Tag Archives: predator

Mengapa Macan Tutul Bisa Berkeliaran di Hotel Bandung? Pakar IPB Bilang Begini



Jakarta

Macan tutul yang diduga lepas dari Lembang Park Zoo ditemukan di kawasan hotel di Bandung, Jawa Barat. Mengapa satwa liar itu malah berada di permukiman?

Diketahui, seekor macan tutul dari Lembang Zoo ditemukan di kawasan Hotel Anugerah, Kota Bandung. Pada Senin (6/10), tim gabungan yang terdiri dari Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (Diskarmat) Kota Bandung bersama jajaran kepolisian, Balai KonservasiSDA (BKSDA), Lembang Park Zoo, dan manajemen hotel berhasil mengevakuasi macan tutul tersebut.


Kepala Diskarmat Kota Bandung Soni Bakhtyar mengaku menerima laporan keberadaan macan tutul sekitar pukul 06.50 WIB. Pihaknya segera mengerahkan 10 personel Diskarmat ke lokasi.

“Petugas tiba di lokasi pukul 07.50 WIB, dan proses penanganan berlangsung hingga pukul 10.25 WIB. Saat ini macan tutul sudah dibawa ke Lembang Park Zoo untuk diobservasi,” katanya dalam laman Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat, Rabu (8/10/2025).

Menurut Soni, kebun binatang akan memastikan status macan tutul tersebut merupakan satwa yang lepas dari Lembang Park Zoo atau berasal dari habitat lain.

“Jika ternyata bukan milik Lembang Park Zoo, maka akan dibawa olehBKSDA keSukabumi untuk dilepaskan kembali ke habitat aslinya,”ucapnya.

Mengapa Macan Tutul Bisa Berkeliaran di Kawasan Hotel?

Pakar ekologi satwa liar IPB University yang juga dosen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Dr Abdul Haris Mustari, menjelaskan ada lima indikator utama kesejahteraan satwa dalam penangkaran, yaitu bebas dari rasa lapar dan haus, bebas dari ketidaknyamanan lingkungan fisik, bebas dari rasa sakit dan penyakit, bebas dari rasa takut dan tekanan, serta bebas mengekspresikan perilaku alaminya.

“Meskipun satwa diberi makan setiap hari, kebutuhan mereka untuk mengekspresikan perilaku alami seperti berburu dan berinteraksi sosial tidak bisa digantikan,” ucapnya dalam laman IPB University, dikutip Rabu (8/10/2025).

Kondisi tertekan di dalam kandang sering menjadi alasan satwa berusaha keluar. Dr Mustari juga menambahkan, satwa yang sudah lama dikandangkan dan terbiasa diberi makan oleh manusia akan memiliki ketergantungan pada suplai makanan tersebut.

“Karena itu, ketika lepas, mereka cenderung kembali mendekati lingkungan manusia,” ujarnya.

Sebagai solusi jangka panjang, Dr Mustari menekankan peran penting konservasi in-situ, yakni perlindungan satwa di habitat aslinya. Pendekatan ini tidak hanya melindungi satu spesies, tetapi juga seluruh keanekaragaman hayati di dalam ekosistem.

“Dengan konservasi in-situ, sumber air, iklim mikro, dan keseimbangan ekologis dapat terjaga dengan baik,” tutur DrMustari.

Minta Pemerintah & Lembaga Konservasi Jaga Kesejahteraan Satwa

Dr Mustari juga menekankan pesan untuk menjaga kesejahteraan satwa liar dalam upaya konservasi.

“Memelihara satwa liar predator tidaklah mudah, pihak pengelola hendaknya memperhatikan faktor keamanan dan kesejahteraan satwa,” jelasnya.

Ia juga menegaskan agar pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehutanan (Kemenhut)/BKSDA sebagai otoritas pengelola (management authority), lebih meningkatkan pengawasannya terhadap lembaga konservasi (LK), seperti kebun binatang, taman margasatwa, dan taman safari.

(nir/twu)



Sumber : www.detik.com

Fakta-fakta Macan Tutul Masuk ke Hotel Bandung: Asal Usul hingga Evakuasi



Bandung

Kabar seekor macan tutul yang nyasar dan masuk ke dalam sebuah hotel di Bandung bikin warga gempar. Berikut fakta-fakta menarik insiden tersebut:

Seekor macan tutul dilaporkan masuk ke dalam hotel di Kota Bandung. Peristiwa ini terjadi di Hotel Anugerah yang berada di Jalan Padasaluyu, Kelurahan Isola, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung, Senin (6/10/2025).

Tentu saja peristiwa itu bikin heboh masyarakat setempat. Warga pun bertanya-tanya, dari mana asal macan tutul itu dan bagaimana cara mengevakuasi hewan buas itu.


Berikut fakta-fakta insiden macan tutul masuk hotel di Bandung:

1. Macan Tutul Duduk di Depan Pintu Kamar

Dalam video yang beredar di media sosial, hewan yang tubuhnya berwarna gelap dengan totol-totol itu sedang duduk di depan pintu kayu kamar hotel. Macan itu terlihat dalam kondisi yang lemas.

Namun di akhir video berdurasi 6 detik, macan tampak menyeringai. Taringnya tajam seperti hendak menyerang.

Beberapa orang terlihat mendekat dan mengabadikan macan itu dengan ponselnya. Belakangan diketahui, macan tutul itu berada di hotel Anugerah yang terletak di Kelurahan Isola, Kecamatan Sukasari, Kota Bandung.

2. Penjaga Hotel Kaget Bukan Main

Sekitar pukul setengah tujuh, Nasimah, penjaga hotel, berjalan seperti biasa memeriksa area belakang bangunan. Tak disangka, langkahnya terhenti oleh pemandangan tak biasa, seekor macan tutul tiba-tiba muncul dari arah belakang hotel.

“Kejadian tadi jam setengah 7 pagi, macannya dari bawah, naik ke atas,” kata Nasimah.

Nasimah sempat terpaku. Tubuh satwa itu besar, langkahnya tenang namun sigap. Ia mengira sekilas hanya seekor kucing besar, sebelum akhirnya sadar itu adalah predator liar yang sesungguhnya.

“Kaget, dia lagi jalan, kaya kucing gitu, enggak melawan (menerkam),” ujarnya.

Tanpa membuat suara keras, macan tutul itu terus melangkah menaiki tangga hotel, menyusuri lorong menuju lantai dua. Napas Nasimah tercekat ketika melihat hewan itu berhenti di depan salah satu kamar.

“Langsung masuk ke kamar, ini hotel, tapi sudah kosong,” ucapnya.

3. Akhirnya Petugas Evakuasi Datang

Proses evakuasi berlangsung cepat, namun petugas membutuhkan waktu lebih lama untuk mengangkat dan menurunkan kandang besi karena jalur menuju lokasi cukup sempit.

Setelah berhasil diamankan, satwa liar dilindungi itu akan menjalani observasi di Lembang Park and Zoo, sebelum kemudian direhabilitasi di Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) Sukabumi.

4. Asal-usul Macan Tutul

Meski demikian, pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Barat belum dapat memastikan apakah macan tutul tersebut merupakan satwa yang sebelumnya dilaporkan kabur dari Lembang Park and Zoo.

“Belum, kita nggak sampai ke situ dulu ya. Karena dilihat dari lokasi dan rentang waktu itu terlalu jauh ya,” kata Humas BBKSDA Jabar, Ery Mildranaya kepada wartawan.

Ery menegaskan, identitas satwa itu masih perlu diteliti lebih lanjut.

“Jadi kita belum bisa pastikan apakah itu macan tutul yang sama atau sejenis, kita belum bisa pastikan,” ujarnya.

5. Macan Tutul Dibawa ke Lembang

Ery menjelaskan, setelah berhasil diamankan, macan tutul tersebut akan dibawa lebih dulu ke Lembang Park and Zoo untuk menjalani observasi.

“Jadi untuk tindakan selanjutnya kami akan lakukan observasi terlebih dahulu karena bagaimanapun ini satwa liar, dia pun akan mengalami stres sama seperti kita ya,” ungkapnya.

“Jadi akan diobservasi terlebih dahulu, setelah diobservasi direncanakan sesuai arahan pimpinan,” tambahnya.

6. Direhabilitasi di Sukabumi

Observasi dilakukan untuk memastikan kondisi fisik dan psikologis satwa dalam keadaan stabil. Setelah tahap itu selesai, macan tutul akan dipindahkan ke Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) di Sukabumi untuk menjalani proses rehabilitasi.

“Kita akan lakukan rehabilitasi sementara di Cikananga,” ujarnya.

——-

Artikel ini telah naik di detikJabar.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Apakah Harimau Sumatera Sudah Punah? Penjual Kulitnya Ditangkap



Jakarta

Laki laki inisial SB (36) ditangkap di Nagan Raya, Aceh ditangkap atas dugaan keterlibatan dalam jaringan perdagangan satwa dilindungi. Ia sebelumnya diketahui hendak menjual kulit harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae).

“Penindakan tersebut merupakan hasil pengembangan dari kasus sebelumnya yang terjadi di Aceh Tenggara, saat terduga pelaku hendak melakukan transaksi jual beli satwa liar dilindungi berupa kulit harimau Sumatera, pada Rabu 16 Juli lalu,” kata Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Aceh, Kombes Zulhir Destrian, Rabu (8/10/2025), melansir detikSumut.

Polisi menyita kulit serta tulang belulang harimau. (Dok. Polda Aceh)Polisi menyita kulit serta tulang belulang harimau. (Dok. Polda Aceh) Foto: Polisi menyita kulit serta tulang belulang harimau. (Dok. Polda Aceh)


Sejumlah barang bukti antara lain selembar kulit Harimau Sumatera, 16 kuku, dua taring, satu tulang jari, dua tulang pinggul, satu tulang sendi, satu tulang kepala, dan dua unit handphone.

“Pelaku diduga kuat merupakan bagian dari jaringan perdagangan satwa liar yang memperjualbelikan organ tubuh harimau Sumatera, salah satu spesies yang dilindungi dan terancam punah,” kata Zulhir.

Berdasarkan Daftar Merah International Union for Conservation of Nature (IUCN), harimau Sumatera berstatus kritis dan sangat terancam punah.

Sementara itu, benarkah harimau Sumatera masih ada di wilayah Indonesia?

Apakah Harimau Sumatera Sudah Punah?

Berdasarkan catatan Kementerian Kehutanan, setidaknya terdapat 42 individu harimau Sumatera yang terdeteksi di bentang alam Provinsi Bengkulu. Mereka hidup di Bukit Balai Rejang Selatan, Seblat, dan Bukit Balai Rejang.

Data tersebut diperoleh dari hasil pemantauan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu-Lampung menggunakan kamera trap dan patroli lapangan 2020-2025.

Survei periode Maret-Mei 2025 yang menggunakan kamera trap 52 hari di kawasan Seblat menunjukkan aktivitas harimau Sumatera di Hutan Produksi Air Rami, Hutan Produksi Terbatas (HPT) Lebong Kandis, dan HPT Ipuh I.

Namun, Kepala BKSDA Bengkulu-Lampung Himawan Sasongko mengakui ancaman kepunahan harimau Sumatera masih tinggi lantaran perburuan liar, perambahan hutan, dan menyusutnya habitat alami sehingga satwa ini berkonflik dengan manusia.

Peran Penting Harimau Sumatra

Himawan mengatakan keberadaan harimau Sumatra berperan penting dalam menjaga ekosistem hutan Sumatera. Berdasarkan hasil monitoring, daerah aktivitas satwa liar ini juga dihuni oleh tapir, kijang, rusa sambar, gajah Sumatera, macan dahan, kucing emas, dan anjing hutan atau ajak.

“Hasil ini menunjukkan bahwa kawasan Seblat masih menjadi habitat penting bagi harimau Sumatera dan satwa liar lainnya yang berperan menjaga keseimbangan ekosistem,” ucapnya, Senin (4/8/2025) lalu.

“Harimau Sumatera adalah spesies kunci. Menjaga mereka berarti menjaga kesehatan ekosistem hutan Sumatera,” imbuh Himawan.

Dikutip dari laman Restorasi Ekosistem Riau (RER), harimau Sumatera merupakan spesies kunci, yaitu makhluk hidup yang memainkan peran penting terharap berfungsinya, keseimbangan, atau runtuhnya sebuah ekosistem.

“Predator puncak menjaga berbagai spesies mangsanya pada tingkat yang terkendali, sehingga tidak ada spesies mangsa yang menjadi dominan. Hal ini pada gilirannya berdampak pada keanekaragaman dan kesehatan tumbuhan di hutan,” terang Chela Powell, Manajer Restorasi RER.

(twu/nwk)



Sumber : www.detik.com

Mengintip Uniknya Penguin yang Hidup Tanpa Cuaca Dingin



Jakarta

Siapa sangka, penguin tak selalu hidup di tempat bersalju. Di Marine Safari Bali (MSB), traveler bisa melihat langsung penguin yang nyaman hidup di iklim tropis-tanpa perlu suhu dingin ekstrem seperti di kutub.

Penguin yang hidup di suhu yang dingin itu adalah penguin sub-Antartik dan penguin yang bisa hidup di cuaca tropis adalah temperate. Nah, jenis yang kedua lah yang jadi koleksi di MSB.

Education Manager of MSB and Taman Safari Bali, Muhammad Khoiri Habibullah, menjelaskan bahwa penguin yang ada di MSB ini adalah penguin yang habitatnya berasal dari wilayah Amerika Selatan.


“Ini adalah salah satu jenis penguin yang tidak membutuhkan es ataupun salju (cuaca dingin) ketika mereka hidup karena aslinya dari Amerika Selatan, tepatnya di Chile dan Peru,” kata Khoiri saat mendampingi rombongan detikTravel dan media, Sabtu (11/10/2025).

“Karena di dunia ini ada dua tipe penguin: ada yang sub-Antartik dan juga yang temperate. Jadi yang temperate kita bisa lihat di sebelah sana yang tidak membutuhkan es atau salju,” dia menjelaskan sembari menunjuk ke penguin.

Taman Safari Indonesia bukan sekadar tempat rekreasi tapi juga jadi tempat edukasi sekaligus tempat konservasiPenguin humboldt di MSB. (Muhammad Lugas Pribady/detikcom)

Khoiri menjelaskan perbedaan yang ketara dari dua tipe penguin sub-Antartik dan temperate. Menurutnya untuk ukuran badan, penguin sub-Antartik cenderung lebih besar daripada penguin temperate.

Dan jenis yang menjadi penguin koleksi di MSB ini adalah penguin humboldt. Dibanding dengan jenis-jenis penguin temperate lainnya, penguin humboldt ini salah satu yang memiliki ukuran yang paling besar.

Taman Safari Indonesia bukan sekadar tempat rekreasi tapi juga jadi tempat edukasi sekaligus tempat konservasiUkuran jenis penguin temperate. (Muhammad Lugas Pribady/detikcom)

“Penguin ini sangat unik karena mereka punya kamuflase, jadi mereka tuh bagian putih sama hitamnya bukan semata-mata warna saja. Tapi ketika mereka di alam liar, warna putih ini nge-blend dengan air, sedangkan ini (hitam) menyatu dengan warna lautan yang lebih gelap,” katanya.

Hal tersebutlah yang membuat penguin humboldt bisa samar terlihat ketika di dalam laut untuk menghindari predator. Penguin humboldt juga mampu berenang dengan kecepatan 40 kilometer per jam.

MSB punya 6 penguin humboldt, lima jantan dan satu betina. Dan penguin humboldt yang berada di MSB merupakan hasil captive breeding dari Taman Safari Bogor.

“Jadi kalau di Taman Safari Indonesia, kita ini saling transfer atau saling berbagi koleksi. Karena kita sebagai lembaga konservasi, kita tidak mengambil dari alam liar,” ujar Khoiri.

Pengunjung di MSB ada tiga area untuk bisa melihat penguin ini. Jadi tak sekadar melihat dari aquariumnya saja, tapi juga ada area interaksi yang dibuat untuk pengunjung bisa bersentuhan dengan penguin secara langsung.

(upd/fem)



Sumber : travel.detik.com

Harimau-Macan Tutul Muncul di Permukiman, Pakar BRIN: Itu Alarm Ekologis!



Jakarta

Fenomena tak biasa terjadi di dua daerah berbeda di Indonesia belakang ini. Seekor macan tutul jawa tiba-tiba masuk ke hotel di kawasan Bandung, Jawa Barat.

Selain itu, seekor harimau sumatra juga tertangkap kamera berada di sekitar kantor Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Agam, Sumatera Barat. Kejadian tersebut seketika ramai karena diunggah di media sosial.

Pertanda apa hewan-hewan liar dan buas tersebut mendekati wilayah pemukiman manusia? Menurut Peneliti Ahli Utama bidang konservasi keanekaragaman hayati Pusat Riset Ekologi BRIN, Prof Hendra Gunawan, dua kejadian tersebut adalah sinyal bahaya tentang keseimbangan alam yang sedang terganggu.


“Kalau mereka sekarang muncul di kebun, jalan raya, bahkan hotel, itu bukan perilaku alami, tapi Itu tanda mereka terpaksa keluar dari hutan untuk bertahan hidup,” kata Hendra dikutip dari laman BRIN, Rabu (22/10/2025).

Penyebab Satwa Liar Masuk Pemukiman Manusia

Ia menambahkan, perilaku aneh satwa ini bisa terjadi karena beberapa sebab. Pertama karena kerusakan habitat akibat pembukaan lahan, pembangunan jalan, dan perluasan permukiman.

Kedua karena mereka tengah mengejar mangsanya. Monyet ekor panjang atau babi hutan biasanya tinggal di tepi hutan sehingga kemungkinan mengejar mereka pun bisa terjadi.

Macan-Harimau Kehilangan Orientasi Arah

Penyebab selanjutnya bisa terjadi akibat hewan memang tersesat. Mereka kemudian mengalami disorientasi spasial atau kehilangan orientasi karena tak tahu dengan lingkungan tersebut.

“Kalau mereka sekarang muncul di kebun, jalan raya, bahkan hotel, itu bukan perilaku alami, tapi Itu tanda mereka terpaksa keluar dari hutan untuk bertahan hidup,” kata Hendra.

“Begitu ia masuk ke bangunan beton tanpa vegetasi, ia kehilangan arah dan bisa panik. Inilah yang terjadi ketika macan masuk hotel atau kantor,” lanjutnya.

Hendra menegaskan bahwa fragmentasi hutan merupakan akar masalah di balik meningkatnya konflik antara manusia dan satwa liar. Fragmentasi terjadi ketika hutan besar terpecah menjadi potongan kecil yang terisolasi oleh ladang, jalan, atau permukiman.

“Fragmentasi lebih berbahaya daripada sekadar pengurangan luas hutan,” tegasnya.

Predator Puncak Berebut Wilayah

Menyempitnya habitat hewan akibat pemukiman manusia mengakibatkan predator puncak seperti harimau sumatera dan macan tutul jawa membutuhkan wilayah jelajah lebih luas untuk mencari mangsa dan berkembang biak.

Ketika ruang hidupnya menyempit, satwa-satwa ini terpaksa berebut wilayah. Dalam berebut, mereka biasanya keluar dari hutan menuju area manusia.

BRIN mencatat sedikitnya 137 kasus konflik manusia-harimau di Sumatera Barat antara tahun 2005-2023. Terutama di kawasan yang hutannya sudah terfragmentasi parah seperti Lanskap Cagar Alam Maninjau.

Kehadiran Satwa Liar di Pemukiman Jadi Alarm Serius

Hendra menilai bahwa solusi jangka panjang bukan sekadar mengevakuasi satwa yang muncul, tapi menata ulang kebijakan tata ruang dan pembangunan berbasis ekologi.

Selain itu, Hendra mendorong penerapan pendekatan human-wildlife coexistence atau hidup berdampingan secara berkelanjutan dengan empat tahapan utama yakni:

Avoidance (Penghindaran): Mencegah kontak langsung lewat perencanaan ruang dan pengamanan ternak.

Mitigation (Mitigasi): Mengurangi dampak konflik tanpa melukai satwa.

Tolerance (Toleransi): Menumbuhkan empati masyarakat terhadap keberadaan satwa liar.

Coexistence (Koeksistensi): Menciptakan manfaat bersama melalui kegiatan seperti ekowisata berbasis komunitas.

“Kalau masyarakat bisa melihat harimau bukan sebagai ancaman, tapi sebagai penjaga keseimbangan ekosistem, kita bisa hidup berdampingan dengan damai,” ujarnya.

Menurut Hendra, harimau di kantor BRIN dan macan tutul di hotel seharusnya tidak dilihat sebagai ancaman, melainkan alarm ekologis. Ia mengingatkan bahwa sebenernya hewan-hewan tersebut bukanlah musuh manusia.

“Harimau bukan musuh kita, mereka adalah cermin dari kesehatan hutan. Jika harimau hilang, itu artinya ekosistem kita runtuh. Menjaga harimau berarti menjaga masa depan kita sendiri,” katanya.

(cyu/nah)



Sumber : www.detik.com

Predator Super Paling Ditakuti Melebihi Singa, Siapa Dia?


Jakarta

Singa dijuluki sebagai Si Raja Hutan. Akan tetapi, masih ada satu super predator yang lebih ditakuti oleh banyak spesies melebihinya. Siapa predator tersebut?

Jawabannya adalah kita, manusia. Dalam lebih dari 10.000 rekaman satwa liar di sabana Afrika, 95% spesies yang diamati merespons dengan jauh lebih ngeri terhadap suara manusia.

“Rasa takut terhadap manusia sudah mengakar dan menyebar luas. Ada anggapan bahwa hewan-hewan akan terbiasa dengan manusia jika tidak diburu. Namun, kami telah menunjukkan bahwa kenyataannya tidak demikian,” kata ahli biologi konservasi Michael Clinchy dari Western University, Kanada.


Dalam penelitian yang dipublikasikan tahun lalu, ahli ekologi dari Western University, Liana Zanette dan rekan-rekannya memperdengarkan serangkaian vokalisasi dan suara kepada hewan-hewan di lubang-lubang air di Taman Nasional Kruger Raya Afrika Selatan dan merekam respons mereka.

Kawasan lindung ini merupakan rumah bagi populasi singa (Panthera leo) terbesar yang tersisa di dunia, sehingga mamalia lain sangat menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh karnivora ini.

Melansir Science Alert, para peneliti menyiarkan suara percakapan manusia dalam bahasa lokal, termasuk Tsonga, Sotho Utara, Inggris, hingga Bahasa Afrika lainnya. Ada juga suara perburuan manusia, termasuk gonggongan anjing dan tembakan. Mereka juga memutar suara singa yang berkomunikasi satu sama lain.

“Kuncinya adalah vokalisasi singa tersebut berupa geraman dan geraman, seolah-olah sedang ‘berbicara’, bukan saling mengaum. Dengan begitu, vokalisasi singa tersebut dapat dibandingkan secara langsung dengan suara manusia yang sedang berbicara,” ucap Clinchy.

Hasilnya mengejutkan, hampir semua 19 spesies mamalia yang diamati dalam eksperimen dua kali lebih mungkin meninggalkan kubangan air ketika mendengar manusia berbicara dibandingkan dengan singa atau bahkan suara berburu. Mamalia tersebut meliputi badak, gajah, jerapah, macan tutul, hyena, zebra, dan babi hutan, beberapa di antaranya dapat menimbulkan bahaya tersendiri.

“Mendengar vokalisasi manusia secara khususlah yang memicu rasa takut terbesar,” tim menjelaskan dalam makalah mereka.

“(Ini) menunjukkan bahwa satwa liar mengenali manusia sebagai bahaya yang sebenarnya, sedangkan gangguan terkait seperti gonggongan anjing hanyalah proksi yang lebih kecil,” sambungnya.

Zanette mengatakan bahwa meluasnya rasa takut di seluruh komunitas mamalia sabana merupakan bukti nyata dampak lingkungan yang ditimbulkan manusia.

“Bukan hanya melalui hilangnya habitat, perubahan iklim, dan kepunahan spesies, yang semuanya merupakan hal-hal penting. Tetapi kehadiran kita di lanskap tersebut saja sudah cukup menjadi sinyal bahaya sehingga mereka merespons dengan sangat kuat. Mereka sangat takut pada manusia, jauh lebih takut daripada predator lainnya,” tuturnya.

Penelitian ini telah dipublikasikan di Current Biology.

(ask/ask)



Sumber : inet.detik.com

Ikan Gabus Langka Dikira Punah Sekarang Muncul Lagi


Jakarta

Ikan gabus Chel (Channa amphibeus), spesies ikan yang diyakini telah punah selama lebih dari delapan dekade, telah ditemukan kembali di wilayah Himalaya di India. Temuan ini membawa perubahan tak terduga bagi dunia konservasi satwa liar.

Diduga telah punah sejak awal abad ke-20, predator air tawar langka ini telah muncul kembali, membuktikan bahwa alam masih menyimpan banyak rahasia.

Spesies yang Hilang Seiring Waktu

Penampakan terakhir ikan gabus Chel yang tercatat berasal dari spesimen yang dikumpulkan antara 1918 hingga 1933. Sejak saat itu, pencarian para peneliti menemukan ikan tersebut sia-sia, sehingga mengarah pada asumsi bahwa ikan itu telah menghilang selamanya. Puluhan tahun menghilang menjadikannya salah satu misteri terbesar dalam ilmu ikan India.


Namun pada 2024, hal yang mustahil menjadi kenyataan. Para peneliti, berbekal rumor dari suku-suku lokal yang mengaku telah menemukan ikan itu, menjelajah jauh ke dalam Sungai Chel di Benggala Barat. Kegigihan mereka membuahkan hasil. Tiga spesimen hidup berhasil dikumpulkan, beserta bukti foto yang mengonfirmasi bahwa spesies tersebut masih hidup dan sehat.

Penemuan Luar Biasa di Sungai Chel

Penemuan kembali tersebut terjadi di Kalimpong, sebuah kota yang terletak di kaki bukit Himalaya. Ikan tersebut berada di sistem Sungai Chel, habitat tempat terakhir kali ikan tersebut terlihat hampir seabad yang lalu. Para peneliti diberi tahu oleh penduduk setempat yang dilaporkan telah mengonsumsi spesies tersebut, yang memicu dilakukannya ekspedisi penelitian dan menghasilkan konfirmasi.

Tejas Thackeray, pendiri Thackeray Wildlife Foundation, menekankan pentingnya penemuan tersebut. “Terpecahkannya misteri yang telah berlangsung lama ini memperkuat pentingnya eksplorasi yang berkelanjutan dan menyoroti keberlangsungan keanekaragaman hayati, bahkan pada spesies yang pernah dianggap punah seiring waktu,” ujarnya seperti dikutip dari The Daily Galaxy.

Ikan Gabus Paling Sulit Ditemukan

Ikan gabus Chel menonjol di antara kerabatnya. Tidak seperti ikan gabus lainnya, spesies ini terkenal dengan sisiknya yang berwarna hijau cerah, garis-garis kuning, dan ukurannya yang mengesankan. Ciri khasnya ini menjadikannya yang terbesar di antara ikan gabus yang diketahui. Meskipun penampilannya mencolok, spesies ini tidak terdeteksi selama hampir satu abad, sehingga tidak terdeteksi oleh banyak survei ilmiah.

Penemuan kembali ini juga menyoroti bagaimana pengetahuan tradisional dapat memainkan peran penting dalam konservasi. Baru setelah mendengar laporan dari masyarakat adat, para peneliti dapat memfokuskan kembali pencarian mereka dan menemukan spesies yang sulit ditemukan ini.

Nasib Ikan Gabus Chel

Dengan keberadaannya yang kini telah dipastikan, muncul pertanyaan: bagaimana spesies ini bisa bertahan hidup tanpa diketahui selama ini? Menurut sebuah makalah yang diterbitkan baru-baru ini di jurnal Zootaxa, para ilmuwan percaya bahwa habitat air tawarnya yang terpencil dan berarus deras mungkin telah berkontribusi pada kemampuannya untuk tetap tersembunyi.

Namun, penggundulan hutan, polusi, dan perusakan habitat menimbulkan ancaman yang semakin besar terhadap keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.

Untuk saat ini, Thackeray Wildlife Foundation dan para konservasionis mendorong penelitian lebih lanjut untuk menilai ukuran populasi, perilaku, dan kebutuhan ekologis ikan gabus Chel. Melindungi spesies dan habitatnya akan menjadi penting untuk memastikan spesies ini tidak kembali menghilang.

(rns/rns)



Sumber : inet.detik.com

Singa Vs Harimau, Siapa yang Akan Menang?



Jakarta

Singa dan Harimau dikenal sebagai predator yang mengerikan di alam liar. Tak jarang, mereka sering bersaing menjadi puncak predator meski tidak hidup di wilayah yang sama.

Sebagian besar singa, hidup di wilayah Afrika, sedangkan harimau berada di Asia. Singa dan harimau yang berbagi habitat, hanya bisa ditemukan di sebagian kecil wilayah India dan Timur Tengah.

Ini kenapa, jika alam liar, hampir tidak bisa menemukan singa dan harimau bertarung secara langsung.


Fisik Singa Vs Harimau

Secara fisik, keduanya merupakan jenis kucing terbesar di dunia. Keduanya memiliki warna yang berbeda dengan singa dominan coklat pasir dan kadang ada bulu hitamnya, sedangkan harimau memiliki ciri putih oranye dengan garis hitam.

Panjang singa bisa mencapai 208 cm dan berat bisa mencapai 225 kg. Sementara harimau lebih unggul dengan panjang bisa mencapai 390 cm dan berat 300 kg, demikian dilansir dari AZ Animals.

Jadi bisa dikatakan, secara fisik, harimau lebih unggul karena rata-rata memiliki tubuh yang lebih besar dari singa. Meski begitu, singa dan harimau sama-sama dikenal sebagai predator yang agresif dan berbahaya.

Secara sifat, harimau cenderung hewan yang hidup menyendiri. Berbeda dengan singa yang dikenal sebagai hewan yang berkelompok dan membentuk kawanan.

Di alam liar, singa betina justru yang banyak melakukan perburuan. Dalam kawanan, biasanya terdiri dari satu singa jantan dewasa dengan banyak betina dan anakan singa.

Di sisi lain, harimau sejak muda membangun wilayahnya sendiri hingga dewasa. Mereka terbiasa berburu dan mempertahankan wilayahnya sendiri.

Jika Bertarung, Siapa yang Akan Menang antara Singa Vs Harimau?

Sejauh ini, belum ada laporan mengenai pertarungan langsung antara singa dan harimau. Namun, ada beberapa laporan tentang pertarungan singa dan harimau di penangkaran.

Pada 1914, misalnya, di Kebun Binatang Bronx, New York City, singa dan harimau dilaporkan mengalami pertarungan. Meski dilaporkan pertarungan tidak berlangsung lama, tapi punggung singa mengalami patah karena harimau.

Pertarungan lain pernah terjadi di Binatang Ankara pada 2010. Diketahui, harimau sempat memasuki kandang singa dan berakhir dengan pertarungan.

Namun, pertarungan tidak berlangsung lama, dengan satu serangan harimau yang melukai leher singa sangat parah. Berdasarkan kedua pertarungan yang pernah dilaporkan, harimau unggul dalam menyerang singa.

Secara umum, harimau memegang keunggulan atas singa, salah satunya karena ukuran dan kekuatan. Jika di alam liar, mungkin akan berbeda karena singa datang berkelompok, sedangkan harimau sendirian.

(faz/nah)



Sumber : www.detik.com

Orangutan Sumatera Kuasai Teknik Bangun Sarang dengan Amati-Tiru-Modifikasi



Jakarta

Tak hanya manusia yang belajarnya dengan teknik ‘ATM’ alias amati-tiru-modifikasi. Orangutan Sumatera (Pongo abelii) pun ternyata ‘ATM’ juga buat menguasai teknik membangun sarang, menurut riset selama 17 tahun ini.

Keahlian Orangutan Dirikan Sarang

Para ahli primata dari Universitas Warwick Inggris bersama Institut Max Planck Jerman mengemukakan bahwa keahlian orang utan muda untuk membuat sarang merupakan hasil dari mengamati secara dekat orang utan lain dan kemudian mempraktikkannya. Hal ini membuktikan bahwa kemampuan orang utan dalam membangun sarang bukan sekadar naluri saja melainkan kemampuan mereka dalam observasi atau mengamati.

Bagi spesies hewan yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di pepohonan atau arboreal, sarang yang kokoh sangatlah penting untuk bertahan hidup serta melindungi diri dari predator. Dengan membangun sarang di tempat yang tinggi dapat membantu mereka memperoleh kehangatan bahkan dapat terhindar dari gigitan nyamuk. Bagaimana tepatnya orangutan bisa menguasai kemampuan rumit ini, selama ini masih menjadi tanda tanya.


Rahasia di Balik Sarang Orangutan

Para peneliti dari Universitas Warwick telah mengkonfirmasi bahwa orangutan Sumatera yang masih muda mempelajari teknik membangun sarang yang rumit dengan ‘mengintip’ hasil karya induk mereka dengan cermat dan saksama.

“Membangun sarang sangat penting untuk kelangsungan hidup orangutan, tetapi anehnya tidak menjadi fokus banyak penelitian. Kami sebelumnya melaporkan bahwa butuh beberapa tahun bagi orangutan muda untuk belajar membuat sarang, tetapi berdasarkan 17 tahun data observasi, makalah ini menunjukkan bahwa proses pembelajaran ini sangat bergantung pada hewan muda yang dengan cermat memperhatikan pembuatan sarang oleh individu lain,” ujar penulis utama dalam studi tersebut Dr Ani Permana dari Departemen Psikologi dari Universitas Warwick dikutip Senin (20/10/2025).

Di alam liar, orangutan Sumatera membangun dua jenis sarang. Sarang siang cenderung berupa kerangka praktis dasar, tetapi sarang malam berupa platform tidur yang rumit yang sering kali dibangun setinggi 20 meter di tajuk pohon dan dilengkapi elemen kenyamanan seperti ‘bantal’, ‘selimut’, kasur (pelapis), dan atap untuk melindungi dari kondisi buruk cuaca.

Dengan mengamati orangutan dalam jangka waktu yang lama selama bertahun-tahun, kelompok peneliti berhasil menunjukkan bahwa orangutan muda mengamati (sengaja mengamati) induk mereka membuat sarang untuk mempelajari cara melakukannya. Ketika pengamatan dilakukan, orangutan yang belum dewasa lebih cenderung menindaklanjuti dengan berlatih membangun sarang sendiri.

Jika orangutan yang belum dewasa berada di dekat induk mereka ketika membangun sarang tetapi tidak mengamati, misalnya karena teralihkan, mereka umumnya tidak melanjutkan berlatih sendiri. Hal ini berarti pengamatan aktif kemungkinan penting untuk mengembangkan keterampilan tersebut, yang sangat mendukung gagasan bahwa ini adalah pembelajaran sosial observasional.

Orangutan yang belum dewasa juga terbukti memberikan perhatian khusus pada bagian-bagian yang lebih rumit dari konstruksi sarang. Seperti menambahkan elemen kenyamanan atau membangun di atas beberapa pohon, dan berlatih lebih banyak setelah mengamati tindakan-tindakan ini.

Seiring bertambahnya usia orangutan, mereka mulai mengamati dan belajar dari individu lain selain induk mereka, memilih panutan baru yang dapat membantu mendiversifikasi pengetahuan mereka tentang pohon mana yang akan digunakan, menunjukkan bahwa baik cara membangun, maupun dengan apa membangun, dipelajari secara sosial.

“Orangutan muda tidak hanya belajar cara membuat sarang, tetapi juga tahu bahan apa yang paling cocok. Mereka belajar memilih jenis pohon dari induknya dan cenderung menggunakan jenis yang sama,” ucap penulis senior studi Dr Caroline Schuppli dari Max Planck Institute of Animal Behavior.

Uniknya, orangutan dewasa justru ‘balik lagi’ menggunakan bahan sarang yang sama seperti induknya. Seolah ada tradisi turun-temurun, pola ini jadi bukti adanya budaya dalam kehidupan orangutan liar. Tapi hati-hati, budaya unik ini bisa lenyap kalau spesies dan habitatnya tak dilindungi.

Riset selama 17 tahun ini sudah diterbitkan dalam jurnal Nature Communications Biology dengan judul ‘Observational social learning of “know-how” and “know-what” in wild orangutans: evidence from nest-building skill acquisition’ yang diterbitkan 7 Juni 2025.

*) Siti Nur Salsabilah Silambona, adalah peserta Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama di detikcom

(nwk/nwk)



Sumber : www.detik.com

10 Hewan Paling Panjang dan Pendek Usianya, Ada yang Hidupnya Cuma Sehari


Jakarta

Usia hewan cenderung berbeda dengan manusia. Jika manusia bisa hidup berpuluh-puluh tahun, ada hewan yang hidup mencapai ratusan atau cuma sehari.

Gelar hewan dengan usia paling panjang dipegang oleh Hydra. Hydra adalah sekelompok invertebrata kecil dengan tubuh lunak yang menyerupai ubur-ubur. Mereka berpotensi hidup untuk selamanya.

Sementara kebalikan Hydra, lalat capung, hanya punya waktu hidup kurang dari 24 jam. Dalam waktu yang singkat ini, mereka berperan menentukan kesehatan ekosistem perairan.


Penasaran apa saja hewan paling panjang dan pendek usia? Simak daftarnya di bawah ini seperti dilansir dari arsip detik.com.

5 Hewan Paling Panjang Usia

1. Hydra (Berpotensi hidup abadi)

Seperti dijelaskan sebelumnya, Hydra adalah sekelompok invertebrata kecil dengan tubuh lunak dan menyerupai ubur-ubur. Invertebrata ini sebagian besar terdiri dari sel induk dan terus beregenerasi melalui duplikasi atau kloning, sehingga hewan ini tidak menua seiring bertambahnya usia.

Mereka mati dalam kondisi alami seperti pemangsa dan penyakit. Tetapi tanpa bahaya eksternal ini, mereka dapat terus beregenerasi selamanya.

2. Ubur-ubur turritopsis dohrnii (Berpotensi hidup abadi)

Turritopsis dohrnii disebut ubur-ubur abadi karena berpotensi hidup selamanya. Ubur-ubur ini memulai hidup sebagai larva sebelum menetap di dasar laut.

Mereka akna berubah menjadi polip yang menghasilkan medusa atau ubur-ubur yang berenang bebas. Mereka bisa membalikkan siklus hidup mereka beberapa kali dan karena itu mungkin tidak akan pernah mati.

3. Spons kaca (Berumur 10.000 tahun lebih)

Spons kaca terdiri dari koloni hewan, yang dapat hidup selama ribuan tahun. Anggota kelompok ini sering ditemukan di laut dalam dan memiliki kerangka yang menyerupai kaca.

Sebuah studi pada 2012 alam jurnal Chemical Geology memperkirakan bahwa spons kaca yang termasuk dalam spesies monorhaphis chuni berumur sekitar 11.000 tahun.

4. Karang Hitam (Berumur 4.000 tahun lebih)

Karang ini terdiri dari kerangka luar invertebrata yang disebut polip. Polip ini terus berkembang biak dan menggantikan diri mereka sendiri dengan membuat salinan yang identik secara genetik.

Karang hitam yang ditemukan di lepas pantai Hawaii diperkirakan berusia 4.265 tahun.

5. Cacing tabung (Berumur 300 tahun lebih)

Cacing tabung hidup di sekitar lubang hidrotermal, tetapi spesies yang paling lama hidup ditemukan di lingkungan yang lebih dingin. Sebuah studi tahun 2017 dalam jurnal The Science of Nature menemukan bahwa escarpia laminata, spesies cacing tabung rembesan dingin di Teluk Meksiko, hidup hingga 200 tahun, dan beberapa spesimen bertahan selama lebih dari 300 tahun.

5 Hewan Paling Pendek Usia

1. Lalat Capung

Lalat capung adalah serangga akuatik yang hanya hidup kurang dari satu hari. Dalam waktu yang singkat ini, mereka berperan menentukan kesehatan ekosistem perairan. Kehadiran larva lalat capung menunjukkan bahwa air tersebut bersih, tidak tercemar, dan memiliki kadar oksigen yang tinggi.

Meski hidupnya singkat, lalat capung sangat produktif dalam reproduksi. Beberapa spesies dapat menghasilkan lebih dari 10.000 telur dalam waktu satu hari.

2. Gastrotricha

Gastrotricha atau hairy bellies adalah hewan mikroskopis berbentuk silinder yang hidup di lingkungan air tawar dan laut. Mereka hanya hidup rata-rata sekitar 10 hari. Gastrotricha membantu mengendalikan populasi bakteri dan alga dengan memakannya.

Reproduksi gastrotricha masih belum sepenuhnya dipahami. Beberapa spesies diketahui hermafrodit, yang berarti setiap individu memiliki bagian reproduksi jantan dan betina.

3. Ngengat Makanan India

Ngengat makanan india atau indian meal moths memiliki umur antara 5-25 hari. Mereka ditemukan di tempat penyimpanan makanan seperti tepung dan biji-bijian. Dalam waktu hidupnya yang singkat, mereka mampu menghasilkan telur hingga 400 butir.

Setelah menjadi dewasa, ngengat akan kawin dalam waktu tiga hari. Proses penetasan telur berlangsung sekitar satu minggu.

4. Ngengat Luna

Ngengat luna adalah ngengat dengan sayap hijau dan memiliki tanda berbentuk bulan. Mereka hidup rata-rata hanya satu minggu.

Selama waktu hidupnya, ngengat luna menjadi mangsa penting bagi berbagai predator seperti kelelawar dan burung hantu.

5. Lalat Buah

Lalat buah adalah serangga yang sering ditemukan pada buah-buahan. Mereka memiliki umur rata-rata sekitar 10 hingga 14 hari di lingkungan luar, tetapi bisa hidup hingga dua bulan di tempat yang terkontrol.

Selama hidupnya, betina dapat bertelur hingga 500 telur. Reproduksi yang cepat ini sangat penting untuk menjaga kelangsungan hidup spesies mereka.

Nah, itulah 10 hewan paling panjang dan pendek usianya. Semoga menambah wawasan, detikers!

(nir/faz)



Sumber : www.detik.com