitar 30 tahun, yang artinya butuh puluhan tahun hingga daya radioaktifnya berkurang.

Cs-137 tidak ditemukan secara alami di lingkungan. Namun, unsur ini hampir selalu terkait dengan aktivitas manusia, seperti kecelakaan nuklir, pengolahan limbah industri, atau penggunaan medis tertentu.

Cs-137 digunakan dalam jumlah kecil untuk kalibrasi peralatan pendeteksi radiasi. Contohnya seperti dalam penghitung Geiger-Mueller.

Dalam jumlah yang lebih besar, Cs-137 digunakan dalam:

Perangkat terapi radiasi medis untuk mengobati kanker
Sterilisasi medis
Pengukur industri yang mendeteksi aliran cairan melalui pipa
Perangkat industri lain untuk mengukur ketebalan material, seperti kertas, film fotografi, atau lembaran logam.

Cesium-137 Bisa Picu Kanker

Menurut laman Centres for Disease Control and Prevention US, paparan Cs-137 dalam jumlah besar dapat menyebabkan luka bakar, penyakit radiasi akut, dan bahkan kematian. Paparan Cs-137 juga dapat meningkatkan risiko kanker karena paparan radiasi gamma berenergi tinggi.

Paparan internal Cs-137, melalui konsumsi atau inhalasi, memungkinkan bahan radioaktif terdistribusi di jaringan lunak. Jaringan tersebut bisa terpapar partikel beta dan radiasi gamma, serta meningkatkan risiko kanker.

Paparan Cs-137 dapat meningkatkan risiko:

Leukemia: radiasi merusak sumsum tulang tempat sel darah diproduksi.
Kanker tiroid: Cesium-137 memaparkan beban radiasi ke kelenjar tiroid.
Kanker padat (solid cancers): termasuk kanker paru, hati, ginjal, dan saluran pencernaan, tergantung rute paparan.

(nir/twu)



Sumber : www.detik.com

Heboh Udang Terkontaminasi Radioaktif, Pakar Ungkap Cara Aman Mengolahnya


Jakarta

Isu kontaminasi radioaktif pada pangan laut sempat menjadi obrolan publik dan membuat masyarakat cemas. Hal itu muncul setelah adanya laporan FDA Amerika Serikat.

FDA menemukan adanya kandungan Cesium-137 (Cs-137) pada sejumlah sampel produk laut. Seberapa bahaya jadinya jika udang mengandung zat tersebut?


Pakar teknologi pangan dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Lukman Hudi STP MMT menjelaskan bahwa unsur radioaktif seperti Cs-137 dapat masuk ke tubuh organisme laut melalui paparan lingkungan.

“Sekali radionuklida seperti Cesium-137 sudah masuk ke jaringan organisme hidup (misalnya udang atau ikan), sulit sekali dihilangkan sepenuhnya,” katanya dikutip dari laman Umsida, Minggu (12/10/2025).

Tips Aman Mengolah Udang dari Paparan Radioaktif

Menurut Hudi, masyarakat tidak perlu panik berlebihan. Ada beberapa cara mudah dalam meminimalkan risiko paparan sebelum mengonsumsi udang. Berikut di antaranya.

1. Cuci dan Rendam dengan Larutan Garam atau Cuka

Langkah pertama yang penting adalah mencuci udang dengan air mengalir hingga bersih. Lalu, rendam udang dalam larutan garam ringan (NaCl 1-3%) atau cuka encer (0,5-1%) selama 15-30 menit.

Metode ini mampu mengurangi kontaminasi permukaan hingga 20-40%, meskipun tidak dapat menghilangkan Cs-137 yang sudah masuk ke jaringan otot udang.

2. Jangan Digoreng, tapi Direbus

Tahapan berikutnya adalah perebusan. Metode merebus udang dengan air bersih dapat mengurangi kandungan Cs-137 hingga 30-60%, tergantung lama dan suhu proses.

“Semakin lama dan lebih panas perebusan, semakin banyak cesium yang dipindahkan ke air rebusan,” katanya.

Perlu diingat, jangan konsumsi kaldu hasil rebusan udang tersebut.

3. Gunakan Asam Alami

Perendaman tambahan dengan bahan alami seperti jus lemon, asam sitrat, atau cuka menurut Hudi juga dapat membantu melarutkan ion cesium dari jaringan permukaan.

Kombinasi perendaman dan perebusan disebutnya sebagai cara paling efektif untuk tingkat rumah tangga.

Cara Industri dan Teknologi Deteksi Radiasi

Lebih lanjut Hudi menjelaskan, industri melakukan pembersihan dengan pertukaran ion menggunakan resin zeolit atau Prussian Blue, serta pengeringan dan pengabuan terkontrol. Meski ampuh, metode ini tidak praktis untuk konsumsi sehari-hari.

Sementara itu, deteksi kontaminasi radioaktif di industri dapat dilakukan menggunakan spektrometer gamma (HPGe) yang dapat mengukur pancaran radiasi gamma dari elemen seperti Cs-137.

“Untuk mengurangi kontaminasi, kombinasi pertukaran ion dan pengolahan termal seperti perebusan terbukti efektif menurunkan kadar radioaktif hingga 30-60%,” katanya.

Dr Hudi juga menyebut, penelitian terbaru tengah mengembangkan mikroba biosorben dan kemasan aktif berbasis mineral. Hasilnya dirancang agar mampu menyerap kontaminan radioaktif secara alami.

Hudi mengatakan, batas paparan radiasi pangan sudah diatur ketat oleh lembaga internasional dan nasional. Misalnya oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dalam Codex Alimentarius, ditetapkan batas aman paparan publik sebesar 1 mSv/tahun, dan kadar Cs-137 maksimal 100 Bq/kg untuk produk bayi.

Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan WHO mendukung pengawasan ketat dengan standar serupa. Di Indonesia, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan batas Cs-137 pada pangan umum ≤ 1.000 Bq/kg, serta 100 Bq/kg untuk produk bayi, sesuai SNI 19-6937-2003.

Hudi menegaskan, masyarakat tak perlu takut mengonsumsi udang selama diolah dengan benar. Namun, jika salah pengolahan, barulah udang bisa bahaya dikonsumsi.

“Yang penting, lakukan pencucian, perendaman, dan perebusan dengan air bersih. Hindari menggoreng atau hanya membekukan, karena itu tidak mengurangi cesium,” tegasnya.

Dengan pengolahan yang tepat, Hudi menyebut risiko paparan radioaktif pada pangan laut bisa ditekan. Dengan begitu, masyarakat tetap bisa menikmati udang dengan aman dan tenang.

(cyu/twu)



Sumber : www.detik.com

Diawasi Putin, Rusia Gelar Uji Coba Kekuatan Nuklir


Jakarta

Presiden Rusia Vladimir Putin mengawasi langsung uji coba kekuatan nuklir Rusia di darat, laut, dan udara untuk melatih kesiapan dan struktur komando mereka. Uji coba itu dilakukan pada hari Rabu (22/10) waktu setempat.

Dilansir kantor berita Reuters dan Al Arabiya, Kamis (23/10/2025), uji coba tersebut meliputi peluncuran rudal balistik antarbenua “Yars” berbasis darat dari sebuah kosmodrom, peluncuran rudal balistik “Sineva” dari kapal selam nuklir di Laut Barents, dan peluncuran rudal jelajah berkemampuan nuklir dari pesawat pengebom strategis.

Rusia telah melakukan latihan rutin kekuatan nuklirnya untuk menguji kemampuan. Juga untuk mengingatkan musuh-musuh bahwa Rusia memiliki persenjataan nuklir terbesar di dunia di tengah meningkatnya ketegangan Timur-Barat.

Ketegangan meningkat seiring Putin belakangan semakin mendapat tekanan dari para pemimpin Eropa untuk segera mengakhiri invasinya di Ukraina.

“Latihan ini menguji tingkat kesiapan komando militer dan keterampilan praktis personel operasional dalam mengorganisir kendali pasukan,” kata Kremlin atau kantor kepresidenan Rusia dalam sebuah pernyataan.

“Semua tujuan latihan tercapai,” imbuh Kremlin dalam pernyataannya.

Sementara itu, NATO memulai latihan nuklir tahunannya awal bulan ini. Jet-jet tempur F-35A dan pesawat pengebom B-52 termasuk di antara sekitar 60 pesawat dari 13 negara yang mengambil bagian dalam latihan Steadfast Noon tersebut, yang diselenggarakan oleh Belgia dan Belanda.

(ita/ita)



Sumber : news.detik.com

Perkuat Pertahanan terhadap Musuh, Korut Uji Coba Rudal Hipersonik


Jakarta

Korea Utara (Korut) mengatakan bahwa mereka telah menguji coba sistem senjata baru “mutakhir” yang menggunakan rudal hipersonik, yang bertujuan untuk memperkuat pertahanannya terhadap musuh-musuh Pyongyang.

Peluncuran rudal tersebut terdeteksi oleh militer Korea Selatan pada hari Rabu (22/10). Uji coba rudal ini merupakan yang pertama bagi Pyongyang dalam beberapa bulan.

Uji coba rudal tersebut terjadi seminggu sebelum para pemimpin dunia, termasuk Presiden Amerika Serikat Donald Trump, dijadwalkan untuk mengunjungi Korea Selatan untuk menghadiri pertemuan puncak regional.

Dilansir kantor berita AFP, Kamis (23/10/2025), pejabat tinggi militer Korut, Pak Jong Chon menyatakan bahwa “sistem senjata mutakhir yang baru ini merupakan bukti nyata dari peningkatan kemampuan teknis pertahanan diri DPRK secara bertahap”, lapor kantor berita resmi Korut, KCNA. DPRK merupakan singkatan nama resmi Korea Utara.

KCNA mengatakan uji coba tersebut bertujuan untuk meningkatkan “keberlanjutan dan efektivitas pencegahan strategis terhadap musuh-musuh potensial”.

Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dilaporkan tidak menghadiri peluncuran tersebut.

Media pemerintah KCNA mengatakan kedua “proyektil hipersonik” tersebut telah diluncurkan di selatan ibu kota Korut, Pyongyang dan telah mengenai sasaran di timur laut negara itu.

Foto-foto yang dibagikan oleh KCNA menunjukkan sebuah rudal terbang di udara, sebelum mengenai sasaran dan meledak hingga menimbulkan asap hitam.

Rudal hipersonik melaju dengan kecepatan lebih dari lima kali kecepatan suara dan dapat bermanuver di tengah penerbangan, sehingga lebih sulit dilacak dan dicegat.

Sebelumnya, Kepala Staf Gabungan Korea Selatan pada Rabu (22/10) mengatakan telah “mendeteksi beberapa proyektil, yang diyakini sebagai rudal balistik jarak pendek”.

“Rudal-rudal tersebut ditembakkan “dari daerah Junghwa di Provinsi Hwanghae Utara sekitar pukul 08.10 pagi hari Rabu (23.10 GMT Selasa),” imbuh militer Korsel tersebut.

Peluncuran rudal ini merupakan yang pertama bagi Korea Utara yang bersenjata nuklir sejak Presiden Korea Selatan Lee Jae-myung menjabat pada bulan Juni lalu.

Simak juga Video: Korsel Sebut Korut Tembakkan Rudal Jarak Pendek di Lepas Pantai Timur

(ita/ita)



Sumber : news.detik.com

Trump Ancam Cabut Dukungan Jika Israel Nekat Caplok Tepi Barat


Jakarta

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan mencabut dukungan jika Israel mencaplok Tepi Barat. Pernyataan ini diutarakan Trump dalam wawancaranya dengan majalah Time.

Dilansir AFP, Kamis (23/10/2025), komentar Trump tersebut, menurut majalah Time, disampaikan melalui telepon pada 15 Oktober lalu.

“Itu tidak akan terjadi. Itu tidak akan terjadi karena saya telah berjanji kepada negara-negara Arab. Dan Anda tidak bisa melakukan itu sekarang. Kami telah mendapat dukungan besar dari Arab,” kata Trump ketika ditanya apa konsekuensinya bagi Israel jika pencaplokan Tepi Barat terjadi.

“Israel akan kehilangan semua dukungannya dari Amerika Serikat jika itu terjadi,” kata Trump.

Trump yakin Arab Saudi akan bergabung dengan Perjanjian Abraham, yang menormalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara Arab, pada akhir tahun. “Ya, saya yakin. Saya yakin,” katanya ketika ditanya apakah ia yakin Riyadh akan bergabung dalam jangka waktu tersebut.

“Lihat, mereka punya masalah. Mereka punya masalah Gaza dan mereka punya masalah Iran. Sekarang mereka tidak punya dua masalah itu,” kata Trump merujuk pada perang Israel di Gaza dan program nuklir Iran, yang menjadi target serangan udara AS awal tahun ini.

Trump juga akan membuat keputusan apakah Israel harus membebaskan tahanan Palestina terkemuka, Marwan Barghouti, sebagai bagian dari langkah-langkah perdamaian. Barghouti tokoh Fatah yang termasuk di antara tahanan Palestina ingin dibebaskan Hamas sebagai bagian dari kesepakatan Gaza, menurut media pemerintah Mesir.

Trump telah mengirimkan sejumlah pejabat tinggi ke Israel dalam beberapa hari terakhir untuk memperkuat gencatan senjata Gaza yang rapuh.

Namun, ketika Wapres AS James David Vance mengakhiri kunjungan 3 harinya di Israel, anggota parlemen Israel mengajukan dua rancangan undang-undang yang membuka jalan bagi aneksasi Tepi Barat.

Vance mengatakan itu adalah “Aksi politik yang sangat bodoh dan saya pribadi merasa sedikit terhina karenanya”.

Ketika Sekretaris Luar Negeri AS Maerco Rubio meninggalkan Washington, ia memperingatkan Israel agar tidak mencaplok Tepi Barat, dengan mengatakan bahwa langkah-langkah yang diambil oleh parlemen dan kekerasan pemukim mengancam gencatan senjata Gaza.

(isa/rfs)



Sumber : news.detik.com

Ngeri! Ramalan Stephen Hawking Soal Kiamat Bumi

Jakarta

Stephen Hawking, fisikawan legendaris sekaligus salah satu pemikir terbesar abad ke-21, pernah mengeluarkan ramalan mengerikan tentang nasib Bumi. Dalam berbagai kesempatan sebelum wafat pada 2018, ia memperingatkan bahwa planet ini bisa berubah menjadi “bola api raksasa” akibat ulah manusia sendiri – mulai dari ledakan populasi, perang nuklir, hingga kecerdasan buatan (AI) yang tak terkendali.

Populasi dan Energi Berlebih Bikin Bumi Jadi Bola Api

Dalam konferensi Tencent WE Summit 2017, Hawking menegaskan bahwa pertumbuhan populasi dan konsumsi energi yang melonjak drastis dapat membuat Bumi memanas ekstrem pada tahun 2600. Ia menggambarkan dunia masa depan yang begitu padat hingga manusia “berdesakan bahu-membahu,” sementara penggunaan listrik berlebihan memicu suhu planet melonjak.


“Populasi dunia akan sangat padat dan konsumsi energi membuat Bumi membara. Ini tidak dapat diterima,” ujar Hawking. Ia memperingatkan bahwa laju perkembangan teknologi dan ilmiah tidak akan berhenti, namun jika dibiarkan tanpa kontrol, bumi akan kehilangan keseimbangannya.

Perang Nuklir dan Kecerdasan Buatan

Selain masalah populasi, Hawking menyoroti bahaya perang nuklir sebagai ancaman terbesar bagi peradaban manusia. Dengan sembilan negara pemilik senjata atom – termasuk AS, Rusia, dan Korea Utara – risiko konflik global selalu mengintai. Ia memperingatkan bahwa satu kesalahan diplomatik saja bisa memicu kehancuran total.

Tak hanya itu, kemajuan kecerdasan buatan juga menjadi momok baru. Menurutnya, AI dapat melampaui kemampuan manusia dan “mengambil alih” jika tidak diawasi. Laporan UNCTAD bahkan memproyeksikan nilai pasar AI global melonjak hingga USD 4,8 triliun pada 2033 – potensi besar sekaligus ancaman nyata jika disalahgunakan.

Perubahan Iklim dan Pandemi

Dalam wawancaranya bersama BBC tahun 2016, Hawking menegaskan bahwa perubahan iklim adalah faktor paling mendesak dalam ancaman kiamat Bumi. Ia menyebut pemanasan global dan efek rumah kaca sebagai “bom waktu” yang sudah berdetak.

“Peluang bencana di Bumi setiap tahun mungkin kecil, tapi jika terus bertambah, hampir pasti akan terjadi dalam seribu tahun ke depan,” ujarnya.

Pandemi global juga masuk daftar ancaman menurut Hawking. Ia menilai wabah penyakit menular bisa menjadi katalis kehancuran umat manusia, apalagi di era globalisasi dengan mobilitas tinggi dan ketimpangan akses kesehatan.

Peringatan Soal Alien

Dengan nada setengah bercanda, Hawking juga menyinggung kemungkinan bahwa manusia bisa dihancurkan oleh peradaban asing yang lebih maju. “Mungkin alasan kita belum dihubungi alien adalah karena peradaban yang mencapai tahap seperti kita biasanya menghancurkan dirinya sendiri,” katanya.

Meski begitu, ia menekankan bahwa ancaman terbesar tetap datang dari manusia sendiri – dari keserakahan, eksploitasi alam, hingga eksperimen berisiko tinggi tanpa perhitungan matang.

NASA Membantah

Sempat beredar kabar bahwa NASA mendukung teori kiamat versi Hawking. Namun badan antariksa AS itu membantah, menegaskan bahwa misinya adalah memahami dan melindungi planet ini. “Selama lebih dari 50 tahun kami mempelajari Bumi dan memberi data penting bagi kelangsungan umat manusia,” demikian pernyataan resmi NASA.

Meski terdengar menakutkan, pesan Hawking bukan untuk menebar ketakutan, melainkan mengingatkan agar manusia bertindak sebelum terlambat. Ia menyerukan pengelolaan energi berkelanjutan, pengurangan emisi karbon, serta eksplorasi luar angkasa sebagai solusi jangka panjang.

“Umat manusia harus terus mencari tempat baru untuk hidup, tapi juga menjaga rumahnya sendiri – Bumi,” tuturnya.

(afr/afr)



Sumber : inet.detik.com

Pengembangan AI Super Makin Mengerikan, Diminta Dihentikan


Jakarta

Ratusan tokoh termasuk ilmuwan pemenang Nobel, mantan pemimpin militer, seniman, dan keluarga kerajaan Inggris, menandatangani pernyataan yang menyerukan larangan atas karya yang dapat mengarah pada superintelijen, tahap kecerdasan buatan yang menurut mereka suatu hari nanti dapat menimbulkan ancaman bagi umat manusia.

Pernyataan tersebut mengusulkan larangan atas pengembangan superintelijen hingga ada konsensus ilmiah yang luas bahwa hal itu akan dilakukan dengan aman dan terkendali dan dukungan publik yang kuat.

Diorganisir peneliti AI yang prihatin dengan laju kemajuan teknologi yang cepat, pernyataan itu meraup lebih dari 800 tanda tangan. Para penandatangan termasuk peraih Nobel dan peneliti AI Geoffrey Hinton, Kepala Staf Gabungan Mike Mullen, rapper Will.i.am, mantan ajudan Gedung Putih Trump Steve Bannon dan Pangeran Harry dari Inggris dan istrinya, Meghan Markle.


Pernyataan itu menambah daftar seruan untuk perlambatan AI saat AI mengancam mengubah sebagian besar ekonomi dan budaya. OpenAI, Google, Meta, dan perusahaan teknologi lain menuangkan miliaran dolar ke model AI baru dan data center, sementara para pebisnis mencari cara menambahkan fitur AI ke berbagai macam produk dan layanan.

Beberapa peneliti AI percaya sistem AI berkembang cukup cepat sehingga segera akan mencapai kecerdasan umum buatan atau kemampuan melakukan tugas intelektual seperti manusia. Dari sana, peneliti dan eksekutif teknologi percaya yang terjadi selanjutnya mungkin adalah kecerdasan super, di mana model AI berkinerja lebih baik dari manusia terahli sekalipun.

Pernyataan itu adalah produk Future of Life Institute, kelompok nirlaba yang menangani risiko skala besar seperti nuklir, bioteknologi, dan AI. Di antara pendukung awalnya adalah Elon Musk, yang sekarang menjadi bagian dari perlombaan AI dengan startup xAI. Donatur terbesarnya baru-baru ini adalah Vitalik Buterin, salah satu pendiri blockchain Ethereum.

Direktur eksekutifnya, Anthony Aguirre, fisikawan di University of California, mengatakan perkembangan AI terjadi lebih cepat daripada yang dapat dipahami publik tentang apa yang sedang terjadi atau apa yang akan muncul selanjutnya.

“Pada tingkat tertentu, kita telah memilih jalur ini untuk kita oleh perusahaan dan pendiri AI dan sistem ekonomi yang mendorong mereka, tapi tidak ada yang benar-benar bertanya kepada hampir semua orang soal apakah ini yang kita inginkan?'” cetusnya.

“Cukup mengejutkan bagi saya bahwa ada lebih sedikit diskusi langsung tentang apakah kita menginginkan hal-hal ini? Apakah kita menginginkan sistem AI yang menggantikan manusia?'” katanya. “Ini agak diartikan sebagai: Ya, inilah arahnya, jadi kencangkan sabuk pengaman dan kita harus menghadapi konsekuensinya. Tapi saya rasa bukan seperti itu kenyataannya. Kita punya banyak pilihan tentang bagaimana kita mengembangkan teknologi, termasuk yang satu ini.”

Pernyataan itu tidak ditujukan pada satu organisasi atau pemerintah tertentu. Aguirre berharap pembahasan tentang bahaya AI tidak hanya mencakup perusahaan AI besar, tapi juga politisi di Amerika Serikat, China, dan di tempat lain.

“Ini bukan yang diinginkan publik. Mereka tidak ingin berlomba-lomba untuk ini,” katanya. Mungkin pada akhirnya perlu ada perjanjian internasional tentang AI canggih, seperti halnya untuk teknologi berpotensi berbahaya lainnya.

(fyk/fay)



Sumber : inet.detik.com

China Kembangkan Kapal Selam Super Senyap dan Mematikan

Jakarta

China terus meningkatkan kemampuan kapal selamnya dengan teknologi yang semakin senyap dan mematikan. Langkah ini menandai ambisi Beijing untuk menantang dominasi Amerika Serikat (AS) di kawasan strategis Rantai Pulau Pertama, wilayah penting yang membentang dari Jepang hingga Filipina dan berpotensi menjadi garis depan konflik di Pasifik.

Selama beberapa dekade, armada kapal selam China dikenal berisik dan tertinggal jauh dari AS. Namun, laporan terbaru dari Royal United Services Institute (RUSI) menunjukkan kemajuan signifikan dalam teknologi peredam suara, sistem senjata, dan sensor bawah laut.
Kapal selam diesel-listrik China kini jauh lebih senyap dibandingkan generasi sebelumnya, sementara versi bertenaga nuklir terus disempurnakan agar mendekati standar kapal selam milik AS.

Menurut US Naval War College, China kini berada di ambang memproduksi kapal selam bertenaga nuklir kelas dunia. Berkat kapasitas galangan kapal yang masif, China mampu membangun kapal selam lebih cepat daripada AS, yang justru menghadapi keterlambatan dan pembengkakan biaya.
Diproyeksikan pada tahun 2030, China akan memiliki 55 kapal selam serang non-nuklir, 13 kapal selam nuklir, dan 8 kapal selam balistik nuklir, meningkat signifikan dari total tahun 2020.


Tembok Besar Bawah Laut

Selain memperkuat armadanya, China juga tengah mengembangkan sistem “Tembok Besar Bawah Laut” – jaringan hidrofon, sensor, dan drone laut untuk mendeteksi kapal selam musuh di Laut China Selatan dan perairan sekitar Taiwan.
Sistem ini memungkinkan Beijing memantau dan merespons pergerakan kapal selam AS dan sekutunya dengan lebih cepat, bahkan sebelum mereka memasuki zona sensitif.

Analis RUSI, Cmdr. Edward Black dan Sidharth Kaushal, memperingatkan bahwa kombinasi antara kapal selam ultra senyap dan jaringan sensor bawah laut ini dapat menjadi ancaman serius bagi operasi bawah laut AS. Dalam skenario konflik Taiwan, sistem tersebut bisa memaksa kapal selam AS beroperasi dari jarak yang lebih jauh, mengurangi efektivitas serangan dan pengintaian.

Kecerdasan Buatan Jadi Senjata Baru

China juga mengklaim kemajuan besar dalam penggunaan kecerdasan buatan (AI) untuk mendeteksi kapal selam musuh, termasuk yang menggunakan teknologi siluman akustik.
Makalah ilmiah dari akademisi China bahkan menyebut AI dapat menurunkan peluang kelangsungan hidup kapal selam musuh hingga hanya 5 persen – meski klaim ini belum bisa diverifikasi secara independen.

Namun, investasi besar dalam AI pertahanan menunjukkan tekad Beijing untuk memadukan kekuatan militer konvensional dengan teknologi masa depan.

Implikasi Geopolitik di Pasifik

Bagi AS, perkembangan ini menjadi tantangan strategis besar. Armada kapal selam mereka selama ini berfungsi sebagai alat utama untuk menekan dan menahan kekuatan militer China di Pasifik Barat.

Namun, dengan sistem sensor dan pertahanan bawah laut yang kian luas, China berpotensi membatasi ruang gerak kapal selam AS di sekitar Rantai Pulau Pertama. Meski demikian, para analis menilai efektivitas sistem China masih bergantung pada perluasan infrastruktur bawah laut dan keakuratan datanya di wilayah yang sangat luas.

Rantai Pulau Pertama kini menjadi pusat perhatian dunia karena dapat menentukan keseimbangan kekuatan di kawasan. China diyakini akan terus berupaya menolak akses militer AS ke wilayah ini, baik lewat peningkatan armada laut, rudal hipersonik, maupun sistem sensor bawah laut.

Dengan kemampuan kapal selam yang semakin senyap dan mematikan, Beijing berpotensi mengubah dinamika peperangan bawah laut dan menantang dominasi maritim AS yang telah bertahan selama puluhan tahun.

(afr/afr)



Sumber : inet.detik.com