Tag Archives: perubahan iklim

BRIN Riset Ketersediaan Air di IKN, Ini Dampaknya Jika Tidak Tercukupi


Jakarta

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan penelitian persentase ketersediaan air di wilayah Ibu Kota Nusantara (IKN) dan sekitarnya. Riset tersebut dilakukan melalui Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN.

Kajian ini dilakukan menggunakan pendekatan metode Artificial Neural Network (ANN) atau Jaringan Saraf Tiruan (JST). Kajian dilakukan menggunakan data satelit selama Januari hingga Desember 2022.

Seberapa Banyak Ketersediaan Air di IKN?

Berdasarkan studi yang dilakukan oleh BRIN, ketersediaan air di IKN dan sekitarnya menunjukkan ketersediaan air tinggi atau high water (HW) 0,51%, air vegetasi atau vegetation water (VW) sebanyak 20,41%, dan non air atau non water (NW) 79,08%.


Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Laras Toersilawati mengatakan, contoh dampak apabila ketersediaan air di IKN tidak tercukupi yakni perubahan iklim dan lingkungan. Kondisi ini mengakibatkan berkurangnya hujan, baik jumlah hari hujan maupun curah hujan. Hal ini juga menimbulkan penurunan kualitas air menjadi asam dan tercemar zat besi.

Terlebih, menurutnya ketersediaan air yang tidak tercukupi juga dapat menimbulkan dampak sosial serta lingkungan terhadap peningkatan kebutuhan air. Pasalnya, pendatang yang tertarik ke IKN dapat meningkatkan kebutuhan air bersih.

Apa yang Bisa Dilakukan Pemerintah?

Laras menyebut, untuk mengatasi kemungkinan kelangkaan air di IKN, maka pemerintah dapat membangun bendungan dan sistem perpipaan baru, serta embung.

Ia juga mengusulkan agar pemerintah membangun hutan kota dan melakukan konservasi lahan melalui reboisasi atau penanaman pohon pengganti. Sebab,terjadi alih lahan dari hutan industri eucalyptus menjadi lahan terbangun.

“Penerapan Kota Spons (Sponge City) dengan cara mengelola air hujan secara alami, menyerap dalam tanah, dan memanfaatkan kembali. Serta tak kalah penting melakukan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat akan pentingnya menghemat dan tidak mencemari air, ini bisa menjadi solusinya,” jelas Laras, dikutip melalui keterangan tertulis BRIN, pada Rabu (1/9/2025).

Metode Kajian BRIN

Penelitian BRIN menggunakan citra Sentinel-2A yang dianalisis langsung melalui Google Earth Engine (GEE) untuk menghitung tiga indeks spektral, yakni Indeks Air Permukaan Tanah (LSWI), Indeks Perbedaan Vegetasi Ternormalisasi (NDVI), serta Indeks Perbedaan Air Ternormalisasi (NDWI).

Ketiga indeks tersebut digunakan sebagai prediktor dalam model ANN atau JST.

“JST atau ANN ini merupakan sistem pemrosesan informasi dengan karakteristik yang mirip dengan jaringan saraf biologis, yaitu jaringan saraf pada otak manusia,” jelas Laras.

Ia mengatakan, JST semula dirancang sebagai alat pengenalan pola dan analisis data yang unggul daripada metode statistik konvensional yang mengharuskan data berdistribusi normal.

Lebih komprehensif Laras menjelaskan, model yang dibuat mengikuti tahapan-tahapan dalam jaringan saraf tiruan, yakni menentukan arsitektur jaringan saraf tiruan yang meliputi lapisan masukan dan keluaran, penyiapan data sampel, pelatihan data sampel, serta pengujian data yang sudah dan belum dilatih.

Ia menilai, penginderaan jauh dengan satelit digunakan untuk mendeteksi perubahan kadar air dalam tanah atau vegetasi dengan menggunakan indeks inframerah dekat (NIR) 0,7-1,3 μm dan SWIR.

Tiga metode citra satelit multiband dipakai dalam penelitian untuk memperkirakan badan air permukaan, yakni NDVI; NDWI; dan LSWI.

(nah/twu)



Sumber : www.detik.com

Anak Muda Harus Bergerak Hadapi Krisis Dunia Lewat Riset



Jakarta

Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Tri Laksana Handoko, mengajak generasi muda agar menjadikan pendidikan dan penelitian sebagai senjata dalam menghadapi berbagai tantangan global.

Ia menilai, di tengah perubahan iklim, krisis kesehatan, dan disrupsi digital, inovasi berbasis ilmu pengetahuan menjadi harapan untuk masa depan yang lebih baik.

“Perubahan iklim terus mengganggu alam sekitar kita dan ekonomi. Krisis kesehatan global mengingatkan kita tentang ketergantungan kita. Masalah kesejahteraan makanan dan energi menjadi masalah yang menekankan setiap hari,” ujar Handoko saat memberikan sambutan dalam Week of Indonesia-Netherlands Education and Research (Winner) 2025 secara daring di Jakarta, Selasa (7/10/2025).


Dunia Hadapi Krisis, Saatnya Anak Muda Bergerak

Tri Handoko juga menyoroti dunia yang kini tengah menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selain perubahan iklim dan krisis pangan, menurutnya disrupsi digital jadi kesenjangan baru.

“Dan di tengah-tengah semua hal ini, perubahan dinamik geopolitik menjadi masalah kesejahteraan global,” katanya.

Namun, di balik krisis tersebut, ia melihat peluang besar bagi generasi muda untuk tampil sebagai penggerak perubahan melalui pendidikan dan riset.

“Pendidikan menyelamatkan karakter dan kreativitas anak-anak kita. Ia menunjukkan nilai penasaran, resiliensi, dan bertanggungjawab. Penelitian memberikan pengetahuan dan bukti,” tegasnya.

Riset Kolaboratif Kunci Menuju Dunia Lebih Baik

Lebih lanjut Handoko menekankan pentingnya kolaborasi lintas negara untuk menjawab tantangan global. Ia mencontohkan kerja sama panjang antara Indonesia dan beberapa negara.

Dalam forum bersama periset Belanda tersebut, Tri Handoko teringat pada masa-masa lalu ketika generasi muda masih banyak yang menempuh pendidikan di Negeri Kincir Angin tersebut.

“Selama berabad-abad, pelajar Indonesia telah belajar di universitas Belanda, dan banyak penelitian Belanda telah bekerja bersama-sama dengan rakan-rakan Indonesia,” ujar Tri Handoko.

Forum Winner 2025, menurut Handoko, menjadi wadah penting untuk mempertemukan akademisi, ilmuwan, industri, dan pembuat kebijakan dalam bertukar ide serta menantang perspektif lama.

“Ini berasal bukan hanya dari perhubungan sejarah lama kita, tetapi juga dari nilai dan komitmen kita untuk membangun pertemanan yang lebih maju,” katanya.

Handoko juga menyoroti pentingnya menjaga nilai kemanusiaan di tengah perkembangan teknologi dan geopolitik dunia yang dinamis. Ia menegaskan, tidak ada satu negara pun yang bisa berjalan sendiri dalam menghadapi krisis global.

“Tantangan-tantangan ini mungkin terasa berat, tetapi sesungguhnya juga mempersatukan kita. Mereka mengingatkan kita akan kemanusiaan yang sama dan bahwa tidak ada satu bangsa pun yang dapat menyelesaikan masalah ini sendirian. Kita saling membutuhkan,” tuturnya

(cyu/faz)



Sumber : www.detik.com

Platform Prediksi Cuaca Baru BMKG, Jawaban Hadapi Perubahan Iklim-Ketahanan Pangan


Jakarta

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kenalkan inovasi baru untuk memprediksi cuaca bernama Platform Digital Agro-Weather Impact Services (BMKG-AWIS). Apakah akan lebih akurat?

BMKG-AWIS dihadirkan sebagai jawaban untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, seperti misi Presiden Prabowo Subianto. Inovasi ini nantinya akan berguna bagi petani untuk memantau kondisi cuaca terkini dengan resolusi tinggi.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto menjelaskan platform ini berbasis Impact-Based Forecasting atau prakiraan berbasis data. Artinya, inovasi ini mampu menerjemahkan data cuaca yang kompleks menjadi informasi praktis bagi petani.


“Platform ini adalah transformasi layanan BMKG dari sekadar penyedia data teknis menjadi informasi berbasis risiko yang aplikatif dan dapat dimanfaatkan untuk pengambilan Keputusan di lapangan,” tuturnya dikutip dari rilis resmi, Selasa (7/10/2025).

Inovasi BMKG-AWIS

Seperti namanya, inovasi ini sangat bermanfaat bagi para petani. Ada berbagai informasi yang bisa ditemukan petani dalam platform BMKG-AWIS.

Informasi yang dimaksud termasuk, peta spasial risiko cuaca, dashboard peringatan dini, dan prediksi kondisi cuaca yang terintegrasi dengan sistem logistik pangan. Inovasi ini akan menjadi jembatan antara informasi cuaca dan kebutuhan nyata, terutama di sektor pangan.

“Dengan layanan yang telah disiapkan, petani maupun stakeholder terkait dapat memahami potensi risiko cuaca ekstrem terhadap produksi dan distribusi pangan sehingga dapat melakukan langkah antisipasi lebih dini,” urai Guswanto.

Strategi Hadapi Perubahan Iklim dan Ketahanan Pangan

BMKG-AWIS dikembangkan sebagai Decision Support System (DSS), sehingga mendukung perencanaan dan mitigasi risiko. Hal ini perlu diperhatikan mengingat Indonesia memiliki tantangan perubahan iklim dan peningkatan frekuensi cuaca ekstrem.

Keadaan ini membuat RI perlu memiliki sistem informasi cuaca yang adaptif, interaktif, dan terintegrasi lintas sektor. Kehadiran BMKG-AWIS, disebut menjadi komitmen BMKG untuk terus memperkuat layanan cuaca yang relevan, responsif, dan berorientasi pada kebutuhan masyarakat.

Guswanto berharap inovasi ini bisa membawa manfaat bagi petani terutama dalam mengantisipasi potensi gagal panen. Selain itu, platform ini juga diharapkan menjadi salah satu pilar utama untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia.

“Platform ini diharapkan menjadi salah satu pilar utama dalam mewujudkan ketahanan pangan Indonesia yang tangguh dan berkelanjutan di tengah dinamika cuaca yang semakin kompleks,” jabarnya.

Kini, BMKG mengajak seluruh pemangku kepentingan di bidang pangan untuk memanfaatkan BMKG-AWIS secara optimal. Dengan begitu, strategi adaptasi nasional terhadap perubahan iklim dan mewujudkan ketahanan pangan Indonesia bisa terwujud.

(det/nwk)



Sumber : www.detik.com

Daftar 10 Gunung Tertinggi di Indonesia, Paling Banyak di Pulau Ini


Jakarta

Indonesia dikenal sebagai negara dengan gunung berapi yang banyak di dunia. Tersebar dari Sabang sampai Merauke, ada puncak-puncak tertinggi yang menjadi ikon daerah sekaligus bagian penting dari geologi dunia. Lalu, gunung mana saja yang tertinggi di Indonesia?

Menurut data yang dilaporkan EGSA UGM, Indonesia memiliki 13 persen dari jumlah gunung api di dunia. Jumlahnya mencapai 129 gunung dengan status aktif.

Jumlah ini belum dihitung dengan ratusan gunung lain yang sudah tidak aktif. Beberapa gunung di Indonesia ini, menjulang begitu tinggi hingga dikenal dunia, bahkan masuk dalam daftar Seven Summits.


Daftar 10 Gunung Tertinggi di Indonesia

1. Puncak Jayawijaya, Papua Tengah

Puncak Jayawijaya dengan ketinggian 4.884 meter di atas permukaan laut di Papua adalah gunung tertinggi di Indonesia. NASA Earth Observatory mencatat ketinggiannya mencapai 4.884 meter dengan gletser tropis yang semakin menyusut akibat perubahan iklim (NASA Earth Observatory).

National Geographic Education juga menyebut Puncak Jayawijaya sebagai puncak tertinggi di Oseania, menjadikannya bagian dari Seven Summits.

2. Gunung Kerinci, Jambi

Gunung Kerinci di Jambi merupakan gunung berapi tertinggi di Indonesia. Menurut Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) bersama Badan Geologi, Kerinci menjulang 3.805 meter di atas permukaan laut. Kawasan ini juga diusulkan sebagai geopark dunia karena kekayaan geologi dan biodiversitasnya.

3. Gunung Rinjani, NTB

Gunung Rinjani di Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai ketinggian 3.726 meter. Badan Geologi ESDM menyebut kawasan ini rawan aktivitas vulkanik, tetapi tetap jadi destinasi favorit pendaki karena Danau Segara Anak yang memesona.

4. Gunung Semeru, Jawa Timur

Semeru, atau Mahameru, adalah puncak tertinggi di Jawa. Dengan tinggi 3.676 meter, gunung ini sangat aktif. PVMBG (Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi) terus memantau aktivitas Semeru karena letusannya kerap terjadi secara berkala.

5. Gunung Latimojong, Sulawesi Selatan

Gunung Latimojong, khususnya Puncak Rantemario, adalah titik tertinggi di Sulawesi. Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui DEMNAS mengonfirmasi elevasinya 3.478 meter. Jalurnya menantang dengan hutan tropis lebat yang jarang dijamah.

6. Gunung Slamet, Jawa Tengah

Gunung Slamet di Jawa Tengah memiliki ketinggian 3.432 meter. PVMBG mencatat Slamet sebagai gunung api besar dengan aktivitas vulkanik yang harus diwaspadai.

7. Gunung Sumbing, Jawa Tengah

Gunung Sumbing menjulang 3.371 meter dan bersebelahan dengan Gunung Sindoro. PVMBG mengkategorikan Sumbing sebagai gunung api aktif yang masih berpotensi erupsi.

8. Gunung Raung, Jawa Timur

Gunung Raung memiliki ketinggian 3.332 meter dan terkenal dengan kaldera elipsnya yang luas. PVMBG menyebut diameter kaldera Raung mencapai sekitar 2 km, menjadikannya salah satu kaldera terbesar di Jawa.

9. Gunung Lawu, Jawa Tengah-Jawa Timur

Gunung Lawu, dengan tinggi 3.265 meter, berada di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Selain pendakian, Lawu dikenal sebagai gunung dengan nilai spiritual tinggi dalam budaya Jawa, sering dikunjungi untuk tirakat.

10. Gunung Ciremai, Jawa Barat

Gunung Ciremai di Jawa Barat menjulang setinggi 3.078 meter dan menjadi gunung berapi tertinggi di provinsi ini. Menurut Badan Informasi Geospasial (BIG), Ciremai berada dalam kawasan Taman Nasional yang penting sebagai daerah tangkapan air, sekaligus populer sebagai destinasi pendakian.

Fakta Unik Gunung Tertinggi di Indonesia

Berdasarkan data di atas, gunung tertinggi di Indonesia paling banyak tersebar di Pulau Jawa. Ada enam gunung tertinggi di Indonesia yang berada di Pulau Jawa.

Namun, keunikan paling disorot ada di Papua. Sebab, Puncak Jayawijaya, menjadi puncak tertinggi Indonesia sekaligus Oseania dan satu-satunya gunung dengan puncak es di Indonesia. Sayangnya, NASA mencatat gletser Puncak Jayawijaya terus menyusut akibat perubahan iklim.

*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com

Usai Banjir Denpasar, Bandara Bali Utara Perlu Pertimbangkan Aliran Air Hujan



Jakarta

Rencana pembangunan Bandara Bali Utara perlu mempertimbangkan aspek hidrologi secara serius. Banjir yang kembali melanda Denpasar menjadi pengingat bahwa infrastruktur besar tanpa perencanaan tata air yang matang dapat berisiko tinggi, apalagi di wilayah dengan kontur tanah kompleks dan curah hujan tinggi.

Rencana pembangunan Bandara Bali Utara kembali menjadi perbincangan usai desain bandara diluncurkan ke publik. Namun, hingga saat ini belum pasti titik yang menjadi lokasi bandara ini.

Rencana pembangunan bandara di Bali utara itu diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029. Selain itu, dalam PP tersebut disebutkan beberapa rencana pembangunan di wilayah Bali, di antaranya, pembangunan Tol Gilimanuk-Mengwi, perencanaan pembangunan Tol Singapadu-Ubud-Bangli-Kintamani menuju Bandara Internasional Bali Baru/Bali Utara hingga pengembangan Pelabuhan Gunaksa.


Deretan rencana pembangunan itu menjadi sorotan setelah Bali dilanda banjir parah akibat hujan deras dalam tempo dua hari. Perencanaan wilayah dengan matang menjadi catatan penting dari pengamat soal pembangunan Bandara Bali Utara itu.

Prof Dwita Sutjiningsih, pakar hidrologi sekaligus guru besar Universitas Indonesia (UI), mengatakan perlu kehati-hatian dalam pembangunan Bali, terutama perubahan iklim yang drastis menjadi tantangan tersendiri.

“Ini memang harus cermat ya, apalagi climate change ini memang serius terjadi. Nah, rencana pembangunan-pembangunannya itu memang Bali digenjot terus ya, artinya pembangunan itu benar-benar mengubah itu land cover terutama, ya,” kata Dwita dalam perbincangan dengan detiktravel, Rabu (8/10/2025).

“Jadi, dari land use itu kan pasti tutupan lahannya berubah dan pasti berhubungan langsung dengan bagaimana hujan itu berubah menjadi aliran. Kalau banyak lahan yang diubah menjadi permukaan lahan kedap air sehingga hujan yang jatuh itu ya semuanya langsung menjadi aliran gitu,” dia menambahkan.

“Walaupun memang banyak teori bagaimana kita mengubah bentang lahan seperti Green Infrastructure atau Nature Based Solution dan lainnya tetap ada perubahan permukaan,” kata dia lagi.

Dwita mengatakan pembangunan masif di Bali itu seharusnya memperhatikan detail dengan cermat, tak hanya detail dalam desain. Dwita mengingatkan bahwa dalam perencanaan sudah semestinya menakar imbas dari perubahan drastis yang diakibatkan oleh pembangunan.

“Artinya harus pada waktu benar-benar dilihat lokasinya, terus pengaruhnya bagaimana. Kalau tidak dipelajari detailnya, akibatnya itu berjangka panjang dan untuk memperbaikinya tidak mudah dan murah. Kita jangan hanya mengejar pertumbuhan GDP saja, tapi harus juga dihitung yang namanya biaya lingkungan,” kata dia.

“Pasti kan bandara itu mengubah bentang lahan, apalagi maunya juga internasional kan. Skala ruangnya pasti akan dikonversi besar kan. Supaya perubahan terhadap karakteristik hujan menjadi aliran itu tidak terlalu drastis, perlu diperhatikan gitu low impact development. Perlu dikaji dengan hati-hati,” dia menjelaskan.

Tak hanya kajian secara ilmiah dan keberlanjutan saja, Dwita mengingatkan kembali penegakan hukum dalam mengiringi pembangunan. Pemerintah harus tegas menegakkan aturan dan perizinan yang jelas.

“Aturan sudah ada tapi kemudian implementasinya tidak sesuai. Jadi artinya misalnya sudah ada rancangan tata ruang, tapi akhirnya di lapangan beda dan tidak tindakan lanjutan. Nah, kebanyakan kita lemahnya di sana,” kata dia.

Turis Nakal

Selanjutnya Prof Dwita menyoroti banyaknya turis nakal yang datang dan berulah di Bali. Dengan nanti adanya bandara baru, kunjungan turis akan meningkat dan para investor juga akan ramai melirik pembangunan di Bali. Potensi turis nakal juga bertambah.

Dia berharap pemerintah dan masyarakat Bali tegas dalam menyikapi dan mengawasi pergerakan turis dan investor di Bali.

(sym/fem)



Sumber : travel.detik.com

Nyamuk Pertama Kali Ditemukan di Islandia, Ilmuwan: Bukti Nyata Krisis Iklim



Jakarta

Islandia dikenal sebagai wilayah tanpa nyamuk karena lingkungan dingin yang ekstrem. Namun, baru-baru ini, nyamuk ditemukan di Islandia. Pertanda apa?

Menurut pakar, nyamuk pertama kali ditemukan di Islandia seiring krisis iklim yang menghangatkan negara tersebut. Diketahui, tiga spesimen ditemukan di tempat yang sebelumnya merupakan satu-satunya tempat di dunia tanpa nyamuk.


Para ilmuwan telah lama memperkirakan jika nyamuk dapat berkembang biak di Islandia karena terdapat banyak habitat perkembangbiakan seperti rawa dan kolam. Namun, banyak spesies tidak akan mampu bertahan hidup di iklim yang keras.

Namun kini Islandia sedang memanas, empat kali lebih cepat daripada belahan Bumi utara lainnya. Gletser telah mencair dan ikan dari iklim selatan yang lebih hangat seperti makerel telah ditemukan di perairan negara tersebut.

Seiring menghangatnya planet ini, lebih banyak spesies nyamuk mulai ditemukan di seluruh dunia. Di Inggris, telur nyamuk Mesir (Aedes aegypti) ditemukan tahun ini, dan nyamuk macan Asia (Aedes albopictus) telah ditemukan di Kent. Nyamuk-nyamuk ini merupakan spesies invasif yang dapat menyebarkan penyakit tropis seperti demam berdarah, chikungunya, dan virus Zika.

3 Spesimen Nyamuk Ditemukan di Islandia

Penggemar serangga, Björn Hjaltason, menemukan nyamuk-nyamuk tersebut dan membagikannya di grup Facebook Serangga di Islandia.

“Saat senja tanggal 16 Oktober, saya melihat seekor lalat aneh di pita anggur merah,” kata Björn, merujuk pada perangkap yang ia gunakan untuk menarik serangga, dalam The Guardian, dikutip Selasa (21/10/2025).

“Saya langsung curiga dan segera menangkap lalat itu. Ternyata lalat itu betina,” tambahnya.

Ia menangkap dua lalat lagi danmengirimkannya ke lembaga sains tempat mereka diidentifikasi.

Matthías Alfreðsson, seorang entomolog di Institut Ilmu Pengetahuan Alam Islandia, mengonfirmasi temuan tersebut di Islandia. Ia mengidentifikasi serangga tersebut setelah dikirimkan kepadanya oleh seorang ilmuwan warga.

“Tiga spesimen Culiseta annulata ditemukan di Kiðafell, Kjós, dua betina dan satu jantan. Semuanya dikumpulkan dari tali anggur selama proses pengikatan anggur yang bertujuan untuk menarik ngengat,” ungkapnya.

Ketiga spesies ini diketahui tahan dingin dan dapat bertahan hidup di Islandia dengan berlindung selama musim dingin di ruang bawah tanah dan lumbung.

(nir/faz)



Sumber : www.detik.com

Kota di Pinggir Laut Mediterania, Venice hingga Alexandria


Jakarta

Laut Mediterania dikenal sebagai tempat yang menyimpan sejarah panjang peradaban manusia. Wilayah-wilayah di sekitar Laut Mediterania, menjadi saksi peradaban zaman Romawi hingga Ottoman. Ada kota apa saja di sana?

Lau Mediterania terletak di antara Eropa, Afrika, dan Asia. Sebagai tempat bersejarah, ada banyak kota-kota yang memiliki peninggalan berharga dan menjadi tempat wisata yang menarik.

Keindahan Kota di Sekitar Laut Mediterania

Beberapa kota di pesisir Mediterania dikenal karena keindahan sekaligus nilai sejarahnya. Misalnya Valletta di Malta, kota benteng dengan arsitektur Baroque dari abad ke-16.


Ada juga Kotor di Montenegro, kota kecil dengan teluk dramatis dan kota tua bergaya Venetian yang masuk daftar UNESCO. Sementara di Italia, Trieste menampilkan perpaduan jejak sejarah sebagai persimpangan budaya dan semangat modernisasi, sebagaimana dikutip dari National Geographic.

7 Kota Ikonik di Sekitar Laut Mediterania

1. Venice, Italia

Kota kanal yang dulu merupakan pusat perdagangan dunia, dan kini ikon wisata dengan arsitektur Gothic dan Renaissance.

2. Dubrovnik, Kroasia

Dijuluki Pearl of the Adriatic, dengan kota tua berbenteng abad pertengahan yang masih terjaga.

3. Valletta, Malta

Kota benteng abad ke-16 yang kaya akan arsitektur Baroque dan warisan budaya.

4. Kotor, Montenegro

Kota kecil yang romantis di teluk spektakuler, terkenal dengan benteng Venetian.

5. Alexandria, Mesir

Kota kuno yang didirikan Aleksander Agung, pernah jadi pusat ilmu pengetahuan dunia.

6. Barcelona, Spanyol

Pusat seni dan budaya dengan karya Gaudí, serta pelabuhan penting di Mediterania.

7. Trieste, Italia

Persimpangan budaya Eropa dan Mediterania yang kini berkembang sebagai kota kosmopolitan.

Meski indah dipandang, namun banyak kota pesisir Mediterania kian menghadapi ancaman serius. Mengutip Smithsonian Magazine, kenaikan permukaan laut dapat merusak situs bersejarah seperti Dubrovnik dan Tyre.

Penyebabnya, karena perubahan iklim yang mempercepat erosi pantai dan mengancam identitas kota-kota kuno, demikian menurut Scientific American. Sejak lama, UNESCO dan pemerintah lokal mengupayakan pelestarian, sambil tetap membuka ruang bagi pembangunan modern.

Pendekatan ini diharapkan mampu menjaga pesona kota-kota Mediterania agar tetap hidup dan dapat dinikmati generasi mendatang.

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com

Hadapi Emisi Karbon Tinggi, India Rancang Kota dengan Bangunan Hijau



Jakarta

Emisi karbon yang memperburuk perubahan iklim menjadi tantangan serius bagi negara-negara di dunia. Salah satunya India, yang menjadi penyumbang emisi karbon ketiga tertinggi di dunia.

Menurut laporan dari Emissions Database for Global Atmospheric Research, India menjadi penghasil emisi karbon dioksida (CO₂) tertinggi ketiga di dunia setelah China dan Amerika Serikat. Pada 2022 dan 2023, India menyumbang sekitar hampir 7 persen emisi global.

Kondisi ini menjadi tantangan serius mengingat India menjadi negara dengan populasi terbanyak di dunia saat ini. India memiliki kota-kota padat dengan emisi karbon tinggi seperti New Delhi, Mumbai, hingga Kolkata.


Laporan World Economic Forum (WEF) pada Mei 2025 menyebut, kota-kota di India kota-kota menyumbang hampir 70% emisi gas rumah kaca (GRK) global, dengan 37% berasal dari lingkungan binaan.

Perluasan Wilayah Perkotaan Jadi Penyebab

Dalam beberapa tahun terakhir, laporan polusi dunia menunjukkan kota-kota dari India pada daftar teratas. Berbagai laporan menunjukkan, bahwa wilayah perkotaan di India menghadapi tantangan serius soal lingkungan.

Menurut WEF, ekspansi perkotaan yang pesat di Indonesia menjadi penyebabnya. Perubahan wilayah menjadi areal perkotaan membebani ekosistem, meningkatkan konsumsi energi, dan memperparah gelombang panas perkotaan.

Masalah ini masih akan terus berlanjut mengingat populasi perkotaan India diproyeksikan tumbuh dari 377 juta jiwa (pada 2011) menjadi 590 juta jiwa (pada 2030). Proyeksi ini semakin mendorong permintaan perumahan dan infrastruktur perkotaan yang belum pernah terjadi sebelumnya di India.

Ledakan konstruksi yang dihasilkan ini dinilai akan memiliki efek pengganda dalam meningkatkan karbon yang terkandung, baik karbon operasional maupun karbon yang direalisasikan.

Seiring dengan meningkatnya urbanisasi, penanganan karbon yang terkandung dan yang bersifat operasional dapat menjadi faktor penting dalam memastikan kota yang layak huni, tangguh terhadap iklim, dan hemat energi.

Desain Bangunan Hijau Jadi Solusi?

Meski penuh tantangan, India disebut punya peluang untuk menciptakan kota yang tangguh di masa depan. Dengan 70% infrastruktur perkotaan yang dibutuhkan pada tahun 2047 belum dibangun, terdapat ruang lingkup yang sangat luas untuk mengintegrasikan strategi-strategi yang sadar iklim ke dalam pembangunan perkotaan.

Salah satu idenya dengan membuat desain dan perencanaan perkotaan yang bisa mengurangi emisi dan tahan terhadap perubahan iklim yang ekstrem. Misalnya dengan memperbaiki tata letak, menambah infrastruktur hijau, dan pemanfaatan lahan untuk mengurangi kenaikan suhu.

“Misalnya, koridor hijau – ruang perkotaan dengan pepohonan, taman, dan kebun vertikal – dapat menurunkan suhu lokal, meningkatkan kualitas udara, dan keanekaragaman hayati,” tulis WEF, dalam laman resminya, dikutip Rabu (22/10/2025).

Perencanaan ini juga didukung dengan akses jalan untuk pesepeda, pejalan kaki, dan mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi.

Dibangun dengan Konstruksi Rendah Karbon

Selain perencanaan perkotaan untuk mengurangi emisi, pembangunan juga perlu menggunakan konstruksi yang rendah karbon. India harus berkomitmen melakukan transisi ke material berkelanjutan dari sumber lokal dan strategi desain yang dapat mengurangi jejak karbon bangunan secara drastis.

Selain itu, perlu penggunaan beton daur ulang dari limbah konstruksi untuk mengurangi kebutuhan akan bahan baku baru. Hal ini bisa menurunkan emisi dari produksi beton.

Bangunan bangunan juga bisa menggunakan material alternatif yang terbuat dari beton daur ulang seperti blok beton, paving block, unit pracetak, fitur hardscape non-struktural lainnya, dan blok beton aerasi autoklaf (AAC).

“Strategi desain pasif, yang mengoptimalkan ventilasi alami, pencahayaan alami, dan insulasi, dapat mengurangi permintaan energi secara signifikan. Sebagai contoh, kampus Universitas CEPT di Ahmedabad menerapkan teknik pendinginan pasif, seperti naungan, ventilasi silang, dan pemusatan termal, untuk mempertahankan suhu dalam ruangan yang nyaman tanpa terlalu bergantung pada AC,” papar WEF.

Meski begitu, semua perencanaan matang perlu dilakukan oleh semua elemen negara. Konsumen atau masyarakat, pemerintah, dan pihak lain yang bertanggung jawab, perlu berkolaborasi dengan baik.

WEF mengatakan, para pembuat kebijakan di India harus menegakkan kode efisiensi energi wajib untuk semua bangunan baru, bukan hanya bangunan komersial. Kebijakan juga harus memprioritaskan solusi berbasis alam dalam perencanaan kota, mengintegrasikan langkah-langkah adaptasi iklim ke dalam undang-undang zonasi dan investasi infrastruktur.

Transisi menuju lingkungan binaan rendah karbon merupakan peluang untuk menciptakan kota yang lebih hijau, lebih sehat, dan lebih efisien. Lingkungan ini akan memungkinkan warganya untuk berkembang dan menjamin keselamatan serta kesehatan generasi mendatang.

(faz/nwk)



Sumber : www.detik.com

Studi Ungkap Air di Laut Merah Pernah Menghilang, Bagaimana Bisa Terisi Kembali?



Jakarta

Laut Merah yang berada di antara Semenanjung Arab dan benua Afrika, ternyata pernah menghilang dan hanya tersisa garam. Fakta ini diungkapkan oleh para peneliti dari King Abdullah University of Science and Technology (KAUST).

Menurut peneliti, sekitar 6,2 juta tahun lalu, Laut Merah mengalami peristiwa kekeringan total. Semuanya berubah menjadi gurun garam yang tandus.

Namun, kurang dari 100.000 tahun, air dari Samudra Hindia datang membanjiri dan mengisi kembali cekungan tersebut. Ini membuat Laut Merah dan kehidupan di dalamnya pulih secara dramatis.


Banjir dari Samudra Hindia Pulihkan Laut Merah yang Kekeringan

Sebelum terjadi peristiwa kekeringan total, Laut Merah terhubung dengan Laut Tengah melalui selat dangkal di utara dan dengan Samudra Hindia melalui penghalang vulkanik di selatan. Kekeringan ini berakhi ketika air dari Samudra Hindia menembus penghalang vulkanik di selatan, tepatnya di dekat Kepulauan Hanish.

Banjir dahsyat membuka selat Bab el-Mandeb dan mengalirkan air laut ke dalam cekungan Laut Merah. Proses ini membentuk ngarai bawah laut sepanjang 320 kilometer yang masih terlihat hingga kini.

Usai air membanjiri Laut Merah, ekosistem pulih dalam waktu cepat. Kehidupan terumbu karang dan biota laut lainnya kembali berkembang pesat, menjadikan Laut Merah sebagai ekosistem laut yang kaya dan unik hingga hari ini.

Dijadikan Laboratorium Alam bagi Studi Geologi Lautan

Fenomena kekeringan total Laut Merah pada masa lalu menjadi hal penting bagi ilmuwan. Kini, Laut Merah dijadikan sebagai laboratorium alam untuk mempelajari bagaimana lautan terbentuk dan berevolusi melalui peristiwa geologis ekstrim.

Proses pengeringan dan banjir besar yang terjadi di Laut Merah memberikan wawasan baru tentang dinamika cekungan laut dan interaksi antara tektonik lempeng, iklim, dan ekosistem laut.

“Temuan ini menegaskan pentingnya Laut Merah dalam studi geologi lautan dan memperkuat posisi KAUST sebagai pusat penelitian terkemuka di bidang ini,” ujar Prof Abdulkader Al Afifi, salah satu penulis studi tersebut, dilansir Science Daily.

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com

Prabowo Minta Maaf Tak Bisa Hadiri COP 30 di Brasil, Bakal Kirim Delegasi


Jakarta

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan permohonan maaf kepada Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva saat bertemu di Istana Kepresidenan, Jakarta. Prabowo menyampaikan maaf lantaran tak dapat memenuhi undangan Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-30 atau COP 30 di Belem, Brasil, yang akan berlangsung bulan depan.

Hal itu disampaikan Prabowo saat sesi join press statement bersama Lula di ruang kredensial, Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (23/10/2025). Prabowo mulanya menyampaikan dukungan penuh kepemimpinan Brasil di COP30.

“Saya mendukung Brasil dalam kepemimpinan Brasil di COP 30 dengan inisiatif-inisiatif Brasil. Mereka mendirikan suatu dana investasi untuk membantu melestarikan hutan, hutan tropis,” kata Prabowo.

Prabowo menegaskan pemerintah RI mendukung inisiasi Brasil dalam konferensi tersebut. Ia menyebut RI juga akan memberikan dukungan investasi.

“Dan saya menyampaikan bahwa Indonesia mendukung, Brasil yang merintis dan kita mendukung Brasil dan kita commit berapa dana yang Brasil akan investasi, maka Indonesia akan investasi di dana tersebut,” ujarnya.

Lebih lanjut, Prabowo menyampaikan maaf karena sulit memenuhi undangan itu. Dengan begitu, ia akan mengirim delegasi penting dari pemerintah RI.

“Saya tadi minta maaf mungkin saya sulit hadiri COP 30 di Belem, Brasil. Tapi saya akan kirim delegasi yang kuat untuk hadiri itu dengan keputusan kita untuk mendukung inisiatif-inisiatif dari Brasil,” kata Prabowo.

Seperti diketahui COP 30 akan digelar pada 10-21 November 2025 di Belém, Brasil. Konferensi iklim PBB ke-30 ini akan dihadiri oleh para pemimpin dunia, ilmuwan, dan organisasi non-pemerintah untuk membahas langkah-langkah mengatasi perubahan iklim.

Simak juga Video ‘Prabowo Sambut Kedatangan Presiden Brasil Lula da Silva di Istana’:

(fca/dek)



Sumber : news.detik.com