Tag Archives: pemrakarsa

Kemenhub Dukung Penuh Bandara Bali Utara, Sesuai Visi Pemerataan Presiden Prabowo



Jakarta

Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyatakan dukungan penuh terhadap rencana pembangunan Bandar Udara Bali Utara. Langkah itu dinilai sejalan dengan visi Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat pemerataan pembangunan dan memperkuat konektivitas nasional.

Kemenhub sekaligus menegaskan bahwa seluruh proses pembangunan harus tetap mematuhi ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Lukman F Laisa mengatakan pembangunan Bandar Udara Bali Utara wajib memiliki Penetapan Lokasi oleh Menteri Perhubungan, sebagaimana diatur dalam PP Nomor 40 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 55 Tahun 2023.


Penetapan itu diajukan oleh pemrakarsa bandara, yang dapat berupa Pemerintah, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD atau Badan Hukum Indonesia.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2025-2029 terdapat indikasi pembangunan Bandar Udara Internasional Bali Baru atau Bali Utara sebagai dukungan peningkatan pariwisata di Pulau Bali, namun dalam RPJMN tersebut tidak menyebutkan lokasinya.

“Sejalan dengan RPJMN Pemerintah Provinsi Bali mengusulkan kepada Kementerian Perhubungan lokasi pembangunan Bandar Udara Bali Utara,” ujar Lukman.

Penetapan lokasi (Penlok) pertama Bandara Bali Utara diusulkan dan ditetapkan di Desa Kubutambahan akan tetapi Gubernur Bali membatalkan Penlok di Desa Kubutambahan dan mengusulkan lokasi baru di Desa Sumberklampok yang tercantum dalam Surat Gubernur Bali Nomor 553.2/7822/DISHUB tertanggal 19 November 2020 perihal Pembatalan Usulan Penetapan Lokasi di Kabupaten Kubutambahan dan Usulan Penetapan Lokasi Baru di Desa Sumberklampok.

Lukman mengatakan Kementerian Perhubungan berkewajiban memastikan setiap program infrastruktur transportasi udara berjalan sesuai dengan regulasi nasional, standar keselamatan internasional, dan prinsip pembangunan berkelanjutan.

“Pembangunan Bandara Bali Utara merupakan langkah strategis untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan pemerataan di Pulau Bali. Seluruh prosesnya harus dilaksanakan secara tertib, transparan, dan sesuai ketentuan hukum agar pelaksanaannya dapat dipertanggungjawabkan,” kata dia.

Rencana kebutuhan lahan secara teknis telah dihitung oleh Ditjen Perhubungan Udara dan penyesuaiannya dipastikan dalam penetapan RT/RW (Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah) oleh Pemerintah Provinsi Bali.

Terkait lahan, Pemerintah Provinsi Bali menjamin bahwa lahan yang akan digunakan tidak dalam sengketa dan tidak sedang dijadikan jaminan. Proses pembebasan lahan masyarakat juga harus diselesaikan secara menyeluruh agar penetapan lokasi dapat dilakukan tanpa hambatan dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.

Selain itu, apabila lokasi pembangunan berada di kawasan Taman Nasional Bali Barat, maka penggunaannya hanya dapat dilakukan setelah ada rekomendasi atau keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Apabila terdapat perubahan lokasi di luar Desa Sumberklampok, maka Pemerintah Provinsi Bali diwajibkan mencabut usulan sebelumnya dan mengajukan kembali usulan baru dengan melengkapi seluruh dokumen sesuai peraturan perundangan.

Sebagai regulator penerbangan sipil, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara bertanggung jawab memastikan seluruh pembangunan infrastruktur penerbangan memenuhi prinsip 3S + 1C (Safety, Security, Services, Compliance).

“Kami menjalankan fungsi pengawasan agar setiap tahapan pembangunan berjalan sesuai ketentuan, akuntabel, dan mengutamakan keselamatan penerbangan,” kata Lukman.

Dengan langkah yang terukur dan sesuai prosedur, pembangunan Bandara Bali Utara diharapkan mampu memperkuat konektivitas udara di Pulau Bali, sekaligus menjadi penopang bagi Bandara I Gusti Ngurah Rai dalam melayani pertumbuhan wisatawan dan aktivitas ekonomi nasional.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Pemprov Bali Tegaskan Lokasi Bandara Bali Utara Belum Ditentukan



Jakarta

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Bali menegaskan bahwa hingga kini belum ada penetapan resmi lokasi pembangunan Bandara di Bali Utara. Pernyataan itu disampaikan untuk merespons tudingan bahwa Pemprov Bali dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dianggap melecehkan arahan Presiden serta merusak iklim investasi.

Plt. Kepala Dinas Perhubungan Bali, Nusakti Yasa Weda, menekankan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tidak secara eksplisit menyebutkan lokasi pembangunan bandara tersebut. Nusakti menjelaskan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tidak secara eksplisit menyebutkan lokasi pembangunan bandara.

“Lampiran IV Perpres tentang Arah Pembangunan Kewilayahan untuk Provinsi Bali, memang tercantum sejumlah rencana intervensi strategis, termasuk pembangunan Bandara Internasional Bali Baru/Bali Utara, namun, dokumen tersebut tidak memuat penetapan lokasi maupun nama resmi bandara,” kata dia.


Sementara beredar narasi-narasi bahwa Bandara di Bali Utara dibangun di Kubutambahan, Buleleng, padahal pemerintah pusat belum sampai tahap penentuan lokasi (penlok), bahkan dengan rencana peralihan lokasi dituding akan merusak iklim investasi.

Dirjen Perhubungan Udara juga telah menyatakan pembangunan bandara baru di Pulau Dewata itu harus dilakukan sesuai peraturan.

Sebelumnya Gubernur Bali juga sudah bersurat resmi ke Dirjen Hubla bahwa Kubutambahan dibatalkan dialihkan ke Desa Sumberklampok, pun jika ingin diubah lagi seperti karena hasil studi tidak sesuai, juga dapat melakukan pencabutan usulan namun dengan dokumen persyaratan.

“Pencantuman Bandara Internasional Bali Baru/Bali Utara dalam Perpres 12/2025 sifatnya masih berupa arahan, penentuan lokasi dan pelaksanaannya wajib mengikuti ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, termasuk studi kelayakan teknis dan operasional sesuai standar International Civil Aviation Organisation (ICAO),” ujar Plt Kepala Dishub Bali.

Nusakti menjelaskan bahwa penetapan lokasi bandara Bali utara tidak mungkin dilakukan tanpa adanya studi yang solid, master plan yang telah disepakati pemerintah, serta ketersediaan lahan yang sudah dikuasai oleh pemrakarsa.

Oleh sebab itu Pemprov Bali mengajak masyarakat tak terpengaruh dan ikut memahami bahwa saat ini statusnya masih arahan pembangunan tanpa ada keputusan lokasi.

“Studi yang solid itu harus dilakukan sesuai kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan, tanpa studi yang memenuhi kaidah hukum dan teknis, penetapan lokasi bandara tidak akan pernah dilakukan,” kata dia.

Pemprov Bali menegaskan setiap rencana pembangunan infrastruktur strategis, termasuk bandara, akan dijalankan sesuai norma dan prosedur yang berlaku demi kepastian hukum dan investasi yang sehat.

Nusaksi juga mengatakan bahwa Gubernur Bali memahami tatanan pemerintahan yang selalu diselenggarakan dengan bersinergi dan berkolaborasi sangat baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah untuk kelancaran pembangunan daerah di Bali.

“Sangat tidak masuk akal sama sekali dan tidak mungkin Gubernur Bali melakukan pelecehan kepada Presiden,” kata dia.

Adapun intervensi pembangunan prioritas di Bali yang tercantum dalam Lampiran IV Perpres Nomor 12 Tahun 2025 meliputi:

1. Peningkatan 6A Pariwisata pada 8 KSPN
2. Pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi
3. ⁠Pengembangan Kawasan Pariwisata Ulapan
4. Perencanaan pembangunan Tol Singapadu-Ubud-Bangli-Kintamani menuju Bandara Internasional Bali Baru/Bali Utara
5. Pembangunan Bandara Internasional Bali Baru/Bali Utara
6. Pembangunan Pusat Kebudayaan Bali di Klungkung
7. Pengembangan Pelabuhan Gunaksa
8. Pengembangan Kawasan Perdesaan Shiny di Tabanan
9. Program pengurangan risiko bencana Gunung Agung.

(fem/fem)



Sumber : travel.detik.com

Pembangunan Bandara Bali Utara Perlu Berdamai dengan Lingkungan



Jakarta

Pembangunan bandara Bali utara hingga deretan rencana pembangunan untuk wilayah Bali disorot lagi setelah tarik ulur lokasi. Ahli tanah mengatakan pembangunan sah-sah saja selagi prasyaratannya terpenuhi.

Rencana pembangunan bandara Bali utara itu dicantumkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

“Kalau mau bikin bandara itu pasti nanti infrastruktur lainnya, seperti jalan, kemudian pemukiman, perkantoran pasti akan mengikuti, kan? Nah, itu yang harus diatur. Pastikan persyaratan-persyaratan lingkungannya terpenuhi dulu,” kata peneliti BRIN, Destika Cahyana, saat dihubungi detikcom, Rabu (8/10/2025).


Selain soal lokasi, poin penting lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dan kontraktor dalam pembangunan Bandara Bali Utara adalah desain yang ramah lingkungan. Destika mencontohkan pengalaman di Kalimantan, bahwa sebagian besar wilayahnya merupakan rawa. Jika jalan dibangun langsung di atas tanah tanpa perencanaan khusus, akan muncul warung, rumah, bahkan pemukiman baru di sepanjang jalan tersebut. Akibatnya, lahan yang awalnya alami dan sensitif bisa rusak karena pembangunan yang tidak terkendali.

Untuk menghindari hal itu, pembangunan jalan di Kalimantan digunakan desain jalan layang yang ditopang dengan tiang-tiang penyangga. Jalan itu melintas di atas rawa tanpa harus menimbun atau merusak tanah di bawahnya. Karena jalannya berada di ketinggian, aktivitas seperti membangun warung atau rumah di pinggir jalan otomatis tidak bisa dilakukan. Dengan begitu, lingkungan tetap terjaga, dan pembangunan tidak memicu kerusakan lanjutan.

“Contohnya di Kalimantan, kan di sana rawa ya landscape-nya. Kalau pembuatan jalan itu di atas permukaan tanah, bisa saja pembangunan itu memancing aktivitas manusia di sekitarnya, di pinggir-pinggir jalan tumbuh warung-warung, kemudian tumbuh kota dan lainnya. Dan lahan jadinya rusak,” kata Destika.

“Tetapi akhirnya konsep jalan itu dibuat tidak di-ground. Jalan itu bisa melewati rawa dan lingkungan terjaga dengan jalan dibangun menggunakan tiang-tiang penyangga. Jadinya, seperti jalan layang. Nah, tak mungkin di sepanjang jalan tumbuh pemukiman, kan?” ujar dia lagi.

“Kendati belum tahu lokasi pembangunan bandara Bali utara, tapi konsep yang menyesuaikan dengan landscape tanpa merusak dan merubah lahan ini harus dipertimbangkan,” dia menegaskan.

Lebih lanjut, Destika juga menyarankan ke pemerintah Bali untuk menerapkan ‘one island one management‘ supaya satu kebijakan diterapkan untuk seluruh kawasan Bali.

“Bali itu pulau kecil dan terbagi beberapa kabupaten-kabupaten. Nah, sementara di pulau kecil itu DAS (daerah aliran sungai) dan sub-dasnya itu melewati batas-batas administrasi? Jadi satu das satu das tapi misalnya dua kabupaten atau tiga kabupaten. Nah, jadi kadang-kadang antara bupati yang satu dengan bupati yang lain ini kan beda kebijakannya,” kata dia.

“Nah, kalau ‘one island one management‘, jadi bisa utuh pengelolaannya dan pengembangan Bali mau dibawa ke mananya itu lebih utuh,” ujar dia.

Ya, desain bandara Bali Utara telah dikenalkan ke publik, namun hingga saat ini belum jelas lokasi pasti yang akan menjadi titik pembangunan. Sebelumnya, Plt Kepala Dinas Perhubungan Bali, Nusakti Yasa Weda, menekankan bahwa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tidak secara eksplisit menyebutkan lokasi pembangunan bandara tersebut.

“Lampiran IV Perpres tentang Arah Pembangunan Kewilayahan untuk Provinsi Bali, memang tercantum sejumlah rencana intervensi strategis, termasuk pembangunan Bandara Internasional Bali Baru/Bali Utara, namun, dokumen tersebut tidak memuat penetapan lokasi maupun nama resmi bandara,” kata dia.

Nusakti menjelaskan bahwa penetapan lokasi bandara Bali utara tidak mungkin dilakukan tanpa adanya studi yang solid, master plan yang telah disepakati pemerintah, serta ketersediaan lahan yang sudah dikuasai oleh pemrakarsa.

Oleh sebab itu, Pemprov Bali mengajak masyarakat tak terpengaruh dan ikut memahami bahwa saat ini statusnya masih arahan pembangunan tanpa ada keputusan lokasi.

(sym/fem)



Sumber : travel.detik.com