Tag Archives: science

Kurang Tidur Bisa Bikin Otak Seseorang Lebih Cepat Tua, Kok Bisa?



Jakarta

Manusia pada umumnya menghabiskan hampir sepertiga hidup untuk tidur. Aktivitas diam ini memiliki manfaat yang penting terutama untuk memulihkan tubuh dan otak. Namun, peran penting tidur akan sirna jika seseorang mengabaikan kualitas dan durasinya. Ternyata masih banyak yang menyepelekan durasi dan kualitas tidur.

Abigail Dove, seorang peneliti pascadoktoral dan seorang Neuroepidemiologi di Karolinska Institutet mengatakan ketika tidur terganggu, otak akan merasakan konsekuensinya. Dampaknya bahkan bisa lebih buruk dari yang dibayangkan.

Dove dan rekan-rekan meneliti perilaku tidur dan menganalisis data detail dari hasil pemindaian MRI otak pada lebih dari 27.000 orang dewasa di Inggris. Mereka berusia antara 40 hingga 70 tahun.


“Kami menemukan bahwa orang dengan kualitas tidur buruk memiliki otak yang tampak jauh lebih tua daripada usia mereka yang sebenarnya,” kata Dove, dikutip dari Science Alert.

Bagaimana Bisa Otak Tampak Lebih Tua?

Dove mengatakan usia otak memang bisa diketahui lewat pola dalam hasil MRI. Peneliti bisa menaksirnya lewat kondisi jaringan otak, penipisan korteks atau tingkat kerusakan pembuluh darah.

“Dalam studi kami, usia otak diperkirakan menggunakan lebih dari 1.000 penanda pencitraan dari hasil MRI. Pertama, kami melatih model pembelajaran mesin menggunakan data peserta paling sehat,” kata Dove.

Dove menjelaskan usia otak seseorang yang tidak memiliki penyakit besar seharusnya sesuai dengan usia biologisnya. Jika usia otak ternyata melebihi usia biologis, artinya ada proses penuaan yang tidak sehat.

“Penelitian sebelumnya telah mengaitkan otak yang tampak lebih tua dengan penurunan kognitif lebih cepat, risiko demensia lebih besar, dan bahkan risiko kematian dini yang lebih tinggi,” jelas Dove.

Kurang Tidur Sebabkan Usia Otak 1 Tahun Lebih Tua

Dalam penelitiannya, Dove mengaku tidak ada ukuran pasti untuk menggambarkan kesehatan tidur seseorang. Sehingga, studi Dove mengambil lima fokus sebagai aspek ukuran.

Tim mengambil aspek jenis kronotipe mereka (apakah “orang pagi” atau “orang malam”), durasi tidur sehari-hari, apakah memiliki insomnia, apakah mendengkur, dan apakah merasa sangat mengantuk di siang hari.

Dove dan tim menggabungkan lima aspek tersebut. Jika seseorang memiliki 4-5 aspek, maka tidurnya digolongkan ke dalam tidur sehat.

Jika mempunyai 2-3 aspek saja, maka digolongkan ke dalam menengah. Lalu, jika 1 atau 0 maka termasuk buruk.

“Saat kami membandingkan usia otak berdasarkan profil tidur, perbedaannya jelas. Kesenjangan antara usia otak dan usia kronologis melebar sekitar enam bulan untuk setiap penurunan satu poin skor tidur sehat,” beber Dove.

Hasil penelitian Dove mengungkap orang-orang dengan profil tidur buruk memiliki otak yang hampir satu tahun lebih tua daripada usia kronologisnya. Sementara pada orang yang tidurnya sehat tidak ada kesenjangan usia.

“Kami juga menilai kelima karakteristik tidur secara terpisah: kronotipe malam dan durasi tidur abnormal muncul sebagai faktor terbesar yang mempercepat penuaan otak,” katanya.

Dampak Kurang Tidur: Demensia-Gangguan Kognitif

Dove menyebut penuaan lebih satu tahun pada otak ini tidak boleh disepelekan. Jika penuaan otak menumpuk seiring waktu, maka bisa menyebabkan gangguan kognitif, demensia, dan kondisi neurologis lainnya.

“Bukti yang semakin banyak menunjukkan bahwa gangguan tidur meningkatkan kadar peradangan dalam tubuh. Pada gilirannya, peradangan dapat merusak otak dengan berbagai cara: merusak pembuluh darah, memicu penumpukan protein beracun, dan mempercepat kematian sel otak,” jelasnya.

Namun, bukan berarti orang yang waktu tidurnya masih minim tidak bisa berubah. Dove yakin orang-orang dengan kualitas tidur yang tidak sehat ini dapat mengubah kebiasaan.

“Meski tidak semua masalah tidur mudah diperbaiki, strategi sederhana seperti menjaga jadwal tidur teratur, membatasi konsumsi kafein, alkohol, dan penggunaan gawai sebelum tidur, serta menciptakan lingkungan tidur yang gelap dan tenang dapat meningkatkan kesehatan tidur dan melindungi kesehatan otak,” sarannya.

(cyu/pal)



Sumber : www.detik.com

Predator Super Paling Ditakuti Melebihi Singa, Siapa Dia?


Jakarta

Singa dijuluki sebagai Si Raja Hutan. Akan tetapi, masih ada satu super predator yang lebih ditakuti oleh banyak spesies melebihinya. Siapa predator tersebut?

Jawabannya adalah kita, manusia. Dalam lebih dari 10.000 rekaman satwa liar di sabana Afrika, 95% spesies yang diamati merespons dengan jauh lebih ngeri terhadap suara manusia.

“Rasa takut terhadap manusia sudah mengakar dan menyebar luas. Ada anggapan bahwa hewan-hewan akan terbiasa dengan manusia jika tidak diburu. Namun, kami telah menunjukkan bahwa kenyataannya tidak demikian,” kata ahli biologi konservasi Michael Clinchy dari Western University, Kanada.


Dalam penelitian yang dipublikasikan tahun lalu, ahli ekologi dari Western University, Liana Zanette dan rekan-rekannya memperdengarkan serangkaian vokalisasi dan suara kepada hewan-hewan di lubang-lubang air di Taman Nasional Kruger Raya Afrika Selatan dan merekam respons mereka.

Kawasan lindung ini merupakan rumah bagi populasi singa (Panthera leo) terbesar yang tersisa di dunia, sehingga mamalia lain sangat menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh karnivora ini.

Melansir Science Alert, para peneliti menyiarkan suara percakapan manusia dalam bahasa lokal, termasuk Tsonga, Sotho Utara, Inggris, hingga Bahasa Afrika lainnya. Ada juga suara perburuan manusia, termasuk gonggongan anjing dan tembakan. Mereka juga memutar suara singa yang berkomunikasi satu sama lain.

“Kuncinya adalah vokalisasi singa tersebut berupa geraman dan geraman, seolah-olah sedang ‘berbicara’, bukan saling mengaum. Dengan begitu, vokalisasi singa tersebut dapat dibandingkan secara langsung dengan suara manusia yang sedang berbicara,” ucap Clinchy.

Hasilnya mengejutkan, hampir semua 19 spesies mamalia yang diamati dalam eksperimen dua kali lebih mungkin meninggalkan kubangan air ketika mendengar manusia berbicara dibandingkan dengan singa atau bahkan suara berburu. Mamalia tersebut meliputi badak, gajah, jerapah, macan tutul, hyena, zebra, dan babi hutan, beberapa di antaranya dapat menimbulkan bahaya tersendiri.

“Mendengar vokalisasi manusia secara khususlah yang memicu rasa takut terbesar,” tim menjelaskan dalam makalah mereka.

“(Ini) menunjukkan bahwa satwa liar mengenali manusia sebagai bahaya yang sebenarnya, sedangkan gangguan terkait seperti gonggongan anjing hanyalah proksi yang lebih kecil,” sambungnya.

Zanette mengatakan bahwa meluasnya rasa takut di seluruh komunitas mamalia sabana merupakan bukti nyata dampak lingkungan yang ditimbulkan manusia.

“Bukan hanya melalui hilangnya habitat, perubahan iklim, dan kepunahan spesies, yang semuanya merupakan hal-hal penting. Tetapi kehadiran kita di lanskap tersebut saja sudah cukup menjadi sinyal bahaya sehingga mereka merespons dengan sangat kuat. Mereka sangat takut pada manusia, jauh lebih takut daripada predator lainnya,” tuturnya.

Penelitian ini telah dipublikasikan di Current Biology.

(ask/ask)



Sumber : inet.detik.com

Tak Cuma Air Hujan, Mikroplastik di Mana-mana Sampai Masuk Tubuh Manusia


Jakarta

Temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang mengungkap air hujan di Jakarta mengandung partikel mikroplastik berbahaya mungkin mengejutkan. Namun sebenarnya, hal ini tak terlalu mengagetkan, mengingat sudah banyak studi yang memperingatkan bahaya mikroplastik.

Tak hanya ada di air hujan, mikroplastik kini begitu umum sehingga kita minum, makan, dan menghirupnya. Akibatnya, mikroplastik muncul di kotoran, plasenta, organ reproduksi, bahkan otak kita.


Sebuah studi terbaru bahkan menemukan partikel berukuran kurang dari 5 mm yang berasal dari bahan bakar fosil ini, ada di dalam tulang manusia. Sebuah tinjauan baru terhadap 62 studi menunjukkan mikroplastik dan nanoplastik yang lebih kecil memengaruhi kesehatan rangka kita dalam berbagai cara.

“Sejumlah besar penelitian menunjukkan bahwa mikroplastik dapat mencapai jauh ke dalam jaringan tulang, seperti sumsum tulang, dan berpotensi menyebabkan gangguan metabolisme,” kata ilmuwan medis Rodrigo Bueno de Oliveira dari State University of Campinas di Brasil, dikutip dari Science Alert.

Beberapa penelitian pada manusia menemukan bahwa sisa-sisa plastik ini terakumulasi di jaringan tulang melalui darah setelah tertelan. Di sana, penelitian pada hewan menunjukkan bahwa hal ini dapat menghambat pertumbuhan tulang.

Terlebih lagi, gangguan pada osteoklas, sel yang mendukung pertumbuhan dan perbaikan tulang, dapat menyebabkan melemahnya struktur tulang, membuat tulang yang rusak ini lebih rentan terhadap kelainan bentuk dan patah tulang.

Sumber mikroplastikSumber mikroplastik. Foto: Raubenheimer

“Studi in vitro dengan sel jaringan tulang menunjukkan bahwa mikroplastik mengganggu kelangsungan hidup sel, mempercepat penuaan sel, dan mengubah diferensiasi sel, selain memicu peradangan,” jelas Bueno de Oliveira.

“Dampak buruk yang diamati berpuncak, yang mengkhawatirkan, pada terganggunya pertumbuhan rangka hewan,” ujarnya.

Meskipun hal ini mungkin tidak berdampak pada tulang manusia, terdapat peningkatan prevalensi osteoporosis di seluruh dunia, suatu kondisi ketika tulang menjadi lebih rapuh dan rentan patah. Para peneliti menduga bahwa mikroplastik mungkin menjadi faktor penyebabnya, bersama dengan risiko lain yang telah diketahui seperti konsumsi alkohol dan populasi yang menua.

Namun, para ahli memperingatkan, kita terus meningkatkan ‘bahaya yang tidak disadari’ ini, menghasilkan sedikitnya 400 juta metrik ton plastik setiap tahun, sebuah proses yang menyumbang 1,8 miliar metrik ton gas rumah kaca per tahun.

Selama bertahun-tahun, para peneliti telah meminta lebih banyak sumber daya untuk menyelidiki dampak polutan petrokimia bermasalah ini terhadap tubuh kita. Sementara itu, kita dapat mengurangi paparan terhadap mikroplastik dengan menyaring air minum kita dan membatasi produk plastik, dari pakaian sintetis hingga botol minuman plastik.

(rns/rns)



Sumber : inet.detik.com

Makin Parah, Mikroplastik Sudah Menyusup ke Jaringan Otak Manusia


Jakarta

Polusi plastik tak bisa hilang begitu saja. Mikroplastik, serpihan-serpihan kecil polusi plastik ini, sebelumnya telah muncul di paru-paru manusia, bebatuan purba, feses bayi, dan air minum kemasan. Sebuah studi baru mengungkap sejauh mana mereka juga menyusup ke otak.

Tim ilmuwan internasional mengamati bulbus olfaktorius, massa jaringan otak yang menyerap informasi bau dari hidung, pada 15 manusia yang telah meninggal. Studi mereka menemukan keberadaan mikroplastik pada delapan jasad di antaranya.


Para peneliti sebelumnya telah menemukan mikroplastik dalam gumpalan darah otak, tetapi penelitian yang telah dirilis di JAMA Network Open ini merupakan studi pertama yang dipublikasikan yang mendeteksi material tersebut di jaringan otak yang sebenarnya. Penelitian serupa lainnya kini sedang dalam tahap tinjauan sejawat.

“Meskipun mikroplastik telah terdeteksi di berbagai jaringan manusia, keberadaannya di otak manusia belum terdokumentasikan, sehingga menimbulkan pertanyaan penting tentang potensi efek neurotoksik dan mekanisme yang memungkinkan mikroplastik mencapai jaringan otak,” tulis para peneliti dalam makalah yang mereka terbitkan, dikutip dari Science Alert.

Para peneliti mencatat bahwa partikel dan serat merupakan bentuk yang paling umum, dan polipropilena juga merupakan polimer yang paling umum ditemukan. Polipropilena merupakan salah satu plastik yang paling banyak digunakan, ditemukan dalam berbagai hal mulai dari kemasan hingga suku cadang mobil dan peralatan medis. Ukuran partikelnya berkisar antara 5,5 mikrometer hingga 26,4 mikrometer, tidak lebih dari seperempat lebar rata-rata rambut manusia.

Penelitian sebelumnya menemukan partikel polusi udara masuk ke jalur olfaktorius. Sedangkan penelitian terbaru ini menunjukkan bahwa mikroplastik dapat menggunakan rute yang sama ke otak, melalui lubang-lubang kecil di lempeng cribiform, tepat di bawah bulbus olfaktorius.

“Identifikasi mikroplastik di hidung dan sekarang di bulbus olfaktorius, bersama dengan jalur anatomi yang rentan, memperkuat gagasan bahwa jalur olfaktorius merupakan tempat masuk yang penting bagi partikel eksogen ke otak,” tulis para peneliti.

Terlepas dari semua risiko dan dampak kesehatan ini, kita tampaknya tidak dapat mengurangi ketergantungan kita pada bahan plastik. Meskipun ada upaya berkelanjutan untuk memproduksi plastik yang lebih mudah terurai secara hayati, faktanya produksi plastik telah berlipat ganda dalam 20 tahun terakhir.

Yang belum jelas adalah kerusakan apa yang dapat ditimbulkan oleh mikroplastik ini terhadap kesehatan manusia itu sendiri. Namun yang jelas, peningkatan konsentrasi bahan sintetis di dalam otak bukanlah kabar baik. Kerusakan neuron dan peningkatan risiko gangguan neuronal mungkin terjadi, berdasarkan penelitian terkini.

Ada juga hubungan dengan hidung yang perlu dipertimbangkan. Hubungan antara polusi udara dan masalah kognitif telah diketahui dengan baik, dan jika mikroplastik masuk ke saluran hidung kita, kemungkinan besar keadaan akan menjadi lebih buruk.

“Beberapa penyakit neurodegeneratif, seperti penyakit Parkinson, tampaknya memiliki hubungan dengan kelainan hidung sebagai gejala awal,” tulis para peneliti.

(rns/afr)



Sumber : inet.detik.com

Mengapa Kita Suka Menangis saat Mengiris Bawang Bombai? Ternyata karena Ini



Jakarta

Mengiris bawang bombai seringkali membuat kita berderai air mata. Bukan karena sedih, ini karena kandungan yang ada pada bawang.

Baik ditumis, dipanggang, atau mentah, bawang bombai adalah bahan pokok dalam banyak resep makanan. Namun, rasa bawang bombai ini harus dibayar dengan harga yang mahal: air mata. Tetapi, mengapa mengiris bawang bombai membuat kita menangis?


Penyebabnya disebut faktor lakrimasi, suatu zat kimia yang mengiritasi saraf di kornea. Ketika bawang bombai utuh, sekelompok senyawa yang disebut sistein sulfoksida dipisahkan dari enzim yang disebut alliinase.

Tapi, ketika kamu mengiris atau menghancurkan bawang bombai, penghalang yang memisahkan senyawa dan enzim tersebut rusak. Keduanya bergabung dan memicu reaksi, menyebabkan sistein sulfoksida menjadi asam sulfenat.

Pada bawang bombai, terdapat dua kemungkinan keberadaan asam sulfenat. Pertama, ia dapat mengembun secara spontan dan menjadi senyawa organosulfur. Senyawa organosulfur inilah yang memberi bawang bombai aroma dan rasa yang kuat. Reaksi serupa terjadi pada bawang putih, itulah sebabnya ia juga memiliki rasa yang begitu tajam.

Namun, kemungkinan kedua untuk asam sulfenat hanya terdapat pada bawang bombai dan beberapa jenisallium lainnya. Enzim lain, yang disebut sintase faktor lakrimasi, yang tersembunyi di dalam sel, berperan dan mengubah asamsulfenat menjadi faktorlakrimasi, yang dikenal oleh para ahli kimia sebagai propanethial S-oksida.

Faktor lakrimasi adalah cairan yang mudah menguap, artinya ia berubah menjadi uap dengan sangat cepat. Begitulah cara zat tersebut mencapai mata dan mengiritasi saraf sensorik.

“Mata Anda mulai berair untuk menghilangkan zat yang mengiritasi itu,” kata Josie Silvaroli, seorang peneliti di bidang pendidikan dan inovasi farmasi di Ohio State University dan penulis pertama studi tahun 2017 tentang faktor lakrimasi dalam Live Science, Senin (20/10/2025).

Kemungkinan besar senyawa organosulfur yang memberi bawang bombai rasa yang kuat dan faktor lakrimasi yang memicu air mata berevolusi sebagai mekanisme pertahanan. Senyawa-senyawa tersebut dimaksudkan untuk mencegah serangga, hewan, atau parasit yang dapat merusak tanaman bawang bombai.

Cara Memotong Bawang Bombai Tanpa Menangis

Silvaroli memberi beberapa tips agar kamu tidak perlu menitihkan air mata saat memotong bawang bombai. Berikut langkah-langkahnya:

1. Menggunakan kacamata pelindung

2. Memotong dengan pisau tajam

3. Jangan dinginkan bawang bombai

(nir/faz)



Sumber : www.detik.com