Tag Archives: perplexity

Canva Down di Seluruh Dunia, Pengguna Teriak


Jakarta

Platform desain grafis dan presentasi populer Canva saat ini sedang mengalami down, dengan banyak pengguna dari berbagai negara termasuk Indonesia telah melaporkan bahwa aplikasinya tidak beroperasi saat ini.

Situs DownDetector menunjukkan banyak pengguna melaporkan downtime dengan software tersebut saat ini, dan banyak dari mereka menyampaikan rasa frustrasi di media sosial X.

Pihak Canva juga sudah memberikan penjelasan. “Kami saat ini mengalami tingkat eror yang meningkat dan berimbas pada fungsionalitas di Canva. Tim kami secara aktif menginvestigasi isu ini dan bekerja untuk mengembalikan akses penuh secepat mungkin,” sebut aplikasi asal Australia ini.


Banyak pengguna tidak dapat masuk, mengakses proyek mereka, atau menyimpan pekerjaan mereka di Canva. Sebagian besar masalah tampaknya berasal dari versi web Canva, yang dilaporkan tidak responsif bagi sebagian besar pengguna.

Menurut data dari Downdetector, mayoritas masalah yang dilaporkan terkait dengan platform web, sementara sebagian pengguna mengalami masalah saat menggunakan aplikasi seluler. Sampai saat ini, layanan Canva tampaknya belum bisa dipulihkan.

Bahkan kabarnya, situs atau aplikasi down tidak hanya dialami Canva. “Mau ngerjain pake canva down, yauda main game aja eh roblox down. Mau cek snapchat, down juga,” sebut sebuah akun.

Ada yang menyebut permasalahannya berasal dari layanan cloud Amazon Web Services yang mengalami gangguan. “Gangguan besar AWS telah memengaruhi banyak aplikasi web di seluruh dunia. @perplexity_ai, @canva, @vercel dan beberapa aplikasi lainnya juga tidak berfungsi,” tulis sebuah akun.

(fyk/fyk)





Sumber : inet.detik.com

WhatsApp Blokir Chatbot AI Lain, Cuma Bisa Pakai Meta AI


Jakarta

Meta sedang mengeluarkan aturan baru terkait kecerdasan buatan di dalam WhatsApp. Hasil amandemen ketentuan API WhatsApp Business menyebutkan, penggunaan chatbot pihak ketiga di WhatsApp akan diblokir mulai 15 Januari 2026.

Putusan ini akan berdampak langsung pada klien berbasis WhatsApp yang banyak digunakan untuk berbagai perangkat, termasuk ChatGPT dari OpenAI dan asisten Perplexity, serta Luzia yang berfokus di Amerika Latin dan lainnya.


Kebijakan baru ini memblokir akses ke WhatsApp Business Solutions. Penjelasan Meta sendiri menggambarkan pergeseran ini sebagai upaya penyelarasan. API WhatsApp Business tidak dirancang untuk menghosting chatbot pihak ketiga, melainkan untuk memfasilitasi notifikasi, dukungan, dan transaksi.

“Untuk tujuan menyediakan, mengirimkan, menawarkan, menjual, atau dengan cara lain membuat tersedia teknologi-teknologi tersebut ketika teknologi-teknologi tersebut merupakan fungsi utama (bukan sekunder atau tambahan) yang disediakan untuk digunakan, sebagaimana ditentukan oleh Meta sesuai dengan kebijakannya sendiri,” kata Meta dalam pernyataan terkait syarat dan ketentuan aturan baru ini, dikutip dari TechCrunch.

Meta telah mengonfirmasi aturan terbaru ini dan menjelaskan bahwa langkahnya tersebut tidak mempengaruhi bisnis yang menggunakan AI untuk melayani pelanggan di WhatsApp. Misalnya, perusahaan jasa perjalanan yang mengoperasikan chatbot untuk layanan pelanggan tidak akan dilarang menggunakan layanan tersebut.

Alasan Meta di balik langkah ini adalah API WhatsApp Business dirancang untuk bisnis yang melayani pelanggan, bukan sebagai platform untuk distribusi chatbot. Perusahaan tersebut mengatakan bahwa meski API ini dibangun untuk kasus penggunaan business-to-business, dalam beberapa bulan terakhir, mereka melihat kasus penggunaan yang tidak terduga untuk chatbot umum.

“Tujuan API WhatsApp Business adalah untuk membantu bisnis memberikan dukungan pelanggan dan mengirimkan pembaruan yang relevan. Fokus kami adalah mendukung puluhan ribu bisnis yang membangun pengalaman ini di WhatsApp,” kata Meta lagi.

Langkah ini secara efektif akan membuat WhatsApp tak lagi tersedia sebagai platform untuk mendistribusikan solusi AI seperti asisten atau agen. Hal ini juga berarti Meta AI menjadi satu-satunya asisten yang tersedia di WhatsApp.

(rns/rns)



Sumber : inet.detik.com

Millennial Pakai AI untuk Bantu Kerja, Gen Z untuk Jadi Teman Curhat


Jakarta

Kehadiran platform AI generatif seperti ChatGPT, Gemini, Perplexity, dan lain-lain mendorong adopsi AI di seluruh dunia. Termasuk Indonesia yang tingkat adopsi AI-nya terbilang cukup tinggi dibandingkan negara-negara lainnya, menurut survei Kantar.

Ummu Hani, Associate Director Kantar Indonesia mengatakan di Indonesia ada 59% konsumen yang cukup melek teknologi dan pernah menggunakan layanan AI setidaknya sekali dalam enam bulan terakhir.

“Mungkin pernah mencoba at least satu kali, maybe in the past few years. Di Indonesia sendiri itu sebenarnya ada sekitar 76% consumer secara general. Sedangkan di Southeast Asia angkanya tidak setinggi itu,” ucap Hani dalam media session di Jakarta, Selasa (21/10/2025).


Dari sekian banyak pengguna AI di Indonesia, sebagian besar (74%) penggunaannya dipakai untuk kreativitas seperti mengedit foto dan menghapus objek yang tidak diinginkan di foto.

Tidak hanya kreativitas, 80% pengguna AI di Indonesia juga menganggap teknologi ini penting untuk mendukung karier, riset, dan produktivitas. Dalam aktivitas sehari-hari, 67% pengguna mengatakan AI membantu menghemat waktu dan tenaga dan 54% bisa belajar hal baru dan meningkatkan kompetensi berkat AI.

Ummu Hani, Associate Director Kantar Indonesia (kedua dari kanan)Ummu Hani, Associate Director Kantar Indonesia (kedua dari kanan) Foto: Virgina Maulita Putri/detikINET

Hani menjelaskan ada lima fungsi utama AI dalam membantu produktivitas pengguna, mulai dari merangkum dokumen dan jurnal, mencari dan menerjemahkan informasi, mencari rekomendasi kursus atau program pelatihan khusus untuk upskilling, hingga membantu menyusun CV profesional dan membuat profil LinkedIn yang lebih menarik.

Survei Kantar ini juga mengungkap kebiasaan penggunaan AI di kalangan Gen X, millennial, dan Gen Z. Hani mengatakan Gen X biasanya memakai AI untuk tugas yang lebih praktis seperti membuat jadwal, automasi, dan analisis data.

Sementara itu, millennial banyak memanfaatkan AI untuk meningkatkan efisiensi dan menghemat waktu saat bekerja, tapi tetap mengawasi output yang dihasilkan agar tidak ada hasil halusinasi.

Gen Z, menurut survei Kantar, merupakan golongan yang paling percaya diri menggunakan AI. Teknologi ini biasanya dipakai oleh Gen Z untuk mengekspresikan dirinya sendiri, membuat konten, dan membangun personal branding.

“Gen Z memang penggunaan AI-nya mendominasi untuk lifestyle katanya dia, bahkan kadang-kadang curhat putus cintanya ke AI gitu,” kata Hani.

“Tapi memang basically AI itu di-treat sebagai partner in daily life, jadi kayak teman yang bisa diajak ngobrol apapun dan kapanpun, dan ngasih informasi-informasi yang berharga for anything, jadi nggak cuma related with something yang profesional atau yang serius gitu ya. Hal-hal yang menurut mereka receh pun kadang-kadang ngobrolnya ke AI,” pungkasnya.

(vmp/rns)



Sumber : inet.detik.com

OpenAI Rilis ChatGPT Atlas, Browser AI Penantang Chrome


Jakarta

OpenAI resmi meluncurkan browser berbasis kecerdasan buatan (AI) bernama ChatGPT Atlas, langkah yang menandai babak baru dalam persaingan langsung dengan Google dan Perplexity di ranah browser cerdas. Pengumuman ini disampaikan lewat demo livestream setelah sebelumnya sempat muncul teaser misterius di media sosial perusahaan.

ChatGPT Atlas kini tersedia secara global untuk pengguna macOS, sementara versi Windows, iOS, dan Android dijanjikan menyusul “dalam waktu dekat.” Namun, fitur andalan bernama agent mode baru bisa diakses oleh pengguna ChatGPT Plus dan Pro.

“Kami ingin cara orang berinteraksi dengan internet berubah — pengalaman chat di browser bisa menjadi analog yang sempurna,” kata CEO OpenAI, Sam Altman, seperti dikutip detikINET dari The Verge, Rabu (22/10/2025).


Agent mode menjadi pusat inovasi Atlas. Fitur ini memungkinkan ChatGPT melakukan berbagai tindakan langsung di dalam browser, mulai dari membantu memesan tiket pesawat, membuat reservasi restoran, hingga mengedit dokumen yang sedang dikerjakan pengguna. Selain itu, Atlas juga memiliki memori personalisasi, yang membuatnya semakin “ingat” dan menyesuaikan diri dengan kebutuhan pengguna dari waktu ke waktu. Semua data memori bisa dikelola secara manual di pengaturan, termasuk opsi membuka jendela incognito.

Dari sisi tampilan, Atlas menonjol lewat split-screen yang menampilkan laman web di satu sisi dan percakapan ChatGPT di sisi lain. Tujuannya agar AI selalu menjadi “pendamping” saat pengguna menjelajah. Fitur ini bisa dimatikan kapan saja. Dalam demo, tim OpenAI juga menunjukkan kemampuan ringkasan halaman otomatis serta fitur “cursor chat” yang memungkinkan ChatGPT memperbaiki kalimat langsung di dalam email atau dokumen.

Altman menjanjikan Atlas sebagai “browser yang cepat, halus, dan menyenangkan digunakan.” Langkah OpenAI ini memperlihatkan bagaimana “perang browser AI” kian memanas. Sebelumnya, Perplexity sudah lebih dulu meluncurkan browser Comet, sementara Google tengah menyiapkan integrasi Gemini yang lebih dalam ke Chrome — termasuk kemampuan mengerjakan tugas otomatis seperti memesan belanjaan dan menjadwalkan janji temu.

(asj/asj)



Sumber : inet.detik.com