Tag Archives: obat

Wanti-wanti WHO soal Sirup Obat Batuk India yang Terkontaminasi, Picu Kematian


Jakarta

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Senin (13/10/2025) mengeluarkan peringatan kesehatan tentang tiga sirup obat batuk terkontaminasi yang teridentifikasi di India. Mereka mendesak pihak berwenang untuk melaporkan setiap temuan obat-obatan ini di negara masing-masing kepada badan kesehatan.

WHO mengungkapkan obat-obatan yang terdampak adalah batch tertentu Coldrif dari Sresan Pharmaceutical, Respifresh TR dari Rednex Pharmaceuticals, dan ReLife dari Shape Pharma.

“WHO menyatakan bahwa produk-produk yang terkontaminasi tersebut menimbulkan risiko yang signifikan dan dapat menyebabkan penyakit parah, yang berpotensi mengancam jiwa,” tutur organisasi tersebut, dikutip dari Reuters.


Otoritas kesehatan India, Central Drugs Standard Control Organization (CDSCO) atau Organisasi Pengendalian Standar Obat Pusat, telah memberitahu WHO bahwa sirup tersebut dilaporkan dikonsumsi oleh anak-anak. Semuanya berusia di bawah lima tahun, yang baru-baru ini meninggal dunia di distrik Chhindwara, India.

Diketahui, obat batuk tersebut mengandung dietilen glikol beracun dalam jumlah hampir 500 kali lipat dari batas yang diizinkan.

CDSCO menyatakan tidak ada obat-obatan terkontaminasi yang diekspor dari india dan tidak ada bukti ekspor ilegal. Food and Drug Administration AS (FDA) juga mengonfirmasi sirup batuk beracun ini tidak dikirim ke Amerika Serikat.

(sao/suc)



Sumber : health.detik.com

Siasat BPOM Kembangkan Fitofarmaka, Tekan Impor Bahan Baku Obat


Jakarta

Obat bahan alam atau fitofarmaka masih menemui banyak tantangan dalam pengembangannya. Baik dari sisi bahan baku hingga pengolahannya.

Direktur Standardisasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan, dan Kosmetik Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI, Dian Putri Anggraweni, mengungkapkan perlunya inovasi dalam pengembangan obat bahan alam yang ternyata banyak tersedia di Indonesia.

“Perlunya pengembangan obat bahan alam Indonesia dengan tepat, agar bisa menjadi produk berkelas secara global,” tutur Putri dalam keterangan tertulis, Kamis (16/10/2025).


“Hal ini yang sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam memperkuat ekosistem riset bahan obat alam dan fitofarmaka nasional,” tambahnya.

Hal ini juga disinggung oleh Sekretariat untuk International Regulatory Cooperation for Herbal Medicines Organisasi Kesehatan Dunia (WHO-IRCH), Pradeep Dua. Pihaknya juga telah merilis WHO Global Traditional Medicine Strategy 2025-2034.

“Salah satu dari 4 tujuan utama dalam strategi ini berfokus pada regulasi. Regulasi ini tidak hanya membahas mengenai produk, melainkan juga mengatur masalah praktik dan praktisi pengobatan tradisional, komplementer, dan intergratif,” terangnya.

Dalam mendukung bahan alami dari Indonesia sebagai obat, farmakolog Prof Raymond Tjandrawinata menggunakan tumbuhan dan hewan dari dalam negeri. Meski begitu, tetap dibutuhkan tahap uji klinis agar mendapatkan bukti ilmiah bahwa produk fitofarmaka yang dihasilkan aman dan berkhasiat.

“Ketika kami masuk ke tahap uji klinis, kita perlu memiliki bukti ilmiah. Dengan pendekatan tersebut, akan lebih mudah memperoleh data yang baik pada fase klinis, dan berdasarkan pengalaman tersebut, jika desain baik mulai dari bahan baku aktif hingga produk jadi, maka produk herbal berbasis keanekaragaman hayati tidak kalah kualitasnya dibandingkan produk kimia,” tegasnya.

Sebelumnya, Kepala BPOM Taruna Ikrar mengungkapkan tengah mengintensifkan perkembangan fitofarmaka Indonesia. Hal ini dilakukan demi menekan penggunaan bahan baku impor untuk obat-obatan di Indonesia.

Taruna menyebut Indonesia memiliki potensi 30 ribu jenis tumbuhan baru, yang 18 ribu di antaranya digunakan sebagai jamu. Sementara 71 jenis yang berkembang menjadi obat herbal terstandar dan 20 yang menjadi fitofarmaka.

“Kita punya ribuan kampus, at least BPOM sekarang sudah kerja sama 179 kampus-kampus besar dan industri. Jika digabungkan, keduanya ini maka nanti hasil ribuan jamu-jamuan itu bisa berkemban menjadi obat herbal terstandar,” jelas Taruna ketika ditemui awak media di Jakarta Selatan, Selasa (14/10/2025).

“Dan dari herbal terstandar ini, nanti bisa berpotensi menjadi obat,” punkasnya.

(sao/naf)



Sumber : health.detik.com

Uban Bisa Hilang? Ilmuwan Temukan Kunci agar Rambut Kembali ke Warna Aslinya!


Jakarta

Seiring bertambahnya usia, pigmen warna pada rambut akan memudar dan berubah menjadi putih atau disebut dengan uban. Hal ini biasa jika di alami orang yang sudah berusia senja.

Namun, bagaimana jika pertumbuhan uban dialami oleh mereka yang masih muda? Apakah bisa warna asli rambut seseorang kembali seperti semula setelah memutih? Ini penjelasannya menurut sains.

Rambut Beruban Bisa Kembali ke Warna Aslinya?

Rambut beruban sering kali jadi tanda penuaan, tapi ternyata tidak selalu begitu. Berdasarkan studi terbaru yang diterbitkan di jurnal Nature, uban muncul karena “kemacetan” sel di dalam folikel rambut, bukan karena tubuh menua secara keseluruhan.


Peneliti dari NYU Langone Health, Amerika Serikat, menemukan bahwa sel penghasil pigmen warna rambut, yakni sel induk melanosit (melanocyte stem cells/McSCs), gagal berpindah tempat sesuai waktunya. Akibatnya, rambut tetap tumbuh sehat, tetapi warnanya memudar menjadi abu-abu atau putih.

“Studi kami menambah pemahaman dasar tentang bagaimana sel induk melanosit bekerja untuk mewarnai rambut,” kata Qi Sun, PhD, peneliti utama studi tersebut, dikutip dari NYU Langone Health.

Mengapa Rambut Bisa Berubah Jadi Uban?

Di dalam folikel rambut terdapat dua jenis “tim kerja”:

  • Sel induk rambut, yang mengatur pertumbuhan rambut.
  • Sel induk melanosit, yang bertugas memberi warna pada rambut.

Saat rambut baru mulai tumbuh, sel induk melanosit seharusnya bergerak ke area yang kaya protein WNT yaitu sinyal kimia yang memerintahkan mereka berubah menjadi sel penghasil pigmen (melanosit).

Namun, ketika sel-sel tersebut “macet” di tempat atau tak lagi menerima sinyal, tahap pewarnaan tidak terjadi, dan rambut yang tumbuh menjadi berwarna abu-abu.

“Sel induk melanosit seharusnya bisa berperilaku seperti bunglon yang bisa berubah dan beradaptasi sesuai lingkungannya. Ketika kemampuan itu hilang, rambut menjadi abu-abu,” jelas Mayumi Ito, PhD, profesor dermatologi di NYU Langone Health.

Penelitian Langsung di Folikel Rambut

Penemuan ini bukan hasil dugaan semata. Tim ilmuwan melakukan penelitian langsung jangka panjang dan analisis RNA sel tunggal pada folikel rambut tikus.

Mereka melacak posisi setiap sel dan melihat bagaimana instruksi genetik berubah selama beberapa siklus pertumbuhan rambut.

Hasilnya, semakin sering pertumbuhan rambut dipaksa berulang, semakin banyak sel induk pigmen yang tertinggal di tempat yang salah dan jumlah uban pun meningkat.

Dengan kata lain, posisi, pergerakan, dan waktu kerja sel menentukan warna rambut.

Meskipun temuan ini terdengar menjanjikan, para peneliti menegaskan bahwa belum ada obat untuk menghilangkan uban secara permanen.

Stres, genetik, dan faktor lingkungan tetap berpengaruh pada munculnya uban.

Langkah berikutnya adalah membuktikan apakah pola serupa juga terjadi pada manusia. Jika iya, maka ilmuwan bisa mencari cara aman untuk mendorong sel bergerak tepat waktu atau menguatkan sinyal dalam folikel rambut agar warna kembali muncul secara alami.

“Tujuannya bukan sekadar mengubah warna rambut, tetapi menjaga keseimbangan antara sel yang aktif dan yang beristirahat,” ungkap tim peneliti.

Uban Bukan Rambut Rusak

Bagi detikers yang mulai menemukan helai putih di kepala, jangan khawatir. Rambut beruban bukan berarti rambut lemah atau tidak sehat.

Folikel rambut tetap berfungsi dengan baik, hanya saja tim sel pewarna rambut sedang terlambat menerima instruksi kerja.

Kini, sains sedang mencari cara untuk memperbaiki “kemacetan” di dalam folikel tersebut. Jika berhasil, warna rambut bisa kembali seperti semula, tanpa pewarna kimia.

Untuk saat ini, uban bukan lagi misteri, melainkan soal waktu dan koordinasi sel yang sedang dipelajari sains.

Penulis adalah peserta program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama di detikcom.

(nah/nah)



Sumber : www.detik.com

Kemenkes Ungkap Wacana Label Nutri-Level, Direncanakan Berlaku 2027


Jakarta

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mengungkap mekanisme penerapan label nutri-level pada produk makanan dan minuman. Nantinya, label ini akan menunjukkan mana pilihan makanan atau minuman yang lebih sehat hingga cenderung tinggi gula, garam, dan lemak.

Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan penerapan nutri-level untuk produk pangan masuk dalam tahap edukasi. Saat ini, pemerintah belum mewajibkan perusahaan menggunakan label tersebut, alias bersifat sukarela.

Pihaknya juga ditekankan masih menyusun aturan terkait penerapan Nutri-level, meliputi regulasi penanggulangan penyakit dan edukasi cara membaca Nutri-level.


“Jadi itu seperti tahapan untuk supaya bisa masyarakat tahu. Kan kita sebenarnya sudah banyak kan (label makanan sehat) misalnya pilihan sehat. Nah, sekarang jangan nanti ada di situ (ada label nutri-level), tapi mereka tetap nggak aware bahwa mereka seharusnya membaca, ini nutri-level misalnya merah, berarti kandungan gulanya yang tinggi,” jelas Nadia ketika ditemui awak media di Jakarta Pusat, Jumat (17/10/2025).

Nadia mengingatkan, makanan yang nantinya mendapatkan level ‘merah’ menandakan tinggi GGL. Ini untuk membuat masyarakat lebih sadar dengan makanan atau minuman apa saja yang dikonsumsi dalam sehari.

Misalnya, sudah mengonsumsi makanan atau minuman level merah dengan kadar garam atau gula tinggi, maka asupan makanan selanjutnya harus memilih menu yang lebih rendah garam dan gula.

“Artinya buat masyarakat sadar, ‘oh, saya sudah konsumsi makanan yang warnanya (level) merah atau minuman merah, berarti kalau saya mau konsumsi itu dua kali sehari, itu saya harus lebih berhati-hati’. Karena berarti sudah melebih konsumsi,” sambungnya.

Meski saat ini pemasangan nutri-level masih masih bersifat sukarela karena dalam masa edukasi, nantinya pelabelan ini akan diwajibkan. Edukasi saat ini dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI untuk makanan dan minuman kemasan dan Kementerian Kesehatan untuk makanan siap saji.

Ia mengatakan pelabelan ini direncanakan akan mulai menjadi kewajiban pada 2027, atau 2 tahun setelah masa edukasi selesai.

“Iya (2027), kalau nutri-level edukasi dua tahun. Setelah dua tahun, itu menjadi mandatory (wajib). Artinya begitu diundangkan ada masa grace period 2 tahun,” katanya.

“Kalau buat kadarnya, nanti sifatnya voluntary. Jadi semua perusahaan itu nanti sifatnya akan melaporkan bahwa kadar gula saya sekian, kadar garam saya sekian, dan dia voluntary untuk menempelkan itu,” tandas Nadia.

(avk/naf)



Sumber : health.detik.com

US FDA Percayakan BPOM soal Sertifikasi Keamanan Rempah Indonesia


Jakarta

Indonesia mencatat sejarah baru di kancah global. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI resmi dipercaya oleh U.S. Food and Drug Administration (FDA) sebagai Lembaga Sertifikasi Impor (Certifying Entity/CE) untuk produk rempah-rempah Indonesia yang masuk ke pasar Amerika Serikat.

Keputusan ini tertuang dalam Letter of Intent yang ditandatangani Donald A. Prater, Principal Deputy Director for Human Foods Program FDA, dan diumumkan melalui Import Alert 99-52.

Langkah tersebut menandai pengakuan resmi terhadap kapasitas pengawasan pangan Indonesia di tingkat dunia.


“FDA tidak sembarangan memberi mandat seperti ini. Mereka menilai bukan hanya teknis, tapi juga komitmen dan integritas sistem pengawasan Indonesia. Ini momentum pengakuan global,” beber Kepala BPOM RI Prof. dr. Taruna Ikrar, M.Biomed., Ph.D., dalam keterangan tertulis, Sabtu (18/10/2025).

Sebelumnya, sertifikasi ekspor rempah Indonesia ke AS dilakukan oleh lembaga pihak ketiga di luar negeri. Kini, untuk pertama kalinya, BPOM diberi kewenangan langsung oleh FDA, menandakan posisi sejajar dengan otoritas pangan dunia seperti FDA (Amerika), EFSA (Eropa), dan MHRA (Inggris).

FDA berharap BPOM dapat menjamin keamanan rempah dari potensi kontaminasi isotop Cesium-137, unsur radioaktif yang menjadi perhatian utama di pasar AS.

“Kami akan melibatkan BRIN dan BAPETEN agar seluruh protokol pemeriksaan bersifat ilmiah, transparan, dan bisa dipertanggungjawabkan di forum global,” tegas Taruna.

Dengan mandat ini, Indonesia tak hanya mengekspor rempah, tetapi juga mengekspor standar dan kepercayaan internasional.
BPOM kini berperan aktif dalam pembahasan teknis sertifikasi pangan global, sejajar dengan lembaga internasional lainnya.

“Ini bukan hanya soal ekspor rempah, tapi tentang posisi Indonesia di dunia. Kita tidak lagi sekadar mengikuti standar, melainkan dipercaya ikut menetapkannya,” ujar Taruna.

Penunjukan FDA kepada BPOM menandai babak baru diplomasi pangan Indonesia, rempah menjadi simbol kedaulatan sains dan reputasi bangsa di panggung global.

(naf/naf)



Sumber : health.detik.com

Bukan Tawon, Tapi Lebah Hutan


Jakarta

Seorang nenek bernama Walbiyah (65) dikabarkan tewas usai disengat tawon gung di Wirosutan, Srigading, Sanden, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (7/10/2025).

Kepala Seksi (Kasi) Humas Polres Bantul, Iptu Rita Hidayanto mengatakan seorang saksi, Suhartini, semula sedang menyapu di halaman, sekitar pukul 15.00 WIB. Ia lalu berteriak karena sekawanan tawon terbang ke arahnya. Teriakan Suhartini didengar tetangga, yang menyuruhnya lari.

“Setelah saksi lari, korban atas nama Walbiyah kebetulan lewat di lokasi kejadian,” kata Rita, Rabu (8/10/2025), melansir detikJogja.


Sementara itu, Walbiyah justru menjadi korban sengatan kawanan tawon hingga tidak sadarkan diri. Warga lalu memberikan pertolongan dan anak Walbiyah membawanya ke RSUD Saras Adyatma, Bambanglipuro, Bantul. Di RS, Walbiyah dinyatakan meninggal dunia.

Pakar IPB: Bukan Tawon Gung, tapi Lebah Hutan

Tawon Asia (Vespa velutina).Tawon Vespa velutina. Foto: Siga/Wikimedia Commons

Pakar serangga IPB University Prof Tri Atmowidi mengatakan, berdasarkan foto yang beredar di media, serangan di Bantul bukan oleh tawon, melainkan lebah hutan besar (Apis dorsata).

Sedangkan tawon gung merupakan nama umum untuk spesies Vespa affinis atau Vespa velutina.

“Dari ciri sarangnya, tampaknya itu bukan sarang tawon, melainkan sarang lebah besar yang hanya terdiri dari satu sisiran besar dan biasa menggantung di batang pohon tinggi,” kata Tri dalam laman kampus, dikutip Rabu (15/10/2025).

Ciri-ciri Tawon Gung (Vespa affinis / Vespa velutina)

Tri menjelaskan perbedaan tawon gung dan lebah hutan. Berikut ciri-ciri tawon gung:

  • Badan ramping
  • Warna coklat kehitaman
  • Belang mencolok di bagian perut.

Ciri-ciri Lebah Hutan (Apis dorsata)

  • Ukuran badan sekitar 17-20 mm
  • Warna coklat, belang kuning kecoklatan di abdomen
  • Perilaku sangat defensif
  • Tidak bisa dibudidayakan karena sering migrasi.

Bahaya Sengatan Lebah Hutan dan Tawon Gung

Tri menjelaskan, baik sengatan lebah maupun tawon dapat memicu reaksi alergi berat dan bahkan kematian, khususnya pada orang yang sensitif atau menerima banyak sengatan sekaligus.

Umumnya, tawon lebih berbahaya karena bisa menyengat berkaali-kali. Sedangkan lebah hanya bisa menyengat satu kali karena sengatnya tertinggal di kulit korban.

“Venom lebah jumlahnya memang lebih banyak, namun racun tawon (terutama Vespa) memiliki daya toksik yang lebih kuat,” kata Prof Tri.

Bahaya Sengatan Lebah

Racun lebah (apitoksin) mengandung berbagai senyawa bioaktif seperti protein, peptida, dan amina biogenik seperti histamin, dopamin, melittin, serta fosfolipase.

Berikut reaksi yang bisa timbul:

  • Nyeri, panas, bengkak, dan gatal di area sengatan
  • Kulit kemerahan
  • Pembengkakan pada bibir dan kelopak mata
  • Sesak napas
  • Pingsan
  • Korban yang menerima racun dari sengatan banyak tawon sekaligus dapat mengalami kerusakan organ vital seperti hati dan ginjal, harus mendapat penanganan medis darurat.

Langkah Pertama Jika Disengat Tawon atau Lebah

Tri mengingatkan, lakukan hal ini jika disengat tawon atau lebah:

  • Menjauh dari lokasi sarang agar tidak diserang lagi
  • Jika disengat lebah:
    • Cabut sengat yang tertinggal di kulit
    • Cuci area sengatan dengan air sabun
    • Kompres area sengatan dengan air dingin
  • Minum obat antihistamin untuk mengurangi reaksi alergi
  • Jika korban sesak napas atau pingsan, segera bawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut

“Jangan melakukan gerakan mendadak atau berisik di sekitar sarang karena bisa memicu serangan kawanan lebah atau tawon. Cukup beri tanda peringatan di lokasi dan menjauh dengan tenang,” ucapnya.

Sementara itu, Tri menggarisbawahi, jangan mengusir tawon dan lebah sendiri. Minta bantuan ahli lebah atau tawon, pemadam kebakaran, atau dinas terkait yang ahli agar tidak timbul korban.

(twu/nwk)



Sumber : www.detik.com

Heboh Varian Baru Virus Flu Muncul di China, Picu Kekhawatiran Pandemi


Jakarta

Varian baru virus flu yang disebut Influenza D Virus (IDV) terdeteksi di China dan menimbulkan kekhawatiran para ahli akan potensi pandemi baru. Para ilmuwan khawatir virus ini telah mengembangkan kemampuan untuk menular dari hewan ke manusia, bahkan mungkin antarmanusia.

Peneliti yang dipimpin Hongbo Bao dari Changchun Veterinary Research Institute menemukan varian baru IDV menunjukkan tingkat paparan yang mengkhawatirkan dan kemungkinan telah menyebar secara ‘diam-diam’ ke berbagai negara.

Virus IDV pertama kali terdeteksi pada tahun 2011 di seekor babi dengan gejala mirip influenza di Oklahoma, Amerika Serikat. Sejak itu, sapi diketahui menjadi inang utama virus ini, yang kemudian menimbulkan risiko penularan ke para pekerja peternakan.


“Dalam beberapa tahun terakhir, IDV sering kali muncul secara diam-diam di negara atau benua baru dan tidak menunjukkan gejala,” ucap penulis studi tersebut, dikutip dari laman The Sun.

Peneliti mengatakan, virus ini telah dilaporkan di Eropa, Amerika Utara dan Selatan, Asia, serta Afrika, dan juga ditemukan pada kambing, domba, kuda, unta, hingga anjing.

“Hal ini menimbulkan kekhawatiran mengenai apakah IDV telah memperoleh peningkatan daya infeksi dan penularan,” kata peneliti.

Tim peneliti kemudian mengamati varian IDV D/HY11 yang muncul pada sapi di Timur Laut China pada tahun 2023. Mereka menguji kemampuan virus ini untuk bereplikasi serta menular. Hasilnya, D/HY11 terbukti bisa menular melalui udara maupun kontak langsung antarhewan.

Para penulis juga menilai risiko penularan manusia dan seberapa efektif obat flu umum dalam memerangi IDV. Uji laboratorium menunjukkan virus ini mampu berkembang biak di sel saluran pernapasan manusia dan jaringan hewan, yang berarti penularan ke manusia mungkin sudah terjadi.

Analisis sampel darah yang diarsipkan mengungkapkan 74 persen orang di China Timur Laut telah terpapar virus, yang menunjukkan jenis virus tersebut telah berpindah dari hewan ke manusia.

Angkanya meningkat hingga 97 persen pada orang dengan gejala pernapasan; tetapi masih belum diketahui apakah IDV dapat menyebar di antara manusia atau apakah ini semua merupakan infeksi yang terisolasi dari hewan.

“Singkatnya, kemungkinan besar wabah IDV telah berkembang menjadi masalah berkelanjutan bagi ternak dan manusia. Infeksi subklinis yang tidak teramati dapat berperan penting dalam penularan, dan secara diam-diam mempertahankan epidemi di tingkat populasi,” ucap peneliti.

“Kemungkinan rantai penularan yang tak terlihat dapat menyebar secara diam-diam melalui ternak, hewan ternak lainnya, dan manusia,” lanjutnya.

Dalam pengujian lanjutan, peneliti menumbuhkan virus dalam sel anjing dan manusia, alat standar untuk mempelajari jenis flu. Mereka juga mengujinya pada sel yang dirancang khusus untuk meniru lapisan saluran napas manusia, sapi, babi, dan anjing.

Hasilnya, virus tersebut secara efisien menginfeksi dan berkembang biak di semua sel yang tumbuh di laboratorium.

Selanjutnya, para peneliti menginfeksi tikus dengan varian D/HY11 untuk mempelajari kemampuan virus tersebut dalam menyebabkan penyakit dan menyebar ke berbagai organ, termasuk otak.

Mereka juga menginfeksi anjing, yang gejalanya dipantau untuk mengetahui seberapa banyak virus yang dikeluarkan, indikasi potensi penularannya, serta musang, yang digunakan sebagai model standar untuk meneliti penularan flu pada manusia.

Hewan-hewan tersebut ditempatkan di kandang khusus guna menguji apakah virus dapat menyebar melalui udara dari hewan yang terinfeksi ke hewan yang sehat. Hasilnya, virus D/HY11 terbukti dapat menyebar melalui udara tanpa kontak langsung, dari musang yang terinfeksi ke musang sehat.

Temuan ini penting, karena menunjukkan karakteristik virus yang berpotensi mudah menular di antara manusia, menurut penulis studi. Tim peneliti kemudian meneliti efektivitas berbagai obat antivirus terhadap D/HY11. Hasilnya, obat antivirus generasi baru seperti baloxavir, yang menargetkan kompleks polimerase atau mesin replikasi virus, terbukti lebih efektif melawan varian tersebut. Namun, virus ini menunjukkan resistensi terhadap sebagian besar obat flu konvensional.

Selain itu, enzim polimerase D/HY11 menunjukkan aktivitas yang meningkat, yang sebelumnya telah dikaitkan dengan penyebaran lebih efisien antar-mamalia.

Terakhir, para peneliti menganalisis 612 sampel darah dari relawan di China Timur Laut, yang dikumpulkan antara tahun 2020 hingga 2024, untuk mendeteksi antibodi terhadap D/HY11.

Hasilnya, hampir tiga perempat responden dari wilayah perkotaan dan pedesaan memiliki kadar antibodi tinggi terhadap virus ini, yang artinya menunjukkan paparan yang luas di populasi. Angka tersebut bahkan lebih tinggi pada individu yang pernah menjalani perawatan medis akibat gejala pernapasan.

“Hal ini meningkatkan kemungkinan penularan samar pada manusia dengan infeksi ringan atau tanpa gejala melalui virus mirip D/HY11 yang sedang berkembang,” kata para peneliti.

“Analisis serum retrospektif kami menunjukkan IDV mungkin telah beredar di China timur laut setidaknya sejak tahun 2020),” kata peneliti.

“Saat ini, belum ada pengujian IDV rutin yang dilakukan di mana pun di dunia, sehingga menimbulkan kekhawatiran tentang penyebaran diam-diam virus panzootik ini dan potensi munculnya varietas baru.”

(suc/suc)



Sumber : health.detik.com

Apakah Pengidap Diabetes Boleh Konsumsi Mangga? Begini Penjelasan Studi


Jakarta

Mangga dikenal sebagai buah tropis yang manis dan menyegarkan. Namun, bagi pengidap diabetes, rasa manis pada buah ini seringkali memunculkan keraguan, apakah masih aman untuk dikonsumsi?

Dikutip dari Times of India, penelitian baru menunjukkan mengonsumsi mangga setiap hari dapat membantu mengontrol gula darah dan mengurangi lemak tubuh.

Para peneliti di George Mason University mengungkapkan orang yang mengonsumsi mangga setiap hari dapat memiliki kontrol gula darah yang lebih baik dan lemak tubuh yang lebih rendah dibandingkan mereka yang mengemil makanan rendah gula.


Temuan yang dipublikasikan di jurnal Foods pada bulan Agustus 2025 tersebut berjudul ‘Daily Mango Intake Improves Glycemic and Body Composition Outcomes in Adults with Prediabetes: A Randomized Controlled Study’.

Bagaimana Mangga Baik untuk Diabetes?

Asisten profesor di Departemen Nutrisi dan Studi Pangan di George Mason University, Raedeh Basiri mengatakan komposisi nutrisi keseluruhan dalam makanan itu penting.

Meskipun mangga mengandung gula alami, mangga juga kaya akan serat, antioksidan, vitamin, dan masih banyak laig. Kombinasi ini efektif dalam memperlambat penyerapan gula dan menjaga kadar glukosa darah.

Kombinasi ini juga mendukung pencernaan dan rasa kenyang, serta mencegah makan berlebihan. Dalam hal indeks glikemik (IG), mangga berkisar antara 51 dan 56, serupa dengan jus jeruk.

Oleh karena itu, menurut American Diabetes Association (ADA), mangga termasuk buah dengan kategori IG rendah hingga sedang, sehingga cocok dikonsumsi dalam jumlah sedang.

Manfaat Lain Buah Mangga

Di balik rasa manis dan menyegarkannya, mangga juga memiliki manfaat lain, yakni mengontrol kadar kolesterol.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam British Journal of Nutrition pada tahun 2011 menunjukkan bahwa tikus yang diberi diet tinggi lemak dengan tambahan mangga kering beku mengalami penurunan lemak tubuh, penurunan kolesterol, dan kadar glukosa dibandingkan tikus yang diberi obat penurun gula.

(dpy/suc)



Sumber : health.detik.com

Daftar 6 Kelompok Orang yang Tidak Boleh Donor Darah

Jakarta

Donor darah merupakan salah satu tindakan sederhana yang bisa menyelamatkan banyak nyawa. Dengan menyumbangkan darah, seseorang bisa membantu pasien yang membutuhkan transfusi.

Kendati demikian, tidak semua orang bisa menjad pendonor darah. Ada beberapa kondisi kesehatan dan faktor risiko yang membuat seseorang tidak diperbolehkan mendonorkan darah.

Syarat Mendonorkan Darah

Sebelum mengetahui siapa saja yang tidak dibolehkan untuk mendonorkan darah, ketahui apa saja persyaratan untuk donor darah. Dikutip dari laman PMI Kota Bandung dan PMI Jakarta Barat, berikut di antaranya:


  • Sehat jasmani dan rohani
  • Usia 17-65 tahun
  • Berat badan minimal 45 kg
  • Tekanan darah: Sistole 100-70 dan diastole 70-100
  • Kadar hemoglobin 12,5% sampai dengan 17,0 g%
  • Interval donor minimal 12 minggu atau 3 bulan sejak donor darah sebelumnya (maksimal 5 kali dalam 2 tahun).
  • Suhu tubuh 36,5-37,5 C
  • Wanita tidak sedang hamil, menstruasi, dan menyusui
  • Tidak bertato dan tindik, kecuali sudah lebih dari 6 bulan
  • Tidak pecandu alkohol dan narkotik
  • Tidur malam sebelum donasi minimal 5 jam dan tidak begadang
  • Sudah makan 3-4 jam sebelum donor darah

Kelompok Orang yang Tidak Boleh Mendonorkan Darah

Berikut kelompok orang yang tidak boleh mendonorkan darah:

1. Orang yang Sedang Flu-Penyakit Lainnya yang Menyebabkan Demam

Orang yang sedang mengidap pilek atau flu saat ingin mendonorkan darah harus melakukan jadwal ulang donor selama 7 hari setelah gejala hilang. Meski pilek atau flu tidak memengaruhi darah, namun Unit Transfusi Darah (UTD) akan menolak donor darah dari orang sakit, sebagai upaya mengurangi penyebaran flu. Tak hanya flu, orang yang demam juga tidak akan diizinkan untuk mendonorkan darah.

2. Hemoglobin Rendah

Hemoglobin merupakan protein dalam sel darah merah yang berperan penting dalam mengangkut oksigen ke organ dan jaringan tubuh serta ke,bali ke paru-paru. Protein ini juga mengandung banyak zat besi.

Apabila pernah kesulian dalam mendonorkan darah sebelumnya, sebab kadar zat besi/hemoglobin yang rendah, atasi kekurangan ini dengan mengonsumsi makanan kaya zat besi, terutama daging dan produk hewani. Untuk vegetarian, roti dan pasta, kacang-kacangan, kacang tanah, tahu, dan telur merupakan sumber zat besi yang baik.

3. Orang yang Sedang Mengonsumsi Obat atau Antibiotik Tertentu

Sebagai aturan umum, sebagian obat bebas yang dikonsumsi masih bisa membuat seseorang diterima untuk mendonorkan darah. Namun, untuk lebih jelasnya, doker akan menjelaskan kepada donor saat pemeriksaan tentang boleh atau tidaknya pendonoran saat mengonsumsi obat tertentu.

Adapun obat-obaan yang paling sering dibicarakan dalam pembatasnnya yaitu:

  • Aspirin, harus menunggu 3 hari penuh
  • Pengencer darah, tidak diizinkan mendonorkan darah
  • Insulin, bisa mendonorkan darah selama diabetes terkendali dengan baik.

4. Orang yang Baru Divaksinasi

Orang yang baru menerima vaksinasi atau imunisasi mungkin diminta menunggu selama beberapa waktu sebelum memenuhi syarat donor darah. Misalnya, pada saat ini UTD PMI menyatakan bahwa donor darah bisa diterima jika seseorang divaksinasi dengan vaksin COVID-19 dengan ketentuan:

  • Hari keempat setelah vaksin 1 tanpa ada gejala KIPI
  • Hari ke delapan setelah vaksin 2 atau vaksin 3 tanpa ada gejala KIPI
  • Jika terdapat KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), donor darah sebaiknya ditunda dalam satu bulan.

5. Bepergian ke Tempat Tertentu pada Waktu yang Salah

Perjalanan bisa menghadapkan seseorang pada budaya, kebiasaan, dan penyakit yang berbeda. Beberapa penyakit tersebut bisa memengaruhi kemampuan seseorang untuk mendonokan darah.

6. Orang yang Memiliki Masalah Kesehatan terkait Darah

Orang dengan penyakit berkaitan dengan masalah darah dan pendarahan seringkali tidak dibolehkan untuk donor darah. Jadi, jika seseorang mengidap hemofilia, penyakit Von Willebrand, hemokromatosis heredier atau sickle cell trait, maka dia tidak bisa mendonorkan darah.

(elk/up)



Sumber : health.detik.com

Curhat Istri 10 Tahun Tak Tahu Suaminya HIV, Terungkap saat Jenguk di Penjara


Jakarta

Seorang wanita di China terkejut setelah mengetahui rahasia besar suaminya yang disembunyikan selama 10 tahun. Selama itu, wanita bernama Wang tidak pernah tahu suaminya didiagnosis human immunodeficiency virus atau HIV.

Kasus yang dipublikasikan di Yunnan AIDS Prevention ini dialami Wang dan suaminya, Li, yang sudah menikah selama 10 tahun tanpa memiliki anak. Dikutip dari World of Buzz, selama bertahun-tahun Li telah berbohong terkait penyakitnya itu.

Namun, pada Desember 2021 Li dijatuhi hukuman penjara karena mengoperasikan kasino. Tetapi, rahasia yang lebih besar dari itu akhirnya terungkap saat Wang mengunjungi suaminya di penjara.


Ketika kunjungan, Wang diminta oleh staf penjara untuk menyiapkan obat HIV untuk Li. Saat itulah, Wang baru mengetahui bahwa Li mengidap HIV sejak tahun 2011, tapi tidak pernah menceritakan kepadanya sejak awal bertemu.

Sejak awal pernikahannya, Wang pernah bertanya tentang obat yang diminum Li. Suaminya itu mengaku mengidap penyakit hati dan perlu minum obat.

Di tahun 2021 itulah, Li baru menjelaskan bahwa ia mengidap HIV. Tetapi, ia bersikeras mengaku terus mencari pengobatan yang mampu menekan penularan virus tersebut kepada orang lain.

Beruntung, Wang dinyatakan negatif HIV. Meski begitu, ia mengalami tekanan mental yang luar biasa selama proses tes.

Wang mengaku merasa takut dan cemas karena ia tidak mengambil tindakan perlindungan apapun selama 10 pernikahannya. Ia pun tidak pernah tahu apa yang mungkin terjadi pada dirinya.

Setelah belajar dari kesalahannya, Wang menggugat Li di Pengadilan Songjiang dan menuntut pembatalan pernikahan tersebut. Wang merasa Li telah jahat menyembunyikan fakta bahwa ia mengidap penyakit yang serius.

Wang juga menganggap pernikahan itu sudah ditakdirkan dan mustahil untuk dilanjutkan. Di China, KUHPdengan jelas menyatakan bahwa salah satu pihak dalam pernikahan masih memiliki kewajiban pranikah, yakni untuk mengungkapkan penyakit serius apapun yang dapat berdampak signifikan pada pernikahannya.

Simak juga Video: Pembekuan Bantuan Trump Hentikan Uji Coba Vaksin HIV di Afrika Selatan

(sao/kna)



Sumber : health.detik.com