Jakarta –
Stevia populer sebagai pemanis alternatif yang lebih sehat untuk dikonsumsi. Ternyata ada beberapa pertimbangan dari ahli terkait efek samping stevia.
Data penderita diabetes yang terus meningkat dari tahun ke tahun membuat para hali terus memutar otak. Hingga akhirnya muncul solusi pemanis alternatif yang dipercaya lebih sehat dan layak dikonsumsi setiap hari.
Salah satunya adalah stevia. Pemanis alternatif yang satu ini populer untuk ditambahkan baik ke dalam minuman maupun makanan yang manis. Hampir semua pegiat diet sehat memilih stevia sebagai sumber pemanis yang dikonsumsinya.
Tetapi apakah stevia benar-benar sehat sepenuhnya? Nyatanya ada beberapa pertimbangan yang juga dikhawatirkan ahli terhadap efek samping stevia.
Baca juga: 5 Fakta Sejarah Bakpia, Oleh-oleh Ikonik Yogyakarta
Stevia berasal dari kandungan steviol glikosida pada daun stevia. Foto: Getty Images/iStockphoto/Rocky89 |
Merujuk pada Cleveland Clinic (28/6/24) stevia resmi dinyatakan oleh U.S Food and Drug Administration (FDA) sebagai bahan tambahan yang aman dikonsumsi pada 2008. Stevia sendiri datang dari steviol glikosida yang terkandung pada daun stevia.
Disebutkan bahwa rasa manis yang diberikan oleh stevia 400 kali lipat lebih manis dibandingkan dengan sukrosa atau gula olahan. Komponen steviol glikosida didapatkan dari ekstraksi daun stevia yang diseduh mirip teh.
Setelah daun diseduh, cairan antara air dan yang berkonsistensi lebih kental akan disaring untuk dipisahkan. Cairan yang lebih kental itulah ekstrak stevia yang akan diubah menjadi bubuk melalui proses pengeringan.
Walaupun stevia dinyatakan aman untuk dikonsumsi, tetapi FDA juga memiliki syarat stevia yang aman dikonsumsi. Yakni stevia yang mengandung steviol glikosida pada kadar 95% atau stevia murni. Tetapi pemanis tambahan seperti Enliten, PureVia, Stevia in the Raw, dan Truvia masih diperbolehkan sebagai campurannya.
Baca juga: Kocak! Demi Tren Makan Anggur, Netizen Ini Ganti dengan Buah Lain
Walaupun dinilai sehat, ahli gizi masih khawatir dengan efek samping yang mungkin ditimbulkan. Foto: Getty Images/iStockphoto/yul38885 yul38885 |
Lebih lanjut FDA menyebut ada beberapa jenis stevia yang belum diterima keabsahannya sebagai pemanis alternatif yang sehat. Stevia mentah berupa daun utuh, akar, cabang ranting, dan bagian tanaman stevia lainnya tidak bisa disebut sebagai pemanis layak konsumsi.
Di balik banyaknya manfaat stevia untuk kesehatan, sebuah penelitian pada 2022 menunjukkan adanya efek samping dari konsumsi stevia. Salah satu yang pertama kali ditemukan adalah efeknya terhadap ketidakseimbangan mikrobiota pada usus.
Namun pada penelitian lanjutan di 2024, tidak ditemukan bukti bahwa stevia dapat membahayakan usus pada pengamatan selama 12 minggu. Tetapi penemuan tersebut tidak mengesampingkan fakta bahwa stevia dapat menyebabkan mual atau kembung.
Natalie Crtalic selaku ahli gizi tersertifikasi menyebut ada kekhawatiran bahwa stevia dapat memengaruhi hormon. Beberapa ahli gizi membenarkan kecemasan tersebut, tetapi tetap penelitian lebih lanjut dan lebih mendalam dibutuhkan guna membuktikannya lebih jelas.
(dfl/odi)
![]() |
||||
Source : unsplash.com / Anna Pelzer
Apa Benar Konsumsi Daging Berefek Buruk untuk Otak? Ini Penjelasannya Jakarta – Daging merah yang disukai banyak orang ternyata memiliki efek samping untuk kesehatan otak. Setelah dilakukan banyak penelitian terkait, begini penjelasan ahli. Daging merah yang berasal terutama dari sapi sering diandalkan sebagai asupan protein utama. Padahal banyak jenis daging yang dapat dikonsumsi manusia seperti unggas, ikan, dan masih banyak lainnya. Daging juga menjadi makanan populer yang punya banyak penggemar. Apalagi ketika disajikan sebagai hidangan barbeque dengan pelengkapnya yang komplet.
Ternyata di balik kelezatan daging dan olahannya, ahli gizi punya pandangan lain. Ada beberapa penemuan yang diungkap berdasarkan efek samping dari konsumsi daging. Baca juga: 10 Benda Gemas di Dapur Bikin Masak Jadi Lebih Mudah
Science Daily (15/1) mempublikasi penemuan terbaru dari penelitian ahli terhadap konsumsi daging merah. Adapun secara spesifik daging yang dimaksud ialah olahan seperti bacon, hot dog, sosis, salami, dan berbagai daging dengan proses pengolahan yang tinggi. Ada 133.771 partisipan yang kemudian dibagi menjadi tiga kelompok dalam pengamatan tersebut. Semuanya dikategorikan berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kondisi penyakit bawaan yang diidap sejak awal. Adapun kelompok yang telah ditentukan akan diberi hidangan daging merah utuh dan daging merah olahan. Pada kelompok berisi konsumen daging merah utuh ditemukan bahwa tidak adanya pengembangan risiko demensia. Tetapi ada laporan yang berbeda dari grup yang diberi asupan daging merah olahan. Ditemukan adanya peningkatan 14% dari kelompok yang mengonsumsi daging olahan rata-rata 0,25 porsi per hari. Baca juga: Menelusuri Sejarah Kopi di Bogor Melalui 3 Kedai Legendaris
Selain demensia, ada penurunan kognitif yang cukup signifikan pada hampir semua kelompok. Pada kelompok partisipan yang hanya mengonsumsi daging merah utuh ditemukan penurunan kognitif hingga 16%. Penilaiannya berdasarkan dari hasil tes mengingat dan menyelesaikan masalah yang dilakukan. Namun ditemukan asupan makanan yang dapat mengatasi penurunan kognitif tersebut. Para peneliti mencoba mengganti asupan daging dengan biji-bijian dan kacang-kacangan utuh. Hasilnya ditemukan risiko penurunan kognitif yang lebih rendah hingga 19%. “Mengurangi asupan daging merah pada seseorang dengan menggantinya berupa protein nabati dapat menjadi acuan untuk menangkal penurunan kesehatan kognitif,” ujar Dong Wang juru bicara dalam penelitian yang dilakukan. Jurnal yang dilakukan oleh American Academy if Neurology dan didukung National Institutes of Health disebut oleh Wang, masih butuh pendalaman. Alasannya dikhawatirkan hasilnya hanya berdampak pada ras, jenis kelamin, dan kondisi biologi terbatas dari partisipannya saja. (dfl/odi) Apa Benar Nasi DIngin Lebih Menyehatkan dari Nasi Hangat? Jakarta – Sudah jadi kepercayaan umum di masyarakat jika konsumsi nasi dingin jauh lebih sehat daripada nasi hangat. Begini penjelasan dan hasil penelitian ahli. Nasi merupakan makanan pokok yang melekat oleh hampir sebagian besar orang Indonesia selama hidupnya. Asupan karbohidrat ini menjadi yang paling banyak ditemukan dan terbanyak dikonsumsi. Tetapi banyak mitos dan kepercayaan yang menyebutkan nasi tidak cukup sehat untuk dikonsumsi. Konon beberapa penyakit metabolik justru timbul akibat konsumsi nasi putih.
Lantas muncul saran-saran yang beredar di masyarakat untuk mengonsumsi nasi dengan cara yang lebih sehat. Salah satunya dengan mengonsumsi dalam keadaan dingin. Benarkah lebih sehat? Baca juga: Terlanjur Ancam Pelanggan, Pengantar Makanan Tolak Uang Tip Tunai
Sekelompok peneliti dari Polandia, tepatnya Poznan University of Medical Sciences melakukan penelitian yang melibatkan 32 pasien diabetes tipe 1 seperti yang dilaporkan oleh Business Insider (21/4). Para partisipan dibentuk menjadi dua kelompok dan diberikan asupan nasi yang berbeda. Kelompok pertama disajikan nasi putih long grain sebanyak 46 gram karbohidrat dan dipersilakan makan ketika hangat. Sementara kelompok lainnya diberikan nasi putih dengan jumlah dan jenis yang sama hanya saja telah diinginkan selama 24 jam dalam kulkas. Ditemukan bahwa partisipan yang mengonsumsi nasi yang sebelumnya didinginkan mengalami pengaruh pada kadar gula darahnya. Gula darah partisipan cenderung stabil apalagi mengingat mereka adalah pasien diabetes tipe 1. Sementara partisipan yang mengonsumsi nasi hangat karena baru matang cenderung mengalami lonjakan gula darah. Penelitian ini menunjukkan bahwa karbohidrat yang diinginkan lebih berfungsi untuk membantu mengendalikan gula darah.
Para peneliti yang terlibat setuju menyebut reaksi tersebut akibat adanya kandungan pati resisten di dalam nasi. Kesimpulannya nasi putih yang didinginkan akan memiliki kandungan pati resisten yang lebih banyak daripada nasi segar yang baru dimasak. Hasil penelitian ini kemudian dipublikasi melalui jurnal Nutrition and Diabetes hingga kini menjadi acuan bagi para pasien diabetes khususnya. Selain itu, sebuah penelitian terdahulu yang dilakukan pada 2015 ternyata menunjukkan hasil serupa. Nasi yang diinginkan tidak menyebabkan lonjakan gula darah. Beberapa ahli juga mengatakan ada manfaat kesehatan yang timbul dengan mengonsumsi nasi yang telah didinginkan sebelumnya. Mulai dari mengatur nafsu makan setelah makan, menjaga ketahanan energi, hingga memaksimalkan penurunan berat badan. “Jika orang yang ingin menurunkan berat badan mencari solusi untuk kadar gula darah mereka, mencari jawaban untuk produktivitas dan rasa kenyang yang panjang, mungkin sudah waktunya mengonsumsi pati resisten,” kata Rhiannon Lambert selaku ahli gizi. (dfl/odi) Sari Berita Penting |








