Tag Archives: polres

Bukan Tawon, Tapi Lebah Hutan


Jakarta

Seorang nenek bernama Walbiyah (65) dikabarkan tewas usai disengat tawon gung di Wirosutan, Srigading, Sanden, Bantul, DI Yogyakarta, Selasa (7/10/2025).

Kepala Seksi (Kasi) Humas Polres Bantul, Iptu Rita Hidayanto mengatakan seorang saksi, Suhartini, semula sedang menyapu di halaman, sekitar pukul 15.00 WIB. Ia lalu berteriak karena sekawanan tawon terbang ke arahnya. Teriakan Suhartini didengar tetangga, yang menyuruhnya lari.

“Setelah saksi lari, korban atas nama Walbiyah kebetulan lewat di lokasi kejadian,” kata Rita, Rabu (8/10/2025), melansir detikJogja.


Sementara itu, Walbiyah justru menjadi korban sengatan kawanan tawon hingga tidak sadarkan diri. Warga lalu memberikan pertolongan dan anak Walbiyah membawanya ke RSUD Saras Adyatma, Bambanglipuro, Bantul. Di RS, Walbiyah dinyatakan meninggal dunia.

Pakar IPB: Bukan Tawon Gung, tapi Lebah Hutan

Tawon Asia (Vespa velutina).Tawon Vespa velutina. Foto: Siga/Wikimedia Commons

Pakar serangga IPB University Prof Tri Atmowidi mengatakan, berdasarkan foto yang beredar di media, serangan di Bantul bukan oleh tawon, melainkan lebah hutan besar (Apis dorsata).

Sedangkan tawon gung merupakan nama umum untuk spesies Vespa affinis atau Vespa velutina.

“Dari ciri sarangnya, tampaknya itu bukan sarang tawon, melainkan sarang lebah besar yang hanya terdiri dari satu sisiran besar dan biasa menggantung di batang pohon tinggi,” kata Tri dalam laman kampus, dikutip Rabu (15/10/2025).

Ciri-ciri Tawon Gung (Vespa affinis / Vespa velutina)

Tri menjelaskan perbedaan tawon gung dan lebah hutan. Berikut ciri-ciri tawon gung:

  • Badan ramping
  • Warna coklat kehitaman
  • Belang mencolok di bagian perut.

Ciri-ciri Lebah Hutan (Apis dorsata)

  • Ukuran badan sekitar 17-20 mm
  • Warna coklat, belang kuning kecoklatan di abdomen
  • Perilaku sangat defensif
  • Tidak bisa dibudidayakan karena sering migrasi.

Bahaya Sengatan Lebah Hutan dan Tawon Gung

Tri menjelaskan, baik sengatan lebah maupun tawon dapat memicu reaksi alergi berat dan bahkan kematian, khususnya pada orang yang sensitif atau menerima banyak sengatan sekaligus.

Umumnya, tawon lebih berbahaya karena bisa menyengat berkaali-kali. Sedangkan lebah hanya bisa menyengat satu kali karena sengatnya tertinggal di kulit korban.

“Venom lebah jumlahnya memang lebih banyak, namun racun tawon (terutama Vespa) memiliki daya toksik yang lebih kuat,” kata Prof Tri.

Bahaya Sengatan Lebah

Racun lebah (apitoksin) mengandung berbagai senyawa bioaktif seperti protein, peptida, dan amina biogenik seperti histamin, dopamin, melittin, serta fosfolipase.

Berikut reaksi yang bisa timbul:

  • Nyeri, panas, bengkak, dan gatal di area sengatan
  • Kulit kemerahan
  • Pembengkakan pada bibir dan kelopak mata
  • Sesak napas
  • Pingsan
  • Korban yang menerima racun dari sengatan banyak tawon sekaligus dapat mengalami kerusakan organ vital seperti hati dan ginjal, harus mendapat penanganan medis darurat.

Langkah Pertama Jika Disengat Tawon atau Lebah

Tri mengingatkan, lakukan hal ini jika disengat tawon atau lebah:

  • Menjauh dari lokasi sarang agar tidak diserang lagi
  • Jika disengat lebah:
    • Cabut sengat yang tertinggal di kulit
    • Cuci area sengatan dengan air sabun
    • Kompres area sengatan dengan air dingin
  • Minum obat antihistamin untuk mengurangi reaksi alergi
  • Jika korban sesak napas atau pingsan, segera bawa ke rumah sakit untuk penanganan lebih lanjut

“Jangan melakukan gerakan mendadak atau berisik di sekitar sarang karena bisa memicu serangan kawanan lebah atau tawon. Cukup beri tanda peringatan di lokasi dan menjauh dengan tenang,” ucapnya.

Sementara itu, Tri menggarisbawahi, jangan mengusir tawon dan lebah sendiri. Minta bantuan ahli lebah atau tawon, pemadam kebakaran, atau dinas terkait yang ahli agar tidak timbul korban.

(twu/nwk)



Sumber : www.detik.com

Foto SPPG Polri Pejaten yang Sudah Terapkan Rapid Test, Jaga Kualitas Makanan


Jakarta

Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Polri di Pejaten menjadi salah satu contoh penerapan pelaksanaan makan bergizi gratis (MBG).

SPPG Pejaten sedikitnya melayani sekitar 3.000 penerima manfaat yang terdiri atas siswa-siswi tingkat TK, PAUD, SD, SMP, hingga SMK. Distribusi makanan dilakukan secara bertahap dalam beberapa kloter.

Kloter pertama mulai siap dikirim pada pukul 07.45 WIB untuk siswa TK, PAUD, serta SD kelas 1 hingga 2. Kloter kedua dikirim pada pukul 09.00 WIB untuk siswa SD kelas 3 hingga 5, sementara distribusi terakhir dilakukan menjelang jam makan siang bagi siswa SMA dan SMK.


Pihak SPPG memastikan proses memasak hingga pendistribusian tidak melampaui enam jam demi menjaga kualitas dan keamanan pangan.

Sudah Terapkan Rapid Test Kualitas Pangan

penampakan rapid test untuk MBGPotret rapid test untuk MBG Foto: Nafilah Sri Sagita/detikHealth

SPPG Pejaten menjadi salah satu unit yang sudah menerapkan kebijakan baru Badan Gizi Nasional (BGN), yakni pelaksanaan rapid test makanan. Pemerintah mewajibkan seluruh SPPG di Indonesia untuk menjalani pemeriksaan cepat semacam ini, sebagai upaya memastikan keamanan makanan sebelum dikonsumsi, belajar dari pengalaman panjang Jepang.

Sebagai negara dengan pengalaman lebih dari 100 tahun dalam menjalankan program mirip MBG, Jepang pernah mencatat insiden keracunan makanan akibat masalah pada kualitas bahan baku.

Pembelajaran ini yang kemudian diterapkan di Indonesia melalui peningkatan standar keamanan MBG.

Tiga Hal yang Jadi Teladan

Direktur Pascasarjana Universitas YARSI, Prof Tjandra Yoga Aditama, menilai SPPG Pejaten bisa menjadi percontohan bagi wilayah lain, terutama setelah munculnya sejumlah laporan kasus keracunan makanan di beberapa daerah.

“Menurut saya ada tiga hal penting. Pertama, SOP harus ditetapkan dengan sangat rinci. Kedua, pelaksanaannya harus disiplin, karena SOP yang bagus tapi tidak dijalankan dengan baik tentu jadi catatan. Ketiga, perlu disebarkan dan dibuka agar pihak lain bisa melihat langsung bahwa SPPG yang baik itu seperti apa,” kata Prof Tjandra saat ditemui detikcom Selasa (21/10/2025).

Ia juga menekankan pentingnya pengawalan mutu secara konsisten, mulai dari fasilitas penyimpanan bahan makanan, proses pengolahan, hingga distribusi.

Peran Sanitarian dan Pengawasan Rutin

Prof Tjandra Yoga Aditama, pengamat kesehatan yang tengah mengunjungi dapur makanan bergizi gratis SPPG Pejaten Polri.Prof Tjandra Yoga Aditama, pengamat kesehatan yang tengah mengunjungi dapur makanan bergizi gratis SPPG Pejaten Polri. Foto: Nafilah Sri Sagita/detikHealth

Untuk menjaga keamanan pangan, Prof Tjandra menyarankan agar pengawasan rutin melibatkan tenaga sanitarian, yang juga bisa diperbantukan puskesmas setempat. Menurutnya, keberadaan sanitarian juga diperlukan untuk memastikan aspek sanitasi dan higiene di setiap tahap produksi makanan.

“Di sini juga sudah dilakukan pemeriksaan, apakah ada kandungan seperti arsen, formalin, dan nitrit, yang bisa terdeteksi sejak dini,” ujarnya.

Selain itu, SPPG Pejaten juga telah menerapkan sistem penyimpanan bahan makanan yang terpisah antara bahan kering dan basah, dengan pengaturan suhu ruang yang disesuaikan. Langkah ini menjadi bagian penting dalam menjaga keamanan dan kualitas pangan.

Prof Tjandra berharap model seperti SPPG Pejaten dapat diadopsi oleh daerah lain, termasuk wilayah terluar dan tertinggal, agar seluruh anak Indonesia mendapat akses makanan bergizi dan aman dengan standar yang sama.

Dalam kesempatan yang sama, Wakasatgas MBG Polri Irjen Nurwono Danang menyebut pihaknya telah membangun 645 SPPG. Polri menargetkan 1.500 SPPG dibangun di seluruh daerah Indonesia.

“Kita wajibkan untuk seluruh polres-polres yang awalnya satu Polres membangun satu SPPG, saat ini kita wajibkan bisa membangun satu Polres tiga SPPG. Sehingga diharapkan Polri bisa membangun sampai 1.500 SPPG di seluruh Indonesia,” kata Danang.

Simak juga Video: Melihat Rapid Test Menu MBG di SPPG Polri yang Dipuji BGN

(naf/kna)



Sumber : health.detik.com

Heboh Guru Menampar Siswa, Bagaimana Menurut Pandangan Islam?


Jakarta

Di lingkungan pendidikan di Indonesia seringkali kita temui penerapan hukuman fisik oleh tenaga pendidik kepada anak didiknya. Kasus yang cukup ramai diberitakan baru-baru ini yaitu seorang guru yang juga menjabat sebagai kepala sekolah di salah satu Sekolah Menengah Atas (SMA) di Banten yang menampar siswanya yang ketahuan merokok di lingkungan sekolah.

Plt Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdikbud) Provinsi Banten, Lukman, menjelaskan siswa tersebut ditegur oleh guru lantaran ketahuan merokok di lingkungan sekolah.

“Jadi awalnya siswa itu merokok di belakang sekolah, ketahuan oleh kepala sekolah. Kepala sekolah kemudian menegur dan mengingatkan,” kata Lukman kepada wartawan, Selasa (14/10/2025) dikutip detikNews.


Guru tersebut mengakui sempat menyentuh wajah siswa. Namun, Lukman belum bisa memastikan apakah gerakan itu merupakan tamparan keras atau tidak.

“Tapi menurut pengakuan kepala sekolah, memang sempat ngeplak (menepuk kepala siswa). Saya tidak tahu apakah keras atau tidak, tapi pengakuannya memang begitu,” katanya.

Tidak terima anaknya ditampar oleh sang kepala sekolah, pihak orang tua siswa melaporkan tindakan tersebut kepada polisi.

“Sudah (laporan ke polisi), itu udah ramai juga,” kata Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak Satreskrim Polres Lebak Ipda Limbong saat dimintai konfirmasi detikcom, Selasa (14/10).

Kasus ini kemudian menjadi perbincangan hangat di masyarakat dan menjadi isu yang kontroversial. Ada yang membenarkan tindakan sang guru dalam mendisiplinkan murid tersebut, ada pula yang menyayangkan tindakan tersebut karena dinilai termasuk kekerasan terhadap anak.

Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait hukuman fisik yang diterapkan pada anak didik? Simak penjelasan selengkapnya berikut ini.

Hukuman Fisik pada Anak dalam Pandangan Islam

Sebagai agama yang penuh hikmah, Islam mengajarkan kasih sayang sekaligus ketegasan. Terkait hukuman fisik pada anak, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan.

Dalam mendisiplinkan anak untuk mengejakan salat, Rasulullah SAW membolehkan memukul anak dengan tujuan untuk mendidik mereka. Pukulan tersebut ditujukan pada anak yang telah berumur 10 tahun namun enggan mengerjakan shalat.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مُرُوا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ، وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ، وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ»

Artinya: Rasulullah SAW bersabda, “Suruhlah anak-anakmu melaksanakan shalat ketika mereka berumur tujuh tahun dan pukullah mereka karena meninggalkan shalat itu jika berumur sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR Abu Dawud)

Dilansir dari NU Jateng, KH Ahmad Niam Syukri Masruri menjelaskan bahwa pukulan yang dimaksud adalah pukulan kasih sayang dengan tujuan untuk mendidik bukan untuk menyakiti.

Selain itu, jika terpaksa harus memukul, hindari memukul pada bagian wajah, sebab hal itu dinilai dapat melukai kehormatan sang anak.

Hal ini dijelaskan dalam kitab Shahih al-Jami ash-Shaghir Jilid 1 oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani. Dalam sebuah hadits hasan yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

إِذَا ضَرَبَ أَحَدُكُمْ خَادِمَهُ فَلْيَجْتَنِبِ الْوَجْهَ

Artinya: Apabila salah seorang di antara kalian memukul budaknya, maka hindarilah mukanya!

Jika mengacu pada hukum yang berlaku di Indonesia, terdapat larangan melakukan kekerasan fisik terhadap anak sendiri dan anak didik.

Mengutip laman Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Hukum Republik Indonesia, aturan ini terdapat di dalam Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Dalam pasal 76 C tersebut dikatakan: Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak. Inilah larangan pendidik/guru, tenaga kependidikan, dan bagi setiap orang yang melakukan kekerasan terhadap anak.

Lebih lanjut, dalam tayangan video Penyuluh Hukum BPSDM RI, dijelaskan bahwa hukum di Indonesia membenarkan orang tua untuk melaporkan tindak kekerasan yang dialami oleh murid di lingkungan sekolah, termasuk yang dilakukan oleh guru. Meskipun hal ini belum dianggap lumrah di tengah masyarakat Indonesia.

Orang Tua Hendaknya Mengajarkan Adab kepada Guru

Meskipun orang tua dibolehkan terlibat dalam mengawasi pola didik yang diterapkan di sekolah, namun hendaknya orang tua mengajar anaknya untuk menghormati guru.

Hal ini dijelaskan oleh pengasuh Lembaga Pengembangan Dakwah dan Pondok Pesantren Al-Bahjah, Yahya Zainul Ma’arif atau yang akrab disapa Buya Yahya.

Dalam ceramahnya, beliau yang mengimbau kepada para orang tua agar menanamkan adab kepada para guru agar ilmu yang diperoleh menjadi berkah dan bermanfaat.

“Ajari anak-anakmu untuk punya adab dengan gurunya. Jangan diajari untuk kurang ajar. Bahkan kalau seandainya guru itu melakukan hukuman yang salah bukan harus kita ajari anak kita marah membenci sang guru. Kita akan datang kepada guru dan kita bicara baik-baik,” jelas Buya Yahya dalam video yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah TV. detikHikmah telah mendapatkan izin untuk mengutip ceramah Buya Yahya di kanal tersebut.

“Kalau Anda mengajari anak Anda dendam kepada guru. Itu awal kegagalan Anda dan ndak bakal bisa bener anak Anda… Lihat, yang punya perilaku seperti itu, anaknya jadi anak setan… Kenapa? Karena diajari anaknya sombong…” tegas Buya Yahya.

Di sisi lain, Buya Yahya juga mengingatkan kepada lembaga pendidikan untuk memberikan hukuman yang wajar. Beliau juga menyebutkan beberapa hukuman yang tidak diperkenankan, yaitu:

  1. Hukuman berupa denda karena itu dianggap mengambil hak orang lain.
  2. Hukuman fisik yang membahayakan, seperti memukul wajah sampai biru matanya.
  3. Hukuman yang tidak sesuai dengan kondisi anak. Misalnya anak didik mengidap penyakit tertentu atau memiliki pantangan tertentu, hendaknya guru memperhatikan agar hukuman yang diberikan tidak membahayakan siswa.

Sebagai penutup, Buya Yahya menekankan agar pendidik memberikan hukuman yang wajar dan tidak bersikap zalim kepada siswanya.

“Pendidik yang bener, kalau memberikan hukuman yang wajar. Ketahuilah, jangan masuk wilayah zalim,” pungkasnya.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com