Tag Archives: presiden

Pansus Haji DPR Beri 5 Rekomendasi, Kemenag RI Bilang Begini



Jakarta

Pansus Angket Haji DPR membacakan rekomendasi untuk pelaksanaan ibadah haji Indonesia dalam rapat paripurna DPR RI ke-8 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2024-2025 hari ini. Kementerian Agama (Kemenag) beri tanggapan.

Rekomendasi tersebut dibacakan Ketua Pansus Nusron Wahid. Di antaranya tentang revisi undang-undang, penetapan kuota haji, pelaksanaan ibadah haji khusus, penguatan fungsi pengawasan, dan sosok menteri yang kompeten.

Juru Bicara Kemenag Sunanto mengatakan inti rekomendasi seputar perubahan regulasi. “Saya melihat rekomendasi Pansus intinya adalah revisi regulasi untuk perbaikan. Ini tentu kita hormati dan apresiasi,” terang Sunanto dalam keterangannya di Jakarta, Senin (30/9/2024).


Cak Nanto, sapaan akrabnya, lalu menanggapi rekomendasi dari Pansus satu per satu. Rekomendasi pertama, dibutuhkan revisi terhadap UU No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah dan UU No 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji dengan mempertimbangkan kondisi kekinian yang terjadi dalam regulasi dan model pelaksanaan ibadah haji yang ada di Arab Saudi.

“Sedari awal Kementerian Agama sudah meminta agar ada revisi regulasi, utamanya Undang-undang No 8 Tahun 2019. Sebab, sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan ibadah haji reguler, Kemenag merasakan betul kebutuhan akan revisi regulasi, terlebih melihat dinamika kebijakan penyelenggaraan haji di Arab Saudi,” tegas Cak Nanto.

Cak Nanto mencontohkan, Arab Saudi sejak 2023 mengumumkan kuota haji lebih awal dari biasanya. Pada saat yang sama, Kementerian Arab Saudi menerbitkan jadwal tahapan persiapan penyelenggaraan ibadah haji dengan kalender Hijriah. Sementara proses pengelolaan program dan anggaran pemerintah Indonesia menggunakan kalender Masehi.

“Dalam hal tertentu, ada momen yang menuntut penyelenggara mengambil kebijakan lebih cepat dan melakukan persiapan lebih awal. Hal seperti ini belum terakomodir dalam regulasi,” sebut Cak Nanto.

Contoh lainnya, kata dia, terkait pembiayaan bagi jemaah penggabungan mahram atau pendamping. Regulasi saat ini tidak membedakan biaya yang harus dibayar jemaah yang ikut penggabungan mahram meski masa tunggu mereka lebih singkat dari jemaah yang masuk kuota. Masa antrean jemaah yang berangkat dengan penggabungan mahram dan pendamping, secara regulasi paling lama lima tahun. Namun pembiayaannya disamakan dengan jemaah yang sudah menunggu dalam waktu yang lebih lama, bisa 12 sampai 13 tahun.

“Hal semacam ini perlu direspons dalam perbaikan regulasi. Saat ini Kemenag terus melakukan harmonisasi regulasi,” ujar Cak Nanto.

Soal alokasi kuota haji tambahan di halaman selanjutnya

Rekomendasi kedua, diperlukan sistem yang lebih terbuka dan akuntabel dalam penetapan kuota haji, terutama dalam ibadah haji khusus, termasuk pengalokasian kuota tambahan. Setiap keputusan yang diambil harus didasarkan pada peraturan yang jelas dan diinformasikan secara terbuka kepada publik.

“Sistem penetapan kuota selama ini bersifat terbuka dan mengacu pada Undang-Undang No 8 tahun 2019, khususnya Pasal 8 dan Pasal 9. Penetapan kuota haji memang wewenang atribusi yang diberikan undang-undang kepada Menteri Agama. Pasal 64 juga jelas bahwa alokasi kuota haji khusus sebesar 8% itu dari kuota haji Indonesia yang itu adalah kuota pokok, bukan kuota tambahan,” jelasnya.

Dalam sejarah penyelenggaraan ibadah haji, Indonesia setidaknya tiga kali menerima kuota tambahan. Praktik pembagiannya tidak pernah sama.

Pada 2019, Indonesia mendapat 10.000 kuota tambahan dan itu seluruhnya diberikan untuk jemaah haji reguler. Pada 2023, Indonesia mendapat 8.000 kuota tambahan. Sebanyak 92% untuk jemaah haji reguler dan 8% untuk jemaah haji khusus. Sementara pada 2024, Indonesia mendapat 20.000 kuota tambahan, dibagi rata untuk haji reguler dan haji khusus.

“Pada tahun 2022, Indonesia mendapat kuota 100.051, dibagi 92.825 untuk haji reguler dan 7.226 untuk haji khusus. Prosentase kuota haji khusus hanya 7,2% tidak sampai 8%. Kemenag waktu itu akan digugat PIHK. Tapi memang keputusan dari Arab Saudinya pembagiannya sudah seperti itu,” terang Cak Nanto.

“Kemenag tentu melakukan berbagai kajian untuk menjadi bahan pertimbangan dalam alokasi kuota tambahan. Kemenag juga saat ini memperbaiki prosedur dan mekanisme pengisian kuota serta memperkuat transparansi dalam menyampaikan informasi ke publik yang lebih luas. Misalnya, kuota dasar dan kuota tambahan diumumkan secara terbuka kepada publik melalui kanal-kanal berita resmi Kemenag,” lanjut Cak Nanto.

Rekomendasi ketiga, dalam pelaksanaan ibadah haji khusus, Pansus merekomendasikan, hendaknya dalam pelaksanaan mendatang, peran negara dalam fungsi kontrol terhadap penyelenggaraan ibadah haji khusus, harus lebih diperkuat dan dioptimalkan.

“Rekomendasi ketiga ini sejalan dengan semangat kita untuk melakukan penguatan pengawasan. Kita sudah melakukan beberapa hal, terutama untuk penyelenggaraan umrah. Kita sudah bentuk satgas pengawasan umrah. Ke depan ini bisa diperluas termasuk pada satgas pengawasan haji khusus,” ucap Cak Nanto.

Rekomendasi keempat, panitia angket mendorong penguatan peran lembaga pengawasan internal pemerintah (seperti Inspektorat Jenderal Kementerian Agama dan BPKP) agar lebih detail dan kuat dalam mengawasi penyelenggaraan haji. Manakala kerja Pansus membutuhkan tindak lanjut, dapat melibatkan pengawas eksternal, seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan aparat penegak hukum (Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK).

“Dalam proses penyelenggaraan ibadah haji, Kemenag sudah melibatkan berbagai pihak, untuk pengawasan, mulai dari Itjen, BPK, DPR, dan DPD RI, serta kementerian dan lembaga lain sebagai pengawas internal dan eksternal. Dalam hal tertentu, misalnya, dalam layanan akomodasi/hotel di Arab Saudi, klausul kontrak membuka peluang keterlibatan aparat penegak hukum Indonesia dalam penanganan tindak pidana korupsi,” ujarnya.

“Kemenag sedari awal juga telah memperkuat kerja sama dengan aparat penegak hukum untuk pencegahan dan mitigasi segala bentuk penyelewengan penyelenggaraan ibadah haji,” imbuhnya.

Rekomendasi kelima, Pansus mengharapkan pemerintah mendatang agar dalam mengisi posisi Menteri Agama RI dengan figur yang dianggap lebih cakap dan kompeten dalam mengkoordinir, mengatur, dan mengelola ibadah haji. Soal ini, Cak Nanto menyebut itu sepenuhnya hak presiden, tapi ia menilai capaian kinerja era Yaqut Cholil Qoumas memuaskan.

“Soal menteri, ini hak prerogatif presiden. Termasuk penilaian kecakapan dan kompetensinya. Faktanya baik secara kuantitatif dan kualitatif, Kementerian Agama dalam tiga tahun terakhir berhasil mencapai prestasi sangat memuaskan dalam pelayanan ibadah haji,” tandas Cak Nanto.

Beberapa capaian Menag Yaqut, seperti disampaikan Cak Nanto, antara lain revitalisasi KUA, sertifikasi tanah wakaf, prestasi siswa madrasah dan perguruan tinggi keagamaan, hingga layanan keagamaan digital.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Seleksi Petugas Haji 2025 Segera Dibuka, Menag: Harus yang Mumpuni



Jakarta

Proses seleksi Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) 1446 H/2025 M segera dibuka. Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag akan mengumumkan dan melakukan proses sosialisasi terkait hal ini.

Sebagaimana dilansir dari laman Kementerian Agama (Kemenag), tahapan proses seleksi PPIH 1446 H/2025 M dibuka langsung oleh Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar pada Selasa (29/10/2024).

Sosialisasi Rekrutmen Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) tahun 1446 H/2025 M ini diikuti oleh para Kepala Kanwil Kemenag Provinsi seluruh Indonesia. Hadir juga, Dirjen PHU Hilman Latief, Inspektur Jenderal Faisal Ali Hasyim, serta jajaran pejabat eselon II pada Ditjen PHU.


Dalam kesempatan ini Menag Nasaruddin berpesan agar rangkaian proses seleksi ini dapat dilakukan dengan jelas dan terperinci.

“Terkait sosialisasi rekrutmen Petugas Penyelenggaraan Ibadah Haji ini, saya minta kepada Pak Dirjen, betul-betul memberikan guideline yang lebih rinci kepada teman-teman kita para Kanwil ya,” ujar Menag Nasaruddin.

Lebih lanjut, Menag Nasaruddin menegaskan bahwa nantinya yang lolos sebagai PPIH adalah orang-orang yang mumpuni.

“Jangan sampai nanti dalam menentukan siapa yang menjadi pembimbing ibadah haji itu, itu justru orang yang memerlukan pembimbingan. Jangan sampai nanti itu yang diharapkan untuk membantu jemaah, malah justru dibopong oleh jemaah,” tegas Menag.

Menag juga mengingatkan Inspektorat Jenderal Kemenag untuk dapat menindak dengan serius bila terjadi penyimpangan dalam proses rekrutmen calon petugas. “Jadi saya mohon betul Pak, gunakan power yang dimiliki. Ini perintah presiden,” ujar Menag.

Kepada jajaran Ditjen PHU, Menag minta dapat memberikan performa terbaik dalam penyelenggaraan ibadah haji 1446 H/2025 M. “Laksanakanlah tugas perhajian ini dengan sesempurna mungkin, karena boleh jadi, ini adalah kegiatan perhajian terakhir di lingkungan Kementerian Agama,” tutupnya.

(dvs/lus)



Sumber : www.detik.com

Milad ke-7 BPKH, Usung Tema Satu Tujuan untuk Dana Haji Berkelanjutan


Jakarta

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) merayakan milad ke-7. Peringatan ini dirangkai dengan kegiatan rapat kerja yang digelar pada 11-12 Desember 2024 di Jakarta.

Pada peringatan milad ke-7 ini BPKH mengangkat tema “Satu Tujuan untuk Dana Haji Berkelanjutan.” Puncak peringatan milad ke-7 BPKH dihelat di Hotel Pullman Central Park, Jakarta Barat, Kamis (12/12/2024).

Dalam sambutannya, Ketua Dewan Pengawas BPKH Firmansyah N. Nazaroedin menyampaikan bahwa rapat kerja ini bukan sekadar agenda rutin tahunan, melainkan momentum strategis untuk menyatukan visi dan merumuskan langkah-langkah inovatif dalam membawa BPKH menjadi lembaga yang semakin maju dan profesional.


“Pentingnya sinergi dan dedikasi seluruh jajaran BPKH dalam mewujudkan lembaga yang unggul, modern, dan terpercaya,” ujar Firmansyah.

Hadir pula Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah yang menyatakan rapat kerja pada Milad ke-7 ini menghasilkan sejumlah poin penting yang menjadi fokus utama BPKH ke depan.

“Dengan semangat ‘Satu Tujuan untuk Dana Haji Berkelanjutan’, BPKH optimistis dapat terus memberikan kontribusi yang berarti bagi umat Islam Indonesia. BPKH berharap dapat terus menjalin kerja sama yang baik dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mewujudkan pengelolaan dana haji yang lebih baik di masa depan,” kata Fadlul.

Pencapaian BPKH dalam 7 Tahun

Sebagai lembaga yang mengelola dana haji, ada sejumlah pencapaian BPKH dalam kurun waktu tujuh tahun. Berikut sejumlah pencapaian BPKH:

1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)

BPKH berhasil meraih opini WTP 6 tahun secara berturut-turut. Hal ini menunjukkan bahwa pengelolaan keuangan yang baik dan akuntabel.

2. Pertumbuhan Dana Kelolaan

Dana kelolaan haji terus meningkat secara signifikan, menunjukkan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan BPKH. Dana kelolaan haji mencapai 166,7 triliun rupiah, meningkat sebesar 0,1% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 166,5 triliun rupiah dan diproyeksikan hingga akhir tahun 2024, dana kelolaan akan meningkat menjadi 170,5 triliun rupiah atau naik 2,3% dibanding tahun 2023.

Adanya peningkatan dana kelolaan ini mendukung peningkatan nilai manfaat yang dihasilkan oleh BPKH.

3. Inisiasi Penyaluran Program Kemaslahatan

Inisiasi penyaluran program kemaslahatan meraih pencapaian signifikan, dengan distribusi program kemaslahatan mencapai Rp 1,03 triliun sejak pertama kali diperkenalkan pada tahun 2018 sampai dengan Triwulan III tahun 2024. Pencapaian ini mencerminkan upaya BPKH dalam mencapai tujuan meningkatkan kemaslahatan umat Islam Indonesia.

Acara milad ini dihadiri beberapa tokoh seperti Wakil Menteri Agama, Romo R Muhammad Syafi’i; Ketua Dewan Pengawas BPKH Firmansyah N. Nazaroedin; Anggota Dewan Pengawas BPKH; Anggota Badan Pelaksana BPKH, Penasihat Khusus Presiden Bidang Haji Muhadjir Effendy; Ketua BAZNAS KH. Noor Achmad; Ketua Badan Wakaf Indonesia Kamaruddin Amin; Pimpinan BPS-BPIH; Pimpinan Mitra Kemaslahatan; dan Pimpinan Mitra Investasi.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com

Indonesia Dapat Kuota Haji Terbesar Sepanjang Sejarah pada 2024


Jakarta

Indonesia mendapat kuota haji terbesar sepanjang sejarah pada 2024. Dari sebelumnya 221.000, bertambah menjadi 241.000. Rekor!

Berdasarkan catatan detikcom, jatah kuota haji Indonesia dalam 10 tahun terakhir cukup bervariasi. Pada 2015, Indonesia mendapat kuota haji 168.800. Angka yang sama juga diberikan pada 2016.

Peningkatan terjadi pada 2017. Saat itu, Indonesia mendapat kuota haji sebesar 221.000. Kuota ini konsisten sebelum akhirnya meningkat pada 2019.


Pada 2019, Indonesia mengantongi kuota haji 231.000. Ini menjadi angka terbesar pada waktu itu, tepat setahun sebelum akhirnya operasional haji berhenti akibat pandemi COVID-19. Selama dua tahun berturut-turut setelah itu, 2020-2021, tak ada jemaah haji yang berangkat ke Tanah Suci.

Keputusan pembatalan ibadah haji ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 494 Tahun 2020 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji Tahun 1441 H/2020 M yang diteken Menteri Agama Fachrul Razi dan Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jemaah Haji pada Penyelenggaraan Ibadah Haji 1442/2021 M yang diteken Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

Pascapandemi, pada 2022, Pemerintah Arab Saudi mengumumkan membuka gerbang untuk ibadah haji dengan kuota terbatas, sebanyak 1 juta orang. Ini sudah termasuk jemaah dalam dan luar kerajaan. Indonesia pun mendapat jatah memberangkatkan 100.051 jemaah.

Kementerian Agama (Kemenag) RI mengatakan Saudi membatasi jemaah yang bisa melaksanakan ibadah haji tahun tersebut harus berusia di bawah 65 tahun. Kemenag akhirnya memutuskan jemaah yang berhak berangkat haji adalah mereka yang sempat tertunda keberangkatannya pada 2020 dan berusia di bawah 65 tahun.

“Kami dari Kemenag saat ini sedang perumusan kebijakan untuk memilih jemaah yang akan berangkat di tahun ini. Berdasarkan data kami maka yang berangkat di tahun 2022 jemaah kita yang berhak di tahun 2020 jemaah tertunda di tahun 2020. Sekarang artinya adalah jemaah di tahun 2020 yang usianya saat ini di bawah 65 tahun,” kata Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief kepada wartawan Sabtu (9/4/2022) lalu.

Penyelenggaraan ibadah haji kembali normal pada 1444 H/2023 M. Indonesia mendapat kuota haji sebanyak 221.000. Angka yang sama seperti pada 2017-2018.

Awalnya Dapat Kuota 221 Ribu pada 2024

Musim berikutnya, Pemerintah Arab Saudi kembali memberikan 221.000 kuota haji kepada Indonesia. Hal ini disampaikan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas usai menghadiri acara Haflat al-Haj al-Khitamy 1444 H di Makkah.

“Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi telah menginformasikan kuota haji 2024 ke sejumlah negara, termasuk Indonesia. Tahun depan, kuota haji Indonesia berjumlah 221.000 jemaah,” kata Menag Yaqut di Makkah, Minggu (2/7/2023).

Bersamaan itu, lanjut Yaqut, Pemerintah Arab Saudi juga mengumumkan tahapan penyelenggaraan haji 1445 H/2024 M. Penerbitan visa dimulai pada 1 Maret 2024 dan kedatangan awal jemaah haji dijadwalkan pada 9 Mei 2024.

Lobi-lobi Saudi Dapat Tambahan 20 Ribu

Dalam perjalanannya, Indonesia masih mengupayakan tambahan kuota haji pada operasional 2024. Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kala itu menghadiri KTT ASEAN-GCC di Riyadh memanfaatkan momentum sesi makan siang untuk berbincang dengan Perdana Menteri Arab Saudi Mohammed bin Salman al-Saud (MBS).

Jokowi menceritakan, saat sesi makan siang itu dirinya membahas masalah kuota haji RI. Jokowi mengambil kesempatan karena suasananya berlangsung cair.

“Nah, di acara yang pertama bilateral Indonesia-Arab setelah bicara serius urusan investasi perdagangan, makan siang dengan Yang Mulia Pangeran MBS, diajak makan siang beserta menteri dari Arab,” cerita Jokowi saat Pengarahan Raker dan Milad ke-6 Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (12/12/2023) seperti dilansir detikNews.

“Saat makan siang, yang namanya makan, senang, saya lihat suasananya senang banget, beliau senang, menterinya juga gembira. Ceritanya agak ke mana-mana, makin senang,” lanjut Jokowi.

Pada momen itulah Jokowi melobi tambahan kuota haji. Ia bercerita kepada MBS bahwa jemaah Indonesia harus menunggu 47 tahun untuk ibadah haji.

“Di situlah saya masuk, saya sampaikan ‘Yang Mulia, calon jemaah haji di Indonesia menunggu sampai 47 tahun untuk beribadah haji’. (Dijawab) ‘Benar?’. (Saya jawab) ‘Benar, Yang Mulia, saya nggak bohong’ (pada ketawa). ‘Mohon berkenan Yang Mulia berikan tambahan kuota hajinya’. (Dijawab MBS) ‘Ya sudah, besok pagi saya kabari, saya putuskan nanti malam’,” kata Jokowi.

Malam harinya, Jokowi mendapat telepon dari Dubes Arab Saudi yang mengabarkan permintaannya dipenuhi. Arab Saudi memberikan kuota haji tambahan sebanyak 20 ribu.

“Begitu malam, dikabari, saya ditelepon Dubes Arab Saudi, ‘Presiden, baru saja diputuskan ada tambahan, kuotanya 20 ribu’,” kata Jokowi.

Pemerintah-DPR RI sepakati kuota haji 2024 sebesar 241 ribu >>>

Pemerintah-DPR RI Sepakati Kuota Haji 2024 Sebesar 241 Ribu

Pemerintah dan DPR RI memutuskan menyetujui kuota haji Indonesia 1445 H/2024 M dari 221.000 menjadi 241.000. Tambahan kuota haji ini diputuskan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2024 Komisi VIII DPR RI dan Panja Pemerintah yang diwakili Kementerian Agama (Kemenag) di Senayan, Jakarta, Senin (27/11/2023).

“Panja Komisi VIII DPR tentang BPIH Tahun 1445 H/2024 M dan Panja Pemerintah menyepakati asumsi dasar BPIH sebagai berikut. Kuota haji Indonesia tahun 1445 H/2024 M sebanyak 241.000 jemaah,” kata Ketua Panja BPIH Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid membacakan kesimpulan rapat Panja.

Abdul menjelaskan, kuota 241 ribu tersebut dialokasikan untuk haji reguler dan haji khusus. Jemaah haji reguler mendapat kuota sebanyak 221.720 dan jemaah haji khusus sebanyak 19.280.

“Dengan rincian kuota untuk jemaah haji reguler sebanyak 221.720 dan jemaah haji khusus sebanyak 19.280 orang,” ujarnya.

Kuota Haji 2024 Terbesar Sepanjang Sejarah

Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Kemenag Saiful Mujab mengatakan kuota haji 1445 H/2024 M merupakan yang terbesar sepanjang sejarah perhajian Indonesia.

“Tahun 2024, jumlah jamaah haji merupakan jumlah jamaah terbesar sepanjang sejarah penyelenggaraan haji di Indonesia,” kata Saiful Mujab saat memberikan arahan pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1445 H di asrama haji Pondok Gede, Jakarta, Minggu (24/3/2024).

Kuota haji Indonesia 2024 sebesar 221.000 plus kuota tambahan 20.000. Saiful merinci, sebanyak 10.000 kuota tambahan diperuntukkan bagi jemaah haji reguler, sementara 10.000 lainnya untuk jemaah haji khusus. Sehingga total jemaah haji Indonesia tahun ini berjumlah 241.000 orang, terdiri atas 213.320 jemaah reguler dan 27.680 jamaah haji khusus.

(kri/erd)



Sumber : www.detik.com

Resmi Dilantik, KPK hingga TNI-Polri Isi Jabatan BP Haji



Jakarta

Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Mochamad Irfan Yusuf alias Gus Irfan melantik 35 pejabat eselon II hingga IV pagi ini. Ia menggandeng berbagai institusi dalam tim kerjanya.

“Kita memang untuk tim kita ini, kita melibatkan banyak pihak. Ada dari Kejaksaan, ada Kepolisian, bahkan juga ada dari Kementerian Hukum dan HAM, ada KPK, ada TNI juga,” ujar Gus Irfan di Masjid Al Ikhlas, Kantor Kementerian Agama, Jl. MH Thamrin, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).


Langkah ini, kata Gus Irfan, bertujuan untuk memperkuat sinergi dan memastikan pelaksanaan ibadah haji sesuai dengan koridor yang telah disepakati. Gus Irfan menekankan pentingnya melibatkan berbagai pihak untuk menghadirkan pandangan baru yang dapat melengkapi tugas BP Haji.

“Kita berharap dengan pandangan baru dari mereka, dari yang di luar PHU (Penyelenggaraan Haji dan Umrah) ini akan semakin melengkapi tugas kita akan lebih baik,” kata Gus Irfan.

“Mungkin salah satu hal yang penting kita melibatkan banyak pihak untuk memastikan bahwa pelaksanaan haji akan sesuai dengan koridor yang telah kita sepakati. Termasuk di Undang-Undang Haji, termasuk juga dengan berbagai hal yang berkaitan dengan kepastian pelaksanaan haji sesuai dengan aturan yang berlaku,” jelasnya.

Terkait rencana jangka panjang, Gus Irfan mengungkapkan pihaknya masih mendukung inovasi-inovasi yang dilakukan oleh Kementerian Agama (Kemenag) dan PHU dalam penyelenggaraan ibadah haji 2025. Namun, BP Haji juga telah mempersiapkan berbagai terobosan baru yang diharapkan dapat diimplementasikan mulai 2026.

“Untuk 2025 nanti kita masih mendukung apa yang dilakukan oleh Kemenag dan PHU. Tapi saya lihat juga sudah banyak inovasi yang dilakukan oleh teman-teman dari PHU di Kemenag sehingga insyaallah tahun 2026 kita pegang akan semakin banyak inovasi yang kita lakukan,” ungkap Gus Irfan.

Presiden telah memberikan arahan khusus kepada BP Haji untuk memastikan pelayanan terbaik kepada jemaah haji. Gus Irfan menegaskan komitmen tersebut menjadi fokus utama dalam menjalankan tugas mereka.

Dengan melibatkan berbagai pihak dan berkomitmen pada inovasi, BP Haji di bawah kepemimpinan Gus Irfan optimistis dapat meningkatkan kualitas penyelenggaraan haji di masa depan.

“Itu tugas yang disampaikan oleh presiden kepada kami, adalah memberikan pelayanan terbaik untuk jamaah haji kita,” tutupnya.

(hnh/kri)



Sumber : www.detik.com

Waspada Temuan dan Catatan Pansus Lalu



Jakarta

Presiden Prabowo Subianto meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pantau pelaksanaan haji 2025. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad melalui rapat Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI dan Panitia Kerja Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH), Selasa (7/1/2025).

“Presiden sudah meminta khusus kepada KPK untuk melakukan pendampingan kepada Kementerian Agama dan BPH agar penyelenggaraan haji tahun ini berjalan dengan baik,” kata Dasco yang juga merupakan Ketua Timwas Haji 2025.

Pendampingan haji ini, lanjutnya, dinilai penting jika mengingat temuan serta catatan yang ditemui Pansus Angket Haji 2024 lalu. Salah satunya mengenai catatan ketidaksesuaian alokasi kuota haji tambahan dari pemerintah Saudi.


“Kita harus mewaspadai tadi temuan-temuan pansus yang lalu bahwa kemudian ada slot-slot yang kemudian termanipulasi, agar yang berhak yang berangkat itu kemudian bisa berangkat tanpa kemudian hak-haknya dikurangi,” tegas Dasco.

Ia juga menyampaikan bahwa Presiden Prabowo mengapresiasi kinerja Komisi VIII DPR RI dan Kemenag RI yang telah menekan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2025 menjadi Rp 89,41 juta dengan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) sebesar Rp 55,43 juta.

Penetapan BPIH ini mengalami penurunan sebesar Rp 4 juta dibanding dengan 2024 lalu. Sebelumnya, BPIH 2024 berada di angka Rp 93,4 juta.

“Pak Presiden mengapresiasi Panja bersama-sama dengan pemerintah bisa menurunkan biaya haji,” pungkas Dasco.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kemenag Gandeng KPK Awasi Penyelenggaraan Haji 2025



Jakarta

Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menegaskan komitmennya dalam memberantas korupsi di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Sebagai bentuk nyata, ia telah menjalin kerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pendampingan pencegahan korupsi, termasuk dalam penyelenggaraan ibadah haji.

“Tiga hari setelah dilantik saya langsung ke KPK minta pendampingan,” ungkap Nasaruddin Umar di Kantor Kemenag, Rabu (8/1/2025).

Kerjasama ini sejalan dengan instruksi Presiden Prabowo Subianto yang meminta KPK untuk turut mengawasi penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad.


Pengawasan yang dilakukan oleh KPK diharapkan dapat mencegah terjadinya penyimpangan dan korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji. Dengan demikian, jemaah haji dapat merasa lebih aman dan nyaman dalam menjalankan ibadah mereka.

“Presiden sudah meminta khusus kepada KPK untuk melakukan pendampingan kepada Kementerian Agama dan Badan Penyelenggara Haji, agar penyelenggaraan haji tahun ini berjalan baik,” ungkap Dasco, dikutip dari detikNews.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Perbedaan BPIH, Bipih dan Nilai Manfaat dalam Biaya Haji 2025


Jakarta

Ada tiga istilah yang selalu muncul dalam pembahasan biaya haji. Di antaranya BPIH, Bipih, dan nilai manfaat. Apa perbedaannya?

Ketiga istilah itu diterangkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Berikut penjelasannya.

BPIH Terdiri dari Bipih dan Nilai Manfaat

BPIH adalah singkatan dari Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji. Biaya ini adalah sejumlah dana yang digunakan untuk operasional penyelenggaraan haji.


BPIH bersumber dari Biaya Perjalanan Ibadah Haji yang kemudian disingkat Bipih, anggaran pendapatan dan belanja negara, nilai manfaat, dana efisiensi, dan/atau sumber lain yang sah berdasarkan ketentuan peraturan. Besarannya akan ditetapkan oleh presiden atas usulan menteri setelah mendapat persetujuan dari DPR RI.

Dalam pelaksanaan di lapangan, BPIH digunakan untuk membiayai operasional haji yang meliputi:

  • Penerbangan
  • Pelayanan akomodasi
  • Pelayanan konsumsi
  • Pelayanan transportasi
  • Pelayanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina
  • Pelindungan
  • Pelayanan di embarkasi atau debarkasi
  • Pelayanan keimigrasian
  • Premi asuransi dan pelindungan lainnya
  • Dokumen perjalanan
  • Biaya hidup
  • Pembinaan Jemaah Haji di Tanah Air dan di Arab Saudi
  • Pelayanan umum di dalam negeri dan di Arab Saudi
  • Pengelolaan BPIH

Biaya yang tidak di-cover dalam BPIH dibebankan pada APBN dan APBD sesuai kemampuan keuangan negara dan aturan yang berlaku.

Besaran BPIH akan dibahas oleh pemerintah bersama DPR RI. Dalam hal ini, Kementerian Agama (Kemenag) akan mengusulkan besaran BPIH terlebih dahulu untuk dibahas dalam Panja BPIH pada tahun berjalan. Setelah mendapat persetujuan dari DPR, barulah besarannya akan disahkan.

Tahun ini, pemerintah dan DPR RI menyepakati BPIH 1446 H/2025 M untuk jemaah reguler rata-rata Rp 89.410.258,79. Biaya ini turun sekitar Rp 4 juta dari tahun lalu yang mencapai Rp 93.410.286,00.

Keputusan tersebut diambil dalam rapat kerja Kemenag dengan Komisi VIII DPR RI di Senayan, Jakarta, Senin (6/1/2025).

“Komisi VIII, Menteri Agama RI, dan Kepala Badan Penyelenggara Haji RI sepakat bahwa besaran rata-rata BPIH Tahun 1446 H/2025 M per jemaah haji reguler sebesar Rp 89.410.258,79, turun sebesar Rp 4.000.027,21 dari BPIH Tahun 1445 H/2024 M yang sebesar Rp 93.410.286,” ucap Ketua Komisi VIII DPR RI Marwan Dasopang membacakan kesimpulan rapat yang turut disiarkan secara daring.

BPIH tersebut terdiri dari Bipih (62 persen) dan nilai manfaat (38 persen).

Bipih Adalah Biaya yang Harus Dibayar Jemaah Haji

Bipih adalah biaya yang harus dibayar oleh jemaah haji. Artinya, dari total BPIH yang ditetapkan, setiap jemaah harus membayar biaya Bipih saja, sedangkan sisanya ditanggung dengan dana yang bersumber dari nilai manfaat.

Setiap jemaah yang mendaftar haji reguler wajib melakukan setoran awal sebesar Rp 25 juta. Pembayaran Bipih oleh jemaah dilakukan di Bank Penerima Setoran (BPS) Bipih.

Tahun ini, besaran Bipih yang harus dibayar jemaah Rp 55.431.750,78. Dengan demikian, jemaah perlu menyiapkan sekitar Rp 30 juta untuk melunasi biaya haji 2025.

Dalam ibadah haji khusus, ada istilah Biaya Perjalanan Ibadah Haji Khusus yang selanjutnya disebut Bipih Khusus.

Nilai Manfaat Adalah Dana Pengembangan Keuangan Haji

Nilai manfaat adalah dana yang diperoleh dari hasil pengembangan keuangan haji yang dilakukan melalui penempatan dan/atau investasi. Pengelolaan dana ini dilakukan oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).

Pemerintah dan DPR menyepakati total nilai manfaat tahun ini sebesar Rp 6,83 triliun. Dari angka tersebut, nilai manfaat setiap jemaah Rp 33.978.508,01 atau 38 persen dari BPIH.

Kepala Badan Pelaksana BPKH Fadlul Imansyah menyatakan kesiapan BPKH dalam membiayai ibadah haji 2025 berdasarkan keputusan yang disepakati pemerintah dan DPR.

“Kami memastikan ketersediaan dana tepat waktu oleh BPKH untuk pembiayaan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025,” ungkap Fadlul dalam keterangannya, Senin (7/1/2025).

(kri/inf)



Sumber : www.detik.com

Biaya Haji Lebih Murah, BPKH Kaji Pengembangan Lahan-Bandara Alternatif di Saudi



Jakarta

Demi mewujudkan ibadah haji dengan biaya yang lebih terjangkau, Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) turut mencari solusi untuk mewujudkannya. Hal itu dilakukan dengan memperhatikan keunggulan adanya miqat terdekat serta tetap menjaga kualitas pelayanan yang aman dan nyaman bagi jemaah.

Dalam rekomendasi rapat Panja Haji DPR RI 2025 beberapa waktu lalu, masa tinggal jemaah RI di Saudi selama 40 hari hendaknya dipangkas. Sebab, jangka waktu tersebut dirasa terlalu lama dan mahal.

Hal itu juga dibahas oleh Pimpinan Badan Pelaksana dan Dewan Pengawas BPKH dalam rapat konsultasi yang diadakan di Muamalat Tower, Jakarta. Mereka mendengar masukan serta berdiskusi dengan Kemenko Ekonomi, Kemenko Infrastruktur dan Pembangunan Wilayah, Kemenag RI, Kemenkeu RI, Kemenhub RI, serta beberapa BUMN termasuk Otoritas Provinsi di Arab Saudi terkait tantangan dan solusi dalam penyelenggaraan ibadah haji, termasuk solusi menurunkan masa tinggal agar lebih efisien dan rasional dengan layanan yang meningkat sesuai amanah UU No 34/2014.


Menurut Anggota Bidang Investasi Surat Berharga dan Emas, serta Analisis Portofolio BPKH, Indra Gunawan, mengatakan faktor utama yang membuat durasi jemaah haji Indonesia di Tanah Suci mencapai 40 hari adalah panjangnya waktu tunggu keberangkatan dan kepulangan karena terbatasnya infrastruktur di bandara Jeddah dan Madinah, dari kewenangan pihak GACA (General Authority of Civil Aviation) KSA.

“Selain itu, tantangan lain juga muncul akibat aksesibilitas lebih dari 17.000 pulau dan 75.000 desa di Indonesia, serta 719 bahasa yang berbeda serta tingginya jumlah jemaah yang tidak memiliki akses keuangan memadai,” kata Indra dalam rilis yang diterima detikHikmah, Senin (20/1/2025).

Selain itu, dari segi usia jemaah haji Indonesia mayoritas merupakan lanjut usia (lansia) di atas 60 tahun. Sebagian besar dari mereka juga memiliki risiko tinggi (risti) kesehatan.

Anggota Dewan Pengawas BPKH, Heru Muara Sidik menuturkan bahwa pengembangan lahan dan bandara alternatif menjadi satu solusi mengatasi masalah tersebut. Dengan begitu, mobilisasi kedatangan dan kepulangan menjadi lebih mudah dan aman.

“Untuk mengatasi masalah ini, tercetus ide mengembangkan lahan dan bandara alternatif, apalagi jika ternyata ada miqat (lokasi berganti kain dan niat berihram yang dekat). Mobilisasi kedatangan dan kepulangan menjadi lebih mudah-murah, aman-nyaman, saatnya bahu membahu bersama bagi terobosan ini,” ujar Heru.

Menurut Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kemenhub RI, Capt M Mauludin, kini bandara yang dimaksud kapasitasnya terbatas karena hanya memiliki dua runway serta hanya dapat menampung ratusan penumpang per jam.

“Saat ini bandara dimaksud hanya memiliki dua runway dengan kapasitas terbatas, yang hanya mampu menampung ratusan penumpang per jam untuk kelaikudaraan bandara dan terminal haji ini perlu investasi lanjutan,” jelas Capt M Mauludin.

“Rencana jangka pendek yang diusulkan adanya gagasan untuk optimalisasi bandara eksisting disana dengan sebelumnya berkonsultasi intens bersama Presiden, Kementerian/Lembaga/BUMN dan Pemangku Kepentingan terkait guna mengalihkan sebagian jemaah haji Indonesia kesana untuk mengurai titik konsentrasi tidak hanya bandara di Jeddah dan Madinah,” lanjut Indra mengusulkan.

Sementara itu, dibutuhkan investasi pembangunan bandara, terminal, rumah sakit dengan kapasitas dan fasilitas yang lebih optimal untuk jangka panjang. Dalam hal ini, peran Kemenko dan Kemenkeu RI diperlukan untuk membantu tata kelola proses dan evaluasinya.

Adanya ketersediaan terminal akan dapat mengurai durasi dan mobilisasi serta meringankan konsentrasi tenaga dan layanan kesehatan yang memadai untuk mendukung kebutuhan medis jemaah haji lansia. Hal ini diafirmasi oleh Direktur Pengelolaan Dana Haji dan Sistem Informasi Haji Terpadu (SIHDU), Ramadhan Harisman.

Alternatif lahan dan bandara baru dianggap memiliki posisi strategis sebagai zona hub pelaksanaan haji di masa mendatang.

Indra optimis dengan dibukanya opsi lahan yang memiliki bandara dan miqat yang dekat ini, durasi haji bisa dipangkas menjadi lebih singkat.

“Sehingga berpotensi mengurangi biaya transportasi, konsumsi dan akomodasi yang pada akhirnya dapat menurunkan biaya dan layanan haji yang lebih efektif dan efisien,” katanya.

Apabila gagasan tersebut terlaksana, BPKH siap berinvestasi langsung pada ekosistem haji dan umrah, serta sektor lain seperti pertanian, pariwisata, dan kuliner serta mengajak BUMN dan UMKM tanah air bergotong-royong membangun Kampung Haji Indonesia di Saudi dengan dana BPKH.

“Upaya ini bertujuan menjadikan haji dan umrah yang mudah-murah serta aman-nyaman dengan mengoptimalkan dana umat yang dikelola BPKH saat ini sudah mencapai Rp170 triliun,” pungkas Indra.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com