Tag Archives: saudara-saudaranya

Sosok Anak Nabi yang Masuk Neraka karena Tak Hiraukan Ayahnya


Jakarta

Tak semua anak nabi berada dalam jalan yang benar mengikuti jejak sang ayah. Ada yang ingkar dan menolak dakwah ayahnya hingga akhirnya masuk neraka.

Salah satu anak nabi yang masuk neraka adalah Kan’an. Ia adalah anak Nabi Nuh AS. Meskipun ayahnya adalah seorang Nabi yang diutus untuk menyelamatkan umatnya, anak Nabi Nuh AS memilih jalan yang berbeda.

Dalam momen penting saat bahtera Nuh sedang disiapkan, anaknya menolak untuk naik, sehingga ia tenggelam bersama kaum yang ingkar dan dikisahkan masuk neraka sebagai balasan atas keingkarannya.


Kisah anak Nabi Nuh AS ini diabadikan dalam Al-Qur’an. Berikut kisah selengkapnya.

Kisah Kan’an Putra Nabi Nuh AS

Dikutip dari buku Memang Untuk Dibaca: 100 Kisah Islami Inspiratif Pembangun Jiwa tulisan Rian Hidayat, anak Nabi Nuh AS yang bernama Kan’an berbeda dengan saudara-saudaranya yang beriman, seperti Sam, Ham, dan Yafits. Kan’an memilih jalan yang berbeda yakni jalan kekafiran.

Sebagai anak Nabi, keputusan Kan’an untuk kafir tentu menjadi perhatian, namun Al-Qur’an dengan jelas menggambarkan bahwa setiap manusia dewasa bertanggung jawab atas pilihan keimanannya sendiri. Nabi Nuh AS, meskipun seorang Nabi, tidak dapat memaksakan hidayah kepada anaknya. Kan’an memilih untuk mengingkari ajaran yang dibawa ayahnya, dan sebagai akibatnya, ia termasuk golongan yang akan mendapatkan azab Allah SWT.

Saat perintah Allah SWT datang untuk membangun bahtera guna menyelamatkan kaum beriman dari banjir besar yang akan menjadi azab bagi kaum kafir, Nabi Nuh AS dengan taat melaksanakan perintah itu. Bahtera besar tersebut siap menampung siapa pun yang beriman kepada Allah SWT dan mengikuti ajaran Nabi Nuh AS.

Namun, di saat genting, ketika air banjir mulai meninggi, Kan’an tetap dalam kekafirannya. Ia memilih untuk tidak menaati perintah Allah SWT dan ajakan ayahnya, Nabi Nuh AS, dan justru berusaha menyelamatkan dirinya sendiri dengan mendaki gunung yang tinggi. Ia yakin bahwa gunung tersebut akan melindunginya dari banjir besar yang datang.

Namun, seperti yang termaktub dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 42-45, usaha Kan’an sia-sia. Ketika Nabi Nuh AS melihat anaknya berada di tempat yang jauh dari bahtera, beliau memanggil dengan penuh kasih, mengajak Kan’an untuk naik ke bahtera bersama kaum beriman.

Nabi Nuh AS memohon dengan mengatakan, “Hai anakku, naiklah bersama kami dan janganlah engkau bersama orang-orang yang kafir.” Akan tetapi, dengan penuh kesombongan, Kan’an menjawab bahwa ia akan berlindung di gunung yang tinggi, yang menurutnya akan menyelamatkannya dari air bah.

Nabi Nuh AS menegaskan bahwa tak ada yang dapat menyelamatkan dari azab Allah SWT, kecuali rahmat-Nya. Pada akhirnya, gelombang besar air banjir menghantam Kan’an, menenggelamkannya bersama kaum kafir lainnya yang menolak ajaran Allah SWT. Dengan ini, Kan’an menjadi salah satu yang mendapatkan azab dari Allah SWT karena kekafirannya, meskipun ia adalah anak seorang nabi.

Setelah Kan’an tenggelam, Nabi Nuh AS merasa sangat sedih. Beliau berdoa kepada Allah SWT dan menyebut Kan’an sebagai bagian dari keluarganya. Dalam doanya, Nabi Nuh AS berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji-Mu adalah benar, dan Engkau adalah Hakim yang paling adil.”

Larangan Durhaka kepada Orang Tua

Kisah durhaka kepada orang tua, seperti yang terlihat pada cerita Kan’an, adalah pelajaran berharga yang mengingatkan muslim akan pentingnya menghormati dan mematuhi orang tua. Dalam kisah ini, Kan’an, putra Nabi Nuh AS, dengan tegas menolak ajaran yang disampaikan ayahnya untuk beriman kepada Allah SWT. Sikap pembangkangannya ini membawa konsekuensi berat, ia akhirnya tenggelam dalam banjir besar sebagai bentuk hukuman dari Allah SWT.

Larangan durhaka kepada orang tua sangat ditekankan dalam ajaran Islam. Dikutip dari buku Aqidah Akhlaq yang ditulis oleh Ahmad Kusaeri, orang tua memiliki tugas mulia dalam membimbing anak-anak mereka ke jalan yang benar, dengan penuh cinta dan kesabaran.

Setiap orang tua pasti berharap anaknya menjadi pribadi yang saleh, berbakti, dan membawa kebaikan. Oleh karena itu, penting bagi seorang anak untuk mendengarkan nasihat dan arahan orang tuanya, karena nasihat tersebut diberikan untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka dunia dan akhirat.

Anak yang durhaka pada orang tua, sebagaimana digambarkan dalam kisah Kan’an, akan ditinggalkan dan tidak akan diselamatkan dari kecelakaan hidup. Allah SWT memperingatkan bahwa pembangkangan seperti ini membawa dampak buruk, bukan hanya bagi si anak, tetapi juga bagi keluarga dan lingkungannya.

Wallahu a’lam.

(aeb/kri)



Sumber : www.detik.com

Pertemuan Nabi Yusuf AS dengan Saudaranya setelah Lama Berpisah



Jakarta

Nabi Yusuf AS adalah salah satu dari 25 nabi dan rasul yang kisahnya tercantum dalam Al-Qur’an. Ketika kecil, Yusuf AS dibuang ke dalam sumur oleh saudara kandungnya karena iri. Sebab, ayah mereka yang tak lain Nabi Yaqub AS sangat menyayangi Yusuf kecil.

Dikisahkan dalam Qashashul Anbiya oleh Ibnu Katsir yang diterjemahkan Umar Mujtahid, Yusuf AS berhasil keluar dari dalam sumur setelah ditolong musafir yang melintas. Sayangnya, beliau justru diperjual belikan oleh rombongan musafir tersebut.

Nabi Yusuf AS dijual dengan harga 20 dirham, sebagian mengatakan 40 dirham. Yusuf AS dibeli oleh seorang menteri Mesir.


Sejak saat itu, Nabi Yusuf AS tidak pernah bertemu lagi dengan ayah maupun saudara-saudaranya. Mereka berdusta kepada Yaqub AS bahwa Yusuf AS dimangsa oleh serigala hingga Nabi Yaqub AS tak henti-hentinya menangisi hal tersebut.

Singkat cerita, Yusuf AS menginjak usia dewasa. Beliau menjabat sebagai penguasa urusan agama dan dunia kawasan Mesir setelah banyak lika-liku yang ia lalui.

Kala itu, saudara-saudara Nabi Yusuf AS pergi ke Mesir untuk mencari bahan makanan. Ibnu Katsir menyebut waktu ini bertepatan setelah masa kemarau panjang yang menimpa berbagai negara.

Ketika para saudara Yusuf AS masuk, beliau mengenalinya. Hanya saja, saudara Nabi Yusuf AS tidak mengenali sang nabi karena tidak terpikirkan kalau Yusuf AS menjadi salah satu orang dengan kedudukan terhormat.

Namun, pendapat lainnya mengatakan saudara Yusuf AS datang menemui beliau dan sujud kepadanya. Nabi Yusuf AS tidak ingin mereka mengenalinya sehingga ia berkata-kata keras, “Kalian mata-mata, kalian datang untuk merampas kekayaan negeriku?”

Mereka menjawab “Kami berlindung kepada Allah (untuk berbuat seperti itu). Kami hanya datang untuk mengumpulkan bahan makanan untuk kau kami, karena kami tertimpa kelaparan. Kami semua adalah keturunan satu nenek moyang; Kan’an. Kami adalah 12 bersaudara, tapi salah satu di antara kami pergi entah ke mana, dan yang paling kecil di antara kami di rumah bersama ayah kami,”

Yusuf AS kemudian berkata, “Aku harus memeriksa kalian.”

Dalam versi lainnya, ahli kitab mengatakan bahwa Nabi Yusuf AS menahan saudaranya selama tiga hari sebelum akhirnya dilepaskan. Sementara itu, salah satu saudara Yusuf AS yang bernama Syam’un ditahan agar mereka membawa saudara lainnya sebagai pengganti.

Ada juga pendapat yang menyebut Nabi Yusuf AS memberikan bahan makanan untuk saudaranya sepenuh bawaan unta setiap satu orang, tidak lebih dari itu. Ia lalu berkata, “Bawalah kepadaku saudaramu yang seayah dengan kamu (Bunyamin),”

Yusuf AS juga bertanya mengenai berapa jumlah mereka dan mengatakan, “Jika kalian datang lagi tahun depan, ajak serta dia bersama kalian,”

Nabi Yusuf AS berusaha agar mereka membawa saudaranya sehingga kerinduannya terobati. Setelah itu Yusuf AS memerintahkan para pelayan untuk memasukkan kembali barang-barang yang mereka bawa untuk mereka tukarkan dengan makanan tanpa mereka sadari.

Ada yang menyebut maksud dari pengembalian barang itu agar mereka mendapati barang-barang tersebut setelah berada di kampung halaman. Sebagian berpandangan Yusuf AS khawatir jika mereka tidak kembali lagi karena tidak memiliki barang untuk ditukarkan bahan makanan.

Para mufassir berbeda pendapat tentang barang-barang bawaan saudara Nabi Yusuf AS. Wallahu a’lam.

(aeb/lus)



Sumber : www.detik.com