Tag Archives: pakar

Pakar Buka Suara, Ini Penyebab Ambruknya Bangunan Ponpes di Sidoarjo



Jakarta

Bangunan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur ambruk pada Senin (29/9/2025) lalu. Per Minggu (5/10/2025) pukul 21.00 WIB, korban meninggal mencapai 52 orang, puluhan belum ditemukan, dan 104 orang selamat.

Ambruknya bangunan ini menuai sorotan dari berbagai pakar. Salah satunya Pakar Teknik Sipil Struktur Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Mudji Irmawan.

Ia mengatakan, struktur bangunan yang ambruk di Ponpes Al Khoziny dalam keadaan tidak stabil atau labil. Ini karena konstruksi bangunan awalnya direncanakan untuk satu lantai, tapi kemudian dibangun tiga lantai.


“Kalau kita lihat sejarah pembangunan ruang kelas pondok pesantren ini awalnya merupakan bangunan yang direncanakan cuman satu lantai,” kata Mudji kepada detikJatim, Selasa (30/9/2025), dikutip detikEdu, Senin (6/10/2025).

Tidak Sesuai Kaidah Teknis Pembangunan

Mudji menduga, karena bangunan masih aman saat dibangun satu lantai, maka dibangun lantai dua. Namun, akhirnya, beban yang ditanggung lantai satu menjadi bertambah. Begitu pun dengan dilanjutkan lantai tiga, beban semakin bertambah.

Ia menilai, pembangunan ini tidak sesuai kaidah teknis. Ini karena beban yang terus ditambah hingga lantai 3 tidak dihitung dan direncanakan sejak awal.

“Pertanyaannya apakah ini mengikuti kaidah teknis? Tentunya ya tidak, kan tidak dipikirkan dari awal. Sebetulnya apakah ini bisa dicegah? Bisa saja, bisa saja kalau kita melibatkan secara teknik,” ungkapnya.

“Bagaimana kalau ada bangunan lantai satu kemudian dibangun, ditingkatkan menjadi tiga lantai, secara teknik bisa mampu, masih bisa, tapi harus ada hitungannya, ada pendampingannya, ahli teknik, khususnya konstruksi bangunan,” imbuhnya.

Dugaan Pengecoran yang Belum Matang

Di sisi lain, pakar teknik sipil Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Yudha Lesmana, menyoroti bangunan yang diberitakan masih tahap pengecoran. Ia menilai, pengecoran seharusnya tidak menimbulkan masalah jika sesuai perencanaan.

“Kalau ini gedung baru yang dibangun bertahap, ada kekhawatiran umur pengecoran belum cukup. Ibaratnya, beton masih lemah karena belum matang sudah ditambah beban baru. Minimal 14 hari, idealnya 28 hari untuk mencapai kekuatan yang memadai,” jelasnya dalam laman resmi UM Surabaya, dikutip Senin (6/10/2025).

Menurut Yudha, perencanaan dan pembangunan gedung seharusnya melibatkan ahli teknik sipil. Sebab, banyak kasus di lapangan dikerjakan tanpa hitungan teknis ahli dan hanya mengandalkan tukang atau kontraktor.

Terkait bangunan di Ponpes Al Khoziny, Yudha mempertanyakan, apakah direncanakan dengan melibatkan ahli teknik sipil atau tidak. Selain itu, menurutnya juga patut dipertanyakan apakah bahan-bahan konstruksinya sesuai mutu atau tidak.

“Dalam praktik, ada perhitungan teknik sipil untuk IMB (izin mendirikan bangunan), tapi pelaksanaannya sering tidak sesuai. Bisa saja material yang dibeli tidak sesuai spesifikasi. Ini fenomena jamak di masyarakat,” ujar dosen yang mengajar struktur beton, baja, dan struktur tahan gempa itu.

Pentingnya Pengawasan dalam Pembangunan

Sementara itu, Guru Besar Teknik Sipil Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), Mochamad Solikin, kegagalan konstruksi sebenarnya bisa menimpa berbagai jenis bangunan. Kegagalan bisa terjadi jika perencanaan dan pelaksanaan tidak sesuai kaidah konstruksi.

Dia menyoroti berbagai hal termasuk disiplin dalam tahap pelaksanaan hingga materialnya. Ia menekankan pentingnya keterlibatan profesional seperti perencana, kontraktor, dan pengawas.

“Kontraktor tidak boleh mengawasi dirinya sendiri. Harus ada konsultan pengawas resmi yang kompeten agar kualitas dan keselamatan terjamin,” ucapnya, dikutip dari laman resmi Muhammadiyah, Senin (6/10/2025).

Solikin menyayangkan, bahwa di masyarakat, prosedur konstruksi sering diabaikan. Padahal, dampak kegagalan konstruksi bisa sangat fatal.

Sebagai akademisi, Solikin menuturkan bahwa Fakultas Teknik UMS memiliki komitmen untuk membantu masyarakat dalam bidang pendampingan teknis. Ia memberi contoh, tim UMS pernah menilai kelayakan gedung pascakebakaran, mengevaluasi struktur yang dialihfungsikan, hingga mendampingi pembangunan baru.

“Itu bagian dari pengabdian kami kepada masyarakat,” katanya.

Ia mengajak semua pihak untuk lebih menaati standar keamanan dalam pembangunan. Ia juga menegaskan untuk melibatkan ahli dalam setiap pembangunan sejak awal.

“Kegagalan bangunan bukan sekadar kerugian material, tapi juga bisa merenggut nyawa. Karena itu, mari taati standar dan libatkan tenaga ahli sejak awal,” pungkasnya

(faz/twu)



Sumber : www.detik.com

Heboh Udang Terkontaminasi Radioaktif, Pakar Ungkap Cara Aman Mengolahnya


Jakarta

Isu kontaminasi radioaktif pada pangan laut sempat menjadi obrolan publik dan membuat masyarakat cemas. Hal itu muncul setelah adanya laporan FDA Amerika Serikat.

FDA menemukan adanya kandungan Cesium-137 (Cs-137) pada sejumlah sampel produk laut. Seberapa bahaya jadinya jika udang mengandung zat tersebut?


Pakar teknologi pangan dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Dr Lukman Hudi STP MMT menjelaskan bahwa unsur radioaktif seperti Cs-137 dapat masuk ke tubuh organisme laut melalui paparan lingkungan.

“Sekali radionuklida seperti Cesium-137 sudah masuk ke jaringan organisme hidup (misalnya udang atau ikan), sulit sekali dihilangkan sepenuhnya,” katanya dikutip dari laman Umsida, Minggu (12/10/2025).

Tips Aman Mengolah Udang dari Paparan Radioaktif

Menurut Hudi, masyarakat tidak perlu panik berlebihan. Ada beberapa cara mudah dalam meminimalkan risiko paparan sebelum mengonsumsi udang. Berikut di antaranya.

1. Cuci dan Rendam dengan Larutan Garam atau Cuka

Langkah pertama yang penting adalah mencuci udang dengan air mengalir hingga bersih. Lalu, rendam udang dalam larutan garam ringan (NaCl 1-3%) atau cuka encer (0,5-1%) selama 15-30 menit.

Metode ini mampu mengurangi kontaminasi permukaan hingga 20-40%, meskipun tidak dapat menghilangkan Cs-137 yang sudah masuk ke jaringan otot udang.

2. Jangan Digoreng, tapi Direbus

Tahapan berikutnya adalah perebusan. Metode merebus udang dengan air bersih dapat mengurangi kandungan Cs-137 hingga 30-60%, tergantung lama dan suhu proses.

“Semakin lama dan lebih panas perebusan, semakin banyak cesium yang dipindahkan ke air rebusan,” katanya.

Perlu diingat, jangan konsumsi kaldu hasil rebusan udang tersebut.

3. Gunakan Asam Alami

Perendaman tambahan dengan bahan alami seperti jus lemon, asam sitrat, atau cuka menurut Hudi juga dapat membantu melarutkan ion cesium dari jaringan permukaan.

Kombinasi perendaman dan perebusan disebutnya sebagai cara paling efektif untuk tingkat rumah tangga.

Cara Industri dan Teknologi Deteksi Radiasi

Lebih lanjut Hudi menjelaskan, industri melakukan pembersihan dengan pertukaran ion menggunakan resin zeolit atau Prussian Blue, serta pengeringan dan pengabuan terkontrol. Meski ampuh, metode ini tidak praktis untuk konsumsi sehari-hari.

Sementara itu, deteksi kontaminasi radioaktif di industri dapat dilakukan menggunakan spektrometer gamma (HPGe) yang dapat mengukur pancaran radiasi gamma dari elemen seperti Cs-137.

“Untuk mengurangi kontaminasi, kombinasi pertukaran ion dan pengolahan termal seperti perebusan terbukti efektif menurunkan kadar radioaktif hingga 30-60%,” katanya.

Dr Hudi juga menyebut, penelitian terbaru tengah mengembangkan mikroba biosorben dan kemasan aktif berbasis mineral. Hasilnya dirancang agar mampu menyerap kontaminan radioaktif secara alami.

Hudi mengatakan, batas paparan radiasi pangan sudah diatur ketat oleh lembaga internasional dan nasional. Misalnya oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), dalam Codex Alimentarius, ditetapkan batas aman paparan publik sebesar 1 mSv/tahun, dan kadar Cs-137 maksimal 100 Bq/kg untuk produk bayi.

Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) dan WHO mendukung pengawasan ketat dengan standar serupa. Di Indonesia, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menetapkan batas Cs-137 pada pangan umum ≤ 1.000 Bq/kg, serta 100 Bq/kg untuk produk bayi, sesuai SNI 19-6937-2003.

Hudi menegaskan, masyarakat tak perlu takut mengonsumsi udang selama diolah dengan benar. Namun, jika salah pengolahan, barulah udang bisa bahaya dikonsumsi.

“Yang penting, lakukan pencucian, perendaman, dan perebusan dengan air bersih. Hindari menggoreng atau hanya membekukan, karena itu tidak mengurangi cesium,” tegasnya.

Dengan pengolahan yang tepat, Hudi menyebut risiko paparan radioaktif pada pangan laut bisa ditekan. Dengan begitu, masyarakat tetap bisa menikmati udang dengan aman dan tenang.

(cyu/twu)



Sumber : www.detik.com