Tag Archives: sa

Sedekah Apa yang Paling Bermanfaat untuk Orang yang Sudah Meninggal? Ini Jawabannya


Jakarta

Berbagi kebaikan melalui sedekah merupakan amalan yang dianjurkan dalam Islam, terutama untuk memberikan manfaat kepada sesama. Namun, bagaimana jika kita tetap ingin memperoleh pahala dari sedekah tersebut meski telah meninggal dunia?

Dalam hal ini, Islam mengenal sedekah jariyah, sebuah bentuk sedekah yang pahalanya terus mengalir meskipun pemberinya telah tiada. Jenis sedekah ini dianggap paling bermanfaat karena pahalanya tidak terputus selama membawa manfaat bagi orang lain.

Jenis Sedekah yang Terus Mengalir untuk Orang yang Sudah Meninggal

Sedekah jariyah adalah hadiah terbaik untuk orang yang sudah meninggal. Karena pahalanya terus mengalir sampai ke akhirat.


Menurut buku Quran Hadits karya Asep B.R, sedekah jariyah diartikan sebagai pemberian harta atau benda secara ikhlas demi Allah SWT, yang manfaatnya dapat dirasakan oleh banyak orang secara berkelanjutan.

Dalam salah satu hadits, Rasulullah SAW menyebutkan tiga amal yang pahalanya tetap mengalir meskipun seseorang telah meninggal dunia, salah satunya adalah sedekah jariyah.

عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: إذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاَّ مِنْ ثَلاَثَةِ: إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah bersabda: “Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali dari tiga hal ini, yakni; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Bentuk Sedekah Jariyah

Menurut Manshur Abdul Hakim dalam Buku Saku Terapi Bersedekah, sedekah jariyah merupakan sedekah yang pahalanya terus berlanjut meskipun pemberinya telah wafat.

Jenis sedekah ini dianggap yang paling baik bagi orang yang sudah meninggal, karena pahalanya tetap mengalir selama sedekah tersebut masih memberikan manfaat atau digunakan oleh banyak orang.

Berikut ini adalah beberapa bentuk sedekah jariyah:

1. Mengalirkan air untuk banyak orang

Menyediakan sumber air bersih, seperti menggali sumur atau membangun saluran air, merupakan bentuk sedekah jariyah yang besar manfaatnya. Selama air tersebut digunakan oleh manusia, hewan, atau tumbuhan, pahala bagi pemberinya akan terus mengalir meskipun ia telah meninggal dunia.

Rasulullah SAW bersabda:

يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أُمِّي مَاتَتْ أَفَأَتَصَدَّقُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ قُلْتُ فَأَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ سَقْيُ الْمَاءِ

Artinya: “Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal dunia, apakah boleh aku bersedekah atas namanya?” Jawab Rasulullah, “Iya, boleh.” Sa’ad bertanya lagi, “Lalu sedekah apa yang paling afdal?” Jawab Rasulullah, “Memberi minum air.” (HR. An-Nasai)

2. Memberi makan

Memberikan makanan kepada orang yang membutuhkan, baik dalam bentuk sedekah langsung maupun penyediaan sumber pangan berkelanjutan, termasuk sedekah jariyah. Selama makanan tersebut mengenyangkan perut yang lapar dan memberikan energi bagi penerimanya, pahala bagi pemberi sedekah tetap akan terus dicatat.

Rasulullah bersabda:

مَنْ أَطْعَمَ مُؤْمِنًا حَتَّى يُشْبِعَهُ مِنْ سَغَبٍ أَدْخَلَهُ اللهُ بَابًا مِنْ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ لَا يَدْخُلُهُ ٳِلَّا مَنْ كَانَ مِثْلَ رَوَاهُ الطَّبْرَانِيُّ فِي الْكَبِيْرِ

Artinya: “Siapa memberikan makan orang mu’min sehingga dia kenyang dari kelaparannya, maka Allah SWT akan memasukkannya ke satu pintu dari pintu-pintunya surga, tidak ada lagi yang masuk melalui pintu tersebut kecuali orang yang serupa dengannya.”

3. Membangun masjid

Membangun masjid sebagai tempat ibadah memberikan manfaat besar bagi umat Islam yang memanfaatkannya untuk shalat, belajar, atau kegiatan keagamaan lainnya. Selama masjid tersebut digunakan, pahala untuk orang yang mendirikannya akan terus mengalir tanpa terputus.

Dalam hadits yang diriwayatkan Muslim, Ibnu Majah, Ath-Thabrani, dan Baihaqi. Rasulullah bersabda,

وَمَنْ بَنَى لِلهِ مَسْجِدًا بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ

Artinya: “Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membuatkan rumah di surga untuknya.” (HR Muslim, Ath-Thabrani, Ibnu Majah, & Baihaqi)

Wallahu a’lam.

(hnh/lus)



Sumber : www.detik.com

4 Macam Sedekah yang Paling Bermanfaat bagi Orang yang Meninggal Dunia


Jakarta

Sedekah tidak hanya bisa dilakukan kepada yang masih hidup, melainkan juga yang sudah meninggal dunia. Dalil terkait sedekah disebutkan dalam sejumlah ayat suci, salah satunya surah Ali Imran ayat 92.

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتّٰى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ شَيْءٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ٩٢

Artinya: “Kamu sekali-kali tidak akan memperoleh kebajikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui tentangnya.”


Menukil dari buku Hikmah Sedekah: Menemukan Kebaikan dalam Memberi oleh Sakti Wibowo, sedekah dimaknai sebagai tindakan memberi harta atau bantuan kepada orang yang membutuhkan tanpa mengharapkan imbalan atau balasan dari penerima.

Sedekah banyak jenisnya. Namun, sedekah yang dilakukan atas nama orang yang telah meninggal dunia tergolong sebagai sedekah jariyah.

Sedekah yang Paling Bermanfaat bagi Orang yang Meninggal Dunia

Sedekah jariyah merupakan sedekah yang paling bermanfaat untuk orang yang sudah wafat. Sebab, pahala dari sedekah jariyah akan terus mengalir meski pelaku sedekah telah meninggal dunia.

Dalil mengenai sedekah jariyah tercantum dalam hadits dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali dari tiga hal ini, yakni; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakannya.” (HR Muslim)

Seperti Apa Bentuk Sedekah Jariyah?

Mengutip Buku Saku Terapi Bersedekah yang ditulis Manshur Abdul Hakim, berikut beberapa bentuk dan jenis dari sedekah jariyah.

1. Mendirikan Masjid

Membangun masjid termasuk salah satu jenis sedekah jariyah. Sebagaimana diketahui, masjid merupakan tempat ibadah yang bisa dimanfaatkan untuk salat, belajar, mengaji atau kegiatan keagamaan lain.

Ketika masjid tersebut terus digunakan untuk hal-hal yang baik, maka pahala bagi orang yang membangunnya terus mengalir tanpa terputus. Rasulullah SAW bersabda dalam haditsnya,

“Barangsiapa yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membuatkan rumah di surga untuknya.” (HR Muslim)

2. Memberi Makan Orang yang Membutuhkan

Jenis sedekah jariyah yang kedua adalah memberi makan orang yang membutuhkan. Ini bisa berupa sedekah secara langsung atau penyediaan sumber pangan berkelanjutan.

Pahala bagi si pemberi sedekah akan tercatat jika makanan yang diberikan mengenyangkan perut orang yang lapar. Nabi Muhammad SAW bersabda,

“Siapa memberikan makan orang mukmin sehingga dia kenyang dari kelaparannya, maka Allah SWT akan memasukkannya ke satu pintu dari pintu-pintunya surga, tidak ada lagi yang masuk melalui pintu tersebut kecuali orang yang serupa dengannya.”

3. Mengalirkan Air

Maksud dari mengalirkan air di sini yaitu menggali sumur atau membangun saluran air untuk kepentingan khalayak. Terkait hal ini turut dijelaskan dalam hadits dari Rasulullah SAW,

“Wahai Rasulullah, sungguh ibuku telah meninggal dunia, apakah boleh aku bersedekah atas namanya?” Jawab Rasulullah, “Iya, boleh.” Sa’ad bertanya lagi, “Lalu sedekah apa yang paling afdal?” Jawab Rasulullah, “Memberi minum air.” (HR An-Nasai)

4. Membantu Pengembangan Ilmu Pengetahuan

Membantu pengembangan ilmu pengetahuan termasuk sedekah jariyah. Ini bisa dilakukan dengan menerbitkan buku atau Al-Qur’an, membiayai sekolah atau asrama bagi fakir miskin dan semacamnya.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda:

“Amal saleh dan kebaikan seorang mukmin yang tetap lestari setelah kematiannya adalah; ilmu yang diamalkan dan disebarkan, anak saleh yang di tinggalkan, buku yang diwariskan, masjid yang di bangun, rumah yang didirikan untuk ibnu sabil, saluran air yang dialirkan, atau sedekah yang ia keluarkan sewaktu masih sehat ketika masih hidup. Sedekah ini akan tetap lestari setelah ia meninggal.” (HR Ibnu Majah)

(aeb/inf)



Sumber : www.detik.com

Menag Ajak Ribuan Jemaah Umrah Doakan Indonesia dan Palestina



Makkah

Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengajak ribuan jemaah umrah Indonesia di Tanah Suci untuk memanjatkan doa demi kemajuan bangsa dan perjuangan rakyat Palestina. Pesan ini disampaikan Menag usai melaksanakan ibadah umrah di Masjidil Haram, Sabtu (23/11/2024) malam waktu Arab Saudi.

Menag berada di Arab Saudi atas undangan Menteri Haji dan Umrah Saudi, Tawfiq F. Al Rabiah. Pertemuan keduanya yang dijadwalkan berlangsung di Makkah akan membahas persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2025.

Saat menjalankan umrah, Menag menyaksikan langsung ribuan jemaah Indonesia yang berbaur dengan jemaah dari berbagai negara. Antusiasme jemaah terlihat jelas dari penuhnya area thawaf (mathaf) dan sa’i (mas’a).


“Saya baru menunaikan umrah. Saya melihat banyak sekali jemaah yang hadir, mungkin karena cuacanya sangat mendukung. Saya yakin jemaah umrah dan jemaah haji Indonesia akan menjadi yang terbaik,” kata Menag.

Menag juga mengapresiasi sikap santun jemaah Indonesia yang dikenal menghormati sesama. Ia pun mengajak mereka untuk mendoakan kebaikan bagi bangsa.

“Mari kita doakan bangsa kita, negara kita. mendoakan kemajuan dan kesejahteraan masyarakat kita,” ujar Menag.

Selain itu, ia turut menyerukan doa bagi perjuangan rakyat Palestina. “Mari kita juga mendoakan rakyat Palestina, semoga cepat selesai perjuangannya dan berakhir dengan baik dan mendapat berkah,” tambahnya.

Menag dijadwalkan berada di Arab Saudi hingga 26 November 2024. Selain pertemuan dengan Menteri Tawfiq F. Al Rabiah, agenda lainnya mencakup rapat di Kantor Urusan Haji (KUH) Jeddah bersama Dubes RI untuk Arab Saudi, Abdul Aziz, onjen RI di Jeddah Yusron Ambari, Kepala Badan Penyelenggara Haji Mochammad Irfan, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji Fadlul Imansyah, Direktur Layanan Haji Luar Negeri Subhan Cholid, serta Konsul Haji KJRI Jeddah Nasrullah Jasam.

Selain itu, dalam kunjungannya, Menag juga akan meninjau persiapan awal proses penyediaan layanan haji di Madinah Al-Munawwarah.

(inf/lus)



Sumber : www.detik.com

Doa untuk Orang Umroh, Amalkan Demi Keberkahan Selama Perjalanan


Jakarta

Melaksanakan ibadah umroh adalah salah satu perjalanan mulia bagi umat Islam. Selama berada di Tanah Suci, jemaah umroh tidak hanya menjalani serangkaian ibadah, tetapi juga diberikan kesempatan untuk lebih dekat dengan Allah SWT.

Berikut ini serangkaian doa yang bisa dipanjatkan oleh orang yang sedang menjalani umroh, maupun bagi keluarga dan kerabat yang melepas kepergian jamaah umroh.

Doa untuk Orang Umroh yang Dipanjatkan oleh Keluarga yang Mengantar

Saat menjalani umroh, jemaah tidak hanya dianjurkan berdoa untuk diri sendiri dan orang-orang terdekatnya atau keluarganya. Dalam buku Perjalanan Religi Haji dan Umroh yang ditulis oleh Fuad Thohari disebutkan bahwa kerabat, sahabat, dan keluarga jemaah dianjurkan juga untuk melepas calon jemaah dengan doa untuk orang umroh. Hal ini sesuai sunnah Rasulullah SAW berikut ini.


زَوَّدَكَ اللهُ التَّقْوَى وَغَفَرَ ذَنْبَكَ وَيَسَّرَ لَكَ الخَيْرَ حَيْثُمَا كُنْتَ

Arab Latin: Zawwadakallâhuttaqwa, wa ghafara dzanbaka, wa yassara lakal khaira haitsumâ kunta.

Artinya, “Semoga Allah membekalimu dengan takwa, mengampuni dosamu, dan memudahkanmu dalam jalan kebaikan di mana pun kau berada.”

Doa ini dibaca oleh Nabi Muhammad SAW ketika salah seorang sahabat Rasulullah SAW menyatakan diri untuk mengadakan perjalanan jauh.

Selain itu, ada juga kumpulan doa untuk orang umroh yang dapat diamalkan oleh jemaah sendiri selama menjalani perjalanan ibadah, agar perjalanan mereka senantiasa diliputi keberkahan dan keselamatan.

Doa untuk Orang yang Menjalani Ibadah Umroh

Berikut adalah beberapa doa untuk orang umroh yang dapat diamalkan ketika sebelum berangkat hingga selesai beribadah, yang dikutip dari berbagai sumber.

1. Niat Ibadah Umroh

Imam Nawawi menyebutkan dalam kitab Khasiat Zikir dan Doa terjemahan Bahrun Abu Bakar, apabila seseorang hendak mengerjakan ibadah umroh, disunnahkan untuk membaca niat umroh berikut:

أوْ لَبَّيْكَ بِعُمْرَةٍ.

Arab Latin: Labbayk bi umrah.

Artinya: “Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah, dengan (mengerjakan ibadah) umrah.”

2. Doa sebelum Berangkat

Agar ibadah umroh dapat berjalan dengan lancar dan diberi keselamatan hingga tujuan oleh Allah SWT, dianjurkan untuk membaca doa tertentu sebelum berangkat menuju Tanah Suci.

Mengutip arsip detikhikmah, jemaah umrah disunnahkan menunaikan salat dua rakaat sebelum berangkat. Setelah salat selesai, hendaknya jemaah membaca doa ini:

الحَمْدُ لِلهِ الذِيْ هَدَانِيْ بِالإسْلَامِ، وَأَرْشَدَنِيْ إلَى أدَاءِ مَنَاسِكِي حَاجًا بِبَيْتِهِ وَمُعْتَمِرًا بِمَشَاعِرِه. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلى النَّبِيِّ الأُمِّيِّ وَعَلى آلهِ وَأصْحَابِهِ أجْمَعِينَ. اللَّهُمَّ إِلَيْكَ تَوَجَّهْتُ، وَبِكَ اعْتَصَمْتُ. اللَّهُمَّ اكْفِنِي مَا هَمَّنِي وَمَا لاَ أَهْتَمُّ لَهُ، اللَّهُمَّ زَوِّدْنِي التَّقْوَى، وَاغْفِرْ لِي ذَنْبِي

Arab Latin: Alhamdulillaahilladzi hadaani bil islaami, wa arshadani ila adaa’i manasiki haajjan bibaaitihi wa mu’tamiran bimasya’irihi. Allahumma solli ‘ala nabiyyi al-ummiyi wa ‘ala aalihi wa ashabiihi ajma’iin. Allahumma ilayka tawajjhtu, wabika ‘tashamtu. Allahumma ikfini maa hammanii wa maa laa ahtammu lahu, Allahumma zawwidni at-taqwaa, waghfir lii dzanbi.

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah memberi petunjuk kepadaku dengan Islam dan memberi bimbingan kepada ku untuk menunaikan manasik hajiku di rumah-Nya, dan mengerjakan umrah di tempat lambang-lambang keagungan-Nya (Masyair). Ya Allah berilah shalawat atas Nabi yang tidak bisa baca dan tulis (ummi) dan atas keluarga dan para sahabatnya sekalian. Ya Allah kepada-Mu aku menghadap dan dengan-Mu aku berpegang teguh. Ya Allah lindungilah aku dari sesuatu yang menyusahkan dan sesuatu yang tidak saya perlukan. Ya Allah berilah aku dengan taqwa dan ampunilah dosaku.”

3. Doa ketika Selesai Berihram

اللَّهُمَّ أُحَرِّمُ شَعْرِي وَبَشَرِي وَجَسَدِي وَجَمِيعَ جَوَارِحِيْ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ حَرَّمْتَهُ عَلَى الْمُحْرِمِ ابْتَغِي بِذَالِكَ وَجْهَكَ الْكَرِيمَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.

Arab Latin: Allaahumma uharrimu sya’rii wabasyarii wajasadii wajamii’a jawaarihii min kulli syai-in harramtahu ‘alal muhrimi abtaghii bidzaalika wajhakal kariima yaa rabbal ‘aalamiin.

Artinya: “Ya Allah aku haramkan rambut, kulit, tubuh, dan seluruh anggota tubuhku dari semua yang Kau haramkan bagi seorang yang sedang berihram, demi mengharapkan diri-Mu semata, wahai Tuhan pemelihara alam semesta.”

4. Bacaan Talbiyah

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ ، لَبَّيْكَ لا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ ، إِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ

Arab Latin: Labbaik Allahumma labbaika, labbaika laa syariika laka labbarika, innal hamda wan-ni’mata laka wal-mulka laa syariika laka.

Artinya: “Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi panggilan-Mu tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat dan segenap kekuasaan adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu.”

5. Doa ketika Sampai di Kota Makkah

Apabila jemaah yang berihram telah sampai di tanah suci Makkah, ia disunnahkan mengucapkan doa berikut.

اللَّهُمَّ هَذَا حَرَمُكَ وَامْنُكَ فَجَرَ مَنِي عَلَى النَّارِ ، وَامَّتِي مِنْ عَذَابِكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ، وَاجْعَلْنِي مِنْ أَوْلِيَائِكَ وَاهْلِ طَاعَتِك

Arab Latin: Allahumma haadzaa haramuka wamannuka fajir mani ‘ala an-naar, wamati min adzaabika yawm tab’athu ‘ibaadaka, waajilnii min awliyaa’ika wa ahli taaatika.

Artinya: “Ya Allah, ini adalah Tanah Suci-Mu dan keamanan-Mu. Haramkanlah diriku atas neraka, amankanlah daku dari azab-Mu di hari Engkau membangkitkan hamba-hamba-Mu, dan jadikanlah diriku termasuk kekasih-Mu dan orang yang taat kepada-Mu.”

6. Doa ketika Minum Air Zam-zam

Ulama mengatakan, orang yang meminum air zam-zam disunnahkan berniat untuk memohon ampunan, kesembuhan dari penyakit, atau sebagainya. Ketika meminumnya hendaklah mengucapkan doa berikut:

اللَّهُمَّ إِنَّهُ بَلَغَنِي أَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَاءُ زَمْزَمَ لِمَا شُرِبَ لَهُ، اللَّهُمَّ وَإِنِّي اشْرَبُهُ لِتَغْفِرَ لِي وَلِتَفْعَلَ بي كَذَا وَكَذَا، فَاغْفِرْ لِي أَوِ افْعَلْ

Arab Latin: Allahumma innahu balaghani annar Rasulu-llahi sallallahu alayhi wa sallam qaal: maaa’u zamzam limaa shuriba lahu, Allahumma wa inni ashrabuhu litaghfir lii walitaf’ala bii kaza wa kaza, faghfir lii aw if’alu.

Artinya: “Ya Allah, sesungguhnya telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ‘Air zamzam itu menurut niat peminumnya.’ Ya Allah, sesungguhnya aku meminumnya agar Engkau mengampuniku dan melakukan demikian dan demikian kepadaku, maka ampunilah daku atau lakukanlah (demikian dan demikian kepadaku).”

7. Doa ketika Melihat Ka’bah

Apabila seseorang memasuki kota Makkah dan pandangan matanya melihat Ka’bah, serta hendak memasuki Masjidil Haram, ia disunnahkan untuk mengangkat kedua tangan dan berdoa. Dalam suatu riwayat disebutkan bahwa doa seorang muslim akan mustajab ketika ia melihat Ka’bah. Doa yang dimaksud adalah seperti berikut.

اللَّهُمَّ زِدْ هَذَا البَيْتَ تَشْرِيفًا وَتَعْظِيمًا وَتَكْرِيمًا وَمَهَابَةً، وَزِدْ مَنْ شَرَفَهُ وَكَرَّمَهُ مِمَّنْ حَجَّهُ أَوِ اعْتَمَرَهُ تَشْرِيفًا وَتَكْرِيمًا وَتَعْظِيمًا وبرا

Arab Latin: Allahumma zid haadhal bayta tashreefan wa ta’zeemaan wa takreeman wa mahaabatan, wa zid man sharrafahu wa karramahu mimman hajjahu awi ‘tamrahu tashrifan wa takriman wa ta’zimaan.

Artinya: “Ya Allah, berilah tambahan kepada rumah ini kemuliaan dan kebesaran, kehormatan dan wibawa, dan berilah (pula) tambahan kepada orang yang memuliakannya dan yang menghormatinya dari kalangan orang yang berhaji dan berumrah ke padanya, tambahan kemuliaan, kehormatan, kebesaran, dan ketakwaan.”

8. Doa ketika Thawaf

Ketika mengusap Hajar Aswad dan hendak memulai thawaf, disunnahkan untuk membaca doa berikut.

بِسمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ اللَّهُمَّ إِيمَانًا بِكَ وَتَصْدِيقَا بِكِتَابِكَ وَوَفَاهُ بِعَهْدِكَ وَاتَّبَاعًا لِسُنَّةِ نَبِيِّكَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Arab Latin: Bismillahi wallahu akbar. Allahumma imanan bika wa tasdiqan bikitabika wa wafa’an bi’ahdika wa ittiba’an lisunnati nabiyyika sallallahu ‘alayhi wa sallam.

Artinya: “Dengan menyebut asma Allah, Allah Maha Besar. Ya Allah, (Kami lakukan hal ini) karena iman kepada-Mu, membenarkan kitab-Mu, menunaikan janji-Mu, dan mengikuti sunnah Nabi Mu SAW.”

9. Doa ketika Sa’i

Imam Nawawi menyebutkan bahwa melakukan doa ketika sa’i dipercaya akan mustajab. Selain itu, disunnahkan untuk memperpanjang berdiri di atas Shafa sambil menghadap ke arah kiblat, lalu bertakbir dan berdoa serta mengucapkan zikir berikut:

للهُ اَكْبَرْ, للهُ اَكْبَرْ, للهُ اَكْبَرْ, لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَ اللهُ اَكْبَرْ، اللهُ اَكْبَرْ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ، اللهُ اَكْبَرْ عَلَى مَا هَدَانَا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى مَااَوْلَانَا لَااِلَهَ اِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِ وَيُمِيْتُ بِيَدِهِ الْخَيْرِ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Arab Latin: Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar, La-ilaha ilallahu wa llahu akbar, Allahu akbar walilahil-hamd, Allahu-akbar ‘ala mahadana wal-hamdulillahi ‘ala ma aulana, La-ilaha ilalloh wahdahu lasyarikalahu lahul-mulku walahul hamdu yuhyi wayumitu biyadihil-khoiri wahuwa ‘ala kuli syai-inqadir

Artinya: “Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, dan bagi Allah segala puji. Allah Mahabesar atas petunjuk-Nya kepada kami, dan segala puji bagi Allah atas apa yang telah dianugerahkan-Nya kepada kami. Tidak ada Tuhan selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya semua keraja- an (kekuasaan), bagi-Nya segala puji. Dia yang menghidup- kan dan Yang mematikan, di tangan (kekuasaan)-Nya-lah se- gala kebaikan, dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada Tuhan selain Allah, Dia telah menunaikan janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan mengalahkan golongan yang bersekutu sendirian. Tidak ada Tuhan selain Allah, dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya seraya mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya, sekalipun orang kafir benci. Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah berfirman, “Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya Aku memperkenankan bagi kalian,” dan sesungguhnya Engkau tidak akan mengingkari janji. Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu sebagaimana Engkau telah menunjukkan aku kepada Islam, semoga Engkau tidak mencabut Islam dariku hingga Engkau mewafatkan diriku, sedangkan aku dalam keadaan muslim.”

10. Doa sebelum Meninggalkan Makkah

Apabila seorang yang berumroh hendak meninggalkan Makkah menuju tanah airnya, dianjurkan untuk melakukan thawaf wada’ terlebih dahulu, lalu mendatangi Multazam dan menetapinya serta mengucapkan doa berikut:

اللَّهُمَّ، البَيْتُ بَيْتُكَ، وَالعَبْدُ عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، حَمَلْتَنِي عَلَى مَا سَخَّرْتَ لِيْ مِنْ خَلْقِكَ، حَتَّى سَيَّرْتَنِي فِي بِلَادِكَ، وَبَلَّغْتَنِي بِنِعْمَتِكَ حَتَّى أَعَنْتَنِي عَلَى قَضَاءِ مَنَاسِكِكَ، فَإِنْ كُنْتَ
رَضِيْتَ عَنِّي فَازْدَدْ عَنِّي رِضًى، وَإِلَّا فَمُنَّ الآنَ قَبْلَ أَنْ يَنْأَى عَنْ بَيْتِكَ دَارِي، هَذَا أَوَانُ انْصِرَافِي، إِنْ آذَنْتَ لِي غَيْرَ مُسْتَبْدِلٍ بِكَ وَلَا بِبَيْتِكَ، وَلَا رَاغِبٍ عَنْكَ وَلَا عَنْ بَيْتِكَ
اللَّهُمَّ فَأَصْحِبْنِي العَافِيَةَ فِي بَدَنِي وَالعِصْمَةَ فِي دِيْنِي، وَأَحْسِنْ مُنْقَلَبِي، وَارْزُقْنِي طَاعَتَكَ مَا أَبْقَيْتَنِي وَاجْمَعْ لِي خَيْرَيِ الآخِرَةِ وَالدُّنْيَا، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ

Arab Latin: Allāhumma albaytu baytuka, wal ‘abdu abduka, wabnu ‘abdika wabnu amatika, hamaltanī alā mā sakhkharta lī min khalqika hattā sayyartanī fī bilādika wa ballaghtanī bi ni’matika hattā a’antanī ‘alā qadhā’i manāsikika, fa in kunta radhīta ‘annī fazdad ‘annī ridha, wa illā fa munnal āna qabla an yan’ā ‘an baytika dārī, hādzā awānu inshirāfī, in ādzanta lī ghayra mustabdilin bika wa lā bi baytika, wa lā rāghibin ‘anka wa lā ‘an baytika.

Artinya: “Ya Allah, bait (rumah) ini adalah rumah-Mu; dan hamba ini adalah hamba-Mu, anak hamba-Mu, dan anak hamba perempuan-Mu. Engkau telah membawaku melalui apa yang telah Engkau tundukkan kepadaku dari kalangan makhluk-Mu sehingga Engkau menyampaikan diriku ke negeri-Mu serta memberiku bekal dengan nikmat-Mu hingga Engkau membantuku untuk menunaikan manasik-manasik-Mu. Jika Engkau rida kepadaku, maka tambahkanlah keridaan-Mu kepadaku; dan jika tidak, maka sejak sekarang (ridailah diriku) sebelum rumahku menjauh dari rumah-Mu. Sekarang adalah masa keberangkatanku, jika Engkau mengizinkanku tanpa melupakan Engkau dan rumah-Mu, serta tanpa ada rasa benci kepada-Mu dan kepada rumah-Mu. Ya Allah, semoga kesehatan badanku selalu menyertaiku dan agamaku terpeliharą. Perbaikilah tempat kembaliku, dan berilah aku rezeki dengan ketaatan kepada-Mu selama Engkau menetapkan diriku, dan himpunlah bagiku kebaikan di akhirat dan di dunia, sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”

(inf/inf)



Sumber : www.detik.com

Musim Liburan Sekolah Jumlah Pengunjung Masjidil Haram Meningkat



Jakarta

Jumlah Muslim yang datang dari berbagai wilayah di Arab Saudi untuk melaksanakan umrah di Masjidil Haram melonjak. Hal ini dikarenakan liburan sekolah pertengahan tahun di Arab Saudi telah dimulai.

Libur selama 10 hari ini berlangsung hingga 12 Januari mendatang. Menurut Gulf News (05/01) banyak warga negara dan ekspatriat yang memanfaatkan waktu libur untuk berkunjung ke Masjidil Haram, tempat paling suci bagi umat Islam untuk beribadah dan melaksanakan umrah.

TV Saudi Al Ekhbariya juga mengabarkan bahwa waktu liburan ini telah berkontribusi pada peningkatan jumlah jemaah dan peziarah di dalam masjid dan di halaman luarnya.


“Hotel-hotel di wilayah pusat Makkah mengalami lonjakan dan hampir penuh karena banyaknya jemaah umrah,” jelas TV Saudi Al Ekhbariya.

Pemerintah daerah dan badan negara yang bertanggung jawab atas masjid berupaya keras untuk menyediakan layanan terbaik bagi para jemaah dan memungkinkan mereka untuk melaksanakan ibadah dengan lancar.

Otoritas Umum untuk Perawatan Dua Masjid Suci mengatakan Masjidil Haram dipadati banyak jemaah dan menghimbau para jemaah untuk mematuhi instruksi. “Hindari berdesakan dengan orang lain dan utamakan orang tua serta penyandang disabilitas,” jelas Otoritas dalam posting X.

Ritual utama saat umrah adalah tawaf dan sa’i. Tawaf adalah salah satu rukun haji dan umrah yang dilakukan dengan mengelilingi Ka’bah dan dilakukan sebanyak tujuh kali. Sedangkan sa’i adalah berlari kecil bolak-balik dari bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali.

Pemerintah Arab Saudi menyarankan kepada jemaah untuk memilih waktu yang paling baik untuk menghindari kepadatan di Masjidil Haram.

Waktu terbaik umrah terbagi dalam tiga sesi. Pertama, pukul 6 pagi sampai 8 pagi, lalu pukul 12 siang sampai 2 siang, serta pukul 2 pagi sampai 4 pagi. Titik kepadatan biasanya terjadi di area Ka’bah. Mengingat, ritual utama umrah adalah mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali atau biasa disebut tawaf.

(lus/inf)



Sumber : www.detik.com

Bukit Shafa dan Marwah, Saksi Perjuangan Siti Hajar demi Nabi Ismail



Jakarta

Bukit Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit yang menjadi tempat dilaksanakannya salah satu rukun haji yaitu sa’i. Tempat tersebut menyimpan kisah perjuangan ibunda Nabi Ismail AS, Siti Hajar.

Hepi Andi Bastoni dalam buku Umrah Sambil Belajar Sirah Menapak Tilas Sejarah Rasulullah menjelaskan bahwa letak Bukit Shafa dan Marwah dekat dengan Ka’bah (Baitullah).

Bukit Shafa dan Marwah yang berjarak sekitar 450 meter ini menjadi tempat melaksanakan ibadah Sa’i saat melaksanakan haji maupun umrah.


Terdapat suatu alasan mengapa Bukit Shafa dan Marwah menjadi tempat suci sekaligus tempat melaksanakan salah satu rukun haji.

Hal ini dijelaskan oleh Ibnu Katsir dalam Kitab Qashash al-Anbiyaa bahwa alasan mengapa sa’i dilakukan di Bukit Shafa dan Marwah yaitu berkaitan dengan kisah Siti Hajar dan Nabi Ismail AS.

Siti Hajar adalah istri kedua Nabi Ibrahim AS. Dari pernikahan keduanya lahirlah Nabi Ismail AS. Adapun, istri pertama Nabi Ibrahim AS adalah Siti Sarah.

Saat itu, Nabi Ibrahim AS membawa Siti Hajar dan Nabi Ismail AS yang saat itu masih bayi untuk pergi ke Makkah. Hal ini dikarenakan Siti Sarah cemburu dengan Siti Hajar karena ia telah melahirkan seorang anak.

Siti Sarah meminta kepada Nabi Ibrahim AS untuk membawa Siti Hajar dan Nabi Ismail AS pergi menuju suatu tempat. Nabi Ibrahim AS menempatkan Siti Hajar dan Ismail di Baitullah dekat pohon besar.

Pada saat itu, tidak ada seorang pun yang berada di Makkah dan sama sekali tidak ada air di sana. Sebelum meninggalkan Siti Hajar dan Nabi Ismail AS, Nabi Ibrahim AS meletakkan geribah yang berisi kurma dan bejana yang terisi air di sisi Siti Hajar dan putranya.

Ketika Nabi Ibrahim AS hendak beranjak pergi, Siti Hajar mengikutinya dan seraya berkata, “Wahai Ibrahim, engkau hendak pergi ke mana? Apakah engkau hendak pergi meninggalkan kami sementara di lembah ini tidak ada seorang pun manusia dan tidak ada makanan sama sekali?”

Hajar melontarkan pertanyaan itu berkali-kali, namun Nabi Ibrahim AS tidak bergeming. Siti Hajar kemudian kembali bertanya, “Apakah Allah SWT memerintahkan hal ini kepadamu?” Nabi Ibrahim AS menjawab, “Ya.”

Lalu Siti Hajar berkata, “Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami.” Setelah Nabi Ibrahim AS pergi, Siti Hajar mulai menyusui Nabi Ismail AS ketika air yang ada di dalam bejana sudah habis, Siti Hajar dan Nabi Ismail AS mulai merasa kehausan.

Siti Hajar melihat putranya lemas dan tidak berhenti menangis karena kehausan dan sesekali kakinya menendang-nendang. Siti Hajar yang melihatnya tidak tega, ia segera pergi untuk mencari air supaya air susunya kembali keluar untuk menyusui Nabi Ismail AS.

Ia mencari sumber air ke Bukit Shafa yang letaknya paling dekat, ia lalu menaiki Bukit Shafa dan melihat lembah di bawahnya barangkali saja ada orang yang lewat. Namun, ternyata tidak ada seorang pun yang dilihatnya.

Hingga akhirnya Hajar pun kembali turun, ia terus berusaha sekuat tenaga hingga ia berhasil melewati lembah.

Selanjutnya, ia mendaki Bukit Marwah dan berdiri di atasnya. Hajar kembali melihat-lihat ke bawah berharap ada orang yang lewat namun ternyata tidak ada seorang pun.

Setelah itu, Siti Hajar berjalan mondar-mandir antara Bukit Shafa dan Marwah hingga tujuh kali. Ibnu Abbas berkata, “Nabi Muhammad SAW bersabda: “Oleh sebab itu, manusia melakukan sa’i (lari-lari kecil) di antara kedua bukit itu (dalam pelaksanaan ibadah haji)’.”

Kemudian saat mendekati Bukit Marwah, Siti Hajar mendengar suara “Diamlah”. Siti Hajar yang menyadarinya pun langsung terdiam dan ternyata ia bersama dengan malaikat yang kemudian menghentakkan kakinya ke tanah hingga membentuk kolam kecil.

Kemudian Siti Hajar menciduk air tersebut dan memasukkannya ke dalam bejana, ia pun meminum air itu yang kemudian di beri nama zamzam dan kembali menyusui Nabi Ismail AS.

Mengenai Bukit Shafa dan Marwah merupakan tempat suci ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam firman-Nya,
۞ اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ ١٥٨

Artinya: “Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah: 158)

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Kisah Bakti Sa’ad bin Abi Waqqash dengan Sang Ibu yang Beda Keyakinan



Jakarta

Sa’ad bin Abi Waqqash merupakan sahabat Rasulullah yang berasal dari keturunan kaum Quraisy. Pemilik nama asli Sa’ad bin Malik az-Zuhri itu sangat dihormati dan disegani oleh kaumnya.

Sa’ad lahir di Mekkah pada tahun 595 M. Mengutip dari buku Memaafkan yang Tak Termaafkan karya Arifah Handayani, ayahnya bernama Malik bin Wuhaib dan ibunya bernama Hamnah binti Sufyan.

Berasal dari lingkungan yang terdidik dan baik, Sa’ad bin Abi Waqqash menyatakan keislamannya di usia 17 tahun. Meski begitu, masuk Islamnya Sa’ad sangat ditentang oleh sang ibu yang menyembah berhala.


Dikisahkan dalam buku Kisah Edukatif 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga yang disusun oleh Luthfi Yansyah, ibu Sa’ad sangat marah mengetahui keislaman putranya. Walau begitu, Sa’ad menghadapi tentangan dari ibunya dengan lemah lembut.

Dengan cara yang baik, Sa’ad berusaha melunakkan hati sang ibu agar membiarkannya dengan jalan yang dipilih. Meski berbeda keyakinan dengan ibunya, Sa’ad tetap menjaga baktinya sebagai seorang anak dan selalu bersikap baik.

Sayangnya, ibu Sa’ad tetap tidak melunak. Ia bahkan bersikukuh untuk tidak makan dan minum sampai Sa’ad meninggalkan Islam.

Mengetahui hal itu, Sa’ad berkata kepada sang ibunda,

“Jangan lakukan itu wahai ibu. Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku, dan tidak akan berpisah darinya,”

Alih-alih luluh akan sikap dan perkataan Sa’ad, ibunya justru bersikeras. Ia mengetahui betul bahwa putranya sangat mencintai dirinya.

Tindakannya untuk tidak makan dan minum mungkin akan membuat Sa’ad iba, terlebih jika kondisi sang ibu menjadi lemah dan tidak sehat lagi. Tetapi, karena Sa’ad tetap teguh dengan akidahnya, ia pun berkata,

“Wahai ibu, demi Allah. Andai engkau memiliki 70 nyawa yang keluar satu demi satu, maka aku tetap tidak akan meninggalkan agamaku untuk selama-lamanya,”

Mengetahui Sa’ad tidak akan melepas keyakinannya sebagai seorang muslimin, ibunya mengalah. Kisah mengenai Sa’ad dan sang ibu bahkan menjadi salah satu alasan diturunkannya surat Luqman ayat 15, Allah SWT berfirman,

وَإِن جَٰهَدَاكَ عَلَىٰٓ أَن تُشْرِكَ بِى مَا لَيْسَ لَكَ بِهِۦ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۖ وَصَاحِبْهُمَا فِى ٱلدُّنْيَا مَعْرُوفًا ۖ وَٱتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَىَّ ۚ ثُمَّ إِلَىَّ مَرْجِعُكُمْ فَأُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ

Arab latin: Wa in jāhadāka ‘alā an tusyrika bī mā laisa laka bihī ‘ilmun fa lā tuṭi’humā wa ṣāḥib-humā fid-dun-yā ma’rụfaw wattabi’ sabīla man anāba ilayy, ṡumma ilayya marji’ukum fa unabbi`ukum bimā kuntum ta’malụn

Artinya: “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan,”

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com

Kisah Nabi Ismail & Sang Ibu, Awal Mula Disyariatkannya Sa’i



Jakarta

Sa’i merupakan satu ibadah yang diperintahkan untuk dikerjakan dalam ibadah haji dan umrah. Di balik pensyariatan sa’i, ternyata ada kisah singkat Nabi Ismail AS bersama sang ibu, Siti Hajar.

Sebelumnya, Ahmad Sarwat dalam Ensiklopedia Fikih Indonesia: Haji & Umrah menjelaskan ibadah sa’i adalah amal yang dilakukan dengan berjalan atau berlari kecil antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali pulang pergi, dikerjakan setelah melaksanakan thawaf, dalam rangka manasik haji dan umrah.

Hukum pelaksanaan sa’i sendiri terdapat perbedaan di kalangan ulama. Menukil buku Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq, terbagi tiga pandangan mengenai hukum sa’i. Terdapat ulama yang menyebut sa’i adalah rukun haji, yang bila ditinggalkan maka ibadah hajinya batal dan tidak bisa diganti dengan dam.


Ada yang menyatakan termasuk wajib haji, yang jika ditinggalkan maka harus bayar dam (denda) tetapi ibadah hajinya tidak batal. Serta terdapat pula ulama yang berpendapat sa’i merupakan amalan sunnah haji. Di mana ditinggalkan maka tak ada kewajiban apa-apa bagi jemaah.

Perintah melaksanakan ibadah sa’i dalam haji dan umrah termaktub pada Surat Al Baqarah ayat 158.

اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ ۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَا ۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْمٌ – 158

Artinya: “Sesungguhnya Safa dan Marwah merupakan sebagian syiar (agama) Allah. Maka, siapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya mengerjakan sai antara keduanya. Siapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri, lagi Maha Mengetahui.”

Adapun Nabi SAW juga mensyariatkan sa’i sebagaimana riwayat dari Barrah binti Abu Tajrah yang mengatakan, “Bahwa Nabi SAW melakukan sa’i pada ibadah haji beliau antara Shafa dan Marwah, dan beliau bersabda, ‘Lakukanlah sa’i karena Allah telah mewajibkanya atas kalian.'” (HR Daruquthni)

Selain itu, terdapat riwayat singkat di balik ibadah ini, sehingga dikenal menjadi sejarah disyariatkannya sa’i. Tepatnya yakni kisah Nabi Ismail AS bersama sang ibu, Siti Hajar. Bagaimana kisahnya?

Kisah Nabi Ismail AS dan Siti Hajar

Masih dari buku Fiqih Sunnah, kisah ini diriwayatkan Ibnu Abbas dari Nabi SAW. Dikisahkan, “Ibrahim AS datang bersama Hajar dan Ismail AS. Ketika itu, Ismail AS masih menyusui. Ibrahim AS menempatkan istri dan anaknya di bawah sebuah pohon besar di tempat terpancarnya air zam-zam (sekarang ini).

Kala itu, tidak ada seorang pun yang bertempat tinggal di Makkah dan di sana tidak didapati air. Dalam kondisi seperti itu, Ibrahim AS membawa anak dan istrinya ke sana.

Nabi Ibrahim memberi bekal sekeranjang kurma dan sekantung air untuk istri dan anaknya. Ibrahim AS melangkahkan kakinya untuk meneruskan perjalanan, dan Hajar mengikutinya. Hajar bertanya kepada Ibrahim AS, “Wahai Ibrahim, ke manakah engkau pergi? Apakah engkau meninggalkan kami di sini yang tidak ada seorang pun dan suatu pun?”

Hajar berulang kali mengemukakan pertanyaannya. Tapi Ibrahim AS tidak pernah menoleh kepadanya. Kemudian Hajar bertanya lagi, “Apakah Allah SWT yang memerintahkanmu untuk melakukan ini?”

Nabi Ibrahim menjawab, “Iya.” Hajar berkata, “Kalau begitu, Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan kami.”

Dalam satu riwayat disebutkan, Hajar berkata kepada Ibrahim AS, “Kepada siapakah engkau meninggalkan kami?” Ibrahim AS menjawab, “Kepada Allah SWT.” Hajar berkata, “Sungguh, aku ridha kepada Allah SWT.”

Hajar kembali ke tempat semula. Sementara Ibrahim AS terus berjalan. Ketika Nabi Ibrahim tiba di bukit dan tidak dapat dilihat lagi oleh Hajar, dia menghadap ke Kakbah kemudian berdoa sambil mengangkat kedua tangannya:

رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ – 37

Latin: Rabbanaa innii askangtu ming dzurriyyatii biwaadin ghairi dzii zar’in ‘inda baitikal-muharram(i), rabbanaa liyuqiimush-shalaata faj’al af-idatam minan-naasi tahwii ilaihim warzuqhum minats-tsamaraati la’allahum yasykuruun(a)

Artinya: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak ada tanamannya (dan berada) di sisi rumah-Mu (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (demikian itu kami lakukan) agar mereka melaksanakan salat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan anugerahilah mereka rezeki dari buah-buahan. Mudah-mudahan mereka bersyukur.” (QS Ibrahim: 37)

Setelah Ibrahim AS pergi, Hajar menyusui anaknya serta makan dan minum
dari bekal yang telah ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim. Sampai pada saat perbekalan yang dibawanya habis, Hajar dan Ismail merasa dahaga. Hajar melihat kesana-kemari, barangkali tersedia air. Tapi dia tidak melihat adanya air.

Karena merasa iba dengan sang anak, dia berdiri untuk mencari air. Dia melihat gunung yang terdekat, yaitu Shafa. Lantas dia naik ke atasnya dan melihat di sekelilingnya, barangkali ada orang yang dilihat. Namun, tidak seorang pun nampak.

Dia lantas turun dari Shafa. Setelah berada di bawah, dia berlari kecil hingga sampai di bukit Marwah. Dia naik ke atas bukit Marwah untuk melihat-melihat, barangkali dia menemukan seseorang. Tetapi, tidak seorang pun yang dilihatnya.

Dia mengulangi seperti itu hingga tujuh kali.” Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Itulah (awal mula) manusia melakukan sa’i di antara bukit Shafa dan Marwah.” (HR Bukhari dalam kitab Al-Anbiya, bab ‘Yazfuna: an-Naslani fi al-Masyyi’. Ditemukan pula dalam kitab Fath Al-Bari, jilid VI, hal. 396)

Demikian kisah singkat Nabi Ismail AS dan ibunya, Siti Hajar, yang menjadi landasan disyariatkannya ibadah sa’i dalam haji dan umrah.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com

Orang yang Wafatnya Dihadiri 70 Ribu Malaikat dan Buat Arsy Bergetar



Jakarta

Wafatnya orang saleh memiliki keistimewaan tersendiri. Menurut sebuah riwayat, 70 ribu malaikat menghadirinya dan Arsy sampai dibuat bergetar olehnya.

Sosok orang saleh yang dimaksud dalam riwayat ini adalah Sa’ad bin Mu’adz, salah seorang sahabat nabi. Berkaitan dengan Sa’ad, Rasulullah SAW bersabda,

“Inilah orang yang membuat Arsy bergetar, pintu-pintu langit dibuka, dan dihadiri oleh 70.000 malaikat. Sekali jasadanya dihimpit kemudian dilepaskan.” (HR An-Nasa’i dari Ibnu Umar dengan sanad shahih; Shahih al-Jami’)


Sa’ad bin Mu’adz adalah pemimpin Bani Abdul Asyhal. Ia dikenal sebagai sosok yang sangat tegas dalam berbagai hal. Ia juga termasuk sahabat yang mendukung penuh dakwah Rasulullah SAW.

Diceritakan dalam buku Sa’ad bin Mu’adz: Ahlu Nushroh Nabi Muhammad SAW karya Syamsuddin Ramadhan An Nawiy, Nabi SAW menyematkan kemuliaan tanpa tanding kepada Sa’ad bin Mu’adz. Beliau bersabda,

“Tiga orang dari kaum Anshar yang tak seorang pun dapat melebihi keutamannya. Semuanya berasal dari Bani ‘Abd al-Asyhal: Sa’ad bin Mu’adz, Usaid bin Hudlair, dan ‘Abbaad bin Bisyr.” (HR Imam Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan Tarikh Bukhari. Imam al-Hakim menshahihkan hadits ini)

Pada riwayat lain diceritakan, tatkala Yahudi Bani Quraidhah menunggu keputusan dari Sa’ad bin Mu’adz atas pengkhianatan mereka, Rasulullah SAW mengutus Sa’ad bin Mu’adz RA. Sa’ad bin Mu’adz pun datang dengan mengendarai seekor keledai.

Ketika Sa’ad bin Mu’adz sampai di dekat masjid (tempat yang disiapkan Rasulullah SAW untuk mengerjakan salat saat pengepungan Bani Quraidhah), Nabi SAW bersabda, “Bedirilah untuk sebaik-baik di antara kalian atau untuk pemimpin kalian.” (HR Bukhari)

Ibnu Hisyam menceritakan dalam Sirah Nabawiyah-nya, kaum muslim yang saat itu berdiri di depan Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Hai Abu Amr, sesungguhnya Rasulullah SAW mengangkatmu untuk memutuskan perkara-perkara keluargamu.”

Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Terhadap itu semua, kalian harus komitmen dengan janji Allah bahwa hukum tentang mereka adalah sesuai dengan hukum yang aku keluarkan.”

Mereka berkata, “Ya.”

Sa’ad bin Mu’adz berkata, “Kalian juga harus komitmen kepada orang yang ada di sini.” Sa’ad mengatakan hal ini sambil menunjuk ke tempat Rasulullah SAW. Hal ini ia lakukan sebagai penghormatannya terhadap Nabi SAW.

Sa’ad bin Mu’adz lalu berkata, “Tentang Bani Quraidhah, aku putuskan bahwa orang laki-laki mereka dibunuh, kekayaan mereka dibagi-bagi, dan anak-anak serta wanita-wanita ditawan.”

Mendengar hal itu, Rasulullah SAW bersabda, “Sungguh engkau telah memutuskan perkara mereka dengan hukum Allah dari atas tujuh langit.”

Kisah Sa’ad bin Mu’adz dalam memutuskan perkara tersebut terjadi saat perang Bani Quraidhah pada tahun ke-5 Hijriyah. Ibnu Ishaq meriwayatkan sejumlah kisah tersebut.

(kri/lus)



Sumber : www.detik.com

Sahabat Nabi yang Doanya Mustajab, Siapa Dia?


Jakarta

Nabi Muhammad SAW memiliki sejumlah sahabat yang memiliki peran yang sangat penting. Mereka berperan dalam menyebarkan dan mempertahankan Islam.

Di antara para sahabat, Sa’d bin Abu Waqash adalah salah satu sabahat Nabi SAW yang sangat istimewa. Sa’d bin Abu Waqash dikenal sebagai sahabat Nabi SAW yang doanya mustajab.

Kisah Sa’d bin Abu Waqash, Sahabat Nabi yang Doanya Mustajab

Dikutip dari buku Ensiklopedia Biografi Sahabat Nabi oleh Muhammad Raji Hasan Kinas, Sa’d bin Abu Waqash adalah sahabat Nabi SAW dari suku Quraisy keturunan Bani Zuhri. Sa’d bin Abu Waqash adalah salah satu dari enam sahabat yang sering diminta pendapatnya oleh Rasulullah SAW, satu dari delapan orang yang paling awal masuk Islam, dan satu dari sepuluh sahabat yang dijamin surga.


Rasulullah SAW mengenalkan Sa’d sebagai orang tuanya. Beliau bersabda, “Ini pamanku maka pandanglah aku sebagai keponakannya.”

Dalam perjalanan menuju Islam, Sa’d bin Abu Waqash menghadapi berbagai cobaan. Cobaan terberatnya adalah bahwa ibunya bersumpah tidak mau makan, minum, atau berbicara dengannya sampai ia kembali kepada agama leluhur.

Sa’d menolaknya dan tetap tidak akan meninggalkan agama Islam, ibunya pun jatuh sakit. Namun karena melihat keteguhan Sa’d, ibunya mau makan dan minum. Kemudian turunlah firman Allah SWT yang termaktub dalam surah Al Ankabut ayat 8,

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۗوَاِنْ جَاهَدٰكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۗاِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ ٨

Artinya: “Kami telah mewasiatkan (kepada) manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beri tahukan kepadamu apa yang selama ini kamu kerjakan.”

Sa’d bin Abu Waqash sangat mencintai Rasulullah SAW, namun kecintaan terbesarnya tentu kepada Allah SWT. Sa’d menjaga Rasulullah SAW ketika beliau tidur.

Sa’d termasuk orang beruntung karena didoakan oleh Rasulullah SAW. Rasulullah SAW berdoa, “Ya Allah, tepatkanlah (bidikan) panahnya dan kabulkanlah doanya.” Sejak itu, segala yang dibidik Sa’d pasti akan terkena dengan tepat dan doanya mustajab.

Sa’d merupakan pribadi yang sangat rendah hati dan senang berbagi. Beliau juga adil dalam mengambil keputusan, menjaga rahasia, serta tidak merasa berat memberikan hak orang lain.

Sa’d bin Abu Waqash mengikuti banyak peperangan bersama Rasulullah SAW, termasuk Perang Badar, Uhud, dan Khandaq. Beliau adalah orang pertama yang melemparkan panah di jalan Allah SWT dan orang pertama yang mengucurkan darah di jalan-Nya. Sa’d pernah diangkat gubernur di masa Khalifah Umar dan masa Khalifah Utsma, namun ia diberhentikan, bukan karena ia tidak mampu atau berkhianat.

Di masa Khalifah Umar, Sa’d dikirim untuk menghadapi pasukan Persia di Qadisia. Sa’d bersama pasukannya berangkat dengan bekal doa dari Amirul Mukminin dan seluruh kaum muslim. Akhirnya, Allah SWT menganugerahkan kemenangan kepada kaum muslim. Sa’d bersama pasukannya berhasil merebut beberapa daerah seperti Karkasia, Tikrit, Jaluja, dan Masbandan.

Sa’d bin Abu Waqash adalah sahabat yang selalu mengisi waktunya untuk menambah pengetahuan, tafakur, dan mencari kebijaksanaan. Ia enggan melibatkan diri dalam fitnah dan perselisihan yang terjadi antara Ali dan Muawiyah. Beliau memilih untuk menjauhkan diri.

Menjelang ajalnya, Sa’d meminta diambilkan jubah kasar miliknya dan berkata, “Kafanilah aku dengan jubah ini. Aku bertempur melawan kaum musyrik di Perang Badar dengan mengenakan jubah ini. Jubah ini milikku satu-satunya, dan hanya jubah ini yang pantas membungkus tubuhku.”

Sa’d bin Abu Waqash wafat di al-Aqiq, letaknya kurang lebih dua belas kilometer dari Madinah. Jenazah Sa’d digotong oleh beberapa orang ke Madinah. Marwan dan para istri Nabi SAW ikut menyalati jenazah Sa’d. Semoga Allah SWT merahmatinya, Aamiin.

(lus/lus)



Sumber : www.detik.com