Tag Archives: sri januarti rahayu

Kisah Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW oleh Malaikat Jibril


Jakarta

Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang sangat mulia dan menjadi teladan dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia. Hati beliau sangat suci, bebas dari segala sifat buruk seperti kesombongan, iri, dengki, dan syirik.

Sejak kecil, Allah SWT telah membersihkan hati Nabi Muhammad SAW dengan cara yang luar biasa. Salah satunya melalui kisah pembelahan dada Nabi Muhammad SAW oleh Malaikat Jibril berikut ini.

Kisah Pembelahan Dada Nabi Muhammad SAW

Diceritakan dalam buku Kisah Manusia Paling Mulia yang disusun oleh Neti S, pada masa kecilnya, Nabi Muhammad SAW menghabiskan waktunya di pedalaman Bani Sa’ad ikut ibu sepersusuannya. Beliau tumbuh menjadi anak yang sehat, berhati baik, dan fasih dalam berbahasa.


Nabi Muhammad SAW hidup dengan rukun dan penuh kasih sayang bersama saudara sepersusuannya. Kesehariannya, mereka bermain dan menggembala kambing bersama di padang penggembalaan Bani Sa’ad.

Pada suatu ketika, saat Nabi Muhammad SAW menggembala kambing bersama saudara sepersusuannya, datanglah Malaikat Jibril menghampiri Nabi Muhammad SAW dalam wujud manusia. Malaikat Jibril lantas memegang tangan mungil Nabi Muhammad SAW, hingga membuat beliau terkejut dan pingsan.

Malaikat Jibril kemudian meletakkan Nabi Muhammad SAW yang tak sadarkan diri di atas batu. Di saat ini pula, Jibril mulai membelah dada Nabi SAW. Jibril mengeluarkan segumpal darah hitam dari hati beliau yang telah dibelah, kemudian membuangnya.

Setelah itu, hati Nabi Muhammad SAW dibersihkan dengan air zamzam yang disimpan dalam wadah emas. Setelah hati Nabi Muhammad SAW bersih, Jibril meletakkannya kembali ke tempat semula.

Melihat kejadian ini, para saudara persusuan Nabi Muhammad SAW sangat ketakutan. Mereka kemudian berlari pulang dan menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya, Halimah.

“Ibu…ibu…Muhammad….dibunuh! Muhammad dibunuh!” kata mereka dengan menjerit-jerit.

“Ada apa dengan saudaramu?” tanya Halimah cemas.

“Muhammad…. ada orang yang ingin melukainya,” jawab mereka dengan terbata-bata.

Halimah yang terkejut dan cemas setelah mendengarnya, segera mendatangi padang gembalaan tempat Nabi Muhammad SAW berada.

Sesampainya di sana, Halimah melihat Nabi Muhammad SAW sedang menggembalakan kambing dalam kondisi yang baik-baik saja dan tidak ada luka atau goresan yang mengkhawatirkan pada diri anak susuannya itu. Bahkan, wajah Nabi Muhammad SAW terlihat lebih cerah dari biasanya.

“Apa yang telah terjadi padamu, wahai anakku?” tanya Halimah.

“Dua orang laki-laki berjubah putih telah mengambil sesuatu dari tubuhku,” Nabi Muhammad SAW menjawab dengan polosnya.

“Apa itu?” tanya Halimah dengan wajah khawatir. “Aku tidak tahu,” jawab Nabi Muhammad SAW.

“Kamu tidak apa-apa?” tanya Halimah sambil memeriksa tubuh Nabi Muhammad SAW untuk memastikan kembali keadaan anak susuannya itu. Namun, ia tetap tidak menemukan tanda-tanda yang mengkhawatirkan pada diri Nabi Muhammad SAW.

Halimah pun segera membawa Nabi Muhammad SAW dan anak-anaknya pulang dengan rasa waswas akan keselamatan anak susuannya tersebut. Peristiwa pembelahan dada Nabi Muhammad SAW di padang gembalaan itu benar-benar telah mengganggu pikiran Halimah.

Dalam beberapa riwayat, yang dikutip dari buku The 10 Habits of Rasulullah karya Rizem Aizid, air yang digunakan untuk membersihkan hati Rasulullah SAW tersebut bukan air zamzam, melainkan air dari surga. Peristiwa pembelahan dada ini pun terjadi dua kali, yaitu ketika Nabi Muhammad SAW berusia empat tahun dan sepuluh tahun.

Dalam buku Meneladani Rasulullah melalui Sejarah karya Sri Januarti Rahayu disebutkan bahwa, tidak lama setelah kejadian pembelahan dada Nabi Muhammad SAW oleh Malaikat Jibril, Halimah mengembalikan beliau kepada sang ibu, Aminah.

Sejak saat itu, Nabi Muhammad SAW merasakan kebahagiaan karena bisa hidup bersama ibunda. Namun, kebahagiaan tersebut tidak berlangsung lama, karena sang ibu, Aminah, meninggal dunia saat Nabi Muhammad SAW berusia enam tahun.

Wallahu a’lam.

(kri/kri)



Sumber : www.detik.com

Saat Rasulullah SAW Miraj dan Bertemu Nabi Ibrahim AS serta Melihat Wujud Malaikat Jibril


Jakarta

Perjalanan Isra Miraj Rasulullah SAW menjadi perjalanan yang agung dan mulia. Dalam perjalanan ini, Rasulullah SAW bertemu dengan para nabi, termasuk Nabi Ibrahim AS.

Dalam perjalanan ini juga Rasulullah SAW menyaksikan wujud Malaikat Jibril.

Mengutip buku Meneladani Rasulullah melalui Sejarah karya Sri Januarti Rahayu, saat Rasulullah SAW melewati langit ketujuh, beliau melihat Nabi Ibrahim sedang duduk bersandar di Baitul Makmur.


Diterangkan dalam buku tersebut, Baitul Makmur adalah Ka’bah khusus bagi penduduk langit dan setiap hari ada tujuh puluh ribu malaikat yang masuk ke sana dan tidak pernah kembali untuk yang kedua kalinya.

Dalam Shahih Bukhari Muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda tentang perjalanannya menuju langit ketujuh saat Miraj. Di sana terdapat Baitul Makmur. Rasulullah SAW bersabda,

“Selanjutnya, aku dinaikkan ke Baitul Makmur. Ternyata, tempat ini dimasuki oleh 70.000 malaikat setiap hari dan mereka tidak pernah kembali.”

Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, inilah nenek moyangmu maka ucapkanlah salam kepadanya.”

Rasulullah pun mengucapkan salam kepada Nabi Ibrahim. Nabi Ibrahim menjawab, “Wa’alaikumsalam, selamat datang cucu yang saleh dan nabi yang saleh.”

Diriwayatkan Nabi Ibrahim berkata kepada Rasulullah, “Ya Muhammad, sampaikanlah kepada umatmu salam dariku dan kabarkanlah kepada mereka bahwa surga itu tanahnya sangat baik, airnya segar, datarannya datar, serta tumbuhannya adalah subhanallah, alhamdulillah, laa ilahailallah, allahu akbar.”

Perjalanan ke Surga dan Sidratul Muntaha

Rasulullah SAW kemudian diajak Malaikat Jibril masuk ke dalam surga. Rasulullah SAW meriwayatkan, dalam surga, beliau melihat kubah yang terbuat dari mutiara. Beliau juga melihat empat sungai yang satu sungai berisi air tawar, satu sungai lagi berisi susu, kemudian sungai yang berisi khamar, serta sungai yang berisi madu. Sungai-sungai tersebut mengalir tanpa adanya lubang dalam tanah, tetapi mengalir di atas tanah.

Kemudian, di sana Rasulullah melihat seorang bidadari yang sangat cantik. Beliau pun bertanya, “Siapakah engkau?”

Sang bidadari menjawab, “Aku adalah bidadari Zaid bin Haritsah.”

Kemudian, Rasulullah SAW naik bersama Jibril ke Sidratul Muntaha. Rasulullah SAW menggambarkan, Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon yang sangat besar seperti berada di penghujung langit. Buahnya besar seperti kendi air, daunnya besar seperti telinga gajah dan ditutupi dengan warna yang Rasulullah sendiri tidak tahu. Rasulullah berkata, “Tidak seorang pun mampu menyifati Sidratul Muntaha karena keindahannya.”

Di Sidratul Muntaha, Rasulullah SAW melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya untuk kedua kali. Jibril mengenakan pakaian berwarna hijau yang terbuat dari sutra dan memiliki enam ratus sayap yang setiap sayapnya jika dibentangkan akan menutupi cakrawala. Jika sayapnya dibentangkan, akan terlihat permata, mutiara, dan benda-benda berwarna-warni yang berkilauan sangat indah.

Dalam hadits, Aisyah RA berkata, “Siapa yang menerangkan bahwa Nabi Muhammad telah melihat Tuhannya, maka sungguh besar bahayanya, tetapi Nabi Muhammad SAW telah melihat Malaikat Jibril dalam bentuk aslinya yang bisa menutupi ufuk.” (HR Bukhari)

Hadits dengan redaksi serupa turut dikeluarkan oleh Imam Muslim. Dari Ibnu Abbas RA, dia menjelaskan firman Allah, “Hati Muhammad tidak mendustakan apa yang telah ia lihat dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril dalam rupanya yang asli pada waktu yang lain.” (QS An Najm: 11-13).

Ibnu Abbas RA berkata, “Muhammad SAW melihat Jibril dua kali dengan hatinya.”

Tiba-tiba, datang seperti awan yang menutupi Sidratul Muntaha. Jibril pun mundur dan Rasulullah SAW naik ke tempat yang bahkan Jibril pun tidak pernah naik seorang diri. Di tempat itu, Rasulullah mendengar suara goresan pena yang sering disebut oleh ulama sebagai pena takdir. Di sanalah Rasulullah menerima wahyu untuk melaksanakan shalat sebanyak lima puluh kali sehari semalam. Rasulullah pun menerimanya.

Rasulullah turun hingga di langit keenam beliau bertemu dengan Nabi Musa kembali dan Nabi Musa bertanya, “Apa yang Allah wahyukan kepadamu?”

Rasulullah menjawab, “Allah telah mewahyukan untuk melaksanakan shalat lima puluh kali sehari semalam.”

Maka Nabi Musa pun berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan. Umatmu tidak akan sanggup shalat lima puluh kali sehari semalam. Sungguh aku sudah mempunyai pengalaman dengan umat-umat sebelum umatmu. Sungguh aku menghadapi Bani Israil dengan sangat sulit. Kembalilah ke Tuhanmu, mintalah keringanan.”

Dari sinilah kemudian Allah SWT menurunkan perintah kepada Nabi Muhammad SAW agar umatnya mengerjakan salat fardhu lima waktu dalam sehari semalam.

(dvs/inf)



Sumber : www.detik.com