Tag Archives: sekolahnya

SMAN Unggulan MH Thamrin Resmi Jadi Sekolah Garuda, Siswa Antusias



Jakarta

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) telah resmi mengenalkan Sekolah Garuda kepada masyarakat pada hari ini, Rabu (8/10/2025). Salah satu sekolah yang resmi menjadi Sekolah Garuda adalah SMAN Unggulan MH Thamrin.

SMA ini dari awal telah menjadi sekolah negeri unggulan Provinsi DKI Jakarta. Sekolah Garuda sendiri terdiri dari dua jenis, yakni sekolah tranformasi dari sekolah yang sudah ada dan sekolah baru. Adapun SMANU MH Thamrin termasuk ke dalam sekolah tranformasi.

Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto mengatakan, sekolah transformasi salah satunya berbeda dengan Sekolah Garuda baru dalam hal lokasi. Sekolah baru dibangun di lokasi-lokasi dengan pendidikan SMA belum banyak atau tidak ada sama sekali.


“Justru yang 80 persennya itu adalah existing seperti SMANU MH Thamrin ini,” kata saat berkunjung ke SMANU MH Thamrin di Cipayung, Jakarta Timur, Rabu (8/10/2025).

Kurikulum SMANU MH Thamrin

Kepala Sekolah SMANU MH Thamrin, Sarjono, mengatakan setelah sekolahnya bertranformasi menjadi Sekolah Garuda, kurikulum yang diterapkan tetap sama. Sekolah unggulan ini memiliki tiga jenis kurikulum.

“Kita tetap menggunakan apa yang sudah kita lakukan, kita tetap menggunakan tiga kurikulum, kurikulum nasional, kurikulum Cambridge, dan kurikulum olimpiade,” ujarnya.

Jauh sebelum dijadikan sebagai Sekolah Garuda, Sarjono menerangkan, SMANU MH Thamrin sudah membimbing siswanya secara intens dalam memilih kampus di luar negeri. Hal tersebut pun sejalur dengan tujuan Sekolah Garuda.

“Itu semua sudah menjadi komitmen kita dari pihak Kemendiktisaintek. Hanya (saja) ada pendampingan-pendampingan (tambahan), terutama untuk anak-anak, untuk guru, dan juga untuk manajemen,” katanya.

Selaras, Brian mengatakan kurikulum Sekolah Garuda tidak jauh berbeda. Namun, kurikulum diperkuat agar dapat menyiapkan siswa untuk bersaing dengan lulusan luar negeri.

“Kurikulumnya nggak beda, kita hanya menambahkan saja supaya mereka lebih siap berkompetisi dengan sesama lulusan SMA dari negara lain,” kata Brian.

Antusiasme Siswa SMAN Unggulan MH Thamrin Sambut Sekolah Garuda

Pada momen perkenalan Sekolah Garuda tersebut, hadir sejumlah siswa. Salah satunya, Agna Radhiyya Samodro, salah seorang siswa kelas 10.

Agna mengatakan dirinya sudah mengetahui bahwa SMANU MH Thamrin telah menjadi Sekolah Garuda sebelum menjadi siswa di sana. Akhirnya, ia memilih SMA ini karena sederet keunggulannya.

“Fasilitasnya banyak banget. Yang pertama dari kurikulum kita ada tiga, ada Cambrige, ada olimpiade, sama ada Kurnas (kurikulum nasional),” kata Agna.

Ia sendiri masuk ke Sekolah Garuda ini lewat jalur prestasi. Meraih juara dalam Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) menjadi salah satu modal Agna untuk dapat tembus sekolah unggulan tersebut.

Agna mengaku banyak belajar meski baru tiga bulan menjalani pembelajaran di sana. Ia menjelaskan, ada bimbingan persiapan agar tembus perguruan tinggi negeri (PTN) dan kampus top luar negeri.

“Di sini terkenalnya bisa membimbing kita untuk jalur PTLN (perguruan tinggi luar negeri) atau PTN,” ujar Agna.

Di samping itu, ia mengaku banyak belajar untuk hidup mandiri di sekolah berasrama ini menjelang masa perkuliahan.

“Kami diajarkan menjadi mandiri karena kuliah kita hidup sendiri kan, kita jauh dari orang tua,” ujarnya.

Harapan Siswa terhadap Sekolah Garuda

Siswa kelas 10 SMANU MH Thamrin lainnya, Azza Zira Arfa, mengaku bersyukur bisa masuk sekolah ini. Ia masuk SMAN MH Thamrin lewat jalur afirmasi.

Ia menaruh harapan besar setelah SMANU MH Thamrin bertranformasi menjadi Sekolah Garuda. Ia berharap status tersebut bisa mempermudah dirinya tembus kampus impian.

“Mudah-mudahan aja untuk kita masuk kuliah itu lebih diperlancar lagi,” ujarnya.

Siswa lainnya, Cahaya Cinta Aula, turut punya harapan serupa. Ia bermimpi setelah lulus bisa tembus University of Toronto.

“Bisa membantu kami, siswa-siswi di sini untuk jalur PTN/PTLN itu, jalur beasiswanya,” imbuh Agna.

(cyu/twu)



Sumber : www.detik.com

Guru Terbatas, Ruang Kelas Kurang, hingga Atap Ilalang



Jakarta

Saat skena pendidikan nasional membicarakan program sekolah rakyat hingga Makan Bergizi Gratis (MBG), SMP Negeri 3 Wamena masih memiliki kebutuhan mendasar yang perlu dipenuhi, yaitu kecukupan guru dan ruang kelas. Sekolah ini terletak di di Minimo, Kecamatan Maima, Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan.

Kepala SMP Negeri 3 Wamena, Ansgar Blasius Biru S Pd, M Pd, mengatakan, jika dirinya ingin menyampaikan suatu hal penting untuk pemerintah, maka itu adalah kebutuhan guru dan ruang kelas. Setelah itu, baru dukungan untuk murid berupa asrama bagi anak yang memiliki tempat tinggal sangat jauh.

“Pertama, kami masih membutuhkan ruang kelas untuk belajar, terus dukungan asrama untuk para murid. Ini memang kami sangat kesulitan dengan tempat tinggal mereka yang sangat jauh dari sekolah,” katanya kepada detikcom, saat ditemui Kamis (9/10/2025).


Menurutnya, keberadaan asrama bagi siswa yang berjarak jauh dari sekolah sangat penting. Melalui asrama, anak-anak tersebut bisa dikumpulkan dan dipenuhi kebutuhannya sebagai pelajar sesuai keseharian mereka.

“Saya sangat optimis bahwa pasti ada peningkatan sumber daya mereka, kualitas pendidikan untuk mereka,” imbuh Blasius.

Keterbatasan Tenaga Pendidik, Guru BK Tidak Ada

Blasius mengakui, pendidikan di Provinsi Papua Pegunungan secara keseluruhan masih tertinggal dibanding wilayah lain di Papua. Ia berharap, pemerintah bisa lebih memperhatikan sekolah-sekolah di Papua Pegunungan.

“Masih sangat tertinggal dengan teman-teman, saudara-saudara kita yang ada di wilayah barat, bahkan juga di wilayah tengah. Nah ini juga sesuatu yang menjadi suatu pemikiran dari Pemerintah Pusat, pimpinan untuk bisa memperhatikan tentang pendidikan kami,” ucap guru asal Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut.

Lebih lanjut, ia mengungkapkan, sekolah di Papua Pegunungan mengalami keterbatasan guru. Bahkan, katanya, masih sangat kurang.

Di SMPN 3 Wamena sendiri, ia mengatakan, tidak ada guru Bimbingan Konseling (BK). Padahal, menurutnya, guru BK penting dalam pendidikan karakter.

“Ini hal yang sangat penting bahwa kami masih sangat terbatas dengan tenaga kependidikan, terutama guru-guru BK, yang sekarang Menteri Pendidikan genjot bahwa bagaimana penanaman karakter. Nah, guru-guru BK masih sangat terbatas (di sini). Masih sangat jauh, masih sangat kurang. Terutama kami di SMP 3, sama sekali tidak ada guru Bimbingan Konseling,” ungkapnya.

Menurut laporan di laman Sekretariat Negara pada 2024, keterbatasan guru di tanah Papua telah menjadi tantangan yang belum rampung diselesaikan. Guru yang ada sering kali mengajar hingga tiga mata pelajaran berbeda.

Laporan menyebut, kondisi ini terjadi karena fenomena guru yang pilah-pilih tempat mengajar. Mayoritas guru kebanyakan berada di sekolah-sekolah perkotaan, sedangkan di daerah terpencil sangat sedikit.

Mayoritas Sekolah di Papua Pegunungan Masih Kekurangan Ruang Kelas

Kepala SMP Negeri 3 Wamena menyampaikan, kekurangan ruang kelas tidak hanya di sekolahnya, melainkan juga di Provinsi Papua Pegunungan. Khususnya yakni di Kabupaten Jayawijaya.

“Fasilitas juga, bahwa kami masih sangat terbatas. Mulai dari ruang kelas, yang masih kurang. Ini saya bicara bukan khusus untuk SMP 3, tapi secara keseluruhan untuk Provinsi Papua Pegunungan, khususnya untuk Kabupaten Jayawijaya. Jadi masih sangat terbatas,” kata Blasius.

Sementara itu, di beberapa sekolah, masih ada ruang kelas yang memiliki atap dari alang-alang atau ilalang. Hal ini belum ditambah akses sekolah yang jauh dari kota.

“Kalau diakses ke daerah-daerah yang sangat jauh dari Kota Wamena, itu ruang kelas masih sangat terbatas, masih atapnya berupa alang-alang atau secara tradisional mereka membangun dan mereka menempati ruang kelas itu. Memang sangat terbatas,” ujarnya.

Selain itu, model kurikulum yang memasukkan konten digital juga menjadi tantangan tersendiri di tanah Papua. Terutama di wilayah Papua Pegunungan, akses internet masih sangat terbatas.

“Apalagi sekarang pembelajaran digital, kami masih sangat terbatas dengan akses internet,” tuturnya.

(faz/twu)



Sumber : www.detik.com

Serba-serbi Persiapan TKA di Berbagai Daerah, Sekolahmu Sudah Siap?


Jakarta

Menjelang pelaksanaan Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang akan dimulai tahun ajaran 2025/2026, sejumlah sekolah di berbagai daerah tengah bersiap. Pada November mendatang, jenjang SMA/sederajat akan memulai TKA lebih dulu.

Sementara itu, TKA jenjang SD/sederajat dan SMP/sederajat akan dimulai pada Maret 2026. Meski demikian, sejumlah sekolah menengah pertama juga telah menyiapkan pelaksanaan TKA.

Sekolah-sekolah ini mengaku antusias dan telah membuat strategi persiapan. Mulai dari sekolah di DKI Jakarta hingga Mojokerto ini.


Sosialisasi Sudah Dimulai

Pamiluwati, guru dari MTsN 4 Mojokerto, Jawa Timur menyebut sekolahnya telah mulai melakukan sosialisasi sejak bulan lalu. Sekolahnya berencana akan mengikutsertakan semua siswa dalam TKA.

“Sudah disosialisasi, ya. Persiapan, gitu. Kalau dari kami sendiri, madrasah sudah mulai sosialisasi bulan kemarin, bahwa memang TKA ini dipakai untuk murid-murid yang akan sebagai salah satu persyaratan murid-murid Untuk melanjutkan ke jenjang berikutnya,” ujarnya saat ditemui di sela acara Temu Pendidikan Nusantara (TPN) XII di Sekolah Cikal, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Minggu (12/10/2025).

Ia menambahkan, bagi sekolah madrasah, keberadaan TKA bukan hal yang sepenuhnya baru. Saat sosialisasi, beberapa orang tua siswa merasa sudah tidak asing dengan istilah-istilah ujian baru bagi sisw

“Dulu kami juga terbiasa menghadapi ujian madrasah. Jadi ini hanya beda istilah saja,” ujarnya.

Strategi Persiapan dan Koordinasi MGMP

Sementara itu, Laeli Hikmawati, guru SMPN Wonopringgo Pekalongan, Jawa Tengah menyampaikan bahwa sosialisasi juga telah dilakukan oleh dinas pendidikan setempat. Namun, untuk persiapan teknis, pihaknya baru memulai koordinasi di tingkat MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran).

Laeli menuturkan, sekolahnya telah melakukan pemetaan mata pelajaran literasi dan numerasi. Diketahui, mata pelajaran TKA yang diujikan di SMP/MTs/sederajat adalah Bahasa Indonesia dan Matematika.

“Karena materinya kan literasi-numerasi ya. Literasi-numerasi, Matematika sama Bahasa Indonesia itu kemarin di MGMP itu yang diminta oleh Kepala Dinas melakukan beda kisi-kisi soal dua mata pelajaran itu. Terus kemudian kemarin kita baru menyepakati strategi teknik-tekniknya,” kata Laeli.

Ia menambahkan, sosialisasi intensif di sekolah baru akan dimulai pada November 2025. Dikatakan Laeli, pihak sekolah akan menjalankan sosialisasi sesuai dengan arahan dinas.

“Nanti sekitar bulan Februari sama 2026 persiapan mungkin sudah akan dilaksanakan (untuk siswa), seperti pemantapan materi,” katanya.

Semua Siswa Akan Diikutsertakan

Sejumlah sekolah negeri maupun madrasah memilih untuk mengikutsertakan semua siswa dalam TKA.

Menurut Uun Widiawati, perwakilam SMPN 2 Jatirejo, Kabupaten Mojokerto, Jatim, keputusan tersebut diambil agar proses pendataan dan pemetaan berjalan lebih mudah.

“Kalau hanya sebagian yang ikut, nanti susah memetakannya. Jadi lebih baik semua ikut. Selain itu, kalau ada opsi ‘boleh ikut, boleh tidak’, biasanya anak-anak malah jadi nggak termotivasi,” jelasnya.

Para guru berharap, pelaksanaan TKA nanti tidak hanya berjalan lancar, tapi juga benar-benar mencerminkan kemampuan siswa. TKA juga diharapkan dapat menggambarkan kesiapan siswa menuju jenjang selanjutnya.

“Semoga hasil TKA bisa menjadi acuan di SMA nanti, terutama dalam menentukan kesiapan belajar siswa,” ujar Pamiluwati.

Pamiluwati menambahkan, TKA juga bisa menjadi barometer bagi siswa dan orang tua. Menurutnya, TKA lebih penting dibandingkan UN atau lainnya dalam membantu menguji seberapa jauh siswa siap melanjutkan ke jenjang berikutnya.

“Dengan hasil TKA, siswa bisa tahu di mana kekuatan dan kelemahannya. Misalnya lemah di matematika, berarti harus lebih banyak berlatih. Itu bisa jadi bekal sebelum memilih sekolah lanjutan,” tuturnya.

Pendampingan Siswa agar Siap TKA

Berbeda dengan sekolah-sekolah di atas, sekolah berbasis kompetensi yakni Sekolah Cikal tidak mewajibkan semua siswa mengikuti TKA. Keputusan mengikuti TKA ditentukan oleh pilihan universitas murid.

“Kami memberi kebebasan bagi setiap murid untuk menentukan jalur yang paling sesuai dengan rencana studinya naik SNBP, jalur mandiri, maupun universitas luar negeri. Bagi Cikal, keberhasilan belajar tidak ditentukan oleh satu bentuk ujian, melainkan oleh kesiapan murid mengambil keputusan yang sadar dan bertanggung jawab atas arah belajarnya,” ujar Deputy Head of Curriculum Sekolah Cikal Lebak Bulus dan Kemang, Windy Hastasasi.

Menuju TKA, Sekolah Cikal memang tidak ada persiapan khusus karena asesmen yang digunakan sehari-hari sudah bersifat otentik dan berbasis kompetensi. Namun, Cikal tetap menyediakan modul persiapan TKA.

Selain itu, Cikal juga melakukan pendampingan sebagaimana kebutuhan individu murid. Setiap murid memiliki advisor yang membantu menyusun strategi belajar.

“Bagi murid yang memilih jalur yang mensyaratkan TKA, sekolah memfasilitasi mereka untuk mengikuti modul dan bimbingan dari Siap Kuliah yang diselenggarakan oleh Sekolah.mu,” kata Windy.

Dorong Kompetisi Sehat dan Kolaborasi

Selain menjadi alat ukur akademik, TKA dinilai mampu membangun budaya kompetisi yang positif. TKA diharapkan bisa memicu semangat atau motivasi siswa dalam belajar.

“Anak-anak jadi lebih termotivasi belajar untuk masuk ke sekolah lanjutan yang diinginkan. Wali murid juga bisa ikut mendampingi, jadi kolaborasi antara sekolah, guru, dan orang tua benar-benar terasa,” kata Uun.

Menurut Pamiluwati, keberhasilan pelaksanaan TKA akan bergantung pada tiga pilar utama, yakni sekolah, guru, dan orang tua. Ia mengajak para guru untuk memantau siswa dalam persiapan menuju TKA.

“Kalau semuanya terlibat, hasilnya bukan hanya angka di kertas, tapi peningkatan semangat dan kualitas belajar anak-anak kita,” pungkasnya.

Meski tidak menentukan kelulusan, Windy juga berharap TKA dapat menjadi pengalaman belajar tambahan bagi siswa. Setelah mengikuti TKA, diharapkan siswa bisa lebih percaya diri untuk memilih kariernya.

“Kami berharap murid melihat TKA sebagai pengalaman belajar tambahan, bukan penentu nilai atau masa depan. Proses menghadapi ujian ini kami pandang sebagai kesempatan untuk refleksi, ketangguhan, dan pengambilan keputusan yang matang,” kata Windy.

“Bagi Cikal, keberhasilan sejati bukan diukur dari hasl tes, tetapi dari bagaimana murid mengenali kekuatannya, memahami tujuannya, dan melangkah dengan percaya diri menuju jalur pendidikan dan karier yang paling bermakna bagi dirinya,” tambahnya.

(cyu/twu)



Sumber : www.detik.com

Apa Alasan SKSG-SIL UI Digabung dan Ganti Nama? Ini Kata Rektor


Jakarta

Rektor Universitas Indonesia (UI) Heri Hermansyah meresmikan Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan (SPPB) atau Graduate School of Sustainable Development (GSSD) UI, Rabu (22/10/2025). Sekolah ini merupakan gabungan dari Sekolah Ilmu Lingkungan (SIL) UI dan Sekolah Kajian Stratejik dan Global (SKSG) UI.

Heri mengatakan proses penggabungan SIL UI dan SKSG UI melibatkan empat organ UI yang meliputi Senak Akademik, Dewan Guru Besar, Majelis Wali Amanat, dan Rektorat UI.

“Ada panitia yang dibentuk pihak universitas yang menjalankan ini; di-quality control oleh Senat Akademik, itu ibaratnya mirip DPR dan kolega kita di situ; ada perwakilan seluruh fakultas yang terdiri dari guru besar dan lektor kepala. Jadi ini sudah melalui proses yang proper, sesuai dengan regulasi yang ada di Universitas Indonesia dan tata cara akademik yang baik,” kata Heri usai peresmian SPPB UI di Balai Sidang UI, Depok, Jawa Barat, Rabu (22/10/2025).


Mengapa SKSG UI dan SIL UI Digabung dan Ganti Nama?

Heri menjelaskan, secara historis, SIL UI dan SKSG UI semula merupakan Sekolah Pascasarjana UI. Dalam perkembangannya, sekolah pascasajana ini berkembang SIL UI dan SKSG UI. Keduanya digabung kembali 9 tahun kemudian.

“Nah, dalam perjalanannya, dua sekolah ini ternyata tidak bisa berdiri sebagai satu sekolah yang itu. Namanya ada dua, direkturnya ada dua, tetapi badan administrasi sekolahnya satu,” ucapnya.

“Sembilan tahun. Nah, dalam perjalanan itu, tidak bisa menjadi satu sekolah yang bisa berdiri sendiri. Kemudian ada perkembangan lebih lanjut ya, yang Bapak Ibu lebih ketahui,” imbuhnya.

Terkait kasus disertasi mahasiswa doktoral SKSG UI dan Menteri Energi dan Sumebr daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia dan pembinaan pihak yang terlibat, Heri mengatakan rebranding sekolah baru diharapkan membuat SPPB UI tidak terbebani masalah yang lalu.

“Kemarin tim dari empat organ: MWA, Senat (Akademik), juga DGB (menemukan), jadi ada ketidakpatuhan pada personil, kan. Makanya personil yang ada di dalam sendiri: ada direktur mereka, kaprodi, itu dilakukan pembinaan. Jadi sebenernya kalau semuanya melaksanakan SOP, aturan yang tertulis sesuai yang ada itu sudah berjalan dengan baik; dengan rebranding sekolah baru, adanya sekolah yang baru, kita berharap tidak terbebani oleh masalah lalu lagi,” ucapnya.

Mengapa Jadi Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan UI?

Ia menambahkan, penggabungan SIL UI dan SKSG UI menjadi SPPB UI menjadi SPPB UI didasarkan pada studi perkembangan keilmuan secara global dan diskusi internal empat organ UI. Hasilnya mendapati pembangunan berkelanjutan mencakup kedua bidang tersebut dan dapat diperluas.

“Muncul satu kata kunci, yaitu sustainable development, pembangunan berkelanjutan. Yang di dalamnya, seperti yang disampaikan Pak Direktur tadi, bisa menjadi holding untuk kajian strategik, kajian global, dan juga ilmu lingkungan. Bahkan, bisa berkembang lebih luas lagi,” ucapnya.

Direktur Sekolah Pascasarjana Pembangunan Berkelanjutan (SPPB) UI Prof Dr Drs Supriatna MT mengatakan, pendirian SPPB UI juga berkaca pada sekolah-sekolah pembangunan berkelanjutan yang ada di perguruan tinggi luar negeri.

“Multidisiplin, interdisiplin, dan transdisiplin. Jadi sifatnya bisa masuk ke semua, baik ekonomi, sosial, politik, ilmu lingkungan, dan lain-lain.

Diketahui, Supriatna sebelumnya terpilih sebagai Direktur SIL UI periode 2025-2029.

(twu/nah)



Sumber : www.detik.com

Wacana Singapura Terapkan Program Makan Terpusat Mirip ‘MBG’ Mulai Januari 2026


Jakarta

Singapura akan menerapkan program makan terpusat di sekolah yang konsepnya mirip dengan program ‘makanan bergizi’ (MBG) di Indonesia, mulai Januari 2026. Sebanyak 13 sekolah di Singapura, sebagian besar sekolah dasar, akan beralih ke sistem Central Kitchen Meal Model (CKMM) ,model dapur pusat saat seluruh makanan disiapkan oleh satu operator dan didistribusikan ke sekolah.

Dengan sistem ini, siswa tidak lagi membeli makanan dari penjual kantin individual, melainkan dari perusahaan katering dan vendor resmi yang ditunjuk pemerintah. Kebijakan tersebut diambil karena semakin sulitnya sekolah-sekolah di Singapura menemukan dan mempertahankan penjaja kantin, meski biaya sewa sudah rendah.

Sebagai langkah awal, pemerintah telah menetapkan pembagian operator dapur pusat. Lima sekolah di wilayah barat – Dazhong Primary, Kranji Primary, Pioneer Primary, Qifa Primary, dan West View Primary – akan dilayani oleh Chang Cheng Mee Wah Food Industries. Sementara itu, Gourmetz akan melayani lima sekolah di wilayah selatan, termasuk CHIJ (Kellock), Radin Mas Primary, dan River Valley Primary.


Dikutip dari Strait Times, sekolah Blangah Rise Primary, yang sejak 2021 bekerja sama dengan perusahaan katering dan logistik penerbangan Sats, akan beralih ke Gourmetz pada 2026. Gourmetz juga akan melayani Outram Secondary School (kampus York Hill) hingga sekolah tersebut pindah ke Sengkang pada 2027.

Empat sekolah di wilayah utara dan timur, Casuarina Primary, Chongzheng Primary, Northoaks Primary, dan Outram Secondary (kampus Sengkang), akan ditangani oleh Wilmar Distribution.

Juru bicara Kementerian Pendidikan atau Ministry of Education Singapore (MOE) menjelaskan, operator dapur pusat wajib menyediakan setidaknya satu menu lengkap dengan harga tidak lebih dari S$2,70 atau sekitar Rp 34 ribu untuk sekolah dasar dan S$3,60 atau sekitar Rp 45 ribu untuk sekolah menengah.

Selain itu, semua menu harus mengikuti pedoman Healthy Meals in Schools Programme dari Health Promotion Board (HPB) serta menawarkan variasi pilihan makanan yang sehat.

Program dapur pusat ini merupakan pengembangan dari uji coba di Yusof Ishak Secondary School tahun 2022. Kepala sekolahnya, Chen Ziyang, mengatakan kantin sekolah kini menerapkan model hibrida, menggabungkan sistem dapur pusat Sats dengan beberapa pilihan tambahan seperti makanan ringan dan buah segar.

Siswa dapat mengambil makanan yang dipesan sebelumnya melalui dispenser otomatis dengan memindai kartu EZ-Link. Dengan sistem ini, waktu antrean berkurang drastis, pengambilan makanan hanya memakan waktu sekitar lima menit saat jam istirahat.

MOE menyebut meskipun sebagian besar sekolah masih memiliki cukup banyak kios, beberapa di antaranya kesulitan mencari penjaga baru meski biaya sewa sudah rendah. Kompetisi dengan pusat jajanan, food court, dan rumah makan umum membuat banyak calon penjaga kios enggan mengambil alih.

Mekanisme Operasi Dapur Pusat

Dalam model baru ini, setiap operator memiliki sistem berbeda. Chang Cheng Mee Wah akan menyediakan terminal otomatis di kantin yang dapat menampung hingga 48 porsi makanan panas siap saji. Siswa cukup menempelkan kartu bus mereka untuk mengambil makanan yang telah dipesan. Sekolah juga bisa menambahkan mesin penjual minuman otomatis bila diperlukan.

Di Northoaks Primary, selain makanan siap saji, Wilmar Distribution akan mengoperasikan empat kios langsung yang menjual nasi lauk, mi, makanan Barat dan Korea, serta camilan dan minuman. Tersedia juga mesin otomatis dengan pilihan seperti lasagna, laksa, dan nasi goreng.

Di sisi lain, MOE akan membantu sekolah yang terdampak, termasuk menyalurkan penjaga kios lama ke sekolah lain yang memiliki lowongan atau merekomendasikan mereka ke operator dapur pusat untuk dipekerjakan.

Meski sistem dapur pusat menjadi salah satu solusi atas kelangkaan penjaga kios, model individu tetap akan menjadi sistem utama bagi kantin sekolah.

“MOE akan terus mendukung sekolah-sekolah ini, antara lain dengan mencari tarif utilitas yang lebih ringan dan menetapkan biaya sewa kantin yang minimal,” kata juru bicara MOE.

Kementerian juga akan terus meninjau berbagai cara pengelolaan kantin serta mengkaji kemungkinan memperluas sistem ini ke lebih banyak sekolah yang berminat.

(suc/naf)



Sumber : health.detik.com

Kepsek Tampar Siswa yang Merokok di Sekolah, Pakar UGM Soroti Ortu Lapor Polisi



Jakarta

Kasus murid yang merokok di SMAN 1 Cimarga, Banten dan mendapat tamparan dari kepala sekolahnya tengah menjadi sorotan. Sebab, orang tua murid justru melaporkan kepala sekolah ke polisi, yang berujung penonaktifan sementara.

Meski sudah berakhir dengan saling memaafkan dan damai, buntut penyelesaian kasus ini menimbulkan rasa waswas bagi Kepala SMAN 1 Cimarga, Dini Fitria. Ia khawatir ke depan apa yang bisa terjadi kepada dirinya jika menegur siswa lagi, padahal ia hanya mendidik karakter generasi bangsa.

“Perasaan saya sudah memaafkan, cuma perasaan waswas masih tetap ada. Kenapa? Karena saya khawatir teguran yang dilakukan, sampai saya berpikiran ke depan apa yang terjadi pada diri saya, saya adalah putri bumi pertiwi yang peduli terhadap generasi penerus bangsa, pendidikan karakter itu harus ditegakkan,” ucap Dini di SMAN 1 Cimarga, Lebak, Kamis (16/10/2025), dikutip detikNews, Sabtu (18/10/2025).


Sudah Tepat Guru Mendisiplinkan Siswa yang Merokok di Sekolah

Pengamat Kebijakan Pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Subarsono, M Si, MA, mengatakan pendisplinan kepala sekolah terhadap anak yang merokok di lingkungan sekolah adalah sudah tepat. Ini karena sekolah adalah kawasan bebas rokok.

“Guru tidak hanya berfungsi sebagai pengajar untuk mentransfer ilmu, tetapi juga berfungsi sebagai pendidik, agar murid menjadi anak berkualitas, berkarakter dan berbudi luhur,” ungkapnya kepada detikEdu, Jumat (17/8/2025).

Namun, ia menggarisbawahi bahwa metode pendisiplinannya perlu dievaluasi. Sebab, cara pendisiplinan era dulu dan sekarang sudah berbeda.

“Penting bagi guru untuk memberikan metode pendisiplinan yang tepat di era kekinian, misalnya murid yang salah karena merokok diminta membuat karya pendek sekitar 500 kata apa dampak dari bahaya merokok dalam waktu 24 jam. Saya pikir anak akan mencari materi dari berbagai sumber di google,” lanjut Subarsono.

Orang Tua Perlu Berpikir Ulang dan Tidak Gegabah

Menurut Subarsono, tindakan melaporkan pendidik ke polisi karena pendisiplinan murid perlu dipikir ulang. Orang tua, sejak awal seharusnya bisa membangun komunikasi dan kepercayaan ketika menyekolahkan anak mereka.

“Saya percaya bahwa guru tidak akan memberikan sanksi melebihi kepantasan ketika seorang murid melakukan kesalahan. Laporan kepada polisi justru akan merusak relasi antara orang tua dan murid di satu pihak dengan institusi sekolah dan guru di pihak lain,” ujar Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM itu.

Subarsono berpendapat, orang tua boleh protektif kepada anaknya, tetapi tidak perlu berlebihan sampai ke ranah hukum. Terlebih jika masalah awalnya karena anak yang melakukan pelanggaran berat di sekolah.

Kasus yang melibatkan guru dan siswa, bisa diselesaikan melalui jalur di luar peradilan atau polisi, yakni melalui mediasi antara ortu dengan sekolah dan guru. Ini juga biasa dikenal sebagai restorative justice (keadilan restoratif).

“Cara penyelesaian di luar kepolisian akan lebih enak dan bisa menghindari lahirnya luka batin baik bagi pelaku maupun korban,” tuturnya.


Solidaritas Siswa yang Kurang Tepat

Untuk diketahui, usai murid yang merokok ditampar, ratusan siswa SMAN 1 Cimarga sempat mogok sekolah. Ini dilakukan sebagai aski protes.

Namun, Subarsono menilai, solidaritas yang dilakukan siswa tidak tepat. Sebab, merokok di lingkungan sekolah merupakan kesalahan dan itu bukan sesuatu hal yang harus didukung.

Larangan merokok khususnya di fasilitas pendidikan seperti sekolah telah diatur berdasarkan UU No. 17 Tahun 2023 pasal 151 dan PP No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Secara spesifik, kementerian pendidikan sudah mengeluarkan Permendikbud No. 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah, khususnya di pasal 5 ayat 1 berbunyi:

“Kepala sekolah, guru, peserta didik, dan pihak lain dilarang merokok di lingkungan sekolah.”

Dalam hal ini, pendisiplinan dengan menampar juga tidak dibenarkan. Sebab, kekerasan dalam bentuk apa pun dilarang di lingkungan sekolah, diatur dalam Permendikbudristek No. 46 Tahun 2023.

Jadi untuk siswa, solidaritas antarteman sangat penting. Namun, perlu diwujudkan dalam koridor yang tepat.

“Membangun solidartas antarsiswa tidaklah salah, tetapi solidaritas perlu diwujudkan dalam konteks yang tepat, bukan membabi buta,” tutur Subarsono.

(faz/pal)



Sumber : www.detik.com