Tag Archives: perang badar

3 Kisah Nabi Muhammad di Bulan Ramadan



Jakarta

Bulan Ramadan merupakan bulan yang paling mulia bagi umat Islam, karena pada bulan ini berbagai berkah dan rahmat diberikan oleh Allah SWT. Bulan Ramadan juga sebagai saksi dari peristiwa besar dan penting yang dialami Nabi Muhammad SAW.

Salah satu kisah Nabi Muhammad SAW di bulan Ramadan adalah kala beliau menerima wahyu pertama dari Allah SWT melalui Malaikat Jibril. Pendapat terkuat menyebut, peristiwa itu terjadi pada 17 Ramadan. Berikut selengkapnya.

Kisah Nabi Muhammad di Bulan Ramadan

1. Nabi Muhammad Menerima Wahyu Pertama

Deni Darmawan dalam buku Keajaiban Ramadan mengatakan bahwa Allah SWT menambahkan kemuliaan bulan Ramadan dengan menurunkan Al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah ad-Dukhan ayat 3,


اِنَّآ اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةٍ مُّبٰرَكَةٍ اِنَّا كُنَّا مُنْذِرِيْنَ

Artinya: “Sesungguhnya Kami (mulai) menurunkannya pada malam yang diberkahi (Lailatulqadar). Sesungguhnya Kamilah pemberi peringatan.”

Menurut hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW menerima wahyu dalam dua keadaan. Pertama, terdengar seperti suara lonceng yang berbunyi keras dan dikatakan bahwa ini cara paling berat bagi Rasulullah.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Muzammil ayat 5:

إِنَّا سَنُلْقِى عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيلًا

Artinya:” Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu perkataan yang berat.”

Kedua, dikatakan bahwa Jibril datang kepada Nabi Muhammad SAW dalam keadaan seperti manusia biasa, menyerupai seorang laki-laki. Jibril mendatangi dengan berkata iqra` bismi rabbikallażī khalaq khalaqal-insāna min ‘alaq iqra` wa rabbukal-akram allażī ‘allama bil-qalam ‘allamal-insāna mā lam ya’lam (QS Al ‘Alaq: 1-5)

Al-Qur’an diturunkan secara bertahap, berbeda dengan kitab-kitab sebelumnya yang diturunkan secara sekaligus. Al-Qur’an itu dua kali diturunkan. Pertama, diturunkan secara sekaligus pada malam Lailatulqadar ke Baitul Izzah di langit dunia.

Kedua, diturunkan dari langit dunia ke bumi secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Al-Qurtubi menukil riwayat dari Muqatil bin Hayyan bahwa menurut kesepakatan, Al-Qur’an turun langsung sekaligus dari Lauhul Mahfuz ke Baitul Izzah di langit dunia dan secara berangsur-angsur diturunkan ke bumi.

Dikatakan, Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW dan orang-orang yang beriman dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri kepada Allah SWT.

2. Nabi Muhammad Memenangkan Perang Badar

Mustafa Murrad dalam buku ‘Umar ibn al-Khaththab sebagaimana diterjemahkan Ahmad Ginanjar Sya’ban dan Lulu M. Sunman mengisahkan bahwa Perang Badar terjadi pada suatu senja di hari ke-8 bulan Ramadan tahun ke-2 Hijriah. Umat Islam meninggalkan rumah mereka dan menyatakan ikut membela Rasulullah SAW melawan kaum Quraisy.

Suara gemuruh dan ringkik kuda bercampur aduk dengan suara pedang, tombak, perisai yang silih beradu. Debu lembah berpasir Badar membumbung meliut-liut bersamaan dengan muncratan darah.

Perang dahsyat itu akhirnya dimenangkan oleh pasukan Muhammad SAW. Mereka berhasil memukul mundur dan menjadikan pasukan Makkah terpecah dan lari kocar-kacir. Dari Perang Badar inilah, umat Islam memperoleh kemenangan pertamanya sekaligus menjadi tonggak eksistensi dakwah Islam.

Hal itu dapat dibuktikan dengan kekuatan umat Islam yang setelah lebih dari tiga belas tahun ditindas oleh kaum Quraisy akhirnya menang. Tentu saja kemenangan ini mendorong umat Islam untuk semakin mengukuhkan dakwah dan meraih kemenangan-kemenangan berikutnya.

3. Nabi Muhammad Melakukan Pembebasan Kota Makkah

Masih dalam buku yang sama diceritakan, hingga tahun ke-8 Hijriah, pasukan muslim telah beberapa kali memenangkan pertempuran hingga membuat pengaruh agama Islam kian meluas. Sementara, kaum Quraisy kian melemah, bahkan beberapa klan Arab banyak yang bergabung dengan pasukan Nabi Muhammad SAW dan memeluk agama Islam.

Traktat perdamaian dan gencatan senjata Hudaibiyah, yang semula ditandatangani pihak umat Islam dan Quraisy, pada akhirnya dilanggar oleh pihak Quraisy ketika mereka mempersenjatai klan Bakr untuk menyerang Khuza’ah yang memilih bergabung dengan pasukan muslim.

Pada hari kesembilan bulan Ramadan, matahari yang mulai merangkak menuju titik kulminasi Kota Madinah tampak bersiap. Sepuluh ribu orang tampak berbaris dan panas yang memanggang dan perut perih karena puasa tidak menyurutkan semangat mereka.

Setelah memanjatkan doa dan berkhotbah sebentar, Rasulullah SAW kemudian memimpin pasukan itu bergerak menuju Makkah. Ketika sampai di perbatasan Rasulullah SAW meminta untuk menyalakan api di atas bukit-bukit yang mengelilingi Makkah.

Penduduk Makkah ketakutan melihat besarnya pasukan Nabi Muhammad SAW dan menganggap bahwa ribuan obor itu akan membakar kota mereka. Kalangan Quraisy pun tak mampu menghadapi pasukan tersebut dan mereka hanya bisa pasrah.

Hingga tiba memasuki kota Makkah dengan penuh wibawa dan tanpa adanya perlawanan serta pertumpahan darah. Mula-mula, Beliau memasuki pelataran Ka’bah, bertawaf, mencium hajar aswad, bersembahyang di Ka’bah, dan menghancurkan ratusan patung dewa-dewa Arab di sekitar rumah ibadah itu.

Setelah itu Rasulullah SAW pun menerima baiat sumpah setia dari penduduk Makkah. Tak lebih dari dua tahun kemudian, sejumlah utusan klan tiba dari seluruh penjuru semenanjung Arab untuk menyatakan bergabung dengan Nabi Muhammad SAW. Pada tahun ini pula (10H/632M), Rasulullah SAW melaksanakan ibadah haji yang terakhir.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nu’aiman, Sahabat Nabi yang Suka Menjahili Rasulullah SAW



Jakarta

Nu’aiman adalah seorang sahabat Nabi Muhammad SAW yang terkenal suka bercanda. Meski demikian, Nu’aiman pernah ikut serta menjadi bagian pasukan Islam dalam Perang Badar yang dipimpin Rasulullah SAW.

Dikutip melalui buku Saring Sebelum Sharing karya Nadirsyah Hosen, salah satu kisah Nu’aiman yang menarik untuk diceritakan yakni saat ia mengerjai Rasulullah SAW. Nu’aiman bin Ibnu Amr bin Raf’ah adalah nama lengkapnya. Nu’aiman diriwayatkan oleh Nabi Muhammad SAW bahwa ia akan memasuki surga dengan keadaan tertawa.

Saat Nu’aiman Mengerjai Rasulullah SAW

Kisah ini dimulai ketika Nu’aiman mendatangi Nabi Muhammad SAW dengan membawakan buah-buahan sebagai hadiah. Tak lama kemudian ternyata datanglah seorang penjual buah-buahan yang menagih uang pembayaran buah-buahan tersebut kepada Nabi Muhammad SAW.


Rasulullah SAW yang terkaget sontak bertanya kepada Nu’aiman, “Bukankah engkau memberikan buah-buah ini sebagai hadiah kepadaku?”

Tanpa disangka ternyata Nu’aiman berhutang terlebih dahulu kepada penjual buah-buahan tersebut. Ia ternyata berkata kepada penjual tersebut bahwa buah-buahan itu sudah dibebankan tagihan atas nama Rasulullah SAW.

Nu’aiman menjawab pertanyaan Rasulullah SAW tadi, “Benar, ya Rasulullah, aku sungguh ingin memakan buah-buahan ini bersamamu, akan tetapi aku sedang tidak memiliki uang.”

Respons suri tauladan umat Islam ini tertawa, lalu ia membayar harga buah yang ditagihkan kepadanya itu.

Saat Nuaiman ‘Menjual’ Sahabatnya

Kisah selanjutnya yang juga masih diceritakan dari buku yang sama, dipastikan sumbernya melalui Ibnu Majah. Pada suatu hari Nu’aiman pernah diajak untuk berjualan bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq juga dengan sahabat lainnya ke Negeri Syam. Negeri Syam dapat dikatakan menjadi salah satu negeri paling maju saat itu.

Salah satu dari sahabat itu namanya adalah Suwaibith bin Harmalah. Dikisahkan ketika hari beranjak siang, Nu’aiman yang sedang merasa kelaparan menghampiri Suwaibith yang saat itu ditugaskan untuk menjaga makanan.

Suwaibith yang bersikap patuh serta amanah kemudian menolak dengan tegas saat Nu’aiman hendak meminta satu potong roti untuknya. Hingga Nu’aiman berkata, “Kalau memang begitu, artinya kamu setuju saya buat ulah yang membuatmu marah!”

Ulah yang dimaksudkan oleh Nu’aiman adalah ketika ia bertemu dengan sekelompok kafilah, ia bertanya kepada mereka, “Apakah kalian hendak membeli budak? Saya memiliki budak yang tangkas dan pandai bicara,” ujarnya.

Kafilah yang tertarik dengan budak yang ditawarkan Nu’aiman itu kemudian membayarnya dengan sepuluh ekor unta. Dengan cerdik seakan membaca masa depan Nu’aiman berkata, “Budak itu nantinya akan berkata, ‘Saya adalah orang merdeka dan bukan budak!’ Apabila demikian, jangan hiraukan perkataannya,”

Setelah beberapa saat para kafilah itu datang ke tempat Suwaibith berada dan berkata “Kami telah membelimu!” Suwaibith pun menjawab “Dia (Nuaiman) itu pembohong, saya adalah seorang lelaki merdeka!”

Lalu, para kafilah itu menjawab, “Dia telah mengatakan kepada kami bahwa engkau akan berkata yang sedemekian itu.” Mereka pun menghiraukan perkataan Suwaibith kemudian mengikatkan tali di lehernya dan langsung pergi.

Ketika beberapa waktu, Abu Bakar yang datang Negeri Syam kemudian diberi tahu akan kejadian tersebut. Ia dan para sahabat pun akhirnya bergegas pergi untuk menemui kafilah untuk menjelaskan kondisi yang sebenarnya.

Setelah berunding, kafilah pun sepakat untuk mengembalikan Suwaibith dan dikembalikan juga sepuluh ekor unta yang dibayarkan mereka untuk ‘budak’ Suwaibith.

Setelah beberapa lama, Rasulullah SAW pun juga mendengarkan mengenai kisah ini. Ketika kisah ini diceritakan kepada Rasulullah SAW, beliau merespons dengan tertawa karena kelucuan atas aksi jahil Nuaiman tersebut.un

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com

Kekalahan Pasukan Muslim di Perang Uhud, Apa Penyebabnya?


Jakarta

Pasukan muslim sempat menelan kekalahan ketika Perang Uhud. Peristiwa yang terjadi pada Syawal 3 H itu berlangsung di kaki Bukit Uhud, tepatnya sebelah utara Kota Madinah.

Perang Uhud termasuk ke dalam salah satu peperangan besar dalam Islam. Rasulullah SAW memimpin langsung pasukan muslim pada perang ini.

Menurut buku Sang Panglima Tak Terkalahkan Khalid Bin Walid karya Hanatul Ula Maulidya, kala itu jumlah pasukan muslim hanya 1.000, sementara tentara kafir Quraisy mencapai 3.000 pasukan. Rincian pasukan muslim terdiri atas gabungan masyarakat Makkah dan Madinah.


Sementara itu, pasukan Quraisy mencakup 200 tentara berkuda, 700 pasukan berkendara unta, dan sisanya pasukan pemanah serta pejalan. Namun, ketika dalam perjalanan menuju Gunung Uhud, Abdullah bin Ubah yang merupakan pemimpin bani terbesar di kaum Quraisy membelot, ia lantas membawa 300 pasukan muslimin.

Dengan demikian, prajurit muslim hanya tersisa 700 orang. Dengan jumlah yang sedikit itu, kaum muslimin tetap harus mengalahkan pasukan kafir Quraisy.

Perang Uhud dilatarbelakangi kekalahan pasukan kafir Quraisy dalam Perang Badar yang menyebabkan munculnya dendam terhadap kaum muslimin. Menurut As-Sirah An-Nabawiyah susunan Ibnu Hisyam, ketika kaum Quraisy kalah pada Perang Badar, tentara yang tewas dimasukkan ke dalam sebuah sumur sedangkan sisanya yang hidup kembali ke Makkah.

Karenanya, pada Perang Badar ini kafir Quraisy merencanakan serangan besar-besaran kepada pasukan muslim. Bahkan, Abu Sufyan dan para saudagar mengumpulkan harta bersama dengan golongan Ahabisy, yaitu kabilah-kabilah Arab di luar Quraisy yang telah sepakat menyerah Nabi Muhammad SAW.

Lantas, apa penyebab kekalahan pasukan muslim di Perang Uhud?

Penyebab Kalahnya Prajurit Muslim pada Perang Uhud

Mengutip dari buku Islam at War yang ditulis oleh George F Nafziger, meski jumlah antara pasukan muslim dan kafir Quraisy berbanding terbalik, ketika peperangan berlangsung kaum muslimin sempat unggul. Bahkan pasukan Quraisy yang dipimpin Abu Sufyan terlihat kewalahan.

Keunggulan ini disebabkan strategi Rasulullah SAW yang menempatkan 150 pasukan pemanah di atas bukit untuk melindungi pasukan yang berada di bawah bukit. Nabi Muhammad SAW menginstruksikan pasukan pemanah dalam Perang Uhud untuk tidak berpindah dari posisi mereka dan selalu waspada, apapun yang terjadi.

Sayangnya, imbauan beliau tidak dihiraukan. Ketika pasukan Quraisy kewalahan dan korban berjatuhan, pemanah muslimin justru berbondong-bondong turun dari bukit dan berebut harta rampasan perang. Padahal, Rasulullah SAW sudah menginstruksikan mereka untuk tetap pada posisi.

Hal tersebut lantas mengakibatkan pasukan Quraisy yang sebelumnya sudah mundur menjadi kembali karena aman dari ancaman pemanah. Korban dalam Perang Uhud tercatat menjadi yang terbanyak selama Rasulullah SAW masih hidup, yaitu 72 orang.

Dalam Perang Uhud, sahabat Nabi Muhammad SAW yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib ikut gugur. Ia dibunuh oleh Wahsyi bin Harb, seorang budak Quraisy yang kemudian masuk Islam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Taubatnya Wahsyi, Pembunuh Paman Rasulullah SAW



Jakarta

Kematian paman Rasulullah SAW yang bernama Hamzah bin Abdul Muthalib membuat sang nabi sangat terpukul. Bahkan dalam sebuah riwayat dikatakan Nabi Muhammad menangis ketika melihat jasad Hamzah.

Dikisahkan dalam Sirah Nabawiyah for Kids karya Abdul Mun’im al-Hasyimi, Hamzah wafat saat Perang Uhud. Kala itu, seorang penduduk Habsyah bernama Wahsyi bin Harb membunuh Hamzah dengan melemparkan belati hingga mengenai dada beliau.

Lemparan Wahsyi jarang meleset. Ketika Hamzah menghabisi musuh-musuhnya, Wahsi bersembunyi di balik pohon dan saat paman Rasulullah itu muncul, dilemparlah belati ke arahnya.


Belati itu lantas mengenai bagian bawah perut Hamzah hingga menembus ke bawah. Seketika Hamzah tersungkur tak berdaya.

Setelahnya, Wahsyi kembali untuk mengambil senjatanya dan bergabung dengan pasukan perang lainnya. Sementara jasad Hamzah dikoyak dadanya dan dicabik-cabik oleh Hindun binti Utbah. Bahkan bagian hati Hamzah dikunyah mentah olehnya.

Mengutip dari buku Mengungkap Rahasia Online dengan Allah susunan Irja Nasrullah, Wahsyi dikenal sebagai budak yang bergumul dengan perbuatan syirik hingga berzina. Kala itu, Hindun binti Utbah menjanjikan harta dan kemerdekaan dalam sayembara yang ia adakan bagi siapapun yang berhasil membunuh Hamzah.

Hindun menyimpan dendam yang membara pada Hamzah karena telah membunuh ayah dan sanak saudaranya pada Perang Badar. Wahsyi mengikuti sayembara tersebut dan ia terbukti mampu membunuh paman dari sang rasul. Setelah Wahsyi menerima hadiah dari Hindun, ia merasa sangat senang.

Namun kesenangan itu tak berlangsung lama. Berkat hidayah Allah SWT, Wahsyi lantas datang kepada Rasulullah SAW untuk bertobat atas apa yang pernah ia perbuat.

Sebagai seorang utusan Allah, Nabi Muhammad menerima Wahsyi dengan tangan terbuka. Dalam buku Markas Cahaya oleh Salman Al-Jugjawy, dari Ibnu Abbas RA beliau menceritakan Wahsyi berkata,

“Wahai Muhammad, bagaimana engkau akan mengajakku masuk Islam sedangkan engkau sendiri pernah berkata bahwa seorang pembunuh, musyrik dan pezina telah terjatuh ke dalam dosa dan akan menerima azab yang berlipat ganda serta kekal di neraka dalam keadaan hina. Sedangkan semua itu telah aku lakukan. Apakah menurutmu ada sedikit keringanan bagiku atas dosa-dosaku itu?”

Sebagai jawaban atas pertanyaan Wahsyi, turunlah surat Al Furqan ayat 70 yang berbunyi,

إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَٰلِحًا فَأُو۟لَٰٓئِكَ يُبَدِّلُ ٱللَّهُ سَيِّـَٔاتِهِمْ حَسَنَٰتٍ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

Artinya: “Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka itu kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”

Mendengar firman Allah itu, Wahsyi kembali bertanya kepada Rasulullah SAW,

“Wahai Muhammad, persyaratan ini (taubat, beriman, dan beramal saleh) amat berat, tidak mungkin aku dapat memenuhinya,”

Keberatan Wahsyi ini kemudian menjadi sebab turunnya ayat lain, yaitu surat Az Zumar ayat 53,

قُلْ يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ أَسْرَفُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا۟ مِن رَّحْمَةِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغْفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلْغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Artinya: “Katakanlah (Nabi Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas (dengan menzalimi) dirinya sendiri, janganlah berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,”

Setelah ayat itu turun, Wahsyi kemudian menjawab ia sanggup dan kemudian masuk Islam. Ia sungguh menyesali dosa-dosa yang ia perbuat sebelum memeluk Islam.

Pada masa-masa berikutnya, Wahsyi justru menjadi salah seorang tokoh yang berperan penting dalam kehidupan Islam. Ia berhasil membunuh Musailamah Al Kadzab, seorang nabi palsu yang kerap memusuhi Nabi Muhammad SAW.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Penyebab Meletusnya Perang Badar, Pertempuran Besar Islam Pertama Kalinya


Jakarta

Perang Badar adalah pertempuran besar pertama kali dalam sejarah Islam. Perang yang berlangsung pada 17 Ramadan tahun ke-2 Hijriyah itu dimenangkan oleh kaum muslimin.

Ketika perang berlangsung, tentara Islam dan kafir Quraisy tidak imbang. Pasukan muslimin berjumlah 313 orang sementara tentara Quraisy mencapai 1.000 orang lebih.

Dari segi jumlah, tampaknya mustahil bagi umat Islam untuk memenangkan Perang Badar. Namun, atas kuasa Allah, para malaikat yang jumlahnya ribuan turun dan menjadi pasukan dalam pertempuran besar itu.


Dalam surat Ali Imran ayat 123-126, Allah SWT bersabda:

وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ ٱللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنتُمْ أَذِلَّةٌ ۖ فَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ إِذْ تَقُولُ لِلْمُؤْمِنِينَ أَلَن يَكْفِيَكُمْ أَن يُمِدَّكُمْ رَبُّكُم بِثَلَٰثَةِ ءَالَٰفٍ مِّنَ ٱلْمَلَٰٓئِكَةِ مُنزَلِينَ بَلَىٰٓ ۚ إِن تَصْبِرُوا۟ وَتَتَّقُوا۟ وَيَأْتُوكُم مِّن فَوْرِهِمْ هَٰذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُم بِخَمْسَةِ ءَالَٰفٍ مِّنَ ٱلْمَلَٰٓئِكَةِ مُسَوِّمِينَ وَمَا جَعَلَهُ ٱللَّهُ إِلَّا بُشْرَىٰ لَكُمْ وَلِتَطْمَئِنَّ قُلُوبُكُم بِهِۦ ۗ وَمَا ٱلنَّصْرُ إِلَّا مِنْ عِندِ ٱللَّهِ ٱلْعَزِيزِ ٱلْحَكِيمِ

Artinya: “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang mukmin: “Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit)?” Ya (cukup), jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda. Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,”

Menukil dari Sirah Nabawiyah susunan Abdul Hasan ‘Ali al-Hasani an-Nadwi, Nabi Muhammad memohon pertolongan kepada Allah SWT seraya berkata, “Ya Allah! Kaum Quraisy telah datang dengan pasukan dan segala kecongkakakannya. Mereka datang untuk memerangi-Mu dan mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, jika golongan ini (kaum muslim) binasa, maka Engkau tidak akan disembah lagi di muka Bumi ini. Ya Allah, laksanakanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, kami mohon pertolongan-Mu,”

Lalu, apa penyebab meletusnya Perang Badar?

Penyebab Pecahnya Perang Badar

Menurut buku Dua Pedang Pembela Nabi SAW karya Rizem Aizid, penyebab pecahnya Perang Badar ialah ketidakadilan yang dilakukan oleh orang-orang kafir Quraisy. Hal ini menyebabkan kaum muslimin harus hijrah dari Makkah ke Madinah demi menghindari tindakan zalim yang dilakukan kaum Quraisy.

Sayangnya, ketegangan dan bentrok antar keduanya semakin memanas. Bahkan setelah hijrah pun, kaum muslimin dan kafir Quraisy tetap berseteru.

Ketegangan yang makin memuncak itu menjadi lahirnya perang antara keduanya. Perang besar dimulai dengan Perang Badar.

Kemudian, penyebab lain dari pecahnya Perang Badar ini adalah balas dendam kafir Quraisy terhadap kaum muslimin. Sebelum perang besar pertama itu berlangsung, telah terjadi ‘perang’ antara keduanya dengan skala kecil, bahkan tidak dapat disebut sebagai perang.

Contohnya ketika Rasulullah memimpin 200 tentara untuk menyerang kabilah besar kafir Quraisy. Tak lama setelah itu, kaum Quraisy membalas dengan melancarkan serangan ke Madinah yang bertujuan untuk mencuri ternak kaum muslim.

Penamaan Yaum al-Furqan pada Hari Perang Badar

Merujuk pada sumber yang sama, saking pentingnya Perang Badar sampai-sampai Allah SWT menamai hari berlangsungnya pertempuran itu dengan Yaum al-Furqan yang berarti hari perbedaan. Pada saat itu, Allah SWT ingin membedakan antara yang hak dan batil.

Peperangan hebat itu berlangsung selama dua jam. Pasukan muslim berhasil menghancurkan garis pertahanan tentara Quraisy yang menyebabkan mereka mundur secara berurutan.

Allah SWT meninggikan derajat kaum muslimin dengan memenangkan peperangan yang dari segi jumlah sangat timpang.

(aeb/nwk)



Sumber : www.detik.com

Abu Darda, Sahabat Nabi yang Paling Terakhir Masuk Islam



Jakarta

Sahabat Nabi Muhammad SAW yang pertama kali masuk Islam disebut dengan “As sabiqunal awwalun.” Mereka adalah Ali bin Abi Thalib, Khadijah, Abu Bakar As-Shiddiq, Zaid bin Haritsah, dan Utsman bin Affan. Lalu bagaimana dengan sahabat Rasulullah SAW yang terakhir kali memeluk Islam? Berikut kisah lengkap sahabat nabi yang paling akhir masuk Islam.

Sahabat Nabi SAW yang paling akhir masuk Islam adalah Abu Darda. Ia adalah seorang laki-laki yang unggul, penuh ketaatan, dan spesifik. Ia seorang muslim yang selalu berusaha menggapai derajat ibadah tertinggi yang bisa dicapai oleh manusia.

Kisahnya dirangkum dalam buku Sosok Para Sahabat Nabi oleh Dr. Abdurrahman Raf’at al-Basya, sebagaimana berikut ini.


Abu Darda memiliki nama asli Uwaimir bin Malik dari suku Khazraj. Namun orang-orang lebih sering memanggilnya dengan Abu Darda karena ia memiliki anak bernama darda.

Suatu pagi yang sangat pagi ia telah terbangun dari tidurnya. Ia lantas mengucapkan doa dan salam kepada berhala yang ia simpan di tempat terbaik di rumahnya.

Tak lupa, ia juga mengoleskan wangi-wangian serta memberinya baju sutera, hadiah dari kawannya yang kembali dari Yaman kemarin.

Setelah matahari sudah meninggi, ia lantas pergi menuju tokonya. Namun belum jauh ia berjalan, di Kota Yatsrib terdapat riuh-rendah yang ternyata berasal dari sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW yang pulang dari Perang Badar.

Ia lantas menanyakan kabar sahabat jahiliyahnya dulu yang kini telah memeluk Islam, Abdullah ibn Rawalah. Seorang pemuda menjawab bahwa Abdullah baik-baik saja dan pulang dengan membawa ghanimah. Ia pun merasa tenang dan lega.

Meskipun Abdullah bin Rawalah telah masuk Islam, dirinya masih berhubungan baik dengan Abu Darda. Ia bahkan sering mengunjunginya dan menyemangatinya untuk segera masuk Islam. Namun selalu saja ditolak oleh Abu Darda.

Ketika Abu Darda sudah sampai di tokonya, kesibukan langsung menyelimutinya, tanpa tahu apa yang akan diperbuat Abdullah di rumahnya.

Di Rumah Abu Darda

Pintu rumah Abu Darda terbuka dan Abdullah melihat Ummu Darda di dalam. Lantas ia meminta izin untuk masuk rumah dan diijinkan olehnya.

“Di mana gerangan Abu Darda?” Tanya Abdullah.

“Dia sudah pergi ke toko. Tak lama lagi tentu pulang.” Lalu ia menunggu kedatangan Abu Darda di dalam rumah. Tanpa sepengetahuan Ummu Darda, Abdullah diam-diam masuk ke ruangan berhala dan menghancurkannya.

“Semua yang menyekutukan Allah itu sesat.” Gumam Abdullah. Setelah patung itu hancur, ia lantas meninggalkannya.

Tak lama, Ummu Dardah masuk dan berteriak histeris mendapati patung sembahannya telah hancur berkeping-keping. Sambil memukul-mukul kepala dan menampar pipi ia meratap, “Engkau menghancurkanku. Ibnu Rawahah, engkau menghancurkanku…”

Abu Darda pun pulang dari tokonya. Ia mendapati istrinya di depan pintu sambil memeluk berhala rusak itu dengan wajah yang ketakutan.

“Kenapa kau?” Tanya Abu Darda.

“Saudaramu, Abdullah ibn Rawalah, tadi datang lalu menghancurkan patung pemujaanmu…” jawab Ummu Darda

Sekejap emosinya pun memuncak dan hendak langsung mendatangi Abdullah. Namun setelah dipikir-pikir, amarahnya mereda dan tidak jadi marah. Ia malah berkata,

“Kalau patung ini memiliki kebaikan, tentu dia mampu melindungi dirinya dari segala gangguan…”

Setelah kejadian ini, ia langsung pergi mencari Abdullah ibn rawalah. Ia lantas meminta untuk diantar menghadap Rasulullah SAW untuk menyatakan keislamannya.

Dengan ini menjadikan Abu Darda sebagai sahabat nabi paling akhir dari yang memeluk Islam dari kaum Khazraj.

Sejak saat itu, ia langsung beriman secara mantab kepada Allah SWT. Ia menyesali ketertinggalannya tersebut, membalasnya dengan mempelajari agama dengan sangat giat dan tekun.

Dirinya bagai orang yang kehausan akan ilmu-ilmu dan ibadah. Bahkan ia tak segan untuk meninggalkan jual belinya demi menghadiri majelis-majelis ilmu. Akhirnya Abu Darda menjadi sahabat nabi dan orang yang paling mengerti tentang dinullah dan hafal Al-Qur’an.

(erd/erd)



Sumber : www.detik.com

Kisah Perang Badar, Salah Satu Pertempuran Besar dalam Sejarah Islam



Jakarta

Perang Badar terjadi pada 17 Ramadhan tahun kedua Hijriah. Pertempuran ini disebut terbesar yang pertama dalam sejarah Islam.

Kala itu, jumlah pasukan kaum muslimin dan kafir Quraisy tidak seimbang. Penyebab meletusnya sendiri ialah karena perseteruan umat Islam dengan kaum Quraisy yang musyrik, seperti dijelaskan dalam Kitab As-Sirah an-Nabawiyah tulisan Abul Hasan Ali al-Hasani an-Nadwi.

Kaum Quraisy kerap kali berupaya memerangi Islam. Mereka menghalangi jalan Allah SWT dan membuat berbagai kesulitan terhadap kaum muslimin.


Saat Perang Badar, pasukan muslimin berjumlah 313 orang, sementara tentara Quraisy mencapai 1.000 orang lebih.

Mengutip Ar-Rahiq al-Makhtum-Sirah Nabawiyah karya Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, Perang Badar terjadi saat pasukan Madinah menghadang kafilah dagang Quraisy yang pulang dari Syam menuju Makkah.

Kafilah dagang Quraisy itu membawa harta kekayaan penduduk Makkah yang jumlahnya melimpah, yaitu sebanyak 1.000 unta membawa harta benda yang nilainya tidak kurang dari 5.000 dinar emas. Hal ini jadi kesempatan emas bagi pasukan Madinah untuk melancarkan pukulan yang telak bagi orang-orang kafir Quraisy. Ini menjadi serangan dalam bidang politik, ekonomi, dan militer.

Karenanya, Nabi Muhammad SAW mengumumkan kepada orang-orang muslim seraya mengatakan,

“Ini adalah kafilah dagang Quraisy yang membawa harta benda mereka. Hadanglah kafilah itu, semoga Allah SWT memberikan barang rampasan itu kepada kalian.”

Akhirnya, hal tersebut menyebabkan Perang Badar pecah. Tanpa rasa takut, Nabi Muhammad SAW dan pasukannya berangkat dari Madinah menuju medan pertempuran.

Dengan taktik dan siasat dari Rasulullah SAW pasukan Islam sampai terlebih dahulu ke mata air Badar. Hal ini menjadi taktik dan siasat bagi pasukan muslim supaya mereka memiliki cadangan air di tengah lembah gurun Badar.

Hingga akhirnya peperangan pun dimulai. Orang pertama yang menjadi korban ialah Al-Aswad bin Abdul Asad Al-Makhzumi ia adalah seorang laki-laki yang kasar dan buruk akhlaknya.

Ia keluar barisan dan mengancam pasukan muslim, ia datang untuk merebut mata air dan mengambil air minum. Namun kedatangannya langsung disambut oleh Hamzah bin Abdul Muthalib.

Setelah saling berhadapan Hamzah langsung menebas kaki Al-Aswad di bagian betis hingga putus, ia pun lalu merangkak dan tercebur ke dalamnya. Tetapi secepat kilat Hamzah berhasil menyerangnya dan membuatnya meninggal dunia.

Setelah itu, perang pun pecah dan orang Quraisy kehilangan 3 orang penunggang kuda yang merupakan komando pasukan mereka. Hal itu, membuat pasukan Quraisy murka dan menyerang pasukan muslim dengan membabi buta.

Di sisi lain, Rasulullah SAW berdoa kepada Allah SWT dan memohon kemenangan, hingga akhirnya Rasulullah SAW dilanda rasa kantuk. Dalam riwayat Muhammad bin Ishaq disebutkan: “Rasulullah SAW bersabda, “Bergembiralah wahai Abu Bakar. Telah datang pertolongan Allah SWT kepadamu. Inilah Jibril yang datang sambil memegang tali kekang kuda yang ditungganginya di atas gulungan-gulungan debu.”

Orang-orang muslim pun bertempur dengan bantuan para malaikat. Disebutkan dalam riwayat Ibnu Sa’d dari Ikrimah, dia berkata, “Pada saat itu ada kepala orang musyrik yang terkulai, tanpa diketahui siapa yang telah membabatnya. Ada pula tangan yang putus, tanpa diketahui siapa yang membabatnya.” Hingga akhirnya pasukan muslim pun menang dan orang Quraisy mundur dari pertempuran.

Saking pentingnya Perang Badar Allah SWT bahkan menamai hari berlangsungnya pertempuran itu dengan Yaum al-Furqan. Maknanya sendiri ialah hari perbedaan. Kala itu, Allah SWT ingin membedakan antara yang hak dan batil.

Peperangan hebat itu berlangsung selama dua jam. Pasukan muslim berhasil menghancurkan garis pertahanan tentara Quraisy yang menyebabkan mereka mundur secara berurutan.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Umair bin Wahab, Setan Quraisy yang Akhirnya Jadi Sahabat Rasulullah


Jakarta

Tidak semua sahabat Rasulullah SAW dari kalangan orang-orang baik yang langsung menerima ajaran beliau. Namun, dengan ketulusan hati beliau, yang awalnya musuh pun bisa dijadikannya sahabat.

Umair bin Wahab sebelum menjadi sahabat Rasulullah SAW, ia adalah salah satu musuh paling keras di masa jahiliah. Di Pertempuran Badar, Umair bin Wahab adalah salah satu pemimpin Quraisy yang menghunus pedangnya untuk menghadapi Islam.

Kemampuan paling menonjolnya adalah penglihatan dan perhitungan yang tepat. Hingga ia memiliki dendam dan ingin membunuh Rasulullah SAW.


Kisah Umair bin Wahab saat Perang Badar

Merangkum buku Sirah 60 Sahabat Nabi Muhammad SAW oleh Ummu Ayesha, di Perang Badar, Umair bin Wahab menjadi salah satu panglima dari suku Quraisy dan dijuluki Setan Quraisy. Sebagai bentuk strateginya, ia berinisiatif mengintai persiapan Rasulullah SAW.

Melihat pasukan Islam berjumlah 300 orang tanpa ada prajurit cadangan dan tidak takut mati, Umair bin Wahab memutuskan untuk menarik mundur pasukannya kembali ke Mekkah. Menurutnya, jika jumlah korban dari pihaknya sama dengan jumlah pasukan Rasulullah SAW, maka itu adalah sebuah kerugian.

Sebaliknya Abu Jahal tidak melihat pasukan kaumnya mundur. Dia kembali menyemangati dan mengobarkan api dendam kepada kaumnya, maka pasukan pun kembali ke Badar. Perang Badar pun pecah dengan korban pertama dari suku Quraisy adalah Abu Jahal.

Sebagai panglima, Umair mendapatkan kekalahan telak di Medan Badar. Korban yang terus berjatuhan membuat pasukannya frustasi.

Selain itu, satu putra Umair menjadi tawanan perang. Umair pun tidak bisa menyembunyikan kesedihannya atas kondisi sang anak. Kesedihan yang berujung pada rasa dendam hingga ingin membunuh Rasulullah SAW.

Bertekad Membunuh Rasulullah namun Akhirnya Memeluk Islam

Merangkum buku Sirah 65 Sahabat Rasulullah SAW karya Abdurrahman Ra’fat Al-Fasya, Umair bin Wahab bertemu Shafwan bin Umayyah di suatu pagi. Shafwan mengajak Umair berbincang dan Umair pun duduk di hadapan Shafwan.

Kedua pria tersebut akhirnya mengingat kekalahan telak dalam peristiwa Perang Badar. Mereka juga menghitung anggota kelompok mereka yang ditawan oleh Rasulullah dan para sahabatnya dalam perang.

Di tengah kesempatan itu Shafwan berkata, “Demi Allah, tidak ada kehidupan yang lebih baik sesudah mereka kini, sesudah kematian pahlawan-pahlawan Quraisy.”

“Demi Tuhan, seandainya aku tidak memiliki utang yang harus kulunasi dan kekhawatiran atau keselamatan keluargaku setelah kehilanganku, sungguh aku akan pergi menemui Muhammad dan membunuhnya,” timpal Umair.

Shafwan mendorong semangat dan membakar api dendam Umair dengan berkata, “Semua utangmu di atas tanggunganku, sedangkan keluargamu bersama keluargaku. Aku akan menjamin keselamatan mereka seumur hidup mereka, aku tidak akan berbuat berat sebelah sehingga melemahkan keluargamu.”

Umair bangkit, dan api kedengkian berkobar dengan dahsyat di dalam hatinya terhadap Rasulullah SAW. Lalu ia mempersiapkan bekal untuk mewujudkan tekadnya dan tidak ada kegelisahan sedikit pun di dalam hatinya.

Umair meminta keluarganya untuk mengasah pedang dan melumurinya dengan racun, kemudian ia meminta disiapkan kendaraannya. Dia mulai perjalanan menuju Madinah, dibalut oleh selendang kebencian dan kejahatan.

Saat Umair tiba di Madinah, orang pertama yang melihatnya adalah Umar bin Khattab. Melihat Umair berkeliaran dengan pedang di tangannya, membuat Umar khawatir kalau Umair datang dengan niat buruk.

“Anjing ini adalah musuh Allah, Umair bin Wahab. Dia datang dengan membawa niat tidak baik, akan tetapi ia ingin berbuat keonaran. Kita telah menduga ialah orang yang menghasut kaum Quraisy untuk memerangi kita di Perang Badar,” ujar Umar bin Khattab. Lalu Umar pun pergi melapor kepada Rasulullah SAW

Setelahnya, mata pedang Umar diarahkan pada Umair dan tangannya mencengkram baju Umair, kemudian ia seret ke hadapan Nabi. Umar pun berkata kepada orang-orang Anshar, “Masuk lah bersama Rasulullah SAW, dan berwaspadalah dari ancaman si keji ini. Karena sesungguhnya dia tidak bisa di percaya.”

Rasulullah SAW yang melihat perlakuan Umar terhadap Umair, maka ia memberi perintah, “Lepaskan dia, wahai Umar! Dan wahai Umair tetap di tempatmu!”

Rasulullah SAW menanyakan apa sebenarnya maksud kedatangan Umair. Namun, Umair selalu mengelak dengan mengatakan hanya meminta agar para tawanan dibebaskan.

Rasulullah SAW mengetahui perbincangan antara Umair dan Shafwan mengenai tawanan dan tawaran dari Shafwan kepada Umair yang akhirnya mengobarkan api dendam di hatinya. Rasulullah SAW juga mengetahui jika niat sebenarnya Umair datang menghadap adalah ingin membunuhnya.

Umair merasa terkejut sesaat, lalu ia berkata, “Aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah SWT.” Lalu ia mengucapkan kalimat syahadat dan memeluk agama Islam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Abu Jahal Siapanya Nabi Muhammad?


Jakarta

Dakwah Nabi Muhammad SAW tidak selalu berjalan mulus. Beliau kerap mendapat cobaan dari kaum kafir Quraisy yang membenci Al-Qur’an dan agama Islam.

Salah satu tokoh besar Quraisy yang terkenal menentang dakwah Nabi Muhammad SAW adalah Abu Jahal. Mengutip buku Cerita Al-Qur’an oleh M. Zaenal Abidin, nama asli Abu Jahal adalah Amir Ibnul Hasyim. Julukan Abu Jahal artinya Bapak Kebodohan.

Mengutip Tarikh Nabi Muhammad karya Moenawar Chalil, jika dilihat dari jalur keluarga, Abu Jahal memiliki hubungan keluarga yang jauh dengan Nabi Muhammad SAW.


Kisah Abu Jahal Ingin Mencelakai Nabi Muhammad SAW

Abu Jahal dikenal kejam dalam membenci Nabi Muhammad SAW. Ada kisah Abu Jahal dalam menentang dakwah Nabi Muhammad SAW dan hendak mencelakainya meskipun selalu gagal.

Kembali mengutip buku Tarikh Nabi Muhammad, Abu Jahal sempat mencoba memukul kepala Nabi Muhammad SAW dengan batu saat beliau sedang salat. Namun, saat ia ingin melempar sebuah batu, ia justru terhempas ke belakang.

Abu Jahal bersaksi bahwa ia melihat seekor unta besar yang hendak menendangnya, sehingga ia berusaha menghindar. Namun, kawan-kawannya tidak mempercayai cerita itu dan tidak menghiraukan perkataan Abu Jahal lagi karena dianggap pembohong.

Lalu dalam kisah lain yang dikutip dari buku Cerita Al-Qur’an, Abu Jahal sempat meminta Nabi Muhammad SAW ke rumahnya, ia mengaku sakit keras. Nabi Muhammad SAW yang menerima kabar tersebut datang ke rumah Abu Jahal tanpa menaruh curiga sedikit pun.

Setibanya di rumah Abu Jahal, Nabi Muhammad SAW hanya berdiri di depan pintu kamarnya tanpa masuk. Abu Jahal yang sudah menanti kedatangan Nabi Muhammad SAW segera beranjak dari tempat tidur.

Ia menghampiri Nabi Muhammad SAW yang menjenguknya, namun apa yang terjadi? Abu Jahal malah terperosok ke dalam lubang yang ia buat sendiri. Rupanya, Abu Jahal hendak menjebak dan mencelakai Nabi Muhammad SAW. Kabar bahwa Abu Jahal sedang sakit adalah akal-akalan Abu Jahal.

Abu Jahal Ditaklukkan di Perang Badar

Mengutip buku Nabi Muhammad Sang Pejuang Hebat karya, Perang Badar salah satu perang Islam utama yang mengubah wajah sejarah Islam dan menegaskan arah perjalanan umat Islam. Perang ini menjadi lentera penerang jalan kaum muslimin dan membawa mereka kepada kemenangan yang langgeng.

Merangkum buku Dua Sahabat Penakluk Abu Jahal karya Fadila Harum, dua pemuda Anshar bernama Muadz bin Amr dan Muawwidz bin Atra adalah orang yang sedih melihat Nabi Muhammad SAW dimusuhi oleh Abu Jahal. Meskipun pada saat Perang Badar kedua sahabat itu masih berusia belasan tahun, Nabi Muhammad SAW melihat potensi yang bagus dari diri mereka untuk berperang.

Melihat Abu Jahal di Medan perang, Muadz dan Muawwidz tidak ragu untuk mendekati Abu Jahal. Dengan gagah berani keduanya bersama-sama menghadapi prajurit-prajurit Quraisy dan dapat berhadapan langsung dengan Abu Jahal.

Dikisahkan bahwa Mu’awwidz berhasil menyabet kaki Abu Jahal hingga tersungkur sekarat. Dia tidak dapat bergerak namun masih cukup sadar untuk merasakan azabnya.

Saat berada diambang kematian, Abu Jahal masih sempat menatap Abdullah bin Mas’ud seraya berkata, “Beritahukanlah kepada Nabi kalian bahwa saya telah membencinya sepanjang hidup saya, dan bahkan sampai saat ini, api kebencian masih membara di hati saya.”

Kemudian, Abdullah bin Mas’ud memenggal kepala Abu Jahal. Kepala Abu Jahal dibawa ke Nabi Muhammad SAW sedangkan mayatnya dilemparkan ke dalam sumur tempat mayat-mayat kaum musyrik dilemparkan, yakni di dalam sumur Badar.

Wallahu a’lam.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com