Tag Archives: pemerintah daerah

Yang Liburan ke Jambi, Buang Sampah Sembarangan Didenda Rp 50 Juta



Jakarta

Jambi punya Gunung Kerinci sebagai destinasi alam yang ikonik. Tak banyak yang tahu, kalau Jambi punya peraturan khusus soal buang sampah.

Pada tahun 2019, Kota Jambi pernah geger dengan berita tentang seorang warga bernama Ali Johan Slamet. Pria itu didenda sebanyak Rp 20 juta karena kepergok membuang sampah sembarangan dengan mobil pikap.

Aksinya kepergok oleh Satpol PP. Kemudian memilih untuk membayar denda sebanyak Rp 20 juta dari pada dipenjara selama 45 hari.


Peraturan Daerah (Perda) Kota Jambi mengatur tentang larangan membuang sampah sembarangan lewat Perda Kota Jambi Nomor 8 Tahun 2013 dan Perda Kota Jambi Nomor 5 Tahun 2020. Perda ini mengatur jadwal pembuangan sampah, tempat pembuangan sampah, serta sanksi bagi pelanggar.

Perda ini mengatur jadwal pembuangan sampah, yakni pukul 18.00 hingga 08.00 WIB. Siapa pun yang melanggar akan dikenakan denda hingga Rp 50 juta, termasuk wisatawan.

Wisatawan yang ingin liburan ke Jambi harus tahu bahwa ada lokasi atau tempat yang tidak diperuntukkan sebagai tempat pembuangan sampah. Buanglah sampah pada tempat yang telah ditetapkan.

“Perda ini mengatur Pengelolaan Sampah, yang meliputi: Maksud dan Tujuan; Ruang Lingkup; Kebijakan, Strategi dan Perencanaan; Tugas. Wewenang dan Tanggungjawab Pemerintah Daerah; Perizinan; Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah; Pengelolaan Sampah Spesifik; Perbuatan yang Dilarang; Lembaga Pengelola; Pembiayaan dan Kompensasi; Kerja Sama dan Kemitraan; Insentif; Sistem Informasi ; Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan; Peran Masyarakat; Pembinaan dan Pengawasan; Penyelesaian Sengketa; Penyidikan; Sanksi Administratif; Ketentuan Pidana,” tulis Badan Pemeriksa Keuangan RI dalam situs resminya.

Lewat perda ini, Jambi ingin menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan kota. Wajar saja, Jambi punya banyak tempat wisata alam yang indah dan perlu dijaga.

Beberapa tempat wisata yang bisa traveler kunjungi di Jambi adalah Danau Tujuh Gunung, Geopark Merangin, Air Terjun Arai Indah, Candi Muaro Jambi, Danau Kaco, dan Air Terjun Kolam Jodoh. Saat liburan ke sini, jangan lupa untuk selalu menjaga kebersihan, ya.

(bnl/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Di Kampung Ini Jalak Bali Dikonservasi dengan Adat dan Gotong-royong Warga



Tabanan

Jalak bali nyaris punah. Di kampung ini, satwa itu dilindungi lewat adat.

Adalah di Banjar Tingkihkerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, jalak bali mempunyai rumah. Di kampung itu dilakukan konservasi jalak bali berbasis kekuatan hukum adat yang ditaati masyarakat setempat.

Bendesa Adat Tengkudak, I Nyoman Oka Tridadi, menyebutkan bahwa Banjar Tingkihkerep memiliki awig-awig (aturan adat) khusus yang melindungi lingkungan dan habitat jalak Bali. Salah satu aturan pentingnya adalah larangan menebang pohon tanpa izin. Jika dilanggar, pelakunya diwajibkan menanam dua pohon pengganti, terutama pohon buah-buahan yang bisa menjadi sumber pakan bagi burung jalak Bali.


“Kalau ada warga, bahkan dari luar banjar, yang nebang pohon, dia harus tanam dua pohon. Terutama yang bisa jadi makanan jalak Bali,” ujar Oka Tridadi, Minggu (8/6/2025), dikutip dari detikbali.

Menariknya, aturan pelestarian itu hanya berlaku di Banjar Tingkihkerep dan tidak diberlakukan di banjar adat lain di desa tersebut.

“Masyarakat di sini memang memiliki semangat tinggi dalam menjaga satwa dan lingkungan sekitarnya,” Oka menambahkan.

Banjar Tingkihkerep bukan dipilih secara sembarangan sebagai lokasi konservasi. Project Manager dari Yayasan FNPF I Made Sugiarta mengatakan bahwa pemilihan lokasi dilakukan setelah observasi mendalam, mempertimbangkan faktor geografis, kekuatan hukum adat, dan karakter masyarakatnya.

burung jalak Bali di Kampung Jalak Bali, Banjar Tingkihkerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu (8/6/2025). (I Dewa Made Krisna Pradipta)burung jalak Bali di Kampung Jalak Bali, Banjar Tingkihkerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali, Minggu (8/6/2025). (I Dewa Made Krisna Pradipta)

“Kampung Jalak Bali ini bukan sekadar tempat wisata, tapi kawasan konservasi berbasis edukasi. Hanya saja, yang masih kurang itu ruang informasi. Jadi wisatawan belum terlalu paham soal karakter atau perkembangan jalak Bali di sini,” ujarnya.

Yayasan FNPF bekerja sama dengan Balai KSDA dan sejumlah akademisi Universitas Udayana dalam program ini, yang kini menjadi salah satu contoh konservasi berbasis masyarakat yang berhasil.

Camat Penebel, I Putu Agus Hendra Manik Mastawa, menilai keberadaan Kampung Jalak Bali sangat potensial untuk menjadi destinasi pendukung pariwisata Jatiluwih yang telah mendunia sebagai warisan budaya UNESCO.

“Desa Jatiluwih itu ikonnya Penebel. Nah, desa-desa di sekitarnya, seperti Tengkudak, bisa jadi penyangga. Apalagi Kampung Jalak Bali ini punya konsep yang sangat menarik dan ramah lingkungan,” kata dia.

Kecamatan juga terus menggali potensi lokal lainnya, mulai dari pertanian, budidaya kopi, durian, lebah madu, hingga wisata religi untuk memperkuat daya tarik kawasan Penebel secara keseluruhan.

Saat ini, tantangan utama yang dihadapi Kampung Jalak Bali adalah minimnya fasilitas dasar untuk wisatawan, seperti ruang informasi dan toilet. Manik Mastawa akan mengusulkan kebutuhan ini kepada Dinas Pariwisata Tabanan agar bisa segera direalisasikan.

“Saya rasa ini wajib ada, dan akan kami sampaikan ke pemerintah daerah,” kata dia.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Jelajahi Gresik, Temukan Keindahan Wisata Religi dan Industri yang Menarik



Gresik

Gresik merupakan sebuah kota di Jawa Timur, dikenal luas sebagai Kota Santri sekaligus Kota Industri yang berkembang. Dua identitas ini menjadikan Gresik sebagai destinasi yang menarik, karena mampu memadukan kekayaan spiritual dengan kemajuan modern.

Keunikan inilah yang membuat Gresik banyak dikunjungi oleh wisatawan, terutama mereka yang ingin mendapatkan pengalaman baru dalam hal religi dan perkembangan daerahnya.

Wisata Religi yang Sarat Makna Sejarah

Sebagai salah satu gerbang awal penyebaran Islam di Pulau Jawa, Gresik memiliki berbagai situs religi yang tidak hanya bersejarah, tetapi juga memiliki nilai spiritual yang mendalam.


Makam Sunan Maulana Malik Ibrahim

Sunan Maulana Malik Ibrahim adalah tokoh penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke-14. Makam beliau terletak di pusat kota Gresik dan dikenal karena batu nisannya yang menyerupai lunas kapal dan terbuat dari marmer Gujarat. Lokasinya mudah diakses dan terbuka untuk umum selama 24 jam tanpa dipungut biaya.

Bacapres Anies Baswedan ziarah ke makam Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Ziarah tersebut bertepatan dengan Haul Sunan Gresik.Makam Sunan Maulana Malik Ibrahim. (Jemmi Purwodianto/detikJatim)

Makam Sunan Giri dan Masjid Giri Kedaton

Tempat ini menjadi salah satu tujuan ziarah utama, sekaligus pusat dakwah Islam yang telah berdiri sejak tahun 1487. Berada di Bukit Giri, pengunjung dapat menikmati panorama kota Gresik hingga kawasan pesisir dari ketinggian.

Bangunan masjidnya pun masih mempertahankan ukiran kayu asli yang telah berusia lebih dari lima abad.

Makam Nyai Ageng Pinatih dan Siti Fatimah binti Maimun

Kedua makam ini merupakan situs ziarah tertua di kawasan Asia Tenggara. Terutama Makam Siti Fatimah, yang memiliki kubah bergaya arsitektur Hindu-Buddha, menjadi bukti awal masuknya Islam ke Nusantara sejak abad ke-11.

Makam Nyai Pinatih GresikMakam Nyai Pinatih Gresik. (SIDITA JATIM)

Selain kegiatan ziarah, wisatawan juga dapat mencicipi kuliner khas Gresik seperti nasi krawu dan otak-otak bandeng, yang memperkaya pengalaman spiritual dengan cita rasa lokal yang autentik.

Industri Modern yang Mendorong Pertumbuhan

Di balik sisi spiritualnya, Gresik juga merupakan salah satu pusat industri terbesar di Indonesia. Salah satu kawasan unggulan adalah JIIPE (Java Integrated Industrial and Ports Estate), kawasan industri terpadu yang menggabungkan zona industri, pelabuhan laut, dan pemukiman modern.

Sejak diresmikan pada tahun 2018, JIIPE menjadi rumah bagi ratusan industri, serta memiliki akses langsung ke jalur tol, Bandara Internasional Juanda, dan Pelabuhan Tanjung Perak. Kawasan ini menjadi salah satu penggerak utama roda ekonomi di wilayah Jawa Timur.

Selain itu, industri besar seperti Semen Gresik dan Petrokimia Gresik memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Semen Gresik menyumbang sekitar 41% dari total pasokan semen nasional, sementara Petrokimia Gresik memasok sekitar 50% pupuk bersubsidi di Indonesia.

Gresik menunjukkan bahwa kemajuan industri dan kekuatan spiritual dapat berjalan beriringan, menjadikannya kota yang terus berkembang tanpa melupakan akar budayanya.

Integrasi Religi dan Industri dalam Pembangunan Daerah

Identitas Gresik sebagai kota yang religius dan sekaligus industrial telah terbangun sejak lama. Pemerintah daerah terus mengembangkan konsep wisata religi terintegrasi, yang tidak hanya menghubungkan tempat-tempat ziarah, tetapi juga melibatkan pelaku UMKM lokal dan kawasan industri dalam satu jalur wisata yang tertata dengan baik.

Salah satu gagasan andalan Pemkab Gresik adalah membentuk konsep jalur sutra lokal, yang mengintegrasikan budaya, ekonomi kreatif, dan nilai religius sebagai fondasi pembangunan berkelanjutan.

Dengan keunikan ini, Gresik menjadi pilihan ideal bagi wisatawan yang ingin memahami jejak sejarah dan nilai-nilai keagamaan, sambil melihat langsung dinamika industri modern yang berkembang di tanah Jawa Timur.

(upd/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Prosesi Jejak Banon Keraton Yogya, saat Sri Sultan Menjadi Lambang Hijrah



Jakarta

Sri Sultan Hamengku Buwono X melakukan Jejak Banon yang sakral dan sangat langka pada Kamis (4/9/2025) malam. Prosesi yang dilaksanakan 8 tahun sekali ini adalah bagian dari tradisi Sekaten memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW. Jejak Banon punya makna sangat dalam.

“Prosesi Jejak Banon atau Jejak Beteng adalah tradisi sarat makna yang diwariskan turun-temurun. Tradisi ini melambangkan keberanian menapaki perubahan hidup berlandaskan ajaran Islam dan lahirnya tatanan masyarakat baru,” tulis Portal Pemerintah Daerah DI Yogyakarta dalam situsnya.


Jejak Banon artinya adalah menjejak atau menghancurkan tumpukan bata dalam bahasa Indonesia. Prosesi ini dilakukan di sisi selatan Masjid Gedhe, yang berada di kompleks Alun-alun utara Kasultanan Yogyakarta. Sri Sultan melangkahkan kaki di atas tumpukan batu batu ketika sudah dihancurkan.

Prosesi Jejak Banon saat Hajad Dalem Sekaten, Kamis (4/9/2025) malam. Prosesi ini dilakukan setiap delapan tahun atau sewindu sekali.Prosesi Jejak Banon pada Kamis (4/9/2025) malam Foto: dok. Humas Pemda DIY

Menurut Koordinator Rangkaian Prosesi Garebeg Mulud Dal 1959, KRT Kusumonegoro, Jejak Banon atau Jejak Beteng adalah simbol keberanian dan spiritualisme. Ketika itu, para leluhur berani menghadapi perubahan tanpa meninggalkan akar budaya yang dilanjutkan Sri Sultan sebagai pemimpin keraton saat ini.

Jejak Banon juga memiliki arti penting sebagai pengingat sejarah panjang dakwah Islam di Tanah Jawa. Penyebaran Islam dilakukan dengan cara damai dan bijaksana, sehingga ajaran bisa diterima seluruh lapisan masyarakat. Tidak heran ajaran Islam dan prosesi Jejak Banon masih lestari di Yogya.

Seluruh prosesi Jejak Banon dilakukan dalam suasana khidmat, tanpa mengurangi rasa penasaran masyarakat yang menyaksikan. Sri Sultan hadir dengan balutan baju takwa biru bermotif bunga di Kompleks Masjid Gedhe tepat saat Jejak Banon hendak dimulai. Sri Sultan yang juga Gubernur DI Yogyakarta ini hadir bersama para kerabat keraton.

Jejak Banon diawali dengan pembagian udhik-udhik berisi bunga, uang koin, dan biji-bijian. Masyarakat tampak antusias menerima bingkisan yang dipercaya membawa keberuntungan dan berkah ini. Setelah itu, Sri Sultan memasuki teras masjid untuk mengikuti tradisi pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW.

Riwayat yang dibacakan dalam bahasa Jawa ini dipimpin Kiai Penghulu Keraton. Tentunya, proses yang diyakini bertepatan dengan momen kelahiran Nabi Muhammad SAW ini dilakukan dengan khidmat dan hening penuh penghayatan.

Setelah Jejak Banon, gamelan Sekati Kanjeng Kiai Gunturmadu dan Kiai Nagawilaga yang mengiringi proses dikembalikan ke keraton melalui prosesi Kondur Gangsa. Tahapan ini menandai berakhirnya perayaan Sekaten, sekaligus pengantar menuju puncak Garebeg Mulud Tahun Dal.

(row/fem)



Sumber : travel.detik.com

Kisah Sukses Ngargogondo Bersama Pegadaian



Jakarta

Desa Ngargogondo di lereng Gunung Menoreh, Magelang, Jawa Tengah, tidak hanya menyublim menjadi desa wisata, namun menjadi penanda lahirnya perubahan. Desa binaan Pegadaian itu melengkapi dengan pertanian organik, UMKM hijau, dan tata kelola yang berpihak pada warga.

Pemandangan mewah sebuah desa disuguhkan Desa Ngargogondo. Sebuah amfiteater dan pendopo yang cukup luas menjadi sajian Balkondes Ngargogondo The Gade Village. Juga, lapangan bola komplet dengan jogging trek di sekelilingnya menjadi poin plus desa yang berjarak sekitar 2,5km dari Candi Borobudur itu.

Area itu semakin menyenangkan dengan pohon kelengkeng. “Kalau pas panen, wisatawan bisa menikmati kelengkeng. Warga akan membuka warung kelengkeng di sekitar balkondes atau balai ekonomi desa,” kata Aryan Subekti, 42, pengelola Balkondes Ngargogondo, dalam perbincangan dengan detiktravel, Selasa (30/9/2025).


Musim kelengkeng itu datang pada periode ini. Nah, akhir pekan lalu, Desa Ngargogondo The Gade Village mereka yang mengikuti Borobudur Jemparingan Festival atau festival panah tradisional bisa menikmati kelengkeng berkilo-kilo di sana.

Andalan lain dari kebun warga di Desa Ngargogondo adalah singkong, pepaya, dan cabai. “Yang istimewa cabai. Cabai yang kami hasilkan ini cabai organik. Pupuknya organik, pengolahan tanahnya kami upayakan tanpa bahan kimia,” kata Aryan.

Balkondes Ngargogondo The Gade VillageBalkondes Ngargogondo The Gade Village (dok. Balkondes Ngargogondo The Gade Village)

Aryan menceritakan bahwa pertanian organik cabai ini merupakan hasil pendampingan dari Pegadaian. Bukan hanya penanaman cabai, namun mulai dari pembuatan pupuk organik.

“Dari Pegadaian mendampingi kelompok tani di desa Ngargogondo dengan pembuatan pupuk organik. Itu dimulai sejak 2022. Semua proses, mulai dari pembuatan pupuk, praktik menanam, kemudian disewakan lahan oleh Pegadaian untuk menanam cabai. Kami jamin, cabai dari Desa Ngargogondo adalah produk cabai organik,” kata Aryan.

Untuk menjadikan Desa Ngargogondo memiliki pembeda sebagai penghasil pertanian organik itu, Aryan mengatakan, Pegadaian menggandeng asosiasi atau komunitas yang menghimpun petani, nelayan, pelaku UMKM, akademisi, dan swasta Intani, juga bekerja sama dengan perguruan tinggi Universitas Jenderal Soedirman.

“Kerja sama itu termasuk untuk membangun demplot, uji pupuk, sertifikasi untuk kelompok petani untuk pembuatan pupuk. Harapannya kampung kami bisa jadi desa produsen tanaman pangan organik dan jangka panjangnya mendukung program untuk ketahanan pangan. Program ini juga sekaligus cara Pegadaian mengEMASkan Indonesia. Buat kami program ini menjadi cara mengurangi pembelian pupuk kimia,” kata Aryan.

Bagi Aryan dan warga Desa Ngargogondo, pertanian organik dulu terasa mustahil. Mereka hanya melihat kisah sukses petani organik lewat televisi, berita, atau media sosial. Sebelum 2018, desa yang terletak di kaki Bukit Menoreh itu mayoritas dihuni petani sawah tadah hujan, dengan keterbatasan sumber air karena sedikitnya mata air di sekitar perbukitan.

“Dulu tiap musim kemarau kami terkendala air. Dulu, 80-90 persen penduduk berprofesi sebagai petani, petani sawah tadah hujan,” kata Aryan.

Balkondes Ngargogondo The Gade VillageBalkondes Ngargogondo The Gade Village (dok. Balkondes Ngargogondo The Gade Village)

Aryan menjelaskan bahwa pendapatan Desa Ngargogondo terus meningkat setelah mendapat pembinaan dari Pegadaian. Seiring berjalannya waktu, jumlah tamu dan acara di Balkondes Ngargogondo terus bertambah. Jika semula pada 2020 cuma ada 32 event dan 5.747 orang serta menjadi 70 event dan 8.026 orang pada 2024. Pada 2020, desa itu hanya memperoleh sekitar Rp 26 juta, namun dalam beberapa tahun naik pesat hingga mencapai Rp 229 juta.

Dia pun menyadari, sebagai pengelola Balkondes, laporan keuangan harus disajikan secara transparan. Transparansi inilah yang menjadi salah satu pilar penting dalam penerapan ESG (Environmental, Social, and Governance).

“Dengan pendapatan ini, kas desa otomatis meningkat. Warga juga jadi memiliki pendapatan lain,” ujar Aryan.

Bermula dari Tanah Bengkok

Dalam tujuh tahun terakhir ini, mata pencaharian warga Desa Ngargogondo masih sama. 80-90 persen petani, petani tadah hujan. Namun, kini mereka tidak lagi hanya mengandalkan pemasukan dari bertani tadah hujan itu.

“Ada pendapatan lain. Selain dari cabai organik itu, kami lebih dulu dibukakan pintu melalui balkondes. Balkondes Ngargogondo The Gade Village ini,” kata Aryan.

Aryan menjelaskan semua itu bermula pada 2018. Saat itu, BUMN untuk memberikan bantuan balkondes untuk 20 desa di Borobudur, program satu desa satu balkondes. Nah, Desa Ngargogondo salah satunya. Oleh BUMN, adalah Pegadaian yang ditugaskan untuk mendampingi desa Ngargogondo. Peresmian dilakukan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Utama PT Pegadaian Sunarso.

“Dulu, ini tanah bengkok desa. Dulu ilalang, enggak menghasilkan. Luasnya 3.500 meter persegi. Kemudian, dialihkan menjadi balkondes. Istimewanya, ada lapangan di sebelah balkondes ini,” kata Aryan.

Balkondes Ngargogondo The Gade VillageMushola di Balkondes Ngargogondo The Gade Village (dok. Balkondes Ngargogondo The Gade Village)

Sementara itu, Reggy Nouvan, ESG Spesialis PT Pegadaian, mengatakan bahwa Pegadaian menempatkan pembangunan desa wisata sebagai bagian dari tanggung jawab sosial korporasi (CSR) dan strategi pemberdayaan ekonomi lokal.

“Pilihan lokasi Ngargogondo didasarkan pada potensi kultural, lingkungan, dan peluang ekonomi masyarakat setempat untuk dikembangkan menjadi destinasi pariwisata yang inklusif. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan warga, menciptakan mata pencaharian alternatif (ekonomi pariwisata), serta memperkuat reputasi Pegadaian sebagai BUMN yang berkontribusi pada pembangunan daerah berkelanjutan,” kata Reggy.

Reggy sekaligus menyampaikan bahwa Desa Ngargogondo disiapkan sebagai desa yang ramah lingkungan. Strategi yang disiapkan untuk mewujudkannya antara lain dengan desain dan pembangunan berkelanjutan, yakni memprioritaskan material lokal, arsitektur yang sesuai kearifan lokal, dan minim dampak lingkungan.

Kemudian, pengelolaan jejak lingkungan dengan mengadopsi praktik pengelolaan air, energi, dan limbah yang efisien. Lantas, menggandeng komunitas dan menggelar pelatihan untuk pengelola dan masyarakat agar menjalankan operasional yang berwawasan lingkungan.

“Kami juga menggandeng pihak ketiga, mulai dari akademisi, NGO, dan mitra teknis untuk menerapkan praktik ramah lingkungan,” kata dia.

Reggy juga mengatakan Desa Ngargogondo mengedepankan tata kelola yang melibatkan BUMDes dan kolaborasi dengan Pegadaian, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal.

“Penciptaan lapangan pekerjaan untuk warga lokal juga oke sejauh ini. Ada warga yang mengelola secara penuh dan warga yang direkrut secara kasual tiap ada event besar berjalan dengan baik,” kata Reggy.

Aryan mengatakan saat ini ada lima orang yang mengelola Balkondes Ngargogondo. “Tetapi, kami juga menggunakan sistem kasual warga sesuai kebutuhan. Kalau sedang banyak tamu, kami rekrut warga, baik itu ibu-ibu, bapak-bapak, pemuda desa, sampai Gen Z, kami ajak bergabung,” kata dia.

Fasilitas di Balkondes Ngargogondo The Gade Village

Balkondes Desa Ngargogondo The Gade Village memiliki berbagai fasilitas untuk menunjang kenyamanan pengunjung. Selain dua pendopo besar dengan kapasitas 300 orang, balkondes ini juga memiliki amfiteater dengan kapasitas 80 penonton, homestay, toilet, musala, serta lapangan dengan lintasan jogging.

“Di sini juga langganan buat festival, event running, wedding. Sudah ada yang booking untuk wedding sampai Januari,” kata Aryan.

Selain itu, balkondes ini memiliki restoran dan 17 kamar, yang terdiri dari 5 kamar dengan double bed, 3 kamar dengan twin bed, serta 3 family room yang masing-masing memiliki tiga kamar.

Balkondes Ngargogondo The Gade VillageAmfiteater Balkondes Ngargogondo The Gade Village (dok. Balkondes Ngargogondo The Gade Village)

Tarif penginapan per malamnya adalah Rp 500 ribu untuk kamar double dan twin, serta Rp 1,5 juta untuk kamar family. Setiap kamar telah dilengkapi dengan AC, TV, air panas, dan sarapan.

“Semoga Balkondes Ngargogondo The Gade Village ini menjadi satellite destination yang memperkaya pengalaman pengunjung Borobudur dengan atraksi budaya dan ekowisata lokal,” ujar Reggy.

“Selain itu, juga menyediakan rute wisata terpadu yang memperpanjang durasi tinggal wisatawan di wilayah, sehingga mendatangkan manfaat ekonomi lebih besar ke komunitas setempat, serta meningkatkan kapasitas pemasaran regional dan kerja sama lintas-stakeholder untuk memaksimalkan nilai tambah pariwisata berkelanjutan,” kata Reggy.

Reggy menambahkan Pegadaian juga mengintegrasikan literasi keuangan dengan pengembangan desa wisata, di antaranya mengenalkan produk-produk seperti Pegadaian tabungan emas, khususnya bagi pelaku UMKM dan pekerja sektor pariwisata.

Dengan cara itu, masyarakat desa wisata tidak hanya memperoleh manfaat ekonomi dari kegiatan wisata, tetapi juga memiliki sarana finansial yang berkelanjutan untuk menghadapi risiko di masa depan untuk mewujudkan misi PT Pegadaian #mengEMASkan Indonesia.

(fem/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Megahnya Monumen Reog Ponorogo, Lebih Tinggi dari GWK



Jakarta

Monumen dan Museum Reog Ponorogo hampir rampung. Monumen setinggi 126 meter itu kini sudah terlihat kemegahannya dan sudah menjadi magnet wisata di Ponorogo.

Ketinggian Monumen Reog Ponorogo mengalahkan patung Garuda Wisnu Kencana yang mencapai 121 meter.

Pembangunan monumen Reog Ponorogo sebagai lanjutan momentum dari ditetapkannya Reog Ponorogo sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) oleh UNESCO pada 3 Desember 2024 lalu di Asunción, Paraguay.


Pengakuan ini tidak hanya mengukuhkan Reog Ponorogo sebagai bagian dari warisan budaya dunia yang perlu dilestarikan, tetapi juga membuka peluang besar untuk mempromosikan Ponorogo sebagai destinasi wisata unggulan.

Pembangunan monumen tersebut akan didanai melalui skema pembiayaan Kerja Sama Pemerintah Daerah dan Badan Usaha (KPDBU) dan diharapkan akan menjadi pusat atraksi wisata yang mampu menarik wisatawan domestik maupun mancanegara.

“Saya berharap kita semua, kementerian, lembaga, pemerintah daerah, provinsi, kabupaten, masyarakat, bisa menghidupkan tempat ini menjadi ekosistem budaya, kantong budaya yang akan hidup dinamis, termasuk menghidupkan perekonomian budaya di sekitar museum. Saya kira ini menjadi ikon yang penting tidak hanya bagi Ponorogo tapi juga bagi dunia,” ujar Menteri Kebudayaan Fadli Zon beberapa waktu lalu.

Fadli juga memberi apresiasi khusus kepada Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko atas inisiatif membangun monumen megah ini. Ia menilai langkah ini menjadi terobosan budaya besar, apalagi Reog Ponorogo sudah diakui UNESCO sebagai warisan budaya tak benda dunia.

“Kehadiran monumen yang megah ini bahkan tingginya 126 meter, lebih tinggi dari Garuda Wisnu Kencana. Ini akan menjadi ekosistem yang baik sehingga di lingkungan sekitar monumen, bahkan Ponorogo dan kabupaten/kota sekitarnya di Jawa Timur bisa menjadi destinasi wisata dan kuliner, tentu menghidupkan ekonomi budaya di Ponorogo,” kata Fadli.

Ia menambahkan, monumen ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain untuk berani membuat terobosan demi kemajuan kebudayaan.

“Ini menjadi gotong royong semua pihak. Kalau sudah jadi semua, akan tumbuh menjadi wilayah yang banyak didatangi masyarakat luar Ponorogo maupun internasional yang ingin melihat Reog,” imbuh Fadli.

(ddn/upd)



Sumber : travel.detik.com

Kisah Sukses Ngargogondo Bersama Pegadaian



Jakarta

Desa Ngargogondo di lereng Gunung Menoreh, Magelang, Jawa Tengah, tidak hanya menyublim menjadi desa wisata, namun menjadi penanda lahirnya perubahan. Desa binaan Pegadaian itu melengkapi dengan pertanian organik, UMKM hijau, dan tata kelola yang berpihak pada warga.

Pemandangan mewah sebuah desa disuguhkan Desa Ngargogondo. Sebuah amfiteater dan pendopo yang cukup luas menjadi sajian Balkondes Ngargogondo The Gade Village. Juga, lapangan bola komplet dengan jogging trek di sekelilingnya menjadi poin plus desa yang berjarak sekitar 2,5km dari Candi Borobudur itu.

Area itu semakin menyenangkan dengan pohon kelengkeng. “Kalau pas panen, wisatawan bisa menikmati kelengkeng. Warga akan membuka warung kelengkeng di sekitar balkondes atau balai ekonomi desa,” kata Aryan Subekti, 42, pengelola Balkondes Ngargogondo, dalam perbincangan dengan detiktravel, Selasa (30/9/2025).


Musim kelengkeng itu datang pada periode ini. Nah, akhir pekan lalu, Desa Ngargogondo The Gade Village mereka yang mengikuti Borobudur Jemparingan Festival atau festival panah tradisional bisa menikmati kelengkeng berkilo-kilo di sana.

Andalan lain dari kebun warga di Desa Ngargogondo adalah singkong, pepaya, dan cabai. “Yang istimewa cabai. Cabai yang kami hasilkan ini cabai organik. Pupuknya organik, pengolahan tanahnya kami upayakan tanpa bahan kimia,” kata Aryan.

Balkondes Ngargogondo The Gade VillageBalkondes Ngargogondo The Gade Village (dok. Balkondes Ngargogondo The Gade Village)

Aryan menceritakan bahwa pertanian organik cabai ini merupakan hasil pendampingan dari Pegadaian. Bukan hanya penanaman cabai, namun mulai dari pembuatan pupuk organik.

“Dari Pegadaian mendampingi kelompok tani di desa Ngargogondo dengan pembuatan pupuk organik. Itu dimulai sejak 2022. Semua proses, mulai dari pembuatan pupuk, praktik menanam, kemudian disewakan lahan oleh Pegadaian untuk menanam cabai. Kami jamin, cabai dari Desa Ngargogondo adalah produk cabai organik,” kata Aryan.

Untuk menjadikan Desa Ngargogondo memiliki pembeda sebagai penghasil pertanian organik itu, Aryan mengatakan, Pegadaian menggandeng asosiasi atau komunitas yang menghimpun petani, nelayan, pelaku UMKM, akademisi, dan swasta Intani, juga bekerja sama dengan perguruan tinggi Universitas Jenderal Soedirman.

“Kerja sama itu termasuk untuk membangun demplot, uji pupuk, sertifikasi untuk kelompok petani untuk pembuatan pupuk. Harapannya kampung kami bisa jadi desa produsen tanaman pangan organik dan jangka panjangnya mendukung program untuk ketahanan pangan. Program ini juga sekaligus cara Pegadaian mengEMASkan Indonesia. Buat kami program ini menjadi cara mengurangi pembelian pupuk kimia,” kata Aryan.

Bagi Aryan dan warga Desa Ngargogondo, pertanian organik dulu terasa mustahil. Mereka hanya melihat kisah sukses petani organik lewat televisi, berita, atau media sosial. Sebelum 2018, desa yang terletak di kaki Bukit Menoreh itu mayoritas dihuni petani sawah tadah hujan, dengan keterbatasan sumber air karena sedikitnya mata air di sekitar perbukitan.

“Dulu tiap musim kemarau kami terkendala air. Dulu, 80-90 persen penduduk berprofesi sebagai petani, petani sawah tadah hujan,” kata Aryan.

Balkondes Ngargogondo The Gade VillageBalkondes Ngargogondo The Gade Village (dok. Balkondes Ngargogondo The Gade Village)

Aryan menjelaskan bahwa pendapatan Desa Ngargogondo terus meningkat setelah mendapat pembinaan dari Pegadaian. Seiring berjalannya waktu, jumlah tamu dan acara di Balkondes Ngargogondo terus bertambah. Jika semula pada 2020 cuma ada 32 event dan 5.747 orang serta menjadi 70 event dan 8.026 orang pada 2024. Pada 2020, desa itu hanya memperoleh sekitar Rp 26 juta, namun dalam beberapa tahun naik pesat hingga mencapai Rp 229 juta.

Dia pun menyadari, sebagai pengelola Balkondes, laporan keuangan harus disajikan secara transparan. Transparansi inilah yang menjadi salah satu pilar penting dalam penerapan ESG (Environmental, Social, and Governance).

“Dengan pendapatan ini, kas desa otomatis meningkat. Warga juga jadi memiliki pendapatan lain,” ujar Aryan.

Bermula dari Tanah Bengkok

Dalam tujuh tahun terakhir ini, mata pencaharian warga Desa Ngargogondo masih sama. 80-90 persen petani, petani tadah hujan. Namun, kini mereka tidak lagi hanya mengandalkan pemasukan dari bertani tadah hujan itu.

“Ada pendapatan lain. Selain dari cabai organik itu, kami lebih dulu dibukakan pintu melalui balkondes. Balkondes Ngargogondo The Gade Village ini,” kata Aryan.

Aryan menjelaskan semua itu bermula pada 2018. Saat itu, BUMN untuk memberikan bantuan balkondes untuk 20 desa di Borobudur, program satu desa satu balkondes. Nah, Desa Ngargogondo salah satunya. Oleh BUMN, adalah Pegadaian yang ditugaskan untuk mendampingi desa Ngargogondo. Peresmian dilakukan oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dan Direktur Utama PT Pegadaian Sunarso.

“Dulu, ini tanah bengkok desa. Dulu ilalang, enggak menghasilkan. Luasnya 3.500 meter persegi. Kemudian, dialihkan menjadi balkondes. Istimewanya, ada lapangan di sebelah balkondes ini,” kata Aryan.

Balkondes Ngargogondo The Gade VillageMushola di Balkondes Ngargogondo The Gade Village (dok. Balkondes Ngargogondo The Gade Village)

Sementara itu, Reggy Nouvan, ESG Spesialis PT Pegadaian, mengatakan bahwa Pegadaian menempatkan pembangunan desa wisata sebagai bagian dari tanggung jawab sosial korporasi (CSR) dan strategi pemberdayaan ekonomi lokal.

“Pilihan lokasi Ngargogondo didasarkan pada potensi kultural, lingkungan, dan peluang ekonomi masyarakat setempat untuk dikembangkan menjadi destinasi pariwisata yang inklusif. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kesejahteraan warga, menciptakan mata pencaharian alternatif (ekonomi pariwisata), serta memperkuat reputasi Pegadaian sebagai BUMN yang berkontribusi pada pembangunan daerah berkelanjutan,” kata Reggy.

Reggy sekaligus menyampaikan bahwa Desa Ngargogondo disiapkan sebagai desa yang ramah lingkungan. Strategi yang disiapkan untuk mewujudkannya antara lain dengan desain dan pembangunan berkelanjutan, yakni memprioritaskan material lokal, arsitektur yang sesuai kearifan lokal, dan minim dampak lingkungan.

Kemudian, pengelolaan jejak lingkungan dengan mengadopsi praktik pengelolaan air, energi, dan limbah yang efisien. Lantas, menggandeng komunitas dan menggelar pelatihan untuk pengelola dan masyarakat agar menjalankan operasional yang berwawasan lingkungan.

“Kami juga menggandeng pihak ketiga, mulai dari akademisi, NGO, dan mitra teknis untuk menerapkan praktik ramah lingkungan,” kata dia.

Reggy juga mengatakan Desa Ngargogondo mengedepankan tata kelola yang melibatkan BUMDes dan kolaborasi dengan Pegadaian, pemerintah daerah, dan masyarakat lokal.

“Penciptaan lapangan pekerjaan untuk warga lokal juga oke sejauh ini. Ada warga yang mengelola secara penuh dan warga yang direkrut secara kasual tiap ada event besar berjalan dengan baik,” kata Reggy.

Aryan mengatakan saat ini ada lima orang yang mengelola Balkondes Ngargogondo. “Tetapi, kami juga menggunakan sistem kasual warga sesuai kebutuhan. Kalau sedang banyak tamu, kami rekrut warga, baik itu ibu-ibu, bapak-bapak, pemuda desa, sampai Gen Z, kami ajak bergabung,” kata dia.

Fasilitas di Balkondes Ngargogondo The Gade Village

Balkondes Desa Ngargogondo The Gade Village memiliki berbagai fasilitas untuk menunjang kenyamanan pengunjung. Selain dua pendopo besar dengan kapasitas 300 orang, balkondes ini juga memiliki amfiteater dengan kapasitas 80 penonton, homestay, toilet, musala, serta lapangan dengan lintasan jogging.

“Di sini juga langganan buat festival, event running, wedding. Sudah ada yang booking untuk wedding sampai Januari,” kata Aryan.

Selain itu, balkondes ini memiliki restoran dan 17 kamar, yang terdiri dari 5 kamar dengan double bed, 3 kamar dengan twin bed, serta 3 family room yang masing-masing memiliki tiga kamar.

Balkondes Ngargogondo The Gade VillageAmfiteater Balkondes Ngargogondo The Gade Village (dok. Balkondes Ngargogondo The Gade Village)

Tarif penginapan per malamnya adalah Rp 500 ribu untuk kamar double dan twin, serta Rp 1,5 juta untuk kamar family. Setiap kamar telah dilengkapi dengan AC, TV, air panas, dan sarapan.

“Semoga Balkondes Ngargogondo The Gade Village ini menjadi satellite destination yang memperkaya pengalaman pengunjung Borobudur dengan atraksi budaya dan ekowisata lokal,” ujar Reggy.

“Selain itu, juga menyediakan rute wisata terpadu yang memperpanjang durasi tinggal wisatawan di wilayah, sehingga mendatangkan manfaat ekonomi lebih besar ke komunitas setempat, serta meningkatkan kapasitas pemasaran regional dan kerja sama lintas-stakeholder untuk memaksimalkan nilai tambah pariwisata berkelanjutan,” kata Reggy.

Reggy menambahkan Pegadaian juga mengintegrasikan literasi keuangan dengan pengembangan desa wisata, di antaranya mengenalkan produk-produk seperti Pegadaian tabungan emas, khususnya bagi pelaku UMKM dan pekerja sektor pariwisata.

Dengan cara itu, masyarakat desa wisata tidak hanya memperoleh manfaat ekonomi dari kegiatan wisata, tetapi juga memiliki sarana finansial yang berkelanjutan untuk menghadapi risiko di masa depan untuk mewujudkan misi PT Pegadaian #mengEMASkan Indonesia.

(fem/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Filipina Diguncang Gempa! Puluhan Warga Meninggal dan Gereja Kuno Hancur



Cebu

Pulau Cebu di Filipina diguncang gempa dahsyat pada hari Selasa (1/10) dengan kekuatan magnitudo 6,9. Gempa ini menyebabkan 72 warga meninggal dan bangunan-bangunan rata dengan tanah.

Salah satu bangunan penting yang luluh lantak karena gempa Cebu ini yaitu Gereja Santa Rosa de Lima, sebuah gereja berusia berabad-abad yang terletak di Daanbantayan. Menurut media setempat, gereja mengalami keruntuhan sebagian. Meskipun mengalami kerusakan, Sakramen Mahakudus dan gambar Santa Rosa de Lima tetap utuh.

Dilansir dari Asianews, Kamis (2/10/2025) Gereja Santo Petrus dan Paulus di Pulau Bantayan, salah satu gereja tertua di Visayas, juga runtuh. Beberapa bangunan di Bantayan, Medellin, Kota Bogo, dan San Remigio di Cebu juga mengalami kerusakan parah.


Uskup Agung Cebu telah mengimbau umat untuk menjauh dari gereja, sambil menunggu penilaian struktural. Seruan ini penting karena Cebu adalah salah satu pulau pertama di Filipina yang dijajah Spanyol pada tahun 1500-an, dan memiliki banyak gereja tua.

Dikutip dari BBC, gempa bumi ini terjadi hanya seminggu setelah negara itu dilanda topan beruntun yang menewaskan lebih dari 20 orang.

Gempa bumi berkekuatan 6,9 skala Richter mengguncang wilayah Filipina tengah, Selasa (30/9/2025) malam waktu setempat. Pusat gempa dilaporkan berada di sekitar Provinsi Cebu dan menimbulkan kepanikan warga. Anadolu via Getty ImagesGempa bumi berkekuatan 6,9 skala Richter mengguncang wilayah Filipina tengah, Selasa (30/9/2025) malam waktu setempat. Pusat gempa dilaporkan berada di sekitar Provinsi Cebu dan menimbulkan kepanikan warga. Anadolu via Getty Images Foto: Anadolu via Getty Images

Sebagian besar korban gempa berasal dari Bogo, sebuah kota kecil di salah satu pulau terbesar di Kepulauan Visayas, wilayah tengah Filipina, tempat yang paling dekat dengan episentrum gempa.

Gambar-gambar yang diambil dari Bogo menunjukkan kantong-kantong mayat berjejer di jalan dan ratusan orang dirawat di rumah sakit tenda. Para pejabat telah memperingatkan kerusakan besar yang disebabkan oleh gempa bumi.

Pemerintah daerah telah meminta bantuan relawan yang berpengalaman di bidang medis untuk menangani korban luka. Para pejabat dari kepolisian nasional dan dinas pemadam kebakaran mengatakan mereka memprioritaskan operasi pencarian dan penyelamatan, bergegas memulihkan listrik, dan mengirimkan pasokan bantuan kepada mereka yang terdampak.

(sym/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Tak Lagi Belajar di Lantai, Siswa di SD Ini Dapat Bantuan Meja-Kursi



Jakarta

Siswa SDN 1 Cibitung, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, akhirnya bisa merasakan belajar di meja dan kursi baru. Sebelumnya, puluhan siswa kelas 1 terpaksa belajar di lantai sejak awal tahun ajaran baru karena tidak tersedia meja dan kursi.

Meja dan kursi dikirimkan untuk dua ruang kelas, terdiri atas 64 kursi siswa, 32 meja belajar, 2 meja dan kursi guru, 2 lemari, serta 2 papan tulis. Bantuan dikirimkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).


“Kami tidak ingin ada satu pun anak Indonesia yang belajar tanpa fasilitas layak. Begitu laporan diterima, kami langsung berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk memastikan kebutuhan segera dipenuhi,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah Kemendikdasmen Gogot Suharwoto dalam keterangannya, dikutip Senin (6/10/2025).

Ia menambahkan, dukungan terhadapSDN 1Cibitung merupakan bagian dari langkah berkelanjutanKemendikdasmen dalam pemerataan akses dan mutu pendidikan dasar.

Kemendikdasmen menegaskan peristiwa di SDN 1 Cibitung menjadi alarm pentingnya sistem deteksi dini terhadap kebutuhan sarana-prasarana pendidikan. Pemerintah mengatakan pihaknya akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah daerah agar kasus serupa tidak terulang di sekolah lain.

Kepala SekolahSDN 1CibitungIwanRustandi menyampaikan apresiasi atas perhatian cepat pemerintah.

“Alhamdulillah, kini anak-anak bisa belajar dengan nyaman. Bantuan ini sangat berarti bagi kami dan menjadi penyemangat untuk terus meningkatkan mutu pembelajaran,” ujarnya.

Guru dan orang tua siswa mengaku bahwa suasana belajar kini jauh lebih baik. Anak-anak terlihat antusias, disiplin, dan lebih fokus mengikuti pelajaran di kelas.

(nir/twu)



Sumber : www.detik.com

KEK Sanur Harus Perhatikan Sejarah dan Budaya Bali



Denpasar

Anggota Komisi VI DPR RI, I Nengah Senantara, menyebut keberadaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur harus berjalan seiring dengan sejarah dan budaya Bali.

Nengah Senantara mengatakan Pemerintah Daerah (Pemda) Bali telah memberikan dukungan penuh terhadap proyek KEK Sanur, dengan harapan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Pemerintah Daerah sangat mendukung adanya proyek Kawasan Ekonomi Khusus ini. Karena tentu, Pemda juga berharap adanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang naik,” ujar Nengah dalam Kunjungan Kerja Reses Komisi VI DPR RI ke Kota Denpasar akhir pekan lalu.


Namun ada satu hal yang perlu diperhatikan oleh KEK Sanur, yaitu soal sejarah dan budaya. Menurut Nengah, sejarah dan budaya setempat adalah hal yang tak boleh ditinggalkan.

KEK Sanur hadir sebagai instrumen negara untuk mendorong investasi dengan berbagai kemudahan mulai dari regulasi, perizinan yang disederhanakan, keringanan pajak, hingga akses bagi tenaga kerja asing khususnya di sektor kesehatan.

Keberadaan KEK Sanur sebagai destinasi wisata kesehatan pun makin diperkuat dengan hadirnya Alpha IVF Indonesia yang bekerja sama dengan PT Hotel Indonesia Natour (InJourney Hospitality).

Kehadiran Alpha di The Sanur akan menjadi tonggak penting bagi wisata medis di Bali dan juga bagi masyarakat Indonesia yang tengah berjuang menghadapi masalah fertilitas.

“Dengan tingkat keberhasilan program bayi tabung (IVF) Alpha IVF Group mencapai 87,5%, kami percaya diri dapat menjadi pilihan utama pasangan Indonesia yang berjuang untuk mewujudkan dua garis dan meraih impian membentuk Generasi Baru, ujar Siska, Country Director Alpha IVF Indonesia.

Hadirnya Alpha di KEK Sanur akan membawa angin baru dalam dunia fertilitas di tanah air. Direktur Utama PT Hotel Indonesia Natour, Christine Hutabarat, menambahkan kolaborasi ini merupakan langkah nyata mendukung The Sanur sebagai destinasi wisata kesehatan dan kebugaran kelas dunia.

“Kehadiran Center of Excellence Fertility di The Sanur merupakan tonggak penting bagi transformasi pariwisata kesehatan Indonesia. Dengan menghadirkan layanan fertilitas berstandar internasional, kami tidak hanya menjawab kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan unggulan, tetapi juga memperkuat peran The Sanur sebagai international health & wellness destination,” ujar dia.

Seperti diketahui, Indonesia menghadapi tantangan fertilitas yang terus meningkat, mulai dari usia pernikahan yang semakin matang, gaya hidup urban, hingga isu medis seperti kualitas sel telur yang menurun.

“Dengan rekam jejak keberhasilan, teknologi terbaik, dan kehadiran yang semakin dekat, Alpha akan menjadi mitra dalam mewujudkan harapan banyak keluarga di Indonesia,” pungkas Denny Lian, Assiten Manager Brand & Comms Alpha IVF Indonesia.

Alpha IVF di Indonesia saat ini telah membuka layanan melalui klinik satelit dan kantor representatif di Jakarta (PIK) pada bulan Agustus dan Surabaya di bulan September. Traveler bisa melakukan konsultasi awal, pemeriksaan, serta tindak lanjut lebih mudah sebelum melanjutkan program di pusat IVF utama.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com