Tag Archives: samudra atlantik

5 Terumbu Karang Terbesar di Dunia, Salah Satunya di Indonesia


Jakarta

Tahukah detikers kalau ada ekosistem laut yang ukurannya bisa menyaingi luas sebuah negara? Ya, itulah terumbu karang terbesar di dunia.

Selain menjadi rumah bagi ribuan spesies laut, terumbu karang juga punya peran penting sebagai benteng alami yang melindungi pesisir dari gelombang.Terumbu karang terbesar menjadi sebuah surga bawah laut yang menyimpan keajaiban sekaligus tantangan.

Mengutip data dari UNESCO World Heritage Centre, WWF, hingga studi terbaru di jurnal ilmiah internasional, beberapa terumbu karang terbesar yaitu Great Barrier Reef di Australia sampai Mesoamerican Reef di Karibia.


Daftar 5 Terumbu Karang Terbesar di Dunia

1. Great Barrier Reef, Australia

Menurut The Guardian, Great Barrier Reef (GBR) merupakan ekosistem terumbu karang paling luas di dunia dengan area sekitar 344.400-348.000 km². Terumbu ini membentang sejauh 2.300 km, mencakup lebih dari 2.500 terumbu individu dan 900 pulau. Besarnya, GBR bahkan bisa dilihat dari luar angkasa.

2. Mesoamerican Barrier Reef, Karibia

Terbentang sejauh 1.000 km dari Meksiko hingga Honduras, Mesoamerican Reef adalah terumbu terbesar di Samudra Atlantik. WWF menegaskan bahwa sistem ini adalah “barrier reef terbesar kedua di dunia”. Keanekaragaman hayatinya mendukung jutaan orang yang bergantung pada pariwisata dan perikanan lokal.

3. New Caledonian Barrier Reef, Pasifik Selatan

Dengan panjang 1.500 km, New Caledonian Barrier Reef adalah salah satu sistem terumbu paling panjang dan megah di dunia. UNESCO mengakui wilayah ini sebagai Situs Warisan Dunia karena menjadi rumah bagi spesies langka dan endemik.

4. Terumbu Karang di Indonesia

Indonesia dijuluki sebagai jantung segitiga terumbu karang dunia. Riset terbaru dari ScienceDirect pada 2024, memetakan bahwa Indonesia memiliki area karang dangkal 32.310 km², lebih luas dibandingkan Australia (28.233 km²). Meski bukan satu sistem tunggal, kekayaan karang Indonesia menjadikannya salah satu pusat biodiversitas laut terbesar di dunia.

5. Koral Raksasa di Solomon Islands

Tidak hanya sistem terumbu, penemuan terbaru di Kepulauan Solomon menghadirkan kejutan koloni karang tunggal terbesar yang pernah ditemukan. Menurut laporan National Geographic (2024), karang ini berdiameter 34 × 32 meter dan tingginya lebih dari 5 meter seperti “pohon raksasa” di dasar laut.

Terumbu karang berperan penting menyerap karbon, melindungi garis pantai, dan menopang ekonomi lokal. Namun, pemanasan global, polusi, hingga aktivitas manusia telah membuat banyak terumbu karang mengalami pemutihan. Tanpa upaya pelestarian, surga bawah laut ini bisa hilang dalam beberapa dekade ke depan.

*Penulis adalah peserta magang Program PRIMA Magang PTKI Kementerian Agama

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com

Kartu Memori SanDisk Ditemukan Utuh di Reruntuhan Kapal Selam Titan


Jakarta

Lebih dari dua tahun setelah tragedi yang menewaskan lima orang di kapal selam OceanGate Titan, tim penyelam masih menemukan hal tak terduga di dasar Samudra Atlantik. Kali ini, mereka menemukan kamera bawah laut milik Titan yang masih utuh, lengkap dengan kartu memori SanDisk yang bisa dibaca.

Penemuan ini diungkap oleh YouTuber sains dan astrofisikawan Scott Manley. Ia menyebut kamera tersebut adalah SubC Rayfin Mk2 Benthic, perangkat kelas industri berlapis titanium dan kaca safir sintetis yang dirancang tahan tekanan hingga 6.000 meter. Titan sendiri hancur akibat implosi di kedalaman sekitar 3.300 meter pada Juni 2023.

Meski lensa kamera pecah dan papan sirkuitnya rusak sebagian, casing dan SD card di dalamnya justru bertahan. Menurut laporan Tom’s Hardware, kartu itu hampir pasti SanDisk Extreme Pro 512GB yang dijual sekitar USD 62 atau setara Rp 1 juta, demikian dikutip detikINET dari Techspot, Selasa (21/10/2025).


Proses Pemulihan Data Rumit

Tim penyelidik menemukan kartu memori tersebut masih terenkripsi penuh, dengan dua partisi: satu untuk sistem kamera, satu lagi untuk data pengguna. Tantangan muncul karena beberapa komponen utama kamera, termasuk mikrokontroler, hancur akibat benturan.

Untuk membuka datanya, para ahli harus mengekstrak chip NVRAM yang menyimpan kunci enkripsi dan membuat salinan biner dari SD card. Mereka kemudian membangun papan pengganti agar fungsi elektronik kamera bisa ditiru.

Dengan bantuan SubC Imaging, Canadian Transportation Safety Board, dan NTSB Amerika Serikat, tim akhirnya berhasil mengakses isi kartu menggunakan peralatan dan perangkat lunak khusus pabrikan. Setelah dipastikan enkripsi hanya pada level sistem berkas, seluruh data bisa dibuka.

12 Foto dan 9 Video Diselamatkan

Hasilnya, ada 12 foto beresolusi tinggi dan 9 video UHD yang terselamatkan. Namun tak satu pun berasal dari penyelaman terakhir Titan.

Semua file berisi rekaman uji coba dan latihan, termasuk gambar seorang penyelam serta cuplikan di dalam bengkel ROV Marine Institute di Newfoundland, Kanada. Menurut Manley, kamera kemungkinan telah diatur untuk menghapus otomatis atau mentransfer rekaman ke penyimpanan eksternal, sehingga tidak ada data dari misi fatal yang tersimpan.

Pecahnya Titan disebabkan kegagalan struktur lambung dari serat karbon yang tak mampu menahan tekanan ekstrem–sekitar 380 kali tekanan di permukaan laut. Para ahli menduga keletihan material akibat penggunaan berulang memicu retakan mikro yang berujung pada kehancuran total hanya dalam sepersekian detik.

Penemuan kartu memori kecil ini menjadi simbol ketahanan teknologi di kondisi ekstrem–sepotong bukti yang selamat dari kedalaman maut, sekaligus pengingat betapa tipis batas antara ambisi eksplorasi dan bahaya yang mengintai di laut terdalam.

(asj/rns)



Sumber : inet.detik.com

Satelit Deteksi Gravitasi Aneh, Berdampak Perubahan Bumi


Jakarta

Satelit mendeteksi sinyal gravitasi aneh di lepas pantai Afrika hampir 20 tahun lalu, yang menunjukkan sesuatu yang tidak biasa telah terjadi jauh di dalam planet yang menyebabkan distorsi medan gravitasinya, menurut sebuah studi terkini.

Anomali gravitasi besar ini berlangsung selama sekitar dua tahun di Samudra Atlantik bagian timur. Puncaknya terjadi pada Januari 2007. Para peneliti baru-baru ini menemukan sinyal tersebut saat menganalisis data yang dikumpulkan oleh satelit Gravity Recovery and Climate Experiment (GRACE) antara tahun 2003 hingga 2015.


Anomali gravitasi tersebut terjadi sekitar waktu yang sama dengan ‘sentakan’ geomagnetik, yakni perubahan mendadak dalam variasi medan magnet Bumi.

Para peneliti menduga anomali aneh dan sentakan tersebut disebabkan oleh proses geologi yang sebelumnya tidak diketahui. Temuan mereka, yang dipublikasikan pada 28 Agustus di jurnal Geophysical Research Letters, menunjukkan bahwa pergeseran mineral mungkin telah menyebabkan redistribusi massa yang cepat di mantel dalam, dekat inti, yang mengubah medan magnet Bumi.

Rekan penulis studi Mioara Mandea, seorang ahli geofisika di National Centre for Space Studies (CNES) di Prancis dan peneliti utama untuk proyek Gravimetry, Magnetism, Rotation and Core Flow Dewan Riset Eropa. Pada awalnya, ia mempertanyakan validitas sinyal tersebut.

“Seperti yang sering terjadi dalam penelitian ilmiah, respons awal saya adalah pertanyaan: apakah sinyal itu asli, bagaimana cara memvalidasinya, dan bagaimana seharusnya ditafsirkan?,” ujar Mandea seperti dikutip dari Live Science.

“Meskipun hasil dan publikasinya tentu saja memuaskan, pikiran utamanya adalah mempertimbangkan langkah selanjutnya dan kemungkinan implikasinya,” ujarnya.

Satelit GRACE adalah sepasang wahana antariksa identik yang dioperasikan sebagai bagian dari misi gabungan antara NASA dan Pusat Antariksa Jerman (DLR). Para ilmuwan menggunakan satelit-satelit ini, yang aktif sejak 2002 hingga kehabisan bahan bakar pada 2017, untuk mengukur variasi gravitasi Bumi. Satelit-satelit tersebut bergerak beriringan mengelilingi Bumi, dan para peneliti mengukur jarak antara kedua objek tersebut untuk mencari perubahan yang terjadi akibat variasi gaya gravitasi Bumi.

Variasi gravitasi semacam itu sering kali disebabkan oleh variasi konsentrasi massa. Semakin banyak massa, semakin besar gravitasinya. Misalnya, arus air menggeser massa di lautan, yang dapat menyebabkan variasi lokal pada medan gravitasi Bumi.

Dalam studi baru ini, para peneliti meneliti data GRACE untuk mencari sinyal gravitasi anomali yang berpotensi berasal dari dalam Bumi, alih-alih dari pergeseran air di permukaan atau di dekat permukaan.

Sinyal tersebut merupakan anomali gravitasi yang berorientasi utara-selatan, membentang sekitar 7.000 kilometer, mendekati panjang seluruh benua Afrika, dari tahun 2006 hingga 2008.

Para peneliti masih mempelajari mantel dalam Bumi dan batas antara lapisan batuan dan inti luar cair planet kita, tetapi bagian bawah mantel sebagian besar terdiri dari magnesium silikat (MgSiO3). Para penulis studi berpendapat bahwa redistribusi massa yang mereka kaitkan dengan sinyal tersebut terjadi sebagai akibat dari transformasi fase perovskit menjadi pasca-perovskit di bagian mantel bawah ini, yang mengakibatkan struktur magnesium silikat berubah di bawah tekanan, menggeser massa jauh di dalam Bumi.

Mandea mencatat bahwa pesan utama penelitian tersebut adalah bahwa Bumi itu kompleks dan diperlukan kumpulan data dan metode yang berbeda untuk memahami proses internalnya.

“Bumi adalah sistem kompleks yang harus dipelajari menggunakan beragam data dan metode analisis yang saling melengkapi. Sinergi ini memberi kita kesempatan untuk mengungkap dan lebih memahami proses tersembunyi di kedalaman Bumi,” ujar Mandea.

(rns/rns)



Sumber : inet.detik.com