Tag Archives: spesies

Untuk Pertama Kalinya, Aksi Bayi Dugong Terekam di Pantai Alor



Alor

Untuk pertama kalinya, aksi bayi dugong terekam kamera sedang bermain di dekat kapal nelayan di pantai Mali, Alor, NTT.

Mawar, dugong (Dugong dugon) berkelamin jantan yang dikenal sebagai penghuni perairan Pantai Mali, Alor, terekam kamera sedang bermain dengan satu individu bayi dugong.

Penampakan langka ini berhasil diamati oleh Engky Bain, anggota Forum Komunikasi Nelayan Kabola, yang melihat bayi dugong tersebut berenang bersama Mawar dan Melati (dugong betina).


Dalam video pendek berdurasi kurang dari satu menit itu, Mawar tampak menggendong bayi dugong di punggungnya, lalu berenang kembali bersama satu dugong dewasa lainnya, seperti sedang bermain.

Penemuan ini dikonfirmasi oleh Ketua Forum Komunikasi Nelayan Kabola, Onesimus La’a atau yang biasa disapa Pak One.

“Saya sudah sempat melihat bayi dugong itu, namun seringnya dia dan dugong Melati menghindari kapal, tidak seperti Mawar. Akhirnya kemarin anggota Forum berhasil mendokumentasikan kemunculan ketiga ekor dugong tersebut bermain di dekat kapal. Jadi kami ingin pastikan lamunnya cukup untuk tiga ekor dugong, Mawar itu kan selalu berada di wilayah ini karena makanannya melimpah. Kalau perlu dilakukan rehabilitasi lamun, kelompok kami siap membantu,” ujar Pak One dalam keterangannya, Jumat (10/10/2025).

Ranny R. Yuneni, Koordinator Nasional Program Spesies Laut Dilindungi dan Terancam Punah, Yayasan WWF-Indonesia mengatakan Kehadiran dua individu dugong lain selain Mawar membuktikan bahwa bahwa ekosistem lamun di Pantai Mali, Alor memiliki kualitas ekologis yang mampu menyediakan ruang hidup dan sumber pakan bagi dugong.

“Sebagai langkah lanjutan, WWF-Indonesia bersama mitra pemerintah dan masyarakat berencana melaksanakan survei mamalia laut di Alor pada tahun ini, mencakup pemantauan populasi dugong, lumba-lumba, dan paus di perairan Alor. Survei ini akan memperkuat dasar ilmiah pengelolaan habitat mamalia laut di Alor, dengan mengaitkan data populasi dan perilaku dugong serta mamalia laut lainnya dengan kondisi padang lamun sebagai habitat utamanya,” imbuh dia.

Upaya konservasi lamun di Alor telah dilakukan oleh WWF-Indonesia bersama Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pengelola Taman Perairan Kepulauan Alor dan Laut Sekitarnya yang merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Tahun 2024, WWF-Indonesia telah melaksanakan survei awal untuk mendukung program rehabilitasi lamun di perairan Pantai Mali. Hasilnya menunjukkan bahwa kondisi padang lamun di kawasan ini termasuk dalam kategori padat hingga sangat padat (kategori kaya/sehat) dengan tutupan 73-76%.

Sebanyak delapan jenis lamun dari dua famili teramati, termasuk jenis makanan favorit Mawar, Halophila ovalis. Peningkatan aktivitas wisata di sekitar habitat dugong pun perlu diimbangi dengan penerapan kode etik wisata secara ketat untuk mencegah gangguan terhadap perilaku alami spesies tersebut.

“Keseimbangan antara konservasi dan pariwisata menjadi kunci. Wisata berbasis konservasi harus memastikan bahwa interaksi dengan dugong tetap aman, berjarak, dan tidak mengubah pola makan atau migrasinya. Termasuk pengaturan jumlah kapal, kecepatan, serta etika pengamatan harus diterapkan dengan disiplin,” ujar Ranny.

Kemunculan bayi dugong ini menjadi simbol keberhasilan konservasi berbasis masyarakat di Alor. Hal ini menunjukkan bahwa manusia dan satwa laut dapat hidup berdampingan secara harmonis bila habitatnya dijaga bersama.

“Dugong merupakan biota perairan dilindungi nasional dengan status Vulnerable menurut daftar merah IUCN. Adanya dua individu baru dugong di Alor adalah bukti nyata bahwa upaya menjaga ekosistem laut, khususnya padang lamun, membuahkan hasil. KKP terus berkomitmen untuk memperkuat konservasi dugong melalui pengelolaan kawasan konservasi perairan, pemantauan populasi dan pengawasan, serta peningkatan kesadaran masyarakat. Kami juga memberikan apresiasi tinggi kepada masyarakat, mitra, dan lembaga yang selama ini konsisten menjaga laut Alor, sehingga dugong dapat tetap hidup dan berkembang biak di habitat alaminya,” ujar Sarmintohadi, Direktur Konservasi Spesies dan Genetik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).

(wsw/wsw)



Sumber : travel.detik.com

Dua Spesies Baru Anggrek Ditemukan di Raja Ampat, Kerusakan Hutan Bisa Jadi Ancaman


Jakarta

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap dua spesies anggrek baru di Kepulauan Raja Ampat, Papua Barat. Kedua spesies tersebut dinamakan Dendrobium siculiforme dan Bulbophyllum ewamiyiuu.

Dua spesies baru anggrek ini dideskripsikan sebagai anggota baru dalam keluarga Orchidaceae. Penemuan ini telah diterbitkan dalam jurnal internasional Telopea Vol 29 dengan judul “Two new orchid species from the Raja Ampat Archipelago, Southwest Papua Province, Indonesia”.

Publikasi tersebut merupakan kerja sama tim riset antara Reza Saputra (Kementerian Kehutanan), Destario Metusala (BRIN), Andre Schuiteman (Kew Botanic Gardens, Inggris), Yuanito Eliazar (Indonesian Society of Botanical Artists) dengan Ashley Field, Katharina Nargar, dan Darren Crayn (Australian Tropical Herbarium, James Cook University).


Bagaimana Awal Penemuannya?

Dua anggrek spesies baru ini semula terungkap dari kegiatan inventarisasi tumbuhan dan pemanfaatannya di Pulau Batanta, Kepulauan Raja Ampat pada 2022 silam. Kegiatan tersebut dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Papua Barat dengan BRIN.

Melalui survei tersebut, para ahli mengoleksi berbagai jenis anggrek alam dan mencatat pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat lokal. Setelah beberapa tahun, sejumlah koleksi anggrek dari survei pun berbunga. Hal ini memungkinkan pengamatan morfologi yang lebih mendalam.

Seperti ini Ciri-cirinya

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, Destario Metusala menyampaikan kedua spesies baru tersebut adalah anggrek epifit yang tumbuh menempel secara alami di batang pohon.

Dendrobium siculiforme memiliki batang tegak setinggi 15-50 cm dengan daun tersusun berseling. Bunganya muncul dari bagian atas batang dengan jumlah sekitar enam kuntum. Saat mekar sempurna, diameter bunganya mencapai 7 cm dengan warna krem kekuningan berpola guratan cokelat keunguan,” jelas Destario, dikutip dari keterangan tertulis BRIN pada Selasa (14/10/2025).

Ia menjelaskan tim riset menggunakan nama siculiforme dari bahasa Latin yang berarti berbentuk seperti belati. Bentuk ini merujuk pada bentuk cuping tengah bibir bungnganya yang mirip belati.

Dendrobium siculiforme mirip dengan Dendrobium magistratus. Namun, keduanya berbeda dalam karakter perbungaan dan bentuk sepal serta bibir bunganya.

spesies anggrek baru Dendrobium siculiformespesies anggrek baru Dendrobium siculiforme Foto: Reza Saputra/BRIN

Di sisi lain, Bulbophyllum ewamiyiuu mempunyai lebih kecil dengan ukuran sekitar 8-12 cm dengan satu helai daun di setiap pseudobulb.

“Bunganya memang kecil, hanya sekitar 5-6 mm, tetapi warnanya sangat menarik. Sepal dan petalnya berwarna dasar kuning dengan semburat merah marun yang kontras,” terang Destario.

Ia membeberkan nama ewamiyiuu dipilih dari bahasa Batta yang digunakan masyarakat Suku Batanta, yang artinya bergaris. Nama tersebut mengacu pada garis-garis kecokelatan yang terlihat di antara alur pada bagian pseudobulb. Spesies ini mempunyai kemiripan dengan Bulbophyllum graciliscapum, tetapi berbeda pada bentuk sepal, pseudobulb, dan ornamentasi bibir bunganya.

spesies nggrek baru Bulbophyllum ewamiyiuuspesies nggrek baru Bulbophyllum ewamiyiuu Foto: Reza Saputra/BRIN

Diperkirakan Spesies Endemik

Kedua spesies yang baru ditemukan ini diduga spesies endemik Kepulauan Raja Ampat dengan sebaran alamai yang terbatas, berdasarkan data distribusi yang ada.

Dengan data yang masih minim, para peneliti mengusulkan Dendrobium siculiforme berstatus Kritis (Critically Endangered). Sementara, Bulbophyllum ewamiyiuu tergolong pada kategori Kekurangan Data (Data Deficient) berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN) Red List.

Pentingnya Hutan-hutan Pedalaman Papua

Destario menekankan penemuan ini menegaskan pentingnya hutan-hutan di pedalaman papua sebagai gudang sumber daya genetik yang belum banyak terungkap.

“Potensi temuan spesies baru dari Papua sangat besar, tidak hanya dari kelompok anggrek, tetapi juga dari kelompok tumbuhan lainnya,” sebutnya.

Sedangkan pada sisi lain potensi kerusakan hutan di Kepulauan Raja Ampat adalah ancaman serius untuk kelestarian habitat alami. Maka dari itu penelitian keanekaragaman hayati perlu terus dipercepat sebagai riset hulu yang jadi dasar upaya pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan.

Destario turut mengingatkan risiko pengambilan liar di alam dikarenakan tingginya minat pasar.

“Kemunculan spesies baru biasanya memicu antusiasme para penghobi untuk memilikinya. Bahkan, Bulbophyllum ewamiyiuu sudah mulai diperdagangkan hingga ke Pulau Jawa,” jelasnya.

Ia menggarisbawahi pentingnya kolaborasi berbagai pihak, termasuk komunitas penghobi anggrek dalam menjaga kelestarian kedua spesies baru tersebut.

“Upaya konservasi harus dilakukan bersama agar keindahan anggrek-anggrek ini tidak hilang dari belantara Papua,” ujarnya.

(nah/nwk)



Sumber : www.detik.com

Nyamuk Pertama Kali Ditemukan di Islandia, Ilmuwan: Bukti Nyata Krisis Iklim



Jakarta

Islandia dikenal sebagai wilayah tanpa nyamuk karena lingkungan dingin yang ekstrem. Namun, baru-baru ini, nyamuk ditemukan di Islandia. Pertanda apa?

Menurut pakar, nyamuk pertama kali ditemukan di Islandia seiring krisis iklim yang menghangatkan negara tersebut. Diketahui, tiga spesimen ditemukan di tempat yang sebelumnya merupakan satu-satunya tempat di dunia tanpa nyamuk.


Para ilmuwan telah lama memperkirakan jika nyamuk dapat berkembang biak di Islandia karena terdapat banyak habitat perkembangbiakan seperti rawa dan kolam. Namun, banyak spesies tidak akan mampu bertahan hidup di iklim yang keras.

Namun kini Islandia sedang memanas, empat kali lebih cepat daripada belahan Bumi utara lainnya. Gletser telah mencair dan ikan dari iklim selatan yang lebih hangat seperti makerel telah ditemukan di perairan negara tersebut.

Seiring menghangatnya planet ini, lebih banyak spesies nyamuk mulai ditemukan di seluruh dunia. Di Inggris, telur nyamuk Mesir (Aedes aegypti) ditemukan tahun ini, dan nyamuk macan Asia (Aedes albopictus) telah ditemukan di Kent. Nyamuk-nyamuk ini merupakan spesies invasif yang dapat menyebarkan penyakit tropis seperti demam berdarah, chikungunya, dan virus Zika.

3 Spesimen Nyamuk Ditemukan di Islandia

Penggemar serangga, Björn Hjaltason, menemukan nyamuk-nyamuk tersebut dan membagikannya di grup Facebook Serangga di Islandia.

“Saat senja tanggal 16 Oktober, saya melihat seekor lalat aneh di pita anggur merah,” kata Björn, merujuk pada perangkap yang ia gunakan untuk menarik serangga, dalam The Guardian, dikutip Selasa (21/10/2025).

“Saya langsung curiga dan segera menangkap lalat itu. Ternyata lalat itu betina,” tambahnya.

Ia menangkap dua lalat lagi danmengirimkannya ke lembaga sains tempat mereka diidentifikasi.

Matthías Alfreðsson, seorang entomolog di Institut Ilmu Pengetahuan Alam Islandia, mengonfirmasi temuan tersebut di Islandia. Ia mengidentifikasi serangga tersebut setelah dikirimkan kepadanya oleh seorang ilmuwan warga.

“Tiga spesimen Culiseta annulata ditemukan di Kiðafell, Kjós, dua betina dan satu jantan. Semuanya dikumpulkan dari tali anggur selama proses pengikatan anggur yang bertujuan untuk menarik ngengat,” ungkapnya.

Ketiga spesies ini diketahui tahan dingin dan dapat bertahan hidup di Islandia dengan berlindung selama musim dingin di ruang bawah tanah dan lumbung.

(nir/faz)



Sumber : www.detik.com

dari Inggris Kembali ke Habitat Aslinya di Bali



Gianyar

Salah satu satwa endemik Bali yang populasinya menyedihkan adalah burung perkici dada merah. Namun angin segar kini tengah berhembus.

Di Taman Safari Bali, kini ada tempat konservasi burung tersebut. Selain sebagai destinasi wisata edukasi, Taman Safari Indonesia bukanlah tempat yang sekadar rekreasi saja, tapi juga konservasi.

Meski burung perkici dada merah ini adalah burung endemik Bali, tapi keberadaannya di Bali sendiri sudah sangat sulit untuk ditemukan. Menurut Husbandry Manager Taman Safari Bali, Ayudis Husadhi, menjelaskan burung perkici dada merah yang ada di Lorikeet Breeding Center di Taman Safari Bali ini merupakan hasil transfer dari Paradise Park di Inggris.


“Burung perkici dada merah atau common name-nya Michelle Lorikeet atau dalam bahasa Bali ini dikenal dengan nama atat Bali. Burung ini dikenal sudah hampir tidak ada ya di alam, sudah hampir tidak ditemukan di alam,” ujar Ayudis di Bali, Sabtu (11/10/2025).

Melalui koneksi dengan World Parrot Trust, Taman Safari Bali akhirnya menemukan spesies endemik Bali itu di Paradise Park Inggris. Karena di Paradise Park itu populasi dari burung perkici dada merah ini sangat banyak.

Hingga akhirnya di bulan Juli 2025 lalu, sebanyak 10 pasang burung perkici dada merah ditransfer ke Taman Safari Bali untuk nantinya dikembalikan lagi ke alam Bali.

“Dan kabar baiknya sudah mulai ada yang bertelur, ya mudah-mudah dalam waktu dekat (bisa menetas),” jelas Ayudis.

Taman Safari Indonesia bukan sekadar tempat rekreasi tapi juga jadi tempat edukasi sekaligus tempat konservasiLorikeet Breeding Center di Taman Safari Bali. (Muhammad Lugas Pribady/detikcom)

Menurutnya, masa pengeraman telur burung perkici dada merah ini membutuhkan waktu sekitar 24 hingga 27 hari. Untuk saat ini Taman Safari Bali akan terlebih dahulu fokus untuk pengembangbiakan, sebelum nantinya burung-burung perkici dada merah ini dilepas liarkan ke alam.

“Untuk habitatnya masih kita cari berdasarkan referensi dan juga informasi-informasi yang kita terima itu di sekitar daerah Bedugul. Cuma memang sulit sekali melihat (burung perkici dada merah) ini di alam,” ucapnya.

Burung perkici ini sebetulnya memiliki banyak jenisnya dan tersebar di beberapa wilayah Indonesia. Namun, khusus untuk jenis perkici dada merah merupakan endemik dari Pulau Bali.

Sehingga pelestariannya di Taman Safari Bali ini menjadi sangat penting untuk mengembalikan lagi spesies satwa yang telah hilang dari alam asalnya.

Belum Ada Informasi Awal Tiba di Inggris

“Asal usul pertama kali burung (ada di Inggris) kita belum mendapatkan sejarahnya secara khusus, namun yang kita dapatkan ini adalah hasil pengembangbiakan. Jadi di Inggris itu ada banyak kebun binatang yang punya jenis ini, jadi ada di Paradise Park, di Chester Zoo, dan tempat lainnya,” ucap Kurator Satwa di Taman Safari Bali, Ari.

“Kebetulan saja Paradise Park yang jumlahnya sangat banyak dan mereka juga punya program untuk mengembalikan kembali burung ini ke habitat aslinya. Dan mereka tahu kalau di Bali jumlah burung ini sudah semakin sedikit,” lanjut Ari.

Serupa dengan program untuk burung endemik Bali lainnya yakni Jalak Bali. Burung perkici dada merah ini nantinya setelah populasi yang dianggap cukup akan dilepasliarkan kembali ke habitat aslinya.

(upd/wsw)



Sumber : travel.detik.com

10 Delta Sungai Terluas di Dunia, Ada di Negara Mana Saja?


Jakarta

Delta sungai menjadi kekayaan unik yang ada di permukaan bumi. Di berbagai pelosok dunia, ada banyak delta sungai yang terbentuk. Terbesar ada di mana?

Istilah delta menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti tanah endapan berbentuk segitiga di muara sungai. Delta terbentuk dari endapan lumpur, pasir, dan material lain yang terbawa arus sungai sebelum mencapai laut.

Kehadiran delta bukan hanya fenomena geografis, tetapi juga penopang kehidupan manusia, satwa, dan ekosistem.


Menurut Geological Society of America (GSA Today, 2020), delta berperan penting sebagai sistem ekologi produktif yang menyediakan pangan, habitat, serta perlindungan terhadap bencana alam. Delta juga menjadi salah satu wilayah paling padat penduduk di dunia.

Daftar 10 Delta Sungai Terluas di Dunia

1. Ganges-Brahmaputra-Meghna Delta (Bangladesh & India)

Delta terbesar di dunia dengan luas lebih dari 100.000 km². Delta ini menopang lebih dari 100 juta orang dan menjadi rumah bagi hutan mangrove Sundarbans. Menurut Earth Surface Dynamics (2019), delta ini juga termasuk paling rentan terhadap perubahan iklim dan kenaikan muka laut.

2. Amazon Delta (Brasil)

Memiliki luas hampir 100.000 km², delta Amazon terbentuk dari sungai dengan debit air terbesar di dunia. Mengutip A-Z Animals, delta ini dikenal sebagai “jantung keanekaragaman hayati global” dengan hutan tropis, rawa, dan ribuan spesies unik.

3. Mississippi Delta (Amerika Serikat)

Dengan luas sekitar 32.400 km², delta ini membentuk rawa-rawa besar di Louisiana. GSA Today menjelaskan bahwa kawasan ini menjadi contoh klasik interaksi manusia dan alam, terutama dalam pengendalian banjir dan pembangunan kanal.

4. Lena Delta (Rusia, Siberia)

Delta di Laut Arktik ini mencakup 32.000 km² dan menjadi habitat penting burung migrasi. Earth Surface Dynamics menekankan bahwa delta Arktik seperti Lena menjadi indikator penting perubahan iklim global.

5. Mekong Delta (Vietnam)

Delta seluas 40.500 km² ini sering disebut “lumbung padi Asia Tenggara”. Lebih dari 20 juta orang bergantung pada pertanian dan perikanan di kawasan ini. GSA Today mencatat bahwa perubahan aliran air karena bendungan mengancam keberlanjutan delta Mekong.

6. Danube Delta (Rumania & Ukraina)

Salah satu delta terluas di Eropa dengan luas 4.152 km². Delta ini menjadi habitat lebih dari 300 spesies burung dan dinyatakan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.

7. Niger Delta (Nigeria)

Delta besar di Afrika Barat dengan luas 70.000 km². Meski kaya minyak bumi, delta ini juga memiliki ekosistem mangrove yang luas. A-Z Animals menekankan potensi konflik antara eksploitasi ekonomi dan pelestarian lingkungan di kawasan ini.

8. Zambezi Delta (Mozambik)

Mencakup area sekitar 18.000 km², delta ini menyimpan hutan mangrove dan lahan basah yang vital bagi gajah, kuda nil, dan buaya Afrika.

9. Parnaíba Delta (Brasil)

Satu-satunya delta di Amerika yang langsung bermuara ke Samudra Atlantik, dengan luas sekitar 2.700 km². Delta ini unik karena memiliki ratusan pulau kecil yang terbentuk dari pasir.

10. Okavango Delta (Botswana)

Berbeda dari lainnya, Okavango adalah delta daratan dengan luas sekitar 15.000 km². Airnya tidak mencapai laut, melainkan membentuk lahan basah di tengah gurun Kalahari. Earth Surface Dynamics menyebut delta ini sebagai “oasis ekologis” yang menopang salah satu keanekaragaman hayati terbesar di Afrika.

(faz/faz)



Sumber : www.detik.com

Predator Super Paling Ditakuti Melebihi Singa, Siapa Dia?


Jakarta

Singa dijuluki sebagai Si Raja Hutan. Akan tetapi, masih ada satu super predator yang lebih ditakuti oleh banyak spesies melebihinya. Siapa predator tersebut?

Jawabannya adalah kita, manusia. Dalam lebih dari 10.000 rekaman satwa liar di sabana Afrika, 95% spesies yang diamati merespons dengan jauh lebih ngeri terhadap suara manusia.

“Rasa takut terhadap manusia sudah mengakar dan menyebar luas. Ada anggapan bahwa hewan-hewan akan terbiasa dengan manusia jika tidak diburu. Namun, kami telah menunjukkan bahwa kenyataannya tidak demikian,” kata ahli biologi konservasi Michael Clinchy dari Western University, Kanada.


Dalam penelitian yang dipublikasikan tahun lalu, ahli ekologi dari Western University, Liana Zanette dan rekan-rekannya memperdengarkan serangkaian vokalisasi dan suara kepada hewan-hewan di lubang-lubang air di Taman Nasional Kruger Raya Afrika Selatan dan merekam respons mereka.

Kawasan lindung ini merupakan rumah bagi populasi singa (Panthera leo) terbesar yang tersisa di dunia, sehingga mamalia lain sangat menyadari bahaya yang ditimbulkan oleh karnivora ini.

Melansir Science Alert, para peneliti menyiarkan suara percakapan manusia dalam bahasa lokal, termasuk Tsonga, Sotho Utara, Inggris, hingga Bahasa Afrika lainnya. Ada juga suara perburuan manusia, termasuk gonggongan anjing dan tembakan. Mereka juga memutar suara singa yang berkomunikasi satu sama lain.

“Kuncinya adalah vokalisasi singa tersebut berupa geraman dan geraman, seolah-olah sedang ‘berbicara’, bukan saling mengaum. Dengan begitu, vokalisasi singa tersebut dapat dibandingkan secara langsung dengan suara manusia yang sedang berbicara,” ucap Clinchy.

Hasilnya mengejutkan, hampir semua 19 spesies mamalia yang diamati dalam eksperimen dua kali lebih mungkin meninggalkan kubangan air ketika mendengar manusia berbicara dibandingkan dengan singa atau bahkan suara berburu. Mamalia tersebut meliputi badak, gajah, jerapah, macan tutul, hyena, zebra, dan babi hutan, beberapa di antaranya dapat menimbulkan bahaya tersendiri.

“Mendengar vokalisasi manusia secara khususlah yang memicu rasa takut terbesar,” tim menjelaskan dalam makalah mereka.

“(Ini) menunjukkan bahwa satwa liar mengenali manusia sebagai bahaya yang sebenarnya, sedangkan gangguan terkait seperti gonggongan anjing hanyalah proksi yang lebih kecil,” sambungnya.

Zanette mengatakan bahwa meluasnya rasa takut di seluruh komunitas mamalia sabana merupakan bukti nyata dampak lingkungan yang ditimbulkan manusia.

“Bukan hanya melalui hilangnya habitat, perubahan iklim, dan kepunahan spesies, yang semuanya merupakan hal-hal penting. Tetapi kehadiran kita di lanskap tersebut saja sudah cukup menjadi sinyal bahaya sehingga mereka merespons dengan sangat kuat. Mereka sangat takut pada manusia, jauh lebih takut daripada predator lainnya,” tuturnya.

Penelitian ini telah dipublikasikan di Current Biology.

(ask/ask)



Sumber : inet.detik.com

‘Naga Mini’ Ini Salah Satu Amfibi Paling Langka di Dunia


Jakarta

Hewan menyerupai naga yang aneh dapat ditemukan bersembunyi di dasar sebuah danau di Meksiko. Dikenal sebagai salamander achoque, amfibi misterius ini termasuk yang paling langka di dunia, hanya ditemukan di Danau Pátzcuaro.

Kini, sebuah proyek ambisius baru telah memasang microchip pada makhluk-makhluk ini untuk pertama kalinya, sehingga memudahkan identifikasi individu. Adam Bland, Asisten manajer tim amfibi di Kebun Binatang Chester menyebutkan achoque sangat sulit dibedakan hanya dengan penglihatan.


“Bekerja sama dengan para dokter hewan di Kebun Binatang Chester, kami mengembangkan cara untuk memasang mikrochip dengan cepat di bawah kulit mereka, tetapi kami perlu memastikannya tetap terpasang dan tidak menimbulkan efek negatif pada salamander,” ujar Bland, dikutip dari IFL Science.

Karena gaya hidup akuatik dan biologi regeneratifnya yang unik, amfibi dan khususnya salamander tidak selalu mudah ditandai, diberi cincin, atau diberi tanda. Mikrochip menawarkan alternatif, tetapi karena biologi aneh yang sama, spesies amfibi diketahui menyerap mikrochip ke dalam tubuh mereka dan mengeluarkannya atau mendorongnya kembali melalui kulit mereka yang permeabel seiring waktu.

Melawan segala rintangan, tim konservasionis dari Kebun Binatang Chester berhasil menanamkan chip identitas kecil ke tubuh 80 salamander achoque. Proses pemasangan chip ini tentu saja rumit. Untungnya, bantuan datang dari sumber yang tak terduga, yakni sekelompok biarawati.

Ya, para biarawati di Monasterio de la Virgen Inmaculada de la Salud memiliki sejarah panjang dengan salamander achoque. Dulu, mereka digunakan untuk membuat obat batuk tradisional. Tetapi ketika jumlahnya mulai menurun drastis, para biarawati mulai mengembangbiakkannya. Kini, mereka merawat ratusan salamander hidup di dalam akuarium di biara dan telah menjadi penyelamat bagi spesies yang terancam punah ini.

Diperkirakan hanya tersisa 150 achoque dewasa di habitat eksklusif mereka, Danau Pátzcuaro, di negara bagian Michoacán, Meksiko. Itulah sebabnya mereka juga dikenal sebagai salamander Danau Pátzcuaro, tetapi nama ilmiahnya adalah Ambystoma dumerilii.

Kemampuan mengidentifikasi salamander achoque secara individual di Danau Pátzcuaro akan membantu upaya konservasi, tetapi pertama-tama tim perlu memeriksa apakah metodologi pemasangan mikrochip tersebut aman. Jadi, sebelum mereka membawa mikrochip seukuran beras tersebut ke populasi liar, mereka mengunjungi biara tersebut.

Para biarawati mampu menyediakan 28 salamander untuk penelitian ini, dan individu selanjutnya didaftarkan dari Kebun Binatang Chester, Centro Regional de Investigaciones Pesqueras Pátzcuaro, dan Universidad Michoacana de San Nicolás de Hidalgo.

“Kami memotong 80 ekor Ambystoma dumerilii untuk memastikan metode ini berhasil untuk achoque liar,” kata Bland.

“Kami memotongnya dengan para biarawati mengawasi dengan saksama. Ini demonstrasi nyata tentang bagaimana siapa pun dapat terlibat dalam konservasi. Orang-orang dari berbagai latar belakang bekerja untuk menyelamatkan spesies ini,” sambungnya.

Salamander-salamander tersebut diperiksa 20 hari setelah pemasangan chip, dan pemantauan ini berlanjut selama empat bulan berikutnya. Untungnya, tim tidak menemukan perubahan signifikan sebagai respons terhadap chip, dan tidak ada dampak kesehatan jangka panjang yang dilaporkan pada 80 salamander tersebut, dan yang lebih baik lagi, semua chip tetap berada di tempatnya.

Para konservasionis kini berencana menangkap achoque liar agar kesehatan dan jumlah mereka dapat dipantau secara andal. Pekerjaan ini mungkin akan kotor dan rumit, tetapi hasilnya akan sepadan.

“Membuat orang tertarik pada salamander yang hidup 12 meter di lumpur dasar danau memang sulit, tetapi mereka sungguh menarik dan memiliki banyak nilai budaya bagi masyarakat setempat. Ada peluang nyata untuk memberikan dampak konservasi yang positif bagi achoque dan spesies lain yang kurang dipahami,” kata Bland.

(rns/rns)



Sumber : inet.detik.com

Kok Bisa Ada Rayap di Rumah? Ini Penyebab dan Cara Atasinya


Jakarta

Rayap merupakan salah satu hewan yang bisa ditemukan di rumah. Hati-hati, karena keberadaannya bisa membuat furnitur yang terbuat dari kayu rusak.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Jasa Industri Pest Management Indonesia (APJIPMI) Boyke Arie Pahlevi, rayap sebenarnya tidak hanya memakan kayu saja tetapi apa pun yang mengandung selulosa. Contohnya seperti multipleks, conwood, gipsum, karpet, wall paper, buku, dan lainnya.

Lalu, bagaimana cara mengatasinya kalau ada rayap di rumah? Sebelum mengetahui cara mengatasinya, yuk simak informasi mengenai rayap terlebih dahulu.


Pembagian Kasta Rayap

Rayap merupakan serangga yang hidup berkoloni. Dalam koloni tersebut, ada pembagian kasta yang jelas yaitu kasta pekerja, kasta prajurit, dan kasta reproduktif.

Sekitar 90 persen anggota koloni rayap adalah kasta pekerja. Rayap tersebut bertugas untuk memelihara sarang, koloni dan anggotanya, mencari makan, grooming serta membersihkan kasta lain.

Selanjutnya ada kasta prajurit yang jumlahnya 10 persen dari koloni rayap. Mereka bertugas untuk mempertahankan koloni.

Di sisi lain, ada juga kasta reproduktif. Kasta ini memiliki abdomen yang besar terutama milik ratu koloni. Untuk spesies Coptotermes bisa menghasilkan 100 telur per hari.

Siklus Hidup Rayap

Siklus hidup rayap sebenarnya berawal dari laron yang berhasil berpasangan. Ya, rayap dan laron merupakan hewan yang sama.

Boyke mengatakan, laron dihasilkan setelah koloni mencapai ukuran tertentu, misalnya pada Coptotermes formosanus yang ada di China, setelah 8 tahun.

Sebelum terbang, kasta pekerja menyiapkan pintu keluar dan ruang tunggu (lounge) dekat pintu keluar serta dijaga oleh prajurit. Curah hujan merupakan salah satu pemicu keluarnya laron.

“Sepasang laron berkembang menjadi raja dan ratu (kasta reproduktif), dan bertelur untuk selanjutnya menghasilkan rayap muda yang kita kenal sebagai nimfa. Nimfa akan mengalami perubahan bentuk menjadi kasta pekerja atau kasta prajurit, atau menjadi calon kasta reproduktif,” kata Boyke kepada detikcom beberapa waktu lalu.

Habitat Rayap

Di muka bumi ini ada sekitar 3.000 jenis rayap yang 200 di antaranya ada di Indonesia. Di Indonesia rayap merupakan serangga perusak bangunan, perkebunan, dan hutan tanaman industri. Hal ini karena letak geografis, geologis, dan geomorfologis yang mendukung tumbuh subur rayap di Indonesia.

Habitat rayap ada dua, di tanah yang disebut dengan rayap tanah (subterranean termite), dan di kayu yang disebut dengan rayap kayu kering (dry wood termite).

Dilansir dari Homes & Gardens, rayap bisa masuk ke rumah karena ada area lembap yang membuatnya tertarik untuk bersarang. Area lembap juga bisa membuat kayu mudah lunak sehingga disukai oleh rayap.

Cara Atasi Rayap di Rumah

Boyke menuturkan, pengendalian rayap bisa dilakukan dengan cara pencegahan dan juga pembasmian. Untuk pencegahan, ia menyarankan untuk menjaga kelembapan rumah dan merawat kayu agar tidak dikonsumsi rayap.

“Metode pembasmian menggunakan bahan kimia seperti insektisida dan termitisida, serta metode fisik seperti mengganggu rumah rayap atau menggunakan umpan. Metode fisik seperti semprotan busa dan injeksi bahan kimia ke dalam kayu atau tanah dapat membasmi rayap dengan cepat,” ungkapnya.

Namun, apabila serangan rayap sudah parah, sebaiknya pertimbangkan untuk memakai jasa pengendalian hama profesional. Hal ini supaya mendapat solusi efektif dan terjamin.

“Layanan profesional juga dapat membantu mendeteksi keberadaan rayap secara dini sebelum kerusakan meluas,” tutupnya.

Punya pertanyaan soal rumah, tanah atau properti lain? detikProperti bisa bantu jawabin. Pertanyaan bisa berkaitan dengan hukum, konstruksi, jual beli, pembiayaan, interior, eksterior atau permasalahan rumah lainnya.

Caranya gampang. Kamu tinggal kirim pertanyaan dengan cara klik link ini

(abr/dhw)



Sumber : www.detik.com

Buset! Ikan Mas Raksasa Ini Beratnya Setara Anak 10 Tahun

Jakarta

Seorang pemancing di Prancis sukses mencetak rekor luar biasa setelah berhasil menangkap ikan mas hibrida raksasa seberat 30 kilogram, setara dengan berat rata-rata anak berusia 10 tahun. Ikan unik tersebut, yang dijuluki The Carrot, ditangkap di BlueWater Lakes, sebuah lokasi pemancingan terkenal di kawasan Champagne, Prancis.

Ikan bernama The Carrot ini bukan ikan sembarangan. Ia merupakan hasil persilangan antara ikan mas dan ikan koi, dilepaskan ke perairan BlueWater sekitar 20 tahun lalu. Seiring waktu, The Carrot tumbuh menjadi salah satu ikan mas terbesar di dunia, menarik perhatian para pemancing internasional yang berburu rekor.


Pemancing asal Inggris bernama Andy Hackett menjadi sosok beruntung yang berhasil menangkapnya pada 2022. Ia butuh waktu sekitar 25 menit untuk menarik ikan raksasa itu ke permukaan. Setelah berfoto dengan tangkapannya, Hackett dengan hati-hati melepaskan kembali The Carrot ke perairan agar tetap hidup dan berkembang.

Mengapa Ikan Mas Bisa Tumbuh Sebesar Itu?

Ukuran ikan mas sangat bergantung pada lingkungannya. Dalam akuarium kecil, ikan cenderung tetap kecil karena stres dan keterbatasan ruang. Namun jika dipelihara di tangki besar atau danau buatan dengan pakan melimpah, pertumbuhannya bisa sangat cepat.

Lingkungan seperti BlueWater Lakes memberikan kondisi ideal bagi ikan seperti The Carrot untuk mencapai ukuran luar biasa-panjang lebih dari 1 meter dan berat 30 kilogram. Tak hanya luas, area perairan kaya nutrisi.

Faktor lain, sebagai spesies hibrida karper-koi, The Carrot memiliki kemampuan adaptasi tinggi dan metabolisme cepat yang memungkinkan pertumbuhan ekstrem. Dalam kondisi ideal, ikan mas dapat terus tumbuh selama hidupnya.

Ikan Mas, Si Penakluk Ekosistem

Di berbagai negara seperti Amerika Serikat dan Kanada, ikan mas telah dianggap sebagai spesies invasif. Mereka kerap mengaduk dasar danau, merusak tanaman air, serta mengganggu keseimbangan ekosistem. Dengan nafsu makan besar, ikan mas dapat memakan hampir semua jenis organisme kecil di perairan.

Selain itu, ikan mas juga dapat membawa parasit dan penyakit yang berpotensi menular ke ikan lokal. Karena itu, sejumlah negara melarang keras praktik pembuangan ikan peliharaan ke sungai atau danau.

(afr/afr)



Sumber : inet.detik.com

Ikan Gabus Langka Dikira Punah Sekarang Muncul Lagi


Jakarta

Ikan gabus Chel (Channa amphibeus), spesies ikan yang diyakini telah punah selama lebih dari delapan dekade, telah ditemukan kembali di wilayah Himalaya di India. Temuan ini membawa perubahan tak terduga bagi dunia konservasi satwa liar.

Diduga telah punah sejak awal abad ke-20, predator air tawar langka ini telah muncul kembali, membuktikan bahwa alam masih menyimpan banyak rahasia.

Spesies yang Hilang Seiring Waktu

Penampakan terakhir ikan gabus Chel yang tercatat berasal dari spesimen yang dikumpulkan antara 1918 hingga 1933. Sejak saat itu, pencarian para peneliti menemukan ikan tersebut sia-sia, sehingga mengarah pada asumsi bahwa ikan itu telah menghilang selamanya. Puluhan tahun menghilang menjadikannya salah satu misteri terbesar dalam ilmu ikan India.


Namun pada 2024, hal yang mustahil menjadi kenyataan. Para peneliti, berbekal rumor dari suku-suku lokal yang mengaku telah menemukan ikan itu, menjelajah jauh ke dalam Sungai Chel di Benggala Barat. Kegigihan mereka membuahkan hasil. Tiga spesimen hidup berhasil dikumpulkan, beserta bukti foto yang mengonfirmasi bahwa spesies tersebut masih hidup dan sehat.

Penemuan Luar Biasa di Sungai Chel

Penemuan kembali tersebut terjadi di Kalimpong, sebuah kota yang terletak di kaki bukit Himalaya. Ikan tersebut berada di sistem Sungai Chel, habitat tempat terakhir kali ikan tersebut terlihat hampir seabad yang lalu. Para peneliti diberi tahu oleh penduduk setempat yang dilaporkan telah mengonsumsi spesies tersebut, yang memicu dilakukannya ekspedisi penelitian dan menghasilkan konfirmasi.

Tejas Thackeray, pendiri Thackeray Wildlife Foundation, menekankan pentingnya penemuan tersebut. “Terpecahkannya misteri yang telah berlangsung lama ini memperkuat pentingnya eksplorasi yang berkelanjutan dan menyoroti keberlangsungan keanekaragaman hayati, bahkan pada spesies yang pernah dianggap punah seiring waktu,” ujarnya seperti dikutip dari The Daily Galaxy.

Ikan Gabus Paling Sulit Ditemukan

Ikan gabus Chel menonjol di antara kerabatnya. Tidak seperti ikan gabus lainnya, spesies ini terkenal dengan sisiknya yang berwarna hijau cerah, garis-garis kuning, dan ukurannya yang mengesankan. Ciri khasnya ini menjadikannya yang terbesar di antara ikan gabus yang diketahui. Meskipun penampilannya mencolok, spesies ini tidak terdeteksi selama hampir satu abad, sehingga tidak terdeteksi oleh banyak survei ilmiah.

Penemuan kembali ini juga menyoroti bagaimana pengetahuan tradisional dapat memainkan peran penting dalam konservasi. Baru setelah mendengar laporan dari masyarakat adat, para peneliti dapat memfokuskan kembali pencarian mereka dan menemukan spesies yang sulit ditemukan ini.

Nasib Ikan Gabus Chel

Dengan keberadaannya yang kini telah dipastikan, muncul pertanyaan: bagaimana spesies ini bisa bertahan hidup tanpa diketahui selama ini? Menurut sebuah makalah yang diterbitkan baru-baru ini di jurnal Zootaxa, para ilmuwan percaya bahwa habitat air tawarnya yang terpencil dan berarus deras mungkin telah berkontribusi pada kemampuannya untuk tetap tersembunyi.

Namun, penggundulan hutan, polusi, dan perusakan habitat menimbulkan ancaman yang semakin besar terhadap keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.

Untuk saat ini, Thackeray Wildlife Foundation dan para konservasionis mendorong penelitian lebih lanjut untuk menilai ukuran populasi, perilaku, dan kebutuhan ekologis ikan gabus Chel. Melindungi spesies dan habitatnya akan menjadi penting untuk memastikan spesies ini tidak kembali menghilang.

(rns/rns)



Sumber : inet.detik.com