Tag Archives: risiko keracunan

Makan Rebusan-Kukusan yang Keburu Dingin? Hati-hati, Ini Risikonya


Jakarta

Makanan rebusan-kukusan begitu nikmat disantap ketika masih hangat. Selain sensasi memakannya akan berbeda, jika terlalu lama didiamkan di suhu ruang, maka bisa menyebabkan pertumbuhan bakteri.

Spesialis gizi klinis, dr Ardian Sandhi Pramesti, SpGK mengatakan, makanan kukusan-rebusan yang didiamkan di suhu ruang bisa menimbulkan risiko. Salah satunya adalah pertumbuhan bakteri yang dapat menyebabkan keracunan makanan, seperti mual, muntah, dan diare.

“Ini karena makanan rebus atau kukus punya kadar air tinggi, yang membuatnya rentan terhadap bakteri jika dibiarkan di “danger zone” suhu, yaitu antara 4°C hingga 60°C. Di rentang suhu ini, bakteri seperti Salmonella, E. coli, atau Bacillus cereus bisa berkembang biak dengan cepat, bahkan dua kali lipat setiap 20 menit,” katanya kepada detikcom, Kamis (13/12/2025).


dr Ardian menuturkan, ada studi yang menunjukkan bahwa salah satu penyebab utama dari penyakit akibat makanan adalah pendinginan yang tidak benar setelah dimasak.

“Jadi, kalau makanan masak yang panasnya dibiarkan dingin perlahan di suhu ruang, bakteri di makanan itu bisa menghasilkan toksin yang tahan panas, artinya, meski dipanaskan ulang, toksinnya tetap ada dan ini yang menyebabkan infeksi,” tuturnya.

“Khusus untuk makanan karbohidrat tinggi seperti singkong atau kentang, Bacillus cereus sering jadi masalah karena bisa tumbuh di makanan yang didinginkan lambat,” tambahnya.

Namun, jika makanan sudah dingin karena disimpan disimpan dengan benar di kulkas dengan suhu

“Jadi risiko muncul kalau dibiarkan dingin di meja atau suhu ruang terlalu lama,” katanya.

Oleh karena itu, disarankan untuk mengonsumsi makanan rebus atau kukus seperti ubi, singkong, kentang, atau jagung secara langsung setelah matang. Hal ini untuk memaksimalkan manfaat nutrisi dan meminimalisir risiko keracunan.

“Tapi, kalau nggak bisa langsung habis, nggak masalah kok, asalkan dinginkan cepat dan simpan langsung di kulkas, terus durasi maksimal 2 jam di suhu ruang, lalu masukkan kulkas, terus bisa dimakan dingin atau dipanaskan ulang sebelum dikonsumsi,” tuturnya.

Menurut dr Ardian, yang terpenting adalah jangan sering-sering memanaskan dan mendinginkan makanan secara berulang, Hal ini bisa menurunkan kualitas kandungan nutrisinya.

(elk/up)

Sumber : health.detik.com

Image : unsplash.com / Demi DeHerrera

Makanan Rebusan-Kukusan Basi Bikin Keracunan? Ini Tips dari Dokter Gizi


Jakarta

Banyak orang yang menyukai makanan rebusan atau kukusan seperti singkong, ubi, dan kentang, tak kerkecuali gen Z. Namun, saat memakannya, pastikan makanan rebusan tidak basi dan masih layak dimakan.

Menurut spesialis gizi klinik, dr Ardian Sandhi Pramesti, SpGK keracunan dari makanan basi bisa menebabkan mual, muntah, diare, bahkan infeksi serius. Terutama, bagi mereka yang tidak mengetahui cara menyimpan makanan dengan benar.

Ada empat langkah keamanan makanan, yaitu clean, separate, cook, dan chill untuk mencegah keracunan dari makanan, seperti makanan kukusan atau rebusan. Dalam hal ini, dr Ardian memberikan tips aplikatifnya. Pertama, pastikan sudah membersihkan bahan makanan dengan benar sebelum memasaknya.


“Cuci umbi-umbian mentah di air mengalir sebelum kukus dan gunakan peralatan bersih,” katanya kepada detikcom, Kamis (13/11/2025).

Kedua, hindari kontaminasi silang dengan daging merah. Masak bahan makanan sampai matang dengan sempurna.

“Kukus atau rebus sampai empuk setidaknya internal minimal 74°C atau di air mendidih dengan suhu 100°C untuk bunuh bakteri tapi jangan overcook agar nutrisi tidak hilang, dan untuk kukus kita pake uap panas dari didihan air suhu 100°C minimal 15-20 menit,” katanya.

Selanjutnya, konsumsi segera setelah dikukus atau direbus. Jika tidak, simpan di kulkas dengan suhu

“Jangan biarkan di suhu ruang lebih dari 2 jam, apalagi di cuaca panas Indonesia yang mempercepat pembusukan,” tambahnya.

Kemudian, periksa makanan sebelum dikonsumsi. Selalu cek tanda-tanda makanan kukusan atau rebusan yang sudah basi, seperti adanya perubahan warna, bau tidak sedap, perubahan pada tekstur makanan, muncul jamur, dan rasa yang aneh, seperti asam atau pahit tidak wajar.

“Jika ragu, buang saja, lebih baik aman daripada sakit,” tuturnya.

Saat membeli bahan makanan untuk dikukus atau direbus, pilih yang masih segar dan dari tempat yang terpercaya. Hindari memilih bahan makanan yang lembek atau berbau.

“Dengan mengikuti ini, risiko keracunan bisa diminimalisir. Jika ada gejala setelah makan, segera ke dokter,” pungkasnya.

(elk/up)



Sumber : health.detik.com

Pakar UGM Sebut Celah Ini Picu Keracunan MBG



Jakarta

Angka keracunan massal Makan Bergizi Gratis (MBG) tembus 10.482 anak per 4 Oktober 2025, berdasarkan catatan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI). Dalam kurun 29

September-3 Oktober 2025, korban keracunan MBG mencapai 1.883 anak, lebih tinggi dari rata-rata mingguan 1.531 anak/minggu.


Merespons lonjakan kasus keracunan MBG, Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada (PKT UGM) menilai kejadian luar biasa (KLB) ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh agar aman dilaksanakan.

Direktur PKT UGM, Dr dr Citra Indriani MPH menjelaskan ada celah risiko keracunan MBG dari pengelolaan makanan yang dilakukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).

Celah Risiko Keracunan MBG

Ia menjelaskan, pengelolaan makanan skala besar menjadi celah keracunan. Terlebih jika jumlahnya di luar kapasitas pengelola.

Citra menyorot skala produksi SPPG disebut setara, bahkan lebih, dari katering industri. Sayangnya, kondisi ini tidak diikuti dengan disiplin terhadap standar Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) yang seharusnya ditaati produksi skala besar tersebut.

Ia mengungkap, hasil kajian investigasi UGM terhadap sejumlah kasus KLB pangan terkait MBG di Yogyakarta menunjukkan terdapat kesenjangan penerapan kaidah HACCP.

Di samping itu, pihak UGM menemukan minimnya pengawasan dan terbatasnya pengetahuan pelaksana MBG di lapangan.

“Jumlah porsi yang diproduksi setiap hari sangat besar. Setiap celah dalam proses, mulai dari pemilihan bahan baku, memasak, penyimpanan, hingga distribusi, bisa berdampak pada ribuan anak sekolah,” kata Citra, dikutip dari laman UGM, Senin (6/10/2025).

Masalah Pengelolaan Pangan Skala Besar

Investigasi UGM juga mengungkap total durasi antara proses memasak, pengemasan, sampai konsumsi sering kali lebih dari 4 jam. Masalahnya, manajemen penyimpanan makanan dengan jumlah besar tersebut belum memadai.

Di proses memasak sendiri, Citra mengatakan beberapa menu kurang matang lantaran dimasak dalam banyak porsi.

Sedangkan di tahap pengemasan, ia mengatakan sejumlah sekolah mengemas ulang makanan tanpa dipanaskan kembali.

“Kondisi ini memperbesar risiko terjadinya keracunan massal,” ucapnya.

Saran Perbaikan untuk Hindari Keracunan MBG

Berikut sejumlah rekomendasi PKT UGM untuk perbaikan MBG:

  • Standarisasi fasilitas dan kapasitas SPPG
  • Asesmen awal untuk menilai kelayakan produksi massal
  • Penerapan SOP berbasis HACCP, mulai dari bahan baku sampai siap dikonsumsi siswa.
  • Kewajiban pelatihan keamanan pangan dan memastikan setiap staf SPPG mengantongi Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
  • Pengawasan, termasuk mekanisme kontrol yang jelas, monitoring periodik, serta penguatan koordinasi lintas sektor.

“Kolaborasi berbagai pihak mutlak diperlukan agar anak-anak benar-benar mendapat manfaat program tanpa terpapar risiko keracunan pangan,” ucap Citra.

(twu/faz)



Sumber : www.detik.com