Tag Archives: racunnya

Keracunan MBG Jadi Sorotan, 5 Bakteri Ini Bisa Jadi Pemicu


Jakarta

Kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) belakangan ini ramai jadi sorotan. Program yang dimaksudkan untuk memperbaiki status gizi anak sekolah justru berbalik menimbulkan masalah kesehatan. Ribuan siswa di beberapa daerah mengalami gejala mual, muntah, hingga diare setelah menyantap makanan yang seharusnya menyehatkan.

Angkanya pun tidak sedikit. Data terbaru dari Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan, hanya dalam dua pekan terakhir, sebanyak 3.289 anak mengalami keracunan makanan. Sejak program MBG berjalan sampai saat ini, sudah 8.649 anak yang dilaporkan mengalami keracunan makanan.

Fenomena ini jadi pengingat penting bahwa makanan bergizi tidak cukup hanya kaya nutrisi. Jika tidak higienis dan aman dari bakteri, ia bisa berubah menjadi sumber penyakit. Lalu, bakteri apa saja yang paling sering jadi biang kerok keracunan makanan?


1. Bacillus cereus

Nama bakteri ini sering dikaitkan dengan istilah “fried rice syndrome“. Sesuai namanya, kasus banyak ditemukan pada nasi goreng, mi, atau makanan kotak yang dibiarkan terlalu lama di suhu ruang. Kasus terbaru yang disebabkan oleh bakteri ini terjadi di Kabupaten Bandung Barat sebanyak 1.333 orang lebih.

Sebuah buku yang terbit tahun 2023 pada National Library of Medicine mengungkapkan bahwa B. cereus menghasilkan dua tipe racun, yang pertama memicu muntah cepat dan yang kedua menimbulkan diare. Gejala muntah bisa muncul hanya 30 menit setelah makan, sementara gejala diare biasanya baru terasa 6-15 jam kemudian. Meski jarang berakibat fatal, keracunan ini sering membuat pasien lemas seharian.

2. Salmonella

Bakteri ini mungkin yang paling sering terdengar. Bakteri ini sering ditemukan pada telur, ayam, daging, serta produk susu. Kontaminasi Salmonella bisa terjadi sejak di peternakan, proses pengolahan, hingga penyajian.

Menurut World Health Organization (WHO), gejala biasanya timbul 6-72 jam setelah konsumsi. Pasien mengalami diare, demam, kram perut, mual, dan muntah. Pada kebanyakan orang, gejala berlangsung 2-7 hari, tetapi bisa lebih berat pada anak kecil atau lansia.

3. Staphylococcus aureus

Bakteri ini hidup alami pada kulit dan saluran pernapasan manusia. Saat orang yang sedang menyiapkan makanan tidak mencuci tangan atau memiliki luka terbuka, S. aureus bisa masuk ke makanan. Bahayanya, bakteri ini menghasilkan enterotoksin yang tahan panas. Sekalipun makanan sudah dimasak, racunnya tetap bisa memicu keracunan.

Gejala biasanya muncul sangat cepat, mulai dari 30 menit hingga 8 jam setelah konsumsi. Pasien mengalami mual, muntah hebat, kram perut, dan diare. Walau umumnya berlangsung singkat, keracunan ini bisa berbahaya pada anak-anak maupun lansia.

4. Eschericia coli

Tidak semua E. coli berbahaya, tapi ada strain ganas seperti Shiga toxin-producing E. coli (STEC). Strain ini dapat merusak lapisan usus dan menimbulkan komplikasi serius.

Data dari WHO menemukan bahwa gejala khasnya adalah diare berdarah, kram perut hebat, muntah, dan demam ringan. Masa inkubasi lebih lama dibanding bakteri lain, yakni 2-5 hari setelah makan makanan terkontaminasi. Pada kasus berat, terutama anak-anak, infeksi dapat berujung pada sindrom gagal ginjal atau hemolytic uremic syndrome (HUS).

Daging sapi giling setengah matang, susu mentah, sayuran segar yang tercemar kotoran hewan, hingga air minum yang tidak layak sering jadi media penularannya.

5. Clostridium perfringens

Pernah dengar istilah “food service germ“? Julukan ini melekat pada C. perfringens karena sering muncul di makanan yang disajikan massal. Bakteri ini mudah berkembang biak pada daging, ayam, atau saus yang dimasak banyak lalu dibiarkan di suhu ruang terlalu lama.

Pada penelitian dalam jurnal Animals tahun 2020, spora C. perfringens tahan panas, jadi tidak mati saat dimasak. Begitu kondisi memungkinkan, spora kembali aktif dan melepaskan racun di usus. Akibatnya, diare dan kram perut muncul 6-24 jam setelah makan. Walau biasanya sembuh dalam 1-2 hari, pada orang dengan daya tahan tubuh lemah, gejalanya bisa lebih parah.

Kesimpulan

Maraknya kasus keracunan MBG menunjukkan bahwa keamanan pangan tidak bisa dipandang sebelah mata. Lima bakteri utama yang sering menjadi penyebab – Bacillus cereus, Escherichia coli, Salmonella, Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens – punya potensi besar menimbulkan masalah, terutama saat makanan disiapkan massal tanpa standar ketat.

Program Makan Bergizi Gratis memang bermanfaat. Tapi tanpa pengawasan yang baik, ia justru bisa berbalik menjadi ancaman kesehatan bagi anak sekolah. Nutrisi penting, tapi keamanan pangan adalah pondasi yang tak kalah krusial.

(mal/up)



Sumber : health.detik.com

Berapa Menit Gigitan King Cobra Bisa Membunuh Manusia?



Jakarta

Seorang warga Sukabumi ditemukan meninggal dunia dengan bekas gigitan ular di bagian kakinya. Tak jauh dari tempat korban tergeletak, seekor ular king cobra ditemukan dalam kondisi mati dengan kepala tertancap kayu. Sebenarnya, berapa lama gigitan ular king cobra bisa membunuh manusia?

Untuk diketahui, king cobra (Ophiophagus hannah) merupakan hewan berbisa yang tersebar di Afrika, Asia Selatan, hingga Asia Tenggara. Menurut pakar, ular cobra memiliki hingga 30 spesies.

Salah satu negara yang dikenal memiliki banyak spesies ular cobra yaitu India. Termasuk spesies yang terkenal yakni king cobra India.


Berapa Menit Gigitan King Cobra Bisa Membunuh Manusia?

Mengutip laman University of California San Diego (UCSD), gigitan king cobra yang memiliki racun bisa berakibat fatal dalam waktu 30 menit. Dalam beberapa kasus, dampak fatalnya bisa mengakibatkan manusia dewasa kehilangan nyawa dalam 15 menit.

Secara umum, ular kobra mengeluarkan neurotoksin, sebuah racun yang mengganggu impuls saraf dan dapat menyebabkan kelumpuhan jantung dan paru-paru. Untuk king cobra, rata-rata bisa mengeluarkan bisa berkisar 400-500 mg dalam satu gigitan.

Bisa atau racun king cobra bisa menyebabkan kelumpuhan cepat. Tak lama setelah digigit, fungsi otot manusia bisa berhenti sehingga bisa menghentikan pernapasan dan jantung. Ini yang membuat manusia yang digigit king cobra, tidak bisa bertahan lama.

Gigitan king cobra dan ular berbisa lainnya telah menjadi masalah serius di wilayah tropis seperti Indonesia. Di Amerika Serikat, sekitar lima orang meninggal setiap tahunnya karena gigitan ular berbisa.

Sementara Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan sekitar 81.000 hingga 138.000 orang meninggal setiap tahun di seluruh dunia akibat gigitan ular. Sementara sekitar tiga kali lipat jumlah orang tersebut hidup dengan cacat permanen.

Ular Kobra Cenderung Pemalu

Pakar ular keturunan India-Amerika, Rom Whitaker, mengatakan bahwa spesies ular cobra bukan termasuk yang agresif. Mereka hanya menunjukkan perilaku menyerang ketika terancam dan dalam posisi waspada.

“Kobra adalah ular pemalu, dan meskipun mereka menunjukkan perilaku dramatis ketika terpojok dan waspada, berdiri tegak, membuka tudungnya, dan mendesis keras, ini adalah ketakutan yang nyata, bukan agresi,” jelas Whitaker, dikutip dari CNN.

Secara alami, ular cobra tipe yang ingin dibiarkan sendiri tanpa gangguan. Ular ini juga cenderung menghindari manusia.

Kurator herpetologi dan iktiologi di San Diego Zoo Wildlife Alliance, Kim Gray, bahkan menyebutkan ular cobra tidak suka menggigit manusia. Alasannya karena bisa atau racun mereka sangat berharga.

“Bisa ular sangat berharga, digunakan untuk melumpuhkan mangsa dan memulai proses pencernaan, yang dibutuhkan ular karena ia memakan makanan utuh dan tidak memiliki anggota tubuh untuk membantunya dalam proses ini,” kata Gray.

“Jadi, ular tidak ingin menyia-nyiakan bisanya dengan menggigit dan meracuni semua manusia yang ditemuinya secara sembarangan. Menggigit adalah pilihan terakhir jika tanda-tanda peringatan untuk mundur tidak mempan,” imbuhnya.

Bagaimana Cara Menghadapi Ular Cobra

Untuk menghindari spesies cobra, termasuk king cobra, bersihkan tempat yang berpotensi menarik bagi mereka. Jika itu di alam, maka perhatikan langkah dengan baik terutama ketika di semak-semak dan tanah berdaun.

Sangat penting untuk memperhatikan jalan di tempat yang bisa dihuni ular berbisa. Menurut Gray, pindahlah berjalan ke area yang bebas semak-semak.

“Pindahlah ke area terbuka yang bebas dari semak dan bongkahan batu jika memungkinkan jika Anda berada di luar ruangan,” ujarnya.

Jika sudah telanjur berhadapan dengan ular cobra, maka jangan sekali-kali melawannya. Sebab, mereka akan menganggap manusia sebagai predator yang mengancam.

“Jangan mencoba menahannya, menangkapnya, atau membunuhnya dengan sapu atau sekop atau apa pun,” tegas Gray.

Selama ini, kata Whitaker, kebanyakan kasus gigitan cobra terjadi karena tidak sengaja terinjak atau tersentuh. Karena respons manusia lebih lambat dan cobra sangat cepat, maka yang terjadi akhirnya cobra menggigit manusia.

“Reaksi manusia sangat lambat dibandingkan dengan serangannya, jadi mungkin tak banyak yang bisa kau lakukan – tapi biasanya lintasan gigitan kobra mengarah ke depan dan ke bawah, dan mereka tak bisa mengubah arah di tengah serangan, jadi mungkin gerakan cepat ke samping menjauh dari ular bisa bermanfaat,” paparnya.

Sementara jika sudah tergigit, faktor kesehatan dan kecepatan penanganan menjadi hal yang sangat penting. Termasuk tidak membuat pergerakan tiba-tiba yang bisa membuat aliran darah cepat mengalir.

Menurut Gray, seberusaha mungkin harus tetap tenang dan mencoba tidak menggerakkan anggota tubuh yang digigit. Selain itu, jangan mengikat torniket atau mencoba metode lama ‘potong dan sedot’.

Jika gigitannya berasal dari ular kobra dengan bisa yang benar-benar neurotoksik, biasanya akan dibungkus krep, yang dapat membantu mengurangi penyebaran bisa dari anggota tubuh ke seluruh tubuh melalui kompresi.

“Masalahnya adalah kebanyakan orang tidak tahu jenis ular apa yang menggigit mereka. Dan jika racunnya memiliki sifat hemotoksik, perban dapat menyebabkan lebih banyak kerugian daripada manfaatnya, merusak jaringan di sekitar area gigitan,” kata pakar.

(faz/nwk)



Sumber : www.detik.com

6 Tanaman Beracun di Dunia dan Ciri-cirinya, Jangan Asal Sentuh!



Jakarta

Seperti halnya hewan, sejumlah spesies tumbuhan juga mengembangkan mekanisme perlindungan diri. Bedanya, tumbuhan tidak memiliki kemampuan untuk melarikan diri, sehingga mereka harus mengandalkan strategi lain.

Pertahanan tersebut bisa berbentuk perlindungan fisik, seperti duri atau rambut tajam pada batang dan daun. Namun, banyak pula tumbuhan yang menggunakan pertahanan kimiawi, yakni dengan memproduksi racun.

Racun ini menimbulkan efek mulai dari iritasi ringan hingga kematian bagi hewan pemakan tumbuhan. Tanaman beracun tidak hanya tumbuh di hutan liar, tapi juga bisa ditemukan di taman atau pekarangan rumah. Dari Oleander yang sering jadi tanaman hias, hingga Manchineel yang dijuluki “pohon kematian”.


Berikut 6 tanaman yang dikenal paling berbahaya di dunia seperti dikutip dari BBC Wildlife. Yuk, kenali ciri-cirinya supaya detikers tidak salah sentuh dan bisa lebih waspada saat berinteraksi dengan alam!

1. Deadly Nightshade (Atropa belladonna)

Sekilas, tanaman ini tampak cantik dengan bunga ungu keunguan dan buah beri hitam mengkilap. Namun jangan tertipu! Atropa belladonna mengandung atropine dan scopolamine, dua racun yang bisa melumpuhkan sistem saraf.

Nama tanaman ini berasal dari kata Yunani “Atropos” dan merujuk pada salah satu dari tiga Dewi Takdir dalam mitologi Yunani seperti dikutip dari Science Direct. Adapun “Bella-donna” adalah frasa Italia yang berarti “wanita cantik”.

Ciri-ciri:

  • Bunga berbentuk lonceng berwarna ungu kecoklatan.
  • Buah berupa beri bulat kehitaman, mirip blueberry, dengan permukaan mengkilap.
  • Tinggi tanaman bisa mencapai 1,5 meter.
  • Tumbuh di daerah lembap Eropa dan Asia Barat.
  • Efek racunnya dapat menyebabkan pupil melebar, halusinasi, jantung berdebar, hingga kematian bila dikonsumsi dalam jumlah besar. Di masa Romawi, racun ini bahkan pernah digunakan untuk meracuni musuh.

Namun, kandungan yang dimiliki tanaman ini juga bisa dimanfaatkan untuk pengobatan dengan takaran yang tepat.

2. Manchineel (Hippomane mancinella)

Disebut sebagai pohon paling berbahaya di dunia, Manchineel tumbuh di kawasan tropis Amerika Tengah dan Kepulauan Karibia. Dikutip dari laman University of Florida, nama “manchineel” berasal dari bahasa Spanyol “manzanilla”, yang berarti “apel kecil” mengacu pada daun dan buah pohon apel. Namun, karena sifatnya yang sangat beracun, orang Spanyol juga menjuluki pohon ini “arbol de la muerte” yang berarti “pohon kematian”.

Ciri-ciri:

  • Kulit batang abu-abu dengan getah putih kental yang sangat beracun.
  • Daunnya hijau mengkilap, buah kecil mirip apel, aromanya manis menipu.
  • Biasanya tumbuh di tepi pantai berpasir atau hutan mangrove.
  • Efek getahnya mengandung phorbol ester yang bisa menyebabkan kulit melepuh. Asap dari pembakaran rantingnya dapat membuat mata dan tenggorokan terbakar.
  • Air hujan yang menetes dari daunnya saja bisa menimbulkan luka bakar kimia di kulit!

3. Rosary Pea (Abrus precatorius)

Menurut Extension Gardner, tanaman merambat ini sering dijumpai di daerah tropis Asia, termasuk Indonesia, dan dikenal dengan nama Saga Gunung atau Saga Pohon. Bijinya berwarna merah mengkilap dengan titik hitam, sering dijadikan manik-manik gelang, padahal sangat beracun!

Ciri-ciri:

  • Daun kecil majemuk, mirip daun saga biasa.
  • Biji berwarna merah cerah dengan bintik hitam di salah satu ujungnya.
  • Merambat di pagar, pepohonan, atau semak.
  • Bijinya mengandung abrin, racun yang lebih mematikan daripada racun ular kobra. Mengunyah satu biji saja bisa menyebabkan gagal ginjal dan kematian. Meski cangkangnya keras, saat pecah racunnya mudah masuk ke tubuh.

4. Oleander (Nerium oleander)

Bunga oleander sering menghiasi taman karena warnanya yang indah-merah muda, putih, atau kuning. Tapi di balik tampilannya, semua bagian tanaman ini mengandung oleandrin, racun yang menyerang jantung.

Ciri-ciri:

  • Bunga berwarna cerah dengan kelopak tebal dan aroma lembut.
  • Daun memanjang, hijau pekat, tersusun berhadapan.
  • Batangnya berkayu dan dapat tumbuh hingga 3 meter.
  • Efek racunnya menyebabkan muntah, pusing, detak jantung tidak teratur, bahkan henti jantung jika tertelan. Hewan peliharaan seperti kucing dan anjing juga bisa keracunan bila menggigit daunnya.

Di beberapa daerah, tanaman ini sering disalah artikan sebagai tanaman yang aman karena banyak dijual sebagai tanaman hias.

5. Bunga Bakung Gunung (Convallaria majalis)

Si mungil beraroma manis ini kerap dipakai dalam buket pernikahan, tapi siapa sangka ia menyimpan racun jantung yang berbahaya.

Ciri-ciri:

  • Bunga putih kecil berbentuk lonceng, menggantung pada tangkai panjang.
  • Daunnya lebar dan hijau cerah, menyerupai daun pisang mini.
  • Berbuah merah jingga saat musim panas.
  • Mengandung cardiac glycosides seperti convallatoxin yang bisa mengganggu ritme jantung. Gejala umum yang dapat ditimbulkan antara lain: mual, muntah, dan detak jantung tidak teratur.

Meski baunya harum, sebaiknya jangan menyentuh atau mencium terlalu dekat bila kamu memiliki kulit sensitif.

6. Monkshood (Aconitum spp.)

Disebut juga “wolf’s bane”, tanaman ini punya bunga ungu kebiruan yang elegan, sering jadi favorit di taman bergaya Eropa. Namun, racunnya, aconitine, termasuk salah satu neurotoksin paling kuat di dunia.

Ciri-ciri:

  • Bunga menyerupai tudung biksu (itulah asal nama Monkshood).
  • Daunnya menjari dengan tepi bergerigi halus.
  • Tumbuh di daerah pegunungan atau dataran tinggi yang sejuk.
  • Efek racunnya dapat menyebabkan mati rasa, kesemutan, gangguan pernapasan, hingga henti jantung hanya dalam waktu 30 menit jika tertelan. Bahkan menyentuh akarnya tanpa sarung tangan bisa menimbulkan iritasi.

Para ilmuwan menyebut tanaman-tanaman ini sebagai contoh mekanisme pertahanan alami yang ekstrim. Racun pada tumbuhan sejatinya berevolusi untuk melindungi diri dari herbivora dan serangga, bukan untuk menyerang manusia. Namun, pengetahuan tentang ciri dan bahayanya penting agar kita bisa menghargai alam tanpa mengundang risiko.

(pal/pal)



Sumber : www.detik.com