Tag Archives: presiden soekarno

8 Lokasi Terbaik di Indonesia Mengabadikan Momen Kemerdekaan



Jakarta

Merayakan momen HUT ke-80 Republik Indonesia bisa nih dengan memilih latar destinasi yang epik, mulai dari bangunan bersejarah hingga landscape alam yang memukau. Mana nih favoritmu?

detikcom telah merangkum, Rabu (13/8/2025) tempat-tempat terbaik untuk mengabadikan momen HUT RI dengan latar merah putih di postingan sosial media mu.

1. Monumen Nasional

Pengunjung menaiki kereta wisata di Monumen Nasional (Monas), Jakarta, Sabtu (12/7/2025).Pengunjung di Monumen Nasional (Monas) Foto: Ari Saputra

Monas yang selalu jadi destinasi favorit warga Jabodetabek bisa nih jadi latar foto untuk momen kemerdekaan nanti. Menara dengan emas raksasa di puncaknya ini diresmikan pada tanggal 17 Agustus 1961 oleh Presiden Soekarno (dibuka untuk umum pada 12 Juli 1975).


Monas juga sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan dari penjajahan. Setiap elemen Monas memiliki filosofi kebangsaan, contohnya. puncaknya yang berbentuk lidah api berlapis emas memiliki ketinggian 17 meter yang melambangkan semangat perjuangan yang menyala abadi.

2. Tugu Proklamasi

Tugu Proklamasi berada di Jl. Proklamasi No.10, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat. Tepat di area Taman Proklamasi.

Tugu ini dibangun untuk memperingati momen pembacaan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945, yang dilakukan di rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 (kini: Jl. Proklamasi No. 10).

Jadi di sini kamu bisa menemukan patung perunggu seukuran asli dari Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta saat membacakan proklamasi.

3. Gunung Bromo

Wisata Gunung Bromo.Wisata Gunung Bromo. Foto: Dok. Esti Widiyana/detikJatim)

Gunung Bromo berada di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Menyambut momen HUT RI ke-80 kamu bisa nih melihat pengibaran bendera merah putih dengan latar yang ciamik. Coba deh cari tahu jadwal pengibaran bendera atau kamu juga bisa membawa bendera sendiri lalu berfoto dengan latar indahnya Gunung Bromo.

4. Danau Toba

Keindahan Danau Toba bisa juga tempat untuk mengabadikan foto dengan latar Sang Saka Merah Putih.

5. Lawang Sewu

Lawang Sewu.Lawang Sewu. Foto: pariwisata.semarangkota.go.id

Bangunan 1.000 pintu yang jadi daya tarik Semarang ini dibangun pada tahun 1904 – 1907 yang awalnya berfungsi sebagai Kantor pusat Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS), perusahaan kereta api Hindia Belanda.

Fakta menarik nih, saat perjuangan kemerdekaan, bangunan ini menjadi lokasi pertempuran sengit antara pemuda Indonesia dan tentara Jepang (peristiwa “Pertempuran 5 Hari di Semarang”). Jadi kamu menjadikan Lawang Sewu latar berfoto karena ada sejarah kemerdekaannya di sini.


6. Kota Tua

Kota Tua adalah kawasan pusat pemerintahan, perdagangan, dan militer pada masa kolonial Belanda, dikenal dengan nama Batavia. Sekarang Kota Tua jadi destinasi favorit dan ikonnya Jakarta.

Kamu bisa nih mengabadikan momen Kemerdekaan RI dengan latar arsitektur Kota Tua atau berkunjung ke museum-museumnya.

7. Ragam museum atau bangunan yang menceritakan kemerdekaan dan proklamasi

Gedung Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol No 1, Rabu (16/8/2023)Gedung Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jalan Imam Bonjol No 1, Rabu (16/8/2023) Foto: Museum Proklamasi/Sudrajat-detikcom

Merayakan momen HUT RI ke-80, kamu bisa datang ke berbagai museum yang menceritakan tentang perjuangan kemerdekaan EI. Seperti Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Tugu Proklamasi, Rumah Rengasdengklok, Gedung Joang ’45 hingga Benteng Rotterdam.

8. Istana Merdeka Jakarta

Istana Merdeka Jakarta selalu menjadi lokasi upacara kenegaraan, termasuk Hari Kemerdekaan 17 Agustus. Kamu bisa nih berfoto-foto setelah pelaksanaan upacara kemerdekaan.

(sym/ddn)

Sumber : travel.detik.com

Alhamdulillah اللهم صلّ على رسول الله محمد wisata mobil
image : unsplash.com / Thomas Tucker

Di Istana Cipanas Bung Karno Menikah hingga Memotong Nilai Rupiah



Cianjur

“Ibu-ibu, Bapak-bapak ada yang masih ingat apa itu sanering?,” tanya Lena, pemandu wisata sejarah Istana Cipanas, Rabu (20/8/2025) lalu. Para ibu dan bapak anggota Komunitas Japas (Jalan Pagi Sejarah) Bogor sebagian menggelengkan kepala dan saling pandang kebingungan.

Namun ada juga yang dengan lantang menyebut sanering sebagai pemotongan rupiah. Lena membenarkan dan hadirin pun bertepuk tangan.

Semula ia menjelaskan riwayat bangunan yang kini dikenal sebagai Istana Cipanas. Bangunan utama di kompleks tersebut dibangun di masa pemerintahan kolonialis Belanda Gustav W. Baron Van Imhoff pada 1740 sebagai tempat peristirahatan. Oleh Sukarno kemudian ditetapkan menjadi salah satu Istana Kepresidenan.


Salah satu koleksi yang kerap membuat penasaran para pengunjung Istana Cipanas adalah lukisan bertajuk ‘Jalan Seribu Pandang’. Lukisan karya Soejono D.S. pada 1958 itu menggambarkan pohon yang di tengahnya terdapat jalanan lurus. Berbeda dengan lukisan lainnya, jalan tersebut tetap terlihat lurus seolah mengikuti arah dimana kita melihatnya jika dilihat dari berbagai arah.

Lukisan yang bernama lain ‘Lukisan Menuju Kaliurang’ itu merupakan salah satu dari 10 lukisan favorit Presiden Joko Widodo pada saat dipamerkan di Pameran Lukisan Galeri Nasional pada Agustus 2016. Namun dalam kunjungan di Istana Cipanas Rabu kemarin kami harus cukup puas mengintipnya dari teras.

Kembali ke soal sanering, pada 13 Desember 1965 Presiden Sukarno memimpin sidang cabinet bidang ekonomi di Istana Cipanas. Salah satu keputusan yang dibuat adalah menetapkan perubahan nilai mata uang rupiah dari Rp 1.000 menjadi Rp 1 atau dikenal dengan istilah sanering.

Jauh sebelum itu, tepatnya pada 7 Juli 1953, Sukarno menikah dengan Hartini secara sederhana dan tertutup di Istana Cipanas. Akibatnya, tak cuma menerima kecaman dari berbagai kelompok masyarakat dan media massa kala itu, Sukarno pun harus kehilangan ‘Ibu Negara’ Fatmawati. Ibunda dari Megawati itu memilih pergi dari Istana Merdeka karena tak sudi dimadu lalu tinggal di rumah pribadinya di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan.

Sementara Hartini oleh Sukarno ditempatkan di salah satu pavilion Istana Bogor. Di sana Hartini ikut mendampingi berbagai acara kenegaraan Presiden Soekarno, seperti menerima kunjungan Presiden Vietnam Utara Ho Chi Minh, Norodom Sihanouk (Kamboja) dan Kaisar Hirohito dari Jepang.

Khusus Ho Chi Minh, Sukarno pernah menerimanya secara khusus di Gedung Bentol pada Maret 1959. Gedung tempat dia tetirah itu dibangun pada 1954. Di sana masih terdapat meja kerja berbentuk L, kursi, dan tempat tidur kecil. Di atas meja terpajang beberapa bingkai foto antara lain Sukarno bersama Fatmawati, dan seorang bidan. Juga foto Ho Chi Minh dan Sukarno.

Kenapa dinamai gedung bentol? Menurut Kepala Subbagian Protokol dan Layanan Cecep Koswara penamaan itu karena di sekitar dinding bangunan terpasang batu-batu yang sengaja dibuat menonjol seperti bentol di kulit.

Di bangunan karya arsitek kenamaan F. Silaban itu, kata Cecep, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah beberapa kali memanfaatkannya untuk membuat lagu dan lukisan.

(jat/ddn)



Sumber : travel.detik.com

Menengok Sejarah Kelam PKI di Monumen Kresek Madiun



Madiun

Monumen Kresek, sering disebut Monumen Keganasan PKI 1948, bukan sekadar objek wisata. Monumen itu dibangun untuk mengenang korban pemberontakan PKI di Madiun.

Di sebuah lapangan hijau seluas beberapa hektare di Desa Kresek, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun, berdiri sebuah patung dan relief bisu berdiri sebagai pengingat peristiwa berdarah yang pernah mengguncang kota tersebut.

Dari arsip pemberitaan detikcom, peristiwa berdarah itu terjadi pada 18 September 1948, ketika PKI di bawah pimpinan Musso berhasil menguasai kota Madiun selama 13 hari.


Selama periode itu, terjadi kekerasan terhadap tokoh masyarakat, ulama, dan prajurit TNI. PKI berusaha menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan mendirikan negara berdasarkan ideologi komunis.

Pemberontakan ini dipicu ketegangan politik dan ekonomi pasca-kemerdekaan, serta ketidakpuasan PKI terhadap kebijakan pemerintah, termasuk hasil Perjanjian Renville yang dianggap merugikan Indonesia.

Musso kembali dari pengasingan di Uni Soviet untuk memimpin pemberontakan, dengan tujuan mengganti dasar negara Pancasila dengan ideologi komunis dan mendirikan Republik Soviet Indonesia.

Pada dini hari 18 September, PKI mulai merebut gedung-gedung penting di Madiun, termasuk kantor pos, telekomunikasi, markas TNI, dan Radio Republik Indonesia (RRI) untuk menyebarkan propaganda.

Namun, perlawanan dari pasukan TNI yang dipimpin Kolonel A H Nasution berhasil membendung gerakan ini. Pada 30 September 1948, Madiun berhasil kembali direbut pemerintah.

Peristiwa ini menelan banyak korban jiwa. Sekitar 1.920 orang tewas, termasuk 17 tokoh masyarakat yang namanya diabadikan di Monumen Kresek. Salah satu korban adalah Kiai Husen, seorang ulama dan anggota DPRD Madiun, yang dibunuh secara kejam oleh Musso.

Saksi Bisu Kekejaman PKI di Madiun

Menurut jurnal Universitas PGRI Madiun berjudul Monumen Kresek Tempat Wisata Penuh Sejarah yang ditulis Salimah Yuniasih dkk, untuk memastikan tragedi ini tidak terlupakan, dibangunlah Monumen Kresek sebagai saksi bisu kekejaman PKI dan pengingat sejarah bagi publik.

Monumen ini mulai dibangun pada 1987. Peresmian dilakukan pada 10 Juni 1991 oleh Gubernur Jawa Timur kala itu, Soelarso. Berjarak sekitar 40 menit dari Kota Madiun, monumen ini berdiri di atas lahan seluas 3,3 hektare.

Pengunjung harus menempuh perjalanan sekitar 40 menit dari Kota Madiun untuk mencapai Monumen Kresek. Begitu memasuki kawasan monumen, mata langsung tertuju pada patung dramatis yang menampilkan dua sosok.

Satu dalam posisi seolah siap memenggal, dan yang satunya duduk, menunggu nasibnya. Patung ini menggambarkan Musso, pemimpin pemberontakan PKI, yang sedang menyiksa Kiai Husen, salah satu tokoh agama lokal yang menjadi korban.

Pengunjung harus menaiki tangga menuju patung ini, jumlahnya disusun secara simbolis, yaitu 17-8-45, yang merujuk pada tanggal 17 Agustus 1945, hari kemerdekaan Indonesia.

Di bagian atas monumen, terdapat relief yang menggambarkan kekejaman PKI selama pemberontakan. Adegan-adegan yang terukir memperlihatkan dengan jelas bagaimana para anggota PKI melakukan kekerasan terhadap warga sipil, tokoh masyarakat, dan prajurit TNI.

monumen kresek di madiunMonumen Kresek di Madiun Foto: Sugeng Harianto

Sementara di sisi kanan bagian bawah monumen, terdapat prasasti batu yang mengabadikan nama-nama prajurit TNI dan tokoh masyarakat yang gugur dalam pertempuran di Desa Kresek.

Salah satunya adalah Kolonel Inf Marhadi, prajurit berpangkat tertinggi yang gugur dalam pertempuran tersebut. Sebagai penghormatan, namanya diabadikan menjadi salah satu nama jalan di Kota Madiun, dan patungnya juga dibangun di alun-alun kota.

Monumen ini bukan sekadar patung dan relief, setiap elemen menyimpan kisah heroik dan tragis yang menjadi pengingat akan keberingasan PKI, sekaligus menghormati pengorbanan mereka yang gugur dalam mempertahankan kedaulatan dan keamanan masyarakat Madiun.

Kini Jadi Destinasi Wisata Sejarah

Monumen Kresek bukan hanya situs sejarah, tetapi menjelma destinasi wisata yang menyajikan keindahan alam dan fasilitas publik yang memadai. Terletak sekitar 8 km dari pusat Kota Madiun, monumen ini dapat dicapai dalam waktu sekitar 40 menit perjalanan.

Setibanya di lokasi, pengunjung akan disambut patung besar yang menggambarkan sosok Musso yang sedang memenggal Kiai Husen, simbol dari kekejaman yang terjadi pada peristiwa Madiun 1948.

Monumen Kresek buka setiap hari mulai pukul 08.00 WIB hingga 17.00 WIB. Harga tiket masuk sangat terjangkau, sekitar Rp 5.000 per orang, tergantung pada kebijakan yang berlaku.

Tersedia juga fasilitas seperti pendopo, taman bermain, balai pertemuan, kios kuliner, dan area parkir yang membuatnya cocok sebagai tujuan rekreasi keluarga dan acara komunitas.

Dengan kombinasi antara nilai sejarah, keindahan alam, dan fasilitas yang memadai, Monumen Kresek menjadi destinasi wisata yang menarik untuk dikunjungi, terutama bagi mereka yang ingin belajar tentang sejarah Indonesia sambil menikmati suasana yang tenang dan asri.

Monumen Kresek bukan sekedar patung atau area taman, ia adalah fragmen sejarah yang memaksa pengunjung untuk mengingat bahwa pembangunan ruang publik dan pendidikan sejarah bisa berjalan bersamaan.

Dengan pengelolaan yang tepat, peningkatan interpretasi sejarah, dan keterlibatan masyarakat lokal, monumen Kresek berpotensi menjadi contoh bagaimana situs trauma dapat bertransformasi menjadi ruang belajar, penghormatan, dan rekreasi bermakna.

——-

Artikel ini telah naik di detikJatim.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Tugu Muda Ikon Semarang Ternyata Pernah Dipindahkan, Begini Kisahnya



Semarang

Tugu Muda, ikonnya kota Semarang ternyata pernah dipindahkan. Lokasinya yang sekarang bukanlah lokasi pertama monumen tersebut. Bagaimana kisahnya?

Tugu Muda merupakan sebuah monumen untuk memeringati Pertempuran Lima Hari Semarang. Saat ini, Tugu Muda berdiri di tengah persimpangan lima jalan utama di Semarang. Lokasinya berada di depan bangunan bersejarah Museum Mandala Bhakti.

Namun tahukah kamu, ternyata Tugu Muda aslinya pertama kali dibangun di lokasi yang kini dikenal sebagai Alun-alun Kota Semarang. Namun pemerintah saat itu kemudian memutuskan untuk memindahkan lokasi tugu itu.


Pegiat sejarah di Kota Semarang, Kesit Widjanarko, mengatakan lokasi Tugu Muda saat ini memang lebih memiliki landasan sejarah dibandingkan dengan titik pembangunan awal. Menurutnya, di sekitar Kawasan Tugu Muda itu lah pertempuran hebat terjadi.

“Kalau kemudian berbicara Pertempuran Lima Hari di Semarang, Tempat yang sekarang itu memang lebih relevan karena pertempuran hebat terjadi sepanjang Jalan Kalisari sampai Jalan Pemuda,” kata Kesit saat ditemui di Rumah Po Han, Minggu (13/10).

“Kemudian mulai Jepang merebut kembali Gedung Markas Kempetai yang hari ini menjadi Museum Mandala Bhakti, terus kemudian merebut Lawang Sewu dari tangan pemuda itu korbannya banyak,” tambahnya.

Mulanya, pada 28 Oktober 1945, Tugu Muda sempat dibangun di tempat yang kini dikenal sebagai Alun-Alun Masjid Agung Kota Semarang. Namun hanya berjalan tiga minggu, pertempuran kembali meletus dan proyek ini terhenti.

“Lokasinya di Alun-Alun Semarang. Hari ini (alun-alun itu berada) di sekitar wilayah antara Pasar Johar dan Masjid Kauman,” jelas dia.

Tugu Muda Dipindahkan Pada 1951

Usai pertempuran melawan sekutu mereda, pembangunan Tugu Muda kembali dilanjutkan pada 1951. Namun, pemerintah memutuskan untuk memindahkan lokasi pembangunannya.

“Pada tahun 1951 oleh Wali Kota Semarang waktu itu, Hadisoebeno Sosrowerdojo, Tugu Muda diboyong ke lokasi yang sekarang dan mulai dibangun lagi,” ungkap Kesit.

Kesit menerangkan lokasi baru Tugu Muda awalnya merupakan ruang terbuka hijau. Kawasan ini juga dikatakannya sempat dinamai Taman Merdeka.

“Persimpangan yang kita kenal sekarang tempat berdirinya Tugu Muda, dulu namanya wilhelminaplein. Sebuah ruang terbuka hijau berbentuk bundar, berumput-rumput,” ujar Kesit.

“Menurut beberapa jejak digital, sempat ada penamaan Taman Merdeka sebelum akhirnya jadi Taman Tugu Muda,” sambungnya.

Pembangunan Tugu Muda berlangsung sekitar dua tahun. Pada 20 Mei 1953, tugu ini diresmikan oleh Presiden Soekarno.

“Langsung diresmikan Bung Karno. Di situ juga turut hadir Gubernur Wongsonegoro dan Wali Kota Hadisoebeno serta disaksikan masyarakat Kota Semarang,” jelas Kesit.

Diberitakan sebelumnya, awal mula rencana pembangunan Tugu Muda sempat disiarkan melalui sebuah koran. Berita itu mengabarkan jika Tugu Muda akan dibangun di tempat yang kini dikenal sebagai Alun-Alun Masjid Agung Kota Semarang.

“Lokasinya di Alun-Alun Semarang. Hari ini (alun-alun itu berada) di sekitar wilayah antara Pasar Johar dan Masjid Kauman,” kata pegiat sejarah di Kota Semarang, Kesit Widjanarko saat ditemui detikJateng, Minggu (12/10).

“Dari arsip berita Warta Indonesia tanggal 27 Oktober 1945 itu beritanya ada. Bahwa untuk memperingati para pejuang-pejuang yang telah gugur, maka akan di bangun sebuah monumen bernama Tugu Muda,” tambah Kesit.

———

Artikel ini telah naik di detikJateng.

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Bukan Barang Baru, Mobil Nasional Sudah Digagas Sejak Era Sukarno



Jakarta

Presiden Prabowo Subianto ingin Indonesia punya ‘mobil nasional’ tiga tahun lagi. Bahkan, dia mengaku sudah menyiapkan dana dan lahan untuk pembangunan pabrik. Namun, tahukah detikers, keinginan punya mobnas sudah muncul sejak era Presiden Sukarno?

Mimpi Indonesia memiliki mobil nasional merupakan impian lama para presiden yang selalu disampaikan dan diupayakan. Meski demikian, menurut catatan sejarah, mimpi tersebut selalu berakhir kegagalan.


Semua bermula pada tahun 1950-an ketika masyarakat Indonesia masih ketergantungan mobil-mobil buatan General Motors (GM) asal Amerika Serikat. Ketika itu, pabrik-pabrik di dalam negeri merakit ke kendaraan tersebut, seperti Indonesian Service Company (ISC) milik pengusaha Hasjim Ning dan Gaja Motor.

Soekarno di mobil.Soekarno di mobil. Foto: Arsip Nasional RI.

Menurut catatan autobiografi Hasjim Ning, Pasang Surut Pengusaha Pejuang (1986) yang dimuat CNBC Indonesia, Sukarno mendorong para pengusaha Indonesia mendirikan pabrik perakitan mobil di Tanah Air yang seluruhnya menggunakan komponen dalam negeri.

“Tapi yang harus dicapai bukan hanya terampil merakit mobil buatan AS, melainkan agar mereka mampu membuat mobil sendiri yang bertipe nasional. Karena perusahaan ini milik nasional dan harus menjadi kebanggaan nasional,” ujar Sukarno, dikutip Rabu (22/10).

Singkat cerita, keinginan tersebut baru terwujud pada awal 1962 dengan pembentukan Badan Pembina Industri Mobil (BPIM). Sesuai namanya, lembaga itu fokus mewujudkan mobil produksi Indonesia.

Caranya dengan mendirikan perusahaan patungan antara pemerintah dan swasta bernama PT Industri Mobil Indonesia Usaha Negara dan Swasta (Imindo Uneswa). Pabrik tersebut memproduksi komponen di dalam negeri dengan anggaran Rp 18 miliar.

Ian Chalmers dalam Konglomerasi: Negara dan Modal dalam Industri Otomotif Indonesia (1995) menyebut, pemerintah lantas mengajak Yugoslavia bekerja sama tahun 1964. Kelak, Yugoslavia mengirimkan peralatan pabrik dan suku cadang untuk dirakit di Indonesia.

Kedudukan Imindo Uneswa perlahan makin kuat setelah Sukarno menetapkan perusahaan sebagai badan vital nasional lewat Keputusan Presiden No. 54/1965. Sayang, ketika fundamental produksi mobil dalam negeri sudah ada dan tinggal selangkah lagi hadir, terjadi prahara politik tahun 1965.

Tiga tahun setelahnya, Presiden Sukarno lengser dan digantikan Soeharto. Kondisi tersebut membuat peluang Indonesia punya mobil nasional lenyap begitu saja.

Di era Presiden Soeharto, pemerintah lebih fokus mendatangkan produsen dari luar ketimbang membuat mobil nasional. Bahkan, ayah Prabowo Subianto yang ketika itu menjabat sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Soemitro Djojohadikusumo, mendukung rencana tersebut.

Kebijakan itu membuat merek-merek dari luar negeri membanjiri pasar Indonesia. Paling besar, tentu saja, berasal dari Jepang.

Mobil Nasional di Era Soeharto

Setelah pemerintahannya berjalan sekian tahun, keinginan Soeharto punya mobil nasional akhirnya muncul. Menurut catatan The Shifting Patronage (2010) yang ditulis Ricardi S. Adnan, presiden kedua RI itu tak mau Indonesia kalah dari Malaysia yang punya merek Proton.

Itulah mengapa, di awal tahun 1990-an, Soeharto mengenalkan Maleo untuk menantang Proton. Kendaraan tersebut membawa harapan besar di awal kemunculannya.

Mobil TimorMobil Timor Foto: ROMEO GACAD / AFP

Namun, Maleo pada akhirnya kembali gagal. Malah, pemerintah mewujudkan mobil baru dengan nama Timor. Merek tersebut berada di bawah naungan PT Timor Putra Nasional (TPN) yang dimiliki Tommy Soeharto.

Pada 8 Juli 1996, mobil Timor kemudian meluncur seharga Rp 37 jutaan. Nominal tersebut jauh lebih murah ketimbang mobil-mobil buatan Jepang. Namun, belakangan beredar kabar, mobil Timur hanya rebadge dari produk buatan KIA!

Tak lama kemudian, ada krisis 1998. Mobil Timor akhirnya berhenti dijual dan mimpi memiliki mobnas kembali dikubur dalam-dalam.

Di era reformasi, wacana mobil nasional kembali mengemuka. Satu paling terkemuka adalah proyek mobil Esemka pada 2012-2014. Hanya saja, Esemka diketahui bukan mobil nasional, sebab unitnya konon masih didatangkan dari China.

Kini, semangat punya mobil nasional kembali dihidupkan Presiden Prabowo. Apakah mimpi tersebut benar-benar akan terwujud? Mari kita nantikan kelanjutannya di masa depan.

(sfn/din)



Sumber : oto.detik.com