Tag Archives: orang tua

Dear Ortu, Jangan Malas Bawa Anak Imunisasi! Ini Alasan Tak Cukup Sekali Suntik


Jakarta

Ketua Satgas Imunisasi, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof Dr dr Hartono Gunardi SpA(K) mengungkapkan alasan mengapa imunisasi yang dijalani anak harus dilakukan secara berulang. Ia menuturkan salah satu tantangan dalam memenuhi cakupan imunisasi di Indonesia adalah keengganan orang tua untuk memberikan imunisasi secara berulang.

Berdasarkan survei yang dilakukan UNICEF Nielsen pada 2023, disebutkan 37,7 persen orang tua enggan membawa anaknya imunisasi karena takut suntik lebih dari satu kali.

Prof Hartono menjelaskan proteksi dari vaksin akan memicu peningkatan kekebalan yang disebut dengan respons primer. Seiring waktu, proteksi akan menurun dan perlu diperbarui.


“Kekebalan tersebut meningkat tapi selama beberapa lama dia akan menurun lagi oleh karena itu dia perlu diberikan antigen yang kedua yang akan menimbulkan pembentukan antibodi yang lebih cepat dan lebih tinggi daripada antibodi sebelumnya,” ujar Prof Hartono ketika ditemui awak media, di Jakarta Selatan, Rabu (15/10/2025).

“Orang tua sering kali bertanya kok imunisasi nggak ada habis-habisnya, ya jadi diulang-ulang terus,” sambungnya.

Lalu, mengapa dosis imunisasi yang dibutuhkan tidak sekalian diberikan di waktu awal dan harus diberi jeda waktu? Prof Hartono menjelaskan tubuh membutuhkan waktu untuk ‘mempelajari’ antibodi yang masuk melalui imunisasi.

Setelah dipelajari, imunisasi booster digunakan untuk memperkuat sistem pertahanan yang ada.

“Seperti kita melatih pelajaran, nggak bisa anak itu diajar sekaligus matematika yang sampai integral gitu ya. Nggak bisa, jadi harus satu-satu,” ujar Prof Hartono.

“Demikian juga sistem tubuh itu belajar pelan-pelan. Karena tadi kita lihat satu antigen dia sedikit naik-naiknya, belum lengkap antibodinya, belum cukup untuk jangka panjang. Akhirnya itu mereka diulang. Banyak ulangannya, semakin tinggi antibodi yang terbentuk dan semakin lama perlindungannya,” tandasnya.

(avk/naf)



Sumber : health.detik.com

Memberi Uang Orang Tua Apakah Termasuk Sedekah?



Jakarta

Islam menganjurkan kepada setiap pemeluknya untuk bersedekah. Sedekah merupakan salah satu amalan mulia yang dilakukan dengan memberikan sesuatu kepada orang lain dengan ikhlas.

Mengutip dari buku Sedekah Mahabisnis dengan Allah karya Amirulloh Syarbini, kata sedekah berasal dari bahasa Arab ash-shadaqah atau ash-shidq yang berarti benar. Hal ini berarti sedekah menunjukkan kebenaran iman kepada Allah SWT.

Perintah untuk bersedekah salah satunya termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 245, Allah SWT berfirman:


مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS Al-Baqarah: 245).

Apakah Memberi Kepada Orang Tua Termasuk Sedekah?

Memberi kepada orang tua termasuk bagian dari sedekah. Muhammad Anwar Ibrahim dalam buku Agar Selalu Dimudahkan-Nya menjelaskan salah satu cara untuk menunjukkan bakti kepada kedua orang tua (birrul walidain) ialah memberikan infaq (shadaqah) kepada keduanya.

Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 215, Allah SWT berfirman:

يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

Artinya: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.” (QS Al-Baqarah: 215).

Ayat tersebut menjelaskan apabila seseorang telah berkecukupan dalam hal harta, maka hendaklah ia menafkahkan atau bersedekah atas harta tersebut. Allah SWT melalui ayat tersebut bahkan menganjurkan kepada umatnya untuk bersedekah kepada kedua orang tua.

Sedekah Kepada Keluarga Lebih Utama dari Orang Lain

Selain dianjurkan bersedekah kepada kedua orang tua, ajaran Islam juga lebih mengutamakan sedekah untuk keluarga daripada orang lain.

Imam al-Ghazali dalam bukunya Mukasyafatul Qulub mengemukakan bahwa sedekah kepada orang miskin nilainya adalah satu sedekah. Sedangkan sedekah kepada keluarga mendapatkan dua nilai, yaitu pahala sedekah dan pahala menyambung hubungan keluarga (silaturahmi).

Dilansir dari NU Online, Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzab mengemukakan bahwa ulama telah sepakat apabila bersedekah kepada keluarga lebih utama dibandingkan orang lain.

Di antara hadits yang mendasari pernyataan Imam Nawawi tersebut yaitu hadits dari Abu Sa’id al Khudri sebagai berikut:

خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ إِلَى المُصَلَّى، ثُمَّ انْصَرَفَ، فَوَعَظَ النَّاسَ، وَأَمَرَهُمْ بِالصَّدَقَةِ، فَقَالَ: «أَيُّهَا النَّاسُ، تَصَدَّقُوا»، فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ، فَقَالَ: «يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ، تَصَدَّقْنَ، فَإِنِّي رَأَيْتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ» فَقُلْنَ: وَبِمَ ذَلِكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ، وَتَكْفُرْنَ العَشِيرَ، مَا رَأَيْتُ مِنْ نَاقِصَاتِ عَقْلٍ وَدِينٍ، أَذْهَبَ لِلُبِّ الرَّجُلِ الحَازِمِ، مِنْ إِحْدَاكُنَّ، يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ» ثُمَّ انْصَرَفَ، فَلَمَّا صَارَ إِلَى مَنْزِلِهِ، جَاءَتْ زَيْنَبُ، امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ، فَقِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، هَذِهِ زَيْنَبُ، فَقَالَ: «أَيُّ الزَّيَانِبِ؟» فَقِيلَ: امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: «نَعَمْ، ائْذَنُوا لَهَا» فَأُذِنَ لَهَا، قَالَتْ: يَا نَبِيَّ اللَّهِ، إِنَّكَ أَمَرْتَ اليَوْمَ بِالصَّدَقَةِ، وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي، فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ، فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ: أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ، زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ

Artinya: “Suatu ketika Rasulullah SAW keluar menuju masjid untuk menunaikan ibadah sholat Idul Adha dan Idul Fitri. Setelah sholat, beliau menghadap warga sekitar memberikan petuah-petuah kepada masyarakat dan menyuruh mereka untuk bersedekah. ‘Wahai para manusia, bersedekahlah!’ Pesan Nabi.

Kemudian ada beberapa wanita yang tampak lewat, terlihat oleh Baginda Rasul. Rasul pun berpesan ‘Wahai para wanita sekalian, bersedekahlah! Sebab saya itu melihat mayoritas dari kalian adalah penghuni neraka!’

Para wanita yang lewat menjadi heran, apa hubungannya antara menjadi penghuni neraka dengan bersedekah sehingga mereka bertanya, ‘Kenapa harus dengan bersedekah, Ya Rasul?’

Rasulullah SAW menjawab, ‘Karena kalian sering melaknat dan kufur terhadap suami. Aku tidak pernah melihat seseorang yang akal dan agamanya kurang namun bisa sampai menghilangkan kecerdasan laki-laki cerdas kecuali hanya di antara kalian ini yang bisa, wahai para wanita.’

Selepas Rasulullah berkhutbah di hadapan masyarakat, beliau bergegas pulang ke kediaman. Setelah sampai rumah, Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud meminta izin untuk diperbolehkan masuk bertemu kepada Baginda Nabi. Nabi pun mempersilakan.

Ada yang memperkenalkan, ‘Ya Rasulallah, ini Zainab.’ Rasul balik bertanya, ‘Zainab yang mana?’ ‘Istri Ibnu Mas’ud.’ ‘Oh ya, suruh dia masuk!’

Zainab mencoba berbicara kepada Nabi, ‘Ya Rasul. Tadi Anda menyuruh untuk bersedekah hari ini. Ini saya punya perhiasan. Saya ingin menyedekahkan barang milikku ini. Namun, Ibnu Mas’ud (suamiku) mengira bahwa dia dan anaknya lebih berhak saya kasih sedekah daripada orang lain.’

Rasul pun menegaskan, ‘Memang benar apa yang dikatakan Ibnu Mas’ud. Suami dan anakmu lebih berhak kamu kasih sedekah daripada orang lain.’ (HR. Bukhari No. 1462).

Dengan demikian, memberi kepada orang tua termasuk bagian dari sedekah dan bersedekah kepada keluarga lebih utama dibandingkan orang lain.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Ini Urutan Pertama Penerima Infaq Menurut Islam



Jakarta

Infaq menjadi salah satu ibadah prinsip penting dalam ajaran Islam yang mendorong umat muslim untuk memberikan sebagian dari harta mereka kepada yang membutuhkan. Siapa orang yang pertama dan paling berhak menerima infaq?

Dalam Islam, memberikan infaq merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan juga sebagai bentuk kepedulian terhadap sesama.

Namun, dalam memberikan infaq, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah urutan dalam memberikan infaq.


Pengertian Infaq

Dikutip dari buku Hukum Perdata Islam: Penerapan Hukum Keluarga dan Hukum Bisnis Islam di Indonesia karya Siska Lis Sulistiani, Infaq adalah harta yang dikeluarkan oleh seseorang setiap ia mendapatkan rezeki sesuai dengan yang dikehendakinya.

Hal tersebut menjadi bentuk amal yang memiliki nilai penting dalam meningkatkan kebaikan diri.

Dasar Hukum Infaq

Dasar hukum infaq telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Salah satunya terdapat dalam surah Ali Imran ayat 134,

الَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ فِى السَّرَّۤاءِ وَالضَّرَّۤاءِ وَالْكٰظِمِيْنَ الْغَيْظَ وَالْعَافِيْنَ عَنِ النَّاسِۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَۚ ١٣٤

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang mengendalikan kemurkaannya, dan orang-orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.”

Selain dalam Al-Qur’an, dasar hukum infaq juga telah disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW dalam sebuah hadits tentang keutamaan berinfak,

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : لَيْسَ عَلَى الْمُسْلِمِ فِي عَبْدِ وَلاَ فَرَسِهِ صَدَقَةٌ رَوَاهُ البُخَارِي وَلْمُسْلِمِ : لَيْسَ فِي الْعَبْدِ صَدَقَةٌ إِلَّا صَدَقَةُ الْفِطْرِ

Artinya: “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata: Rasulullah SAW pernah bersabda: “Orang muslim tidak diwajibkan mengeluarkan zakat budak dan kudanya.””(HR Bukhari)

Urutan Pertama dalam Memberikan Infaq

Urutan pertama dalam memberikan infaq terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 215,

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٢١٥

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”

Menurut buku Edisi Indonesia Tafsir Ibnu Katsir, orang tua menjadi urutan pertama sebagai penerima infaq. Setelah itu baru anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan). Tidak disebutkan dalam ayat tersebut rebana, seruling, patung, dan tirai dinding (barang yang haram dan sia-sia).

Allah SWT mengetahui segala bentuk kebaikan dan akan membalasnya dengan pahala yang lebih besar.

Keutamaan Infaq

Dikutip dari buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian karya Muh. Hambali, seorang muslim akan mendapatkan beberapa keutamaan dengan melakukan infaq seperti

  • Allah SWT akan mengampuni dosa-dosanya
  • Akan didoakan malaikat
  • Meringankan beban orang lain
  • Bekal menuju akhirat

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa memberikan infaq merupakan salah satu bentuk ibadah yang dianjurkan dalam Islam. Dalam memberikan infaq, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah urutan dalam memberikan infaq. Urutan pertama dalam memberikan infaq menurut Islam adalah orang tua

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Tentang Sedekah untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal


Jakarta

Seorang anak masih bisa berbakti kepada orang tuanya walaupun mereka sudah tidak lagi di dunia ini. Salah satunya adalah sedekah atas nama orang tua yang sudah meninggal.

Apabila seorang muslim meninggal dunia, terputuslah semua amalnya, kecuali tiga perkara. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata bahwasannya Rasulullah SAW bersabda,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ﷺ: إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ


Artinya: Dari Abu Hurairah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda “Jika seorang anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara, yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh yang mendoakannya.”

Berdasarkan hadits yang diambil dari buku Tuntunan Akhlak dalam Al-Qur’an dan Sunnah: Membentuk Pribadi Muslim Berkarakter dan Penerapannya Pada Etika Kedokteran karya Hardisman di atas, pahala akan terus mengalir kepada seorang muslim apabila ia memiliki anak saleh yang berbakti kepadanya.

Salah satu cara berbakti kepada kedua orang tua yang sudah meninggal adalah dengan bersedekah atas nama keduanya.

Sedekah untuk Orang Tua yang Sudah Meninggal

Apabila kedua orang tua sudah dipanggil menghadap Yang Maha Kuasa, maka anak yang saleh bisa tetap berbakti kepada mereka dengan cara bersedekah. Dalam sebuah hadits yang dikutip dari buku yang berjudul Dahsyatnya Ridha Orang Tua: El Madina karya Samsul Rijal Hamid, Aisyah RA pernah mengisahkan, ada seorang laki-laki mendatangi Nabi Muhammad SAW.

Lelaki tersebut bertanya pada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah, ibuku mendadak meninggal dunia. Aku menduga kalaulah dia masih sempat bicara (sebelumnya), tentu dia akan bersedekah. Apakah dia dapat pahala sedekah apabila aku bersedekah atas namanya?”

Nabi Muhammad SAW menjawab, “Ya, dapat.” (HR Muslim)

Riwayat lain dari Abu Hurairah RA , disebutkan ada seorang laki-laki yang juga bertanya kepada Rasulullah SAW. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, bapakku sudah meninggal dunia. Beliau meninggalkan harta tetapi tidak memberi wasiat mengenai harta peninggalannya itu. Dapatkah harta-harta itu menghapus dosa-dosa beliau, jika aku sedekahkan atas namanya?”

Nabi Muhammad SAW menjawab, “Ya, dapat.” (HR Muslim)

Sedekah atas nama orang tua yang sudah meninggal bisa dengan cara menyumbangkan hartanya untuk anak-anak yatim, orang miskin, pembangunan masjid, menyediakan beasiswa, dan lain sebagainya atas nama orang tuanya yang sudah meninggal.

Syekh Ali Jaber dalam buku Rahasia Pintu-Pintu Keberkahan & Rezeki mengatakan bahwa ketika bersedekah, hendaknya anak tersebut berdoa seraya berkata, “Ya Allah, aku mohon pahala sedekah ini untuk kedua orang tuaku, untuk ibuku, untuk bapakku.”

Sedekah itu akan sampai kepada orang tua yang sudah meninggal dunia dalam bentuk cahaya yang luar biasa dahsyatnya. Selain itu, sedekah yang diberikan oleh anak saleh yang berbakti kepada orang tuanya yang sudah meninggal bisa berguna untuk mengangkat dan mengganti kesusahan mereka dengan rahmat Allah SWT.

Allah SWT akan mengganti tempat mereka yang gelap menjadi tempat yang makmur dengan cahaya karena berkah dari sedekah yang sudah dikeluarkan oleh anaknya di dunia.

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Keutamaan Bersedekah kepada Orang Tua, Apakah Termasuk Kewajiban?


Jakarta

Bersedekah tidak hanya ditujukan kepada fakir miskin, melainkan juga kerabat terdekat seperti orang tua. Pada dasarnya, sedekah kepada orang tua sangat dianjurkan.

Orang tua memiliki hak mutlak atas harta kita sebagai anaknya yang sudah dewasa. Diterangkan dalam buku Sedekah Pengubah Nasib: Membuka Jalan Rezeki dengan Banyak Memberi susunan Aditya Akbar Hakim, meski orang tua tidak meminta apapun sudah sepatutnya seorang anak memiliki kesadaran untuk berbuat baik terhadap keduanya salah satunya dengan cara bersedekah.

Amirulloh dalam bukunya yang berjudul Sedekah Mahabisnis dengan Allah mendefinisikan sedekah secara bahasa. Sedekah berasal dari bahasa Arab yaitu ash-shadaqah atau ash-shidq yang artinya benar.


Perintah sedekah sendiri termaktub dalam surah Al Baqarah ayat 245,

مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Artinya: “Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipatgandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.”

Sedekah kepada Orang Tua Lebih Utama Dibanding Orang Lain

Mengutip buku Agar Selalu Dimudahkan-Nya susunan Muhammad Anwar Ibrahim, sedekah atau memberi uang kepada orang tua termasuk salah satu cara menunjukkan bakti terhadap keduanya. Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 215,

يَسْـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ ۖ قُلْ مَآ أَنفَقْتُم مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَٰلِدَيْنِ وَٱلْأَقْرَبِينَ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا۟ مِنْ خَيْرٍ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ

Artinya: “Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan”. Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya.”

Dalam ayat tersebut, apabila seseorang hidupnya berkecukupan dalam hal harta maka hendaknya ia menafkahkan atau bersedekah atas harta tersebut. Allah SWT menganjurkan umat Islam untuk bersedekah kepada orang tua.

Imam al-Ghazali dalam Mukasyafatul Qulub terjemahan Jamaluddin menjelaskan bahwa sedekah kepada orang miskin nilainya satu sedekah. Sedangkan sedekah kepada keluarga mendapatkan dua nilai, yaitu pahala sedekah dan pahala menyambung hubungan keluarga (silaturahmi).

Begitu pula dengan anak laki-laki. Mereka harus bersedekah kepada orang tua setelah menunaikan kewajibannya menafkahi istri dan anak-anaknya.

Golongan yang Paling Berhak Menerima Sedekah

Sayyid Sabiq dalam Fikih Sunnah Jilid 2-nya yang diterjemahkan Khairul Amru Harahap dkk menjelaskan bahwa golongan yang paling berhak menerima sedekah adalah keluarga, kerabat, dan anak-anaknya. Muslim tidak boleh bersedekah jika harta yang digunakan masih diperlukan untuk nafkah hidup diri sendiri dan keluarganya.

Namun, apabila muslim tersebut mampu memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya, barulah mereka dianjurkan untuk bersedekah kepada orang lain yang lebih membutuhkan.

Dalam sebuah riwayat dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

‘Sedekahlah kalian!’ Seorang sahabat berkata, ‘Ya Rasul, aku punya satu dinar?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah kepada dirimu sendiri.’ Ia berkata, ‘Aku masih punya uang lagi?’ ‘Sedekah kepada anakmu,’ jawab Rasul. Ia berkata, ‘Aku masih punya uang?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah kepada pelayanmu.’ Ia berkata lagi, ‘Aku masih punya uang lainnya?’ Rasul menjawab, ‘Kamu lebih tahu sedekah kepada siapa lagi.'” (HR Abu Dawud dan An-Nasai. Ini hadits shahih menurut Ibnu Hibban dan Al-Hakim)

Pada riwayat lain turut dijelaskan hal serupa. Abu Hurairah RA bertanya kepada sang rasul,

“Wahai Rasulullah, apakah sedekah yang paling utama?’ Rasul menjawab, ‘Sedekah orang sedikit harta. Utamakanlah orang yang menjadi tanggung jawabmu,'” (HR Ahmad dan Abu Dawud. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim)

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Sedekah Paling Utama Diberikan kepada Siapa?


Jakarta

Sedekah adalah salah satu amalan yang paling dianjurkan bagi kaum muslimin. Banyak keutamaan yang terkandung dari sedekah.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 274,

اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ اَمْوَالَهُمْ بِالَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَّعَلَانِيَةً فَلَهُمْ اَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْۚ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ ٢٧٤


Artinya: “Orang-orang yang menginfakkan hartanya pada malam dan siang hari, baik secara rahasia maupun terang-terangan, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan tidak (pula) mereka bersedih.”

Mengutip buku Dikejar Rezeki dari Sedekah oleh Fahrur Mu’is, sedekah lebih utama diberikan secara diam-diam ketimbang terang-terangan. Lantas kepada siapa sedekah paling utama diberikan?

Orang yang Paling Berhak Menerima Sedekah

1. Sedekah kepada Orang yang Membutuhkan

Mengutip buku Fiqih Sunnah Jilid 2 oleh Sayyid Sabiq terjemahan Muh Iqbal Santosa, sedekah yang paling utama adalah kepada orang yang paling membutuhkan. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Sebaik-baik sedekah adalah mengalirkan (menyediakan) air” (HR Ibnu Majah).

Sedekah dengan mengalirkan air dapat menjadi sedekah yang paling utama jika dilakukan di tempat yang kekurangan air dan banyak orang mengalami kehausa. Jika tempat tersebut tidak kekurangan air, maka paling baik adalah mengalirkan air ke sungai atau memasang saluran air.

2. Sedekah kepada Kerabat yang Memusuhi

Menukil buku Sedekahlah, Allah Menjaminmu Hidup Berkah susunan Ustaz Masykur Arif, Rasulullah SAW menyarankan muslim untuk selalu bersedekah kepada kerabat dekat yang memusuhi kita. Sebab, sedekah yang paling afdhal adalah yang diberikan kepada kerabat yang memusuhi.

Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya,

“Sedekah yang paling afdhal atau utama adalah sedekah yang diberikan kepada keluarga dekat yang bersikap memusuhi.” (HR Thabrani dan Abu Dawud)

Tujuan diberikannya sedekah pada orang yang memusuhi kita agar mereka berhenti memusuhi. Mereka akan kembali sadar sehingga persaudaraan tetap terjalin.

3. Sedekah kepada Keluarga dan Kerabat

Sedekah kepada keluarga dan kerabat dinilai lebih utama dibandingkan sedekah yang dilakukan untuk orang miskin. Sebagaimana dikatakan Nabi Muhammad SAW dalam haditsnya yang berbunyi,

“Sedekah untuk orang miskin, nilainya hanya sedekah. Sementara sedekah untuk kerabat, nilainya dua; sedekah dan silaturahmi.” (HR Nasa’i)

4. Sedekah Suami kepada Istrinya

Pria muslim yang telah berkeluarga akan diganjar pahala yang besar apabila menafkahi istri dan anak-anaknya. Sedekah jenis ini bahkan menjadi kewajiban setiap kepala keluarga.

Ustaz Haryadi Abdullah dalam buku Solusi Sedekah Tanpa Uang menerangkan bahwa menafkahi istri dan anak mmenjadi sedekah yang pahalanya jauh lebih besar daripada bersedekah kepada orang lain. Rasulullah SAW bersabda,

“Sedekah yang terbaik adalah yang dikeluarkan selebih keperluan, dan mulailah dari orang yang kamu tanggung.” (HR Bukhari)

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Juraij dan Bayi yang Dapat Berbicara



Yogyakarta

Kisah Juraij dan bayi yang dapat berbicara merupakan salah satu kisah menarik dalam Islam yang mengajarkan nilai-nilai keimanan, kejujuran, dan keadilan.

Dikutip dari buku Bukan Kisah Biasa karya Joko Susanto, Juraij merupakan ahli ibadah yang shahih di kalangan Bani Israil. Karena ketekunannya dalam sholat dan beribadah, ia mengabaikan ibunya selama tiga hari hingga membuat ibunya kesal.

Ketika sedang sholat, Juraij berkata, “Ya Allah, ibuku dan sholatku.” Juraij pun memilih sholatnya. Karena kekesalan ibunya itu, ibu Juraij berdoa agar Allah SWT mendatangkan wanita pezina kepada Juraij.


Dikutip dari buku Tiga Bayi Bisa Bicara karya Al’Ajami Damahuri Khalifah, kemudian, datanglah seorang wanita pezina yang merayu Juraij. Namun, usaha wanita pezina itu gagal karena keimanan Juraij.

Karena putus asa, wanita pezina itu bersetubuh dengan seorang penggembala hingga melahirkan seorang bayi.

Setelah ia melahirkan bayi, ia kembali menemui Juraij dan menuduhnya bahwa bayi itu adalah anak Juraij. Karena itulah, masyarakat Bani Israel marah dan merobohkan tempat ibadah Juraij.

Juraij pun menghadapi cobaan itu dengan tenang. Ia pun meminta masyarakat Bani Israel untuk mendatangkan bayi itu, kemudian ia sholat dua rakaat.

Setelah sholat, Juraij mendekati bayi itu dan menekan perutnya sambil berkata, “Hai ghulam, siapa sebenarnya bapakmu?” Bayi tersebut menjawab, “Fulan, si penggembala kambing.”

Para masyarakat Bani Israel terkejut dan terkesan oleh kejadian tersebut. Mereka meminta maaf kepada Juraij.

Mereka pun hendak membangun kembali tempat ibadah Juraij dengan emas, namun Juraij hanya meminta mereka untuk membangunnya dengan tanah seperti sebelumnya.

Pelajaran dari Kisah Juraij dan Bayi yang Dapat Berbicara

Kisah Juraij dan bayi yang dapat berbicara mengandung beberapa pelajaran seperti yang terdapat dalam buku Bukan Kisah Biasa karya Joko Susanto,

Selalu bertaqwa kepada Allah SWT

Allah SWT akan menyelamatkan hambanya karena seshalihan dan ketaqwaannya, sebagaimana Dia menyelamatkan Juraij dan membebaskannya dari tuduhan yang ditujukan kepadanya.

Hati-hati dengan tuduhan tanpa bukti

Kisah tersebut menunjukkan pentingnya berhati-hati dalam mempercayai tuduhan terhadap seseorang tanpa bukti yang cukup. Masyarakat Bani Israel telah menuduh Juraij tanpa adanya bukti yang konkret.

Memaafkan kesalahan sesama

Islam telah mengajarkan pentingnya memaafkan kesalahan orang lain dan memberikan kesempatan untuk beribadah. Pada kisah di atas, Juraij pun menerima permintaan maaf dari kaum Bani Israel yang telah menuduhnya dan menghancurkan tempat beribadahnya.

Meminta maaf jika melakukan kesalahan

Hendaknya meminta maaf jika terdapat melakukan kesalahan kepada siapapun. Seperti yang kaum Bani Israel lakukan, mereka meminta maaf kepada Juraij karena telah menuduh dan menghancurkan tempat ibadahnya. Mereka pun hendak membangun tempat ibadah baru untuk Juraij.

Kebenaran dan keadilan selalu ditegakkan

Allah SWT Maha Adil dan Maha Mengetahui. Segala perbuatan umatnya akan diketahui oleh-Nya. Seperti yang Juraij hadapi, meskipun ia dihadapkan dengan situasi yang sulit, ia tetap teguh pada prinsipnya dan mempercayakan segalanya kepada Allah SWT.

Medoakan anak dengan kebaikan

Dalam kisah ini juga dapat diambil pelajaran bagi para orang tua agar senantiasa memberikan doa-doa baik untuk anaknya. Jangan sampai emosi dan kemarahan membuat orang tua mendoakan keburukan pada anaknya.

(dvs/dvs)



Sumber : www.detik.com

Kisah Al Qamah, Sahabat yang Saleh Namun Tersiksa Sakaratul Maut Sebab Murka Ibu



Jakarta

Rasulullah SAW memiliki seorang sahabat bernama Al Qamah. Ia dikenal sebagai sosok mukmin beriman dan taat dalam beribadah. Namun menjelang kematiannya, ia justru mengalami sakaratul maut yang cukup menyiksa.

Dikutip dari buku Kisah dan ‘Ibrah oleh Syofyan Hadi digambarkan bahwa Al Qamah adalah seorang yang sangat mulia, taat, rajin beribadah, dan ia bahkan selalu ikut bersama Rasulullah SAW dalam setiap kali peperangan yang beliau pimpin menghadapi kaum musyrik.

Al Qamah memiliki seorang ibu yang sudah tua. Ibunya menjadi wanita yang sangat ia hormati dan sayangi.


Namun sikap Al Qamah berubah saat telah menikah. Ia sangat menyayangi istrinya, sampai-sampai lupa bahwa ada sosok ibu yang harus dilimpahi kasih sayang dan perhatiannya. Apalagi sang ayah telah meninggal dunia.

Al Qamah Duhaka pada Ibunya

Mengutip buku karya Syamsuddin Abu ‘Abdillah Adz-Dzahabi dalam kitab al-Kabair diceritakan Al Qamah kemudian menderita suatu penyakit. Penyakit tersebut tidak bisa disembuhkan meskipun telah dicoba menggunakan berbagai teknik pengobatan. Lambat laun, sakitnya ini membuat ia sekarat.

Semua orang yang mengenalnya, termasuk Rasulullah SAW berkumpul di rumah Al Qamah dengan tujuan melepas kepergiannya. Semua yang hadir meminta maaf sekaligus memberikan maaf kepadanya.

Kalimat tauhid pun sudah diajarkan kepadanya untuk dibaca, sementara kerabat dan sahabat yang lain membacakan surat Yasin di rumahnya. Namun hari berganti, Al Qamah tak juga menghembuskan napas terakhirnya.

Akhirnya Rasulullah SAW bertanya kepada para sahabatnya, “Siapa lagi yang belum datang memberikan maaf pada Al Qamah?”

Ternyata yang belum datang memberi maaf kepada Al Qamah adalah ibunya sendiri. Maka Rasulullah SAW mengirim utusan untuk menjemput ibu Al Qamah agar datang ke rumah anaknya yang sedang sekarat dan memberi maaf jika dia pernah berbuat salah.

Dua orang sahabat pergi menemui ibunda Al Qamah dan memberitahukan keadaan anaknya. Ibunya kemudian diminta untuk datang memberikan maaf kepada anaknya. Akan tetapi, ibunya menolak untuk datang dan memberikan maaf.

Pulanglah dua orang sahabat itu menemui Rasulullah SAW dan memberitahukan jawaban ibu Al Qamah.

Rasulullah SAW didampingi beberapa sahabat langsung pergi menemui ibu Al Qamah tersebut. Setelah sampai, Rasulullah SAW mengucapkan salam kepadanya dan mengatakan, bahwa Al Qamah anaknya sudah beberapa hari sekarat. Oleh karena itu, Rasulullah SAW meminta agar ibunya datang dan memberikan maaf kepada anaknya.

Saat sang ibu berhasil dijemput, Rasulullah SAW bertanya, “Apa tingkah Al Qamah yang memberatkan dirinya ini? Jika ada dosa terhadap ibu sendiri, maka perlu dimaafkan.”

Sang ibu lalu menyebut bahwa Al Qamah merupakan anak yang baik dan taat kepada Allah SWT. Ia menceritakan terkait anaknya yang telah berumah tangga dan tidak lagi memperhatikan dirinya.

Al Qamah hendak Dibakar

Murka sang ibulah yang membuat lidah Al Qamah kelu untuk mengucap syahadat. Rasulullah SAW kemudian berseru, “Kalau begitu, ayo para sahabat kumpulkan kayu bakar yang banyak, supaya Al Qamah dibakar saja.”

Mendengarkan kabar bahwa anaknya akan dibakar, menangislah perempuan tua itu dan segeralah dia pergi menemui anaknya, memeluknya dan menangis sambil memberikan maaf atas kesalahan anaknya itu.

Setelah mendapat maaf dari sang ibu, Al Qamah kemudian meninggal dengan tenangnya setelah mengucapakan kalimat syahadat.

Dari kisah Al Qamah, kita dapat mengambil pelajaran berharga. Orang tua tidak meridhai seorang anak, maka Allah SWT pun tidak meridhainya. Betapapun shalih dan banyaknya amalan seseorang, jika hubungan dengan orang tuanya tidak baik, maka sia-sialah kebaikannya yang banyak itu.

(dvs/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Abu Yazid Al-Busthami dan Pengabdiannya kepada Sang Ibu



Jakarta

Seorang sufi dan ulama ternama pada zamannya, Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Syurusan Al-Busthami, memiliki kisah menyentuh. Kasih sayangnya kepada sang ibu sangat luar biasa dan bisa dijadikan teladan.

Fariduddin Aththar menceritakan kisah itu dalam kitab Tadzkiratul Auliya (Damaskus: Al-Maktabi, 2009), halaman 184-187, sebagaimana dikutip oleh Kemenag.

Diceritakan, Abu Yazid pada saat itu masih muda. Ia sedang mengemban ilmu di sebuah pondok pesantren.


Ketika mengaji tafsir Al-Qur’an, hati Abu Yazid tiba-tiba saja tersentuh mendengar gurunya menjelaskan surat Lukman ayat 14.

اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ

Artinya: “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.”

Hati Abu Yazid yang terguncang langsung mengingatkannya pada sang ibu di rumah. Kemudian Abu Yazid memohon izin kepada gurunya untuk pulang menjumpai ibunya.

Sang guru pun mengizinkan Abu Yazid pulang. Ia kemudian pergi ke rumahnya dengan tergesa-gesa.

Saat melihat kehadiran Abu Yazid di rumah, ibunya merasa terkejut dan heran.

“Thaifur, mengapa kamu kembali?” tanya ibunya.

Abu Yazid kemudian menjelaskan kejadian yang dialaminya. Ketika tengah mengaji hingga mencapai Surat Lukman ayat 14, hatinya tersentuh dan bergetar.

“Aku tak mampu melaksanakan dua ibadah syukur secara bersamaan,” kata Abu Yazid.

Menyaksikan anak tercintanya berada dalam dilema, sang ibu memutuskan untuk membebaskan Abu Yazid dari segala kewajiban terhadapnya. Ia minta Abu Yazid lebih baik menuntut ilmu daripada merawatnya.

“Anakku, aku melepaskan segala kewajibanmu terhadapku dan menyerahkanmu sepenuhnya kepada Allah. Pergilah dan jadilah seorang hamba Allah,” ucap ibunya.

Setelah itu, Abu Yazid meninggalkan kota Bustham dan menjadi “santri kelana,” merantau dari satu negeri ke negeri lain selama 30 tahun. Selama perjalanan itu, ia berguru kepada 113 guru spiritual.

Hari-hari Abu Yazid diisi dengan puasa dan tirakat, hingga akhirnya ia menjadi seorang ulama sufi yang memiliki pengaruh di dunia tasawuf.

Kisah yang berbeda juga dijelaskan dalam kitab yang sama. Abu Yazid pernah memegang tempat minum ibunya selama berjam-jam.

Hal itu terjadi pada suatu malam, sang ibu terbangun dan merasa haus. Namun ternyata stok air minum sudah habis.

Akhirnya Abu Yazid keluar rumah untuk mencari air. Setibanya di rumah, ia menemukan ibunya telah kembali tertidur.

Semenjak itu, Abu Yazid memutuskan untuk melawan rasa kantuknya. Ia begadang semalam suntuk untuk memastikan sang ibu tidak kesulitan mendapatkan air minum.

“Nak, kenapa kamu belum tidur?” tanya sang ibu.

“Jika aku tidur, aku takut ibu tidak menemukan air minum ini,” jawab Abu Yazid.

Dari cerita ini, kita dapat menarik hikmah bahwa persetujuan dan doa orang tua, terutama dari seorang ibu, memiliki nilai yang besar dan dapat mempengaruhi arah hidup seseorang. Berbakti kepada orang tua membawa berkah dan keberuntungan.

Sebaliknya, jika berlaku durhaka terhadap orang tua kita akan mendapatkan keburukan. Baik di dunia maupun di akhirat.

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Pemuda Kaya yang Durhaka pada Ayahnya, Calon Ahli Neraka


Jakarta

Di zaman Rasulullah SAW hidup seorang lelaki yang durhaka kepada ayahnya. Ia memiliki banyak harta dan suka bersedekah kepada banyak orang namun tidak memperdulikan ayahnya.

Berbuat baik kepada sesama adalah perintah bagi seluruh muslim, namun berbuat baik kepada orang tua termasuk sebuah kewajiban. Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman melalui surah Al-Luqman ayat 14,

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ


Artinya: Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali.

Kisah seorang pemuda durhaka yang menjadi ahli neraka ini dikisahkan dalam buku 115 Kisah Menakjubkan Dalam Hidup Rasulullah oleh Fuad Abdurahman.

Suatu hari seorang laki-laki tua menemui Rasulullah SAW dan mengadukan perilaku anaknya yang kaya raya tetapi kerap mengabaikannya.

Laki-laki tua tersebut menuturkan, “Wahai Rasulullah, anakku berbuat baik kepada semua orang dan mau membantu mereka, tetapi ia tidak mau membantuku sebagai orangtuanya. Bahkan, ia mengusirku dari rumahnya.”

Mendengar laporan orangtua itu, Rasulullah SAW segera mengutus seorang sahabat untuk menemui anak itu dan menasihatinya agar mau menerima dan mengurus ayahnya. Namun, pemuda itu berbohong dengan mengatakan, “Aku tidak punya cukup harta untuk mengurusi ayahku.”

Ia mengatakan hal tersebut hanya sebagai alasan, padahal pemuda ini memiliki banyak harta dan stok makanan berlimpah.

Rasulullah SAW berkata, “Aku tahu, kau punya gudang gandum dan kurma. Kau juga memiliki simpanan uang yang sangat banyak.”

Pemuda itu tetap mengelak, “Wahai Rasulullah, siapa pun yang mengatakan hal itu kepadamu pasti telah berdusta.”

Pesan Rasulullah SAW pada Pemuda Durhaka

Rasulullah SAW telah berusaha menasehati pemuda itu namun tak membuahkan hasil. Pemuda tersebut tetap bersikukuh tak mau berbuat baik pada ayahnya.

Rasulullah SAW kemudian bersabda, “Berdiri dan pergilah dari hadapanku. Ingatlah! Tak lama lagi kau akan menyesal dan di saat itu datang, penyesalanmu itu tak lagi berguna.”

Untuk ayah dari pemuda tersebut Rasulullah SAW menyediakan tempat tinggal dan memenuhi kebutuhan hidupnya dari baitulmal.

Mengetahui sang ayah tak lagi mengganggu, pemuda durhaka tersebut lantas merasa senang dan bebas karena tidak lagi mendapat rengekan dari ayahnya.

Balasan bagi Anak Durhaka

Tak lama waktu berlalu, tiba saat untuk menjual kurma dan gandum. Namun nasib sial menghampiri pemuda tersebut, seluruh bahan makanan yang disimpan di gudang ludes dimakan hama.

Pemuda itu membuka gudang tempat penyimpanan kurma miliknya. Namun, ia terkejut saat mendapati semua kurma di dalam gudangnya telah habis dimakan ulat. Tak ada yang tersisa sedikit pun kecuali biji-biji kurma yang tidak lagi laku dijual.

Kemudian, ia bergegas pergi menuju gudang tempat penyimpanan gandumnya. Lagi-lagi ia kaget dan marah melihat gandum di dalam gudangnya diserang serangga. Hewan kecil itu memakan seluruh gandum hingga yang tersisa hanya batangnya.

Tentu saja hal ini membuat pemuda tersebut mengalami kerugian yang besar dalam waktu sekejap.

Meskipun telah mendapatkan musibah yang besar, pemuda ini tak juga menyadari kesalahannya. Ia tak kunjung meminta maaf kepada sang ayah.

Beberapa hari setelah musibah itu, ia jatuh sakit. Dan ketika ia hendak mengambil uang yang selama ini disimpannya untuk berobat, lagi-lagi ia terkejut karena semua uangnya telah berubah menjadi lempengan tembikar tak berharga.

Semua teman dan kerabat menjauhi pemuda ini karena penyakit yang dideritanya. Semakin hari keadaannya semakin memprihatinkan.

Suatu hari Rasulullah SAW berjalan bersama beberapa sahabat. Beliau melihat pemuda itu duduk di pinggir gang dengan kondisi yang sangat mengenaskan.

Beliau menoleh kepada sahabatnya dan berkata, “Hai orang-orang yang durhaka kepada ayah dan ibunya, ambillah pelajaran dari orang ini. Alih-alih mendapatkan kedudukan mulia di surga, itulah yang ia dapatkan. la merasa mampu membeli surga dengan harta dan kedudukannya. Ketahuilah! Sebentar lagi pemuda ini akan meninggal dunia dan masuk Neraka Jahanam.”

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata: “Seseorang datang kepada Rasulullah SAW dan bertanya, ‘Ya Rasulullah siapakah orang yang paling berhak aku layani (patuhi)?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ibumu.’ Ia bertanya lagi, ‘Kemudian siapa lagi?’ Jawab Nabi SAW, ‘Ayahmu.” (HR Bukhari & Muslim)

Berbuat baik kepada orangtua adalah ciri orang beriman, siapapun yang beriman kepada Allah SWT hendaknya ia memuliakan orangtuanya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com