Tag Archives: ramadan

Kesedihan Mendalam Rasulullah dan Para Sahabat di Penghujung Ramadan


Jakarta

Datangnya Ramadan menjadi kabar gembira bagi umat Islam mengingat banyaknya keutamaan pada bulan tersebut. Sementara, berakhirnya Ramadan menyisakan kesedihan sebagaimana dialami Rasulullah SAW dan para sahabat.

Kisah kesedihan Rasulullah SAW dan para sahabat ini diceritakan dalam buku Kumpulan Khutbah Jumat karya Abdul Latif Wabula, Rasulullah SAW dan para sahabat merasa kesedihan yang mendalam setiap kali Ramadan hendak berakhir. Kesedihan tidak hanya dirasakan oleh manusia, tetapi juga langit, bumi, hingga malaikat.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda, “Apabila tiba akhir malam dari bulan Ramadan, menangislah langit, bumi dan malaikat karena musibah yang menimpa umat Muhammad SAW,”


Sahabat lalu bertanya, “Musibah apakah wahai Rasulullah?”

Rasulullah SAW menjawab, “Berpisah dengan bulan Ramadan, sebab pada bulan Ramadan doa dikabulkan dan sedekah diterima.” (Diriwayatkan Jabir)

Orang-orang saleh terdahulu bahkan sampai menangis dan bersedih karena Ramadan akan segera pergi meninggalkan mereka.

Dijelaskan dalam buku Materi Khutbah Jumat Sepanjang Tahun karya Muhammad Khatib, alasan kesedihan mereka yaitu dengan berakhirnya bulan Ramadan, berakhir pula semua keutamaannya.

Di bulan Ramadan, pintu-pintu surga dibuka dan pintu neraka ditutup, setan-setan dibelenggu hingga ibadah terasa ringan, dan kaum muslimin berada di puncak kebaikan. Keutamaan-keutamaan tersebut tidak dapat dijumpai lagi di bulan lainnya.

Amalan di Penghujung Bulan Ramadan

Mengutip Syekh Zainudin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in, pada penghujung Ramadan atau lebih tepatnya 10 hari terakhir Ramadan, terdapat beberapa amalan yang dianjurkan untuk dilakukan, sebagai berikut.

Memperbanyak Sedekah

Hal ini bisa dilakukan dengan mencukupi kebutuhan keluarga, berbuat baik kepada kerabat serta tetangga, juga menyediakan buka puasa bagi orang yang berpuasa meski hanya segelas air.

Membaca Al-Qur’an

Waktu membaca Al-Qur’an yang lebih utama ialah akhir malam daripada awal malam. Hal ini sesuai dengan penjelasan Imam An-Nawawi. Membaca Al-Qur’an juga lebih utama dikerjakan di malam hari daripada siang hari karena membuat lebih fokus.

Iktikaf

Rasulullah SAW beritikaf di masjid pada 10 hari terakhir Ramadan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, “Rasulullah SAW selalu Iktikaf setiap bulan Ramadan selama 10 hari. Namun pada tahun dimana beliau wafat, beliau lktikaf selama 20 hari.” (HR Bukhari)

Menggencarkan Ibadah

Pada 10 hari terakhir Ramadan, umat Islam dianjurkan untuk menggencarkan ibadah. Dikutip dari Ringkasan Fikih Sunnah Sayyid Sabiq karya Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi, Rasulullah SAW menggiatkan ibadahnya di 10 hari terakhir Ramadan.

Diriwayatkan dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW apabila memasuki 10 hari terakhir, beliau menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya, dan mengencangkan ikat sarungnya. (HR Bukhari dan Muslim)

Bersungguh-sungguh Meraih Lailatul Qadar

Malam Lailatul Qadar merupakan malam yang penuh kemuliaan dan keutamaan. Rasulullah SAW bersabda untuk mencari Lailatul Qadar dalam 10 hari terakhir Ramadan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan Aisyah RA,

Oleh karena itu, hendaknya umat Islam menggencarkan ibadah agar dapat menemui keutamaan malam Lailatul Qadar yang lebih baik daripada 1.000 bulan.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Apakah Keputihan Bisa Membatalkan Puasa?


Jakarta

Umat Islam harus mewaspadai hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Salah satu hal yang menjadi pertanyaan kaum muslim utamanya muslimah yaitu apakah keputihan bisa membatalkan puasa? Berikut penjelasannya.

Salah satu hal yang dapat membuat puasa seorang muslimah batal yaitu haid atau menstruasi. Ini karena menstruasi termasuk dalam hadas besar.

Mengutip buku Dahsyatnya Puasa Wajib & Sunah karya Akhyar As-Shiddiq Muhsin dan Dahlan Harnawisastra, larangan puasa ketika haid ini berdasarkan ijma’ para ulama mengenai batalnya puasa dalam keadaan haid dan nifas. Hal ini juga sesuai dengan salah satu hadits.


Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang mengalami haid, bukankah ia tidak melaksanakan salat dan tidak pula shaum? itu adalah bagian dari kekurangannya dalam agama.” (HR Bukhari)

Keputihan memiliki pengertian yang berbeda dengan haid. Keputihan adalah kondisi keluarnya cairan atau lendir berwarna putih dari vagina. Dikutip dari buku La Tahzan untuk Wanita Haid karya Ummu Azzam, keputihan dapat dibagi menjadi dua yaitu keputihan normal dan keputihan abnormal. Keputihan normal umum terjadi pada setiap wanita.

Keputihan Membatalkan Puasa?

Menukil buku Fiqih Perempuan Kontemporer karya Farid Nu’man, para ulama membedakan antara keputihan yang keluar dari dalam kemaluan dan keputihan yang keluar dari permukaan bagian luar kemaluan. Disebutkan dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyah,

“Mayoritas ahli fiqih keputihan yang keluar dari dalam kemaluan najis karena itu merupakan cairan yang keluar dari dalam. Adapun yang keluar dari bagian permukaan, yaitu yang wajib dibasuh ketika mandi, maka itu menjadi suci. Abu Hanifah dan Hanabilah mengatakan bahwa keputihan adalah suci secara mutlak. “

Dikutip dari buku 125 Masalah Thaharah karya Muhammad Anis Sumaji, para ulama mengkategorikan keputihan dalam darah penyakit atau masuk dalam kategori istihadhah. Darah istihadhah adalah salah satu jenis darah dari tiga jenis darah wanita, selain haid dan nifas.

Orang yang sedang mengalami istihadhah tidak diwajibkan untuk mandi junub atau mandi wajib, hanya diwajibkan untuk berwudhu. Selain berwudhu, keputihan yang dimaknai sebagai darah istihadhah juga wajib dibersihkan.

Pendapat lain dijelaskan dalam Fikih Muslimah Praktis karya Hafidz Muftisany. Para ulama memperselisihkan sifat dari keputihan atau ifrazat, apakah disamakan dengan madzi dan irq (cairan kemaluan) atau dengan mani.

Asy Syairazi bersikukuh menyebutnya najis karena lebih dekat jenisnya dengan madzi, sedangkan Baghawi dan ar-Rafii berpendapat ifrazat adalah suci. Imam Syafi’i juga berpendapat bahwa status ifrazat adalah suci.

Dari pernyataan tersebut diketahui masih terdapat perbedaan pendapat mengenai najis tidaknya keputihan. Akan tetapi, pendapat yang menyebutkan bahwa keputihan termasuk najis juga memberi keterangan bahwa muslimah yang mengalami keputihan tidak diharuskan mandi wajib.

Itu berarti, keputihan dapat dibedakan dengan haid dan nifas yang disyariatkan untuk mandi wajib. Dengan kata lain, keputihan tidak membatalkan puasa. Wallahu a’lam.

Hal-hal yang Membatalkan Puasa

Mengutip buku Memantaskan Diri Menyambut Bulan Ramadhan karya Abu Maryam Kautsar Amru, 5 hal yang disepakati ulama sebagai pembatal puasa yaitu:

1. Makan dan Minum dengan Sengaja

Makan dan minum dengan sengaja dapat membatalkan puasa. Adapun jika seseorang makan dan minum dengan tidak sengaja, maka hal itu tidak membatalkan puasanya.

2. Muntah dengan Sengaja

Muntah dengan sengaja juga termasuk perkara yang membatalkan puasa. Adapun, jika muntah tidak disengaja maka tidak membatalkan puasa. Misalnya muntahnya wanita hamil yang mengalami morning sickness. Orang yang muntah dengan sengaja wajib mengqadha puasa, sebagaimana dikatakan Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqh Sunnah-nya yang diterjemahkan Abu Syauqina yang bersandar pada sabda Rasulullah SAW,

وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – – مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَا قَضَاءَ عَلَيْهِ, وَمَنْ اسْتَقَاءَ فَعَلَيْهِ اَلْقَضَاءُ – رَوَاهُ اَلْخَمْسَةُ

Artinya: “Barang siapa yang (terpaksa) muntah, maka ia tidak berkewajiban mengqadha (puasa). Tetapi barang siapa yang sengaja muntah, maka ia berkewajiban mengqadha (puasa).” (HR lima imam hadits, yaitu Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i)

3. Mengalami Haid dan Nifas bagi Wanita

Wanita yang mengalami haid dan nifas ketika berpuasa maka puasanya batal dan wajib menggantinya di luar bulan Ramadan.

4. Melakukan Jimak

Jimak atau hubungan suami istri baik hingga keluar air mani ataupun tidak keluar air mani dapat membatalkan puasa. Adapun jimak yang dilakukan pada waktu siang hari di bulan Ramadan hukumnya haram, sedangkan jimak pada malam hari di bulan Ramadan diperbolehkan.

5. Murtad atau Keluar dari Islam

Orang yang keluar dari Islam maka puasanya batal, demikian juga kewajiban puasanya. Empat mazhab sepakat Islam menjadi syarat wajib puasa Ramadan.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Amalan Malam Lailatul Qadar bagi Wanita Haid, Muslimah Cek!


Jakarta

Kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak ibadah pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadan seperti tadarus, salat malam, dan iktikaf. Bagaimana dengan amalan Lailatul Qadar bagi wanita haid?

Kehadiran Lailatul Qadar selalu ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Sebab, banyak kemuliaan yang terkandung pada malam tersebut.

Allah SWT berfirman dalam surah Al Qadr ayat 3,


لَيْلَةُ الْقَدْرِ ەۙ خَيْرٌ مِّنْ اَلْفِ شَهْرٍۗ ٣

Artinya: “Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.”

Menukil buku Menggapai Malam Lailatulqadar karya Ahmad Rifa`i Rif`an, Lailatul Qadar adalah malam yang dipenuhi dengan kesejahteraan dan kebaikan hingga terbitnya fajar. Terdapat juga sebuah hadits yang menerangkan tentang jumlah malaikat yang turun pada malam itu yang berbunyi,

“Sesungguhnya para malaikat pada malam itu lebih banyak turun ke bumi daripada jumlah pepasiran.” (HR Ibnu Khuzaimah)

Amalan Malam Lailatul Qadar bagi Wanita Haid

Pada dasarnya, wanita haid dilarang melakukan beberapa ibadah sewaktu haid atau menstruasi. Terkait haid dijelaskan dalam surah Al Baqarah ayat 222,

وَيَسْـَٔلُونَكَ عَنِ ٱلْمَحِيضِ ۖ قُلْ هُوَ أَذًى فَٱعْتَزِلُوا۟ ٱلنِّسَآءَ فِى ٱلْمَحِيضِ ۖ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطْهُرْنَ ۖ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”

Sayyid Abdurrahman bin Abdul Qadir Assegaf melalui bukunya yang berjudul Kitab Haid, Nifas dan Istihadhah mendefinisikan haid sebagai pengalaman biologis yang Allah SWT berikan kepada wanita. Haid atau menstruasi menjadi tanda organ reproduksi wanita sehat dan berfungsi dengan baik.

Meski dilarang untuk melakukan sejumlah ibadah, dijelaskan dalam buku Sukses Berburu Lailatul Qadar oleh Muhammad Adam Hussain, ada beberapa amalan malam Lailatul Qadar bagi wanita haid, antara lain sebagai berikut:

  • Membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf
  • Berzikir dengan memperbanyak bacaan tasbih (subhanallah), tahlil (laa ilaha illallah), tahmid (alhamdulillah) dan zikir lainnya
  • Memperbanyak istighfar
  • Memperbanyak doa

Wanita yang sedang haid dapat mengerjakan amalan tersebut karena tergolong ibadah mahdhah. Artinya, ibadah ini tidak mensyaratkan kesucian dalam melakukannya. Ada juga yang menyarankan untuk perbanyak doa yang dilafalkan oleh Aisyah RA sesuai hadits berikut.

Dari Aisyah RA, ia berkata, “Wahai Rasulullah, apa pendapatmu jika aku ketepatan mendapatkan malam Lailatul Qadar, apa yang harus aku ucapkan?”

Rasulullah SAW menjawab, “Ucapkanlah; ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pemaaf mencintai kemaafan, maka maafkanlah daku.” (HR Ibnu Majah)

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Niat Mandi Nifas setelah 40 Hari Melahirkan dan Tata Caranya


Jakarta

Ketika proses persalinan seorang ibu akan mengeluarkan darah nifas. Sebelum masa nifas selesai, muslimah tidak diperkenankan untuk salat sebelum mandi wajib.

Dalam Kitab Al Mughni yang ditulis Ibnu Qudamah, Abu Isa At-Tirmidzi berkata, “Ahlul ilmi dari para sahabat Nabi SAW dan generasi setelahnya sepakat bahwa wanita yang nifas itu harus meninggalkan salatnya selama empat puluh hari, kecuali jika dirinya telah suci sebelum empat puluh hari, sehingga ia boleh mandi dan salat.”

Bila darah yang keluar melebih waktu 40 hari, maka darah tersebut tidak lagi disebut darah nifas, bisa jadi malah darah haid.


Mengutip buku Panduan Muslim Kaffah Sehari-hari dari Kandungan hingga Kematian karya Dr. Muh. Hambali, M.Ag dijelaskan cara menyucikan diri dari nifas menurut tuntunan Nabi Muhammad SAW.

Seperti haid, orang yang selesai nifas juga diwajibkan untuk mandi wajib. Tata caranya sama dengan mandi besar setelah haid. Pembedannya adalah cara membersihkan najis (jika ada) dan niatnya.

Niat Mandi Nifas setelah Melahirkan

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ النِّفَاسِ لِلَّهِ تَعَالَى.

Arab-latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anin nifaasi lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadats besar disebabkan nifas karena Allah Ta’ala.”

Selain wajibnya mandi nifas, seorang perempuan juga diwajibkan mandi wiladah (mandi setelah melahirkan). Tata caranya sama, yang membedakan adalah niatnya.

Niat Mandi Wiladah

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ عَنِ الْوِلَادَةِ لِلَّهِ تَعَالَى.

Arab-latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadatsil akbari ‘anil wilaadati lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar sebab wiladah karena Allah SWT.”

Tata Cara Mandi Nifas setelah Melahirkan

Dalam buku Fiqh Ibadah yang ditulis Zaenal Abidin dijelaskan soal tata cara mandi nifas atau mandi wajib bagi perempuan setelah melahirkan:

1. Membaca Niat

2. Disunnahkan membersihkan telapak tangan sebanyak 3 kali.

3. Bersihkan kotoran yang menempel di sekitar tempat yang tersembunyi dengan tangan kiri. Bagian tubuh yang biasanya kotor dan tersembunyi tersebut adalah bagian kemaluan, dubur, bawah ketiak, dan pusar.

4. Setelah membersihkan kemaluan, cuci tangan dengan menggosok-gosoknya dengan tanah atau sabun. Setelah membersihkan bagian tubuh yang kotor dan tersembunyi, tangan perlu dicuci ulang.

5. Berwudhu seperti ketika kita akan salat, dimulai dari membasuh tangan sampai membasuh kaki.

6. Memasukkan tangan ke dalam air, kemudian sela pangkal rambut dengan jari-jari tangan sampai menyentuh kulit kepala. Jika sudah, guyur kepala dengan air sebanyak 3 kali. Pastikan pangkal rambut juga terkena air.

7. Bilas seluruh tubuh dengan mengguyurkan air yang dimulai pada sisi kanan.

8. Saat menjalankan tata cara mandi wajib, pastikan seluruh lipatan kulit dan bagian tersembunyi ikut dibersihkan.

Masa Suci antara Nifas dan Haid

Mengutip buku Al-Fathu Al-Hanif Syarah Al-Mukhtashar Al-Lathif karya Luthfi Afif Ibnu Syahid, Lc. Inilah perbedaan masa nifas dan haid bagi wanita.

Jika perempuan nifas, kemudian bersih, kemudian keluar darah lagi; maka ada 2 keadaan:

1. Masa bersih ini datang sebelum tercapai 60 hari nifas:

a. Jika masa sucinya 15 hari atau lebih, kemudian keluar darah, maka darah itu adalah darah haid.

Misal: keluar darah nifas selama 30 hari, kemudian bersih selama 15 hari, kemudian darah keluar lagi. maka darah ini adalah haid.

b. Jika masa suci tidak sampai 15 hari, kemudian keluar darah; maka itu bukan haid tapi masih nifas.

Misal: keluar nifas 30 hari, kemudian bersih 10 hari, kemudian keluar darah lagi; maka darah ini adalah masih nifas, dan masa bersih yang 10 hari tadi juga dihukum sebagai masa nifas.

2. Datang masa suci setelah 60 hari: jika sempat suci sebentar kemudian keluar darah; maka itu adalah darah haid, jadi kasus nomor 2 ini masa sucinya tidak mesti 15 hari.

Begitu juga jika masa suci datang sebagai pelengkap 60 hari, jika keluar darah setelah itu maka itu adalah haid.

a. Keluar nifas selama 60 hari, kemudian berhenti sejenak, kemudian keluar darah lagi; maka darah ini adalah haid.

b. Keluar nifas selama 50 hari, kemudian bersih 10 hari, kemudian keluar darah di hari ke 61; maka itu adalah haid. Di sini masa suci menjadi pelengkap masa nifas.

Adapun jika darah tidak ada jeda atau tidak henti-henti keluar sampai lebih dari 60 hari maka dari hari ke 61 itu adalah istihadhah.

Larangan saat Nifas

Mengutip buku Tanya Jawab Seputar Fikih Wanita Empat Mazhab karya A. R. Shohibul Ulum mengenai larangan-larangan untuk wanitan nifas.

Larangan untuk perempuan nifas seperti halnya haid, tidka boleh puasa, salat, dan tidak perlu mengada salat, tetapi bila terjadi di bulan Ramadan, tetap mengganti puasa Ramadan di bulan lain.

Jika darah nifas telah terhenti untuk hari maksimalnya (60 hari) maka wanita nifas sudah suci, dan boleh melaksanakan mandi junub supaya boleh menunaikan ibadah wajib lainnya, dan diizinkan untuk berhubungan kembali dengan suaminya.

Jika darah nifas telah berhenti sebelum maksimal 60 hari, maka si wanita diwajibkan untuk melakukan mandi besar, supaya bisa menunaikan ibadah wajib lainnya, tetapi ia disunnahkan untuk tidak berhubungan intim dengan suaminya sebelum habis masa maksimal nifasnya (60 hari).

Jika darah nifas tetap keluar setelah melewati masa maksimalnya (60 Hari) itu disebut sebagai darah istihadah, maka wanita wajib untuk mandi, setelah itu halal baginya melakukan apa yang diharamkan untuk wanita nifas.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com