Tag Archives: suami-istri

Bolehkah Sahur Dulu Baru Mandi Wajib Setelah Haid?

Arina Yulistara – wolipop

Sabtu, 08 Mar 2025 03:00 WIB





Anda menyukai artikel ini

Jakarta

Sering bertanya-tanya, bolehkah sahur dulu baru mandi wajib? Mari cari tahu jawabannya di sini.

Salah satu persiapan penting sebelum berpuasa selama Ramadhan adalah makan sahur. Sahur dianjurkan karena mengandung banyak keberkahan.

Meski demikian, ada kondisi tertentu yang mungkin membuatmu ragu, seperti ketika masih dalam keadaan junub atau memiliki hadas besar sebelum sahur. Apakah tetap boleh makan sahur sebelum mandi wajib? Bagaimana pengaruhnya terhadap keabsahan puasa?


Dalam ajaran Islam, kesucian sangat ditekankan dalam setiap aspek kehidupan, terutama dalam beribadah. Mandi wajib menjadi salah satu cara untuk mensucikan diri dari hadas besar, termasuk setelah berhubungan suami-istri, mimpi basah, haid, atau nifas.

Beberapa dari kamu mungkin pernah mengalami situasi di mana tidak sempat mandi sebelum sahur dan harus menunda hingga setelah waktu Subuh tiba. Hal ini kemudian kerap menimbulkan pertanyaan, bolehkah sahur dulu baru mandi wajib?

Mari simak penjelasan berdasarkan hadis dan pendapat para ulama mengenai pertanyaan, bolehkah sahur dulu baru mandi wajib?

Apakah Sahur Dulu Baru Mandi Wajib Diperbolehkan?

mandi wajib ramadhanmandi wajib ramadhan Foto: Getty Images/iStockphoto/Ekaterina79

Berdasarkan situs Kementerian Agama, jawabannya boleh. Kamu tetap diperbolehkan makan sahur meskipun dalam keadaan junub dan belum mandi wajib.

Ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan Aisyah RA dan Ummu Salamah RA:

“Rasulullah SAW pernah memasuki waktu Subuh dalam keadaan junub karena berjima’. Kemudian beliau mandi dan tetap berpuasa.” (HR. Bukhari & Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa keadaan junub tidak membatalkan puasa. Artinya, kamu yang sahur dalam keadaan belum mandi wajib tetap sah puasanya selama tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa.

Pandangan Ulama tentang Mandi Wajib Setelah Sahur

Halaman 2 dari 3

” dtr-evt=”detail multiple page” dtr-sec=”button selanjutnya” dtr-act=”button selanjutnya” dtr-idx=”2″ dtr-id=”7812536″ dtr-ttl=”Bolehkah Sahur Dulu Baru Mandi Wajib Setelah Haid?”>

Pandangan Ulama tentang Mandi Wajib Setelah Sahur

Niat Mandi Wajib Perempuan

Foto: Getty Images/iStockphoto/Rachaphak

Mengenai hal ini, Muh. Hambali dalam bukunya yang berjudul Panduan Muslim Kaffah Sehari-Hari dari Kandungan hingga Kematian menyatakan bahwa mayoritas ulama, yakni keempat mazhab, Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, sepakat bahwa puasa seseorang tetap sah puasanya meskipun ia memasuki waktu Subuh dalam keadaan junub.

Meski puasa tetap sah namun ia tetap wajib menyegerakan mandi junub agar bisa menunaikan salat Subuh tepat waktu. Hal ini disebukan dalam sebuah hadis yang berbunyi;

“Orang yang berpuasa boleh menunda mandi junub hingga waktu setelah fajar terbit. Tetapi, lebih utama adalah ia menyegerakan mandi wajib sebelum terbit fajar atau sebelum subuh.” (Syeikh Hasan Sulaiman An-Nuri dan Syekh Alawi Abbas Al-Maliki dalam Ibanatul Ahkam)

Hukum Puasa Bagi yang Sahur Dulu Baru Mandi Wajib

Halaman 3 dari 3

” dtr-evt=”detail multiple page” dtr-sec=”button selanjutnya” dtr-act=”button selanjutnya” dtr-idx=”3″ dtr-id=”7812536″ dtr-ttl=”Bolehkah Sahur Dulu Baru Mandi Wajib Setelah Haid?”>

Hukum Puasa Bagi yang Sahur Dulu Baru Mandi Wajib

shower with flowing water and steam, closeup view

Foto: Getty Images/iStockphoto/Rachaphak

Menurut para ulama, puasa tetap sah meskipun kamu belum mandi wajib sebelum Subuh. Hal ini didasarkan pada beberapa poin berikut:

1. Syarat puasa tidak perlu suci dari hadas besar

Dalam Islam, syarat sah puasa adalah niat dan menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Kesucian dari hadas besar bukan syarat sah puasa, melainkan menjadi syarat sah salat.

2. Sesuai hadis

Ini sesuai hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah RA dan Ummu Salamah RA menunjukkan bahwa Rasulullah SAW sendiri pernah memasuki waktu Subuh dalam keadaan junub. Kemudian mandi wajib setelahnya dan tetap berpuasa.

3. Tidak ada larangan dalam Al Quran

Tidak ada dalil yang melarang kamu berpuasa dalam keadaan junub. Oleh sebab itu, menunda mandi wajib hingga setelah Subuh tidak membatalkan puasa. Namun sengaja menunda mandi hingga lewat waktu salat Subuh tidak diperbolehkan dan berdosa.

Jadi, berdasarkan dalil dan pandangan ulama, jawaban dari pertanyaan bolehkah sahur dulu baru mandi wajib? Jawabannya boleh.

Meski belum mandi wajib, puasanya tetap sah. Namun kamu harus segera mandi setelah masuk waktu Subuh agar dapat melaksanakan salat Subuh. Oleh karena itu, jika memungkinkan, sebaiknya mandi wajib sebelum sahur agar lebih tenang.

(eny/eny)



Sumber : wolipop.detik.com

Gaji Istri Lebih Besar, tapi Suami Tetap Bayar Semua: Adil Nggak?


Jakarta

Masalah finansial seringkali jadi pemantik konflik dalam sebuah rumah tangga. Untuk itu, perlu adanya pembicaraan yang matang dan kesepakatan yang bulat dalam menentukan arah keuangan di keluarga.

Soal ini, bagi pasangan suami dan istri yang bekerja, acap kali ada pandangan bahwa seluruh beban keuangan rumah tangga harus diselesaikan oleh sang suami saja. Padahal, istri bisa juga memiliki penghasilan yang bahkan lebih besar dari suami.

“Sebaiknya, sebelum memutuskan untuk menikah memang sudah khatam membahas soal keuangan; yaitu apakah istri boleh bekerja, bagaimana cara mengatur pengeluaran dan simpanan untuk kebutuhan masa depan, termasuk siapa yang akan menjadi ‘menteri keuangan’ di dalam rumah tangga,” ujar Yuni A, Certified Financial Planner (CFP), kepada detikcom, Sabtu (9/8/2025).


Perihal suami yang harus menanggung seluruh beban keuangan rumah tangga atau tidak, Yuni bilang, semua kembali pada kesepakatan tiap pasangan. Namun, jika gaji istri lebih besar dari suami, menjadi hal yang wajar jika istri ambil bagian dalam pemenuhan kebutuhan finansial keluarga.

“Jika gaji istri lebih besar, biasanya istri ikut andil dalam memenuhi kebutuhan rumah tangga. Suami bersifat menjadi pelengkap. Yang penting adalah kesepakatan dan bagaimana komunikasi antara suami-istri dalam mengatur keuangan rumah tangga,” Yuni menjelaskan.

Di sisi lain, meskipun istri memiliki gaji yang lebih besar dari suami, tidak jadi persoalan juga kalau suami yang mengambil seluruh porsi bayar-bayar tagihan rumah tangganya. Sedangkan, gaji istri bisa jadi ‘bantalan keuangan’, yang bisa saja digunakan sewaktu butuh.

“Biasanya dalam hal ini, uang istri bisa dijadikan back-up apabila terjadi sesuatu yang darurat. Contohnya atap rumah bocor harus panggil tukang, biaya bengkel kendaraan, sampai budget untuk liburan bersama keluarga yang mungkin tidak bisa dipenuhi karena gaji suami sudah habis untuk membayar semua kebutuhan. Intinya: komunikasi dan kesepakatan bersama,” tandas Yuni.

Sementara itu, perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini, bilang ada juga kemungkinan jika suami-istri membagi porsi dalam memenuhi kebutuhan finansial mereka. Adil dalam konteks ini, kata Mike, bukan berarti membagi porsi tanggung jawab keuangan dengan nominal yang sama.

“Jadi sesuai. Misal gaji istri lebih besar, pembagiannya bisa jadi istri yang bayar lebih besar. Itu sesuai dengan kesepakatan. Misal gajinya sama-sama besarnya, kita lihat kondisi dari situasi pekerjaan masing-masing,” ujar Mike.

Bisa jadi, sang suami justru membutuhkan ongkos perjalanan menuju kantor yang lebih besar, atau merupakan seorang generasi sandwich yang harus mengurus biaya hidup orangtua dan saudaranya. Ini yang juga perlu menjadi pertimbangan agar bisa membagi porsi tanggung jawab finansial yang adil dengan istri.

“Jadi, adil itu harus didahului transparansi mengenai kondisi, situasi masing-masing yang harus dianalisa oleh kedua belah pihak. Sehingga, nanti dapat menentukan jumlah kontribusi yang proporsional sesuai dengan kebutuhan. Nah, baru di situ terjadi kesepakatan,” tutup Mike.

(fdl/fdl)

Sumber : finance.detik.com

Alhamdulillah kaya raya uang اللهم صل على رسول الله محمد
Image : unsplash.com / towfiqu barbhuiya

Punya Tabungan Rahasia dari Pasangan? Awas Selingkuh Finansial!


Jakarta

Menjadi pasangan suami-istri ternyata perlu selalu punya transparansi, salah satunya soal finansial. Bisa jadi, baik suami atau istri timbul rasa curiga atau bahkan marah kalau tahu pasangannya punya tabungan tanpa sepengetahuannya. Istilah ini bisa disebut sebagai perselingkuhan finansial.

Survei dari Bankrate menunjukkan, sebesar 40% pasangan menikah di Amerika Serikat (AS) telah melakukan selingkuh secara finansial terhadap pasangan mereka. Menghabiskan terlalu banyak uang menjadi salah satu alasan perselingkuhan finansial ini.

Perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini, tidak menyarankan pasangan suami-istri memiliki tabungan rahasia satu sama lainnya. Alasan di balik dari timbulnya keinginan merahasiakan tabungan, bisa jadi kata Mike karena sifat pasangan yang agak ‘berbahaya’.


“Mungkin ada sifat dari pasangan yang menurut suami atau istri itu agak berbahaya, mungkin boros. Tapi merahasiakan itu ada tantangannya juga, ada negatifnya juga. Nah, kalau ada tabungan yang dirahasiakan sementara ada kebutuhan rumah tangga, itu jadi tidak bisa diakses. Apalagi kalau terjadi meninggal dunia,” ujar Mike kepada detikcom, Sabtu (9/8/2025).

Untuk menghindari merahasiakan tabungan karena alasan pasangan yang boros, Mike menyarankan tabungan investasi harus dilakukan atas nama suami-istri. Hal ini supaya arus keluar-masuknya uang bisa diketahui, dan dilakukan atas persetujuan satu sama lain.

“Sehingga suami atau istri yang boros atau punya sifat yang suka ambil (uang) sendiri, itu tidak bisa akses tanpa tanda tangan istrinya atau suaminya. Itu baru menomorsatukan keamanan dari pasangan sendiri,” terang Mike.

(fdl/fdl)

Sumber : finance.detik.com

Alhamdulillah kaya raya uang اللهم صل على رسول الله محمد
Image : unsplash.com / towfiqu barbhuiya

Suami yang Bayar, Tapi Rumah Atas Nama Istri: Siapa Pemilik Sahnya?


Jakarta

Seringkali terjadi fenomena suami mencicil rumah atas nama istri, atau juga sebaliknya, istri mencicil rumah atas nama suami. Namun, sebenarnya siapa yang justru memiliki rumah ini pada akhirnya?

Menurut Perencana keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini, rumah tersebut menjadi pemilik dari nama yang tertera di dalam sertifikat rumah. Hal ini terlepas dari entah itu si suami, atau si istri yang melunasi cicilannya.

“Kalau rumah tersebut atas nama istri, suami yang mencicil. Berarti rumah tersebut sah atas nama istrinya. Jadi, atas nama siapa yang tercatat di sertifikat rumahnya. Namun begini, jika salah satu pasangan walaupun namanya tidak tercatat, bukan pemilik sahnya, tapi dia membayar cicilannya: secara moral dan finansial kontribusinya yang harus dihargai,” ujar Mike saat dihubungi detikcom, Sabtu (9/8/2025).


Menghargai kontribusi pasangan dalam memberikan tempat tinggal, meskipun bukan nama dia yang tercantum di sertifikat, perlu dilakukan untuk menghindari konflik rumah tangga. Mike menyarankan untuk mendokumentasikan kesepakatan antara suami-istri terkait kepemilikan rumah tersebut.

“Disarankan untuk mendokumentasikan kesepakatan mereka terkait kepemilikan atas rumah tersebut. Baik melalui perubahan sertifikat atau perjanjian tertulis. Jadi, sertifikatnya diubah jadi atas nama bersama, bukan atas nama satu orang. Itu bisa dilaksanakan. Ini prosesnya pasti keluar duit lagi,” beber Mike.

Mike bilang, hal itu perlu dilakukan untuk mengantisipasi konflik yang mungkin terjadi dengan memperhitungkan kontribusi moral dan finansial. Namun, ada opsi lain selain dari pengubahan nama pada sertifikat.

“Boleh bikin perjanjian tertulis, nanti dicatat di notaris. Bahwa walaupun rumah ini atas nama istri, tapi suami yang bayar, atau sebaliknya, rumah ini atas nama suami, tapi istrinya yang bayar. Itu dibikin perjanjian tertulis. Konsultasi ke notaris, mungkin bayar Rp 2,5 juta. Tapi bisa jadi lebih murah daripada sertifikat atas nama bersama,” terangnya.

Dalam perjanjian tertulis yang didampingi notaris, Mike bilang, bisa disampaikan bahwa antara suami atau istri yang menjadi pembayar rumah berkontribusi secara finansial meskipun tidak tercantum dalam sertifikat. Nantinya, surat perjanjian ini yang menjadi bukti kuat bahwa rumah tersebut adalah aset bersama, bukan punya salah satu orang saja.

“Di perjanjian tertulis di hadapan notaris ini, menyatakan bahwa kontribusinya itu dikenali, dihargai secara moral dan finansial, diakui sebagai harta bersama setelah pernikahan. Sehingga nanti ke depanya, akan diperhitungkan jika terjadi terkait dengan meninggal dunia, terkait dengan misalnya perceraian,” tutupnya.

(fdl/fdl)

Sumber : finance.detik.com

Alhamdulillah kaya raya uang اللهم صل على رسول الله محمد
Image : unsplash.com / towfiqu barbhuiya

8 Gaya Violentina Kaif, Istri Andrew Andika Tampil Syari Saat Umrah

Gresnia Arela Febriani – wolipop

Senin, 17 Nov 2025 19:00 WIB





Anda menyukai artikel ini

Gaya hijab Violentina Kaif saat umrah.
Foto: Dok. Instagram @violentina.kaif.

Jakarta

Violentina Kaif mengunggah momen dirinya saat berada di Tanah Suci. Ia terlihat memesona saat mengenakan abaya dan khimar.

Sosok Violentina Kaif mencuri atensisetelah aktor Andrew Andika tiba-tiba memamerkan buku nikah di Mekkah bersamanya. Andrew memastikan mereka menikah sebelum umrah.

Sah menjadi suami-istri, Andrew Andika sangat menikmati perjalanan umrah bersama Violentina. Pria berusia 38 tahun itu bahagia bisa ke Tanah Suci bersama perempuan yang diharapkan bisa mendampinginya sampai maut memisahkan. Seperti apa gaya Violentina Kaif yang tampil pangling dengan busana Muslimah yang syar’i?


Berikut gaya Violentina Kaif:

Violentina Kaif Pakai Abaya Set Mocca

Halaman 2 dari 8

” dtr-evt=”detail multiple page” dtr-sec=”button selanjutnya” dtr-act=”button selanjutnya” dtr-idx=”2″ dtr-id=”8215104″ dtr-ttl=”8 Gaya Violentina Kaif, Istri Andrew Andika Tampil Syari Saat Umrah”>

Violentina Kaif Pakai Abaya Set Mocca

Gaya hijab Violentina Kaif saat umrah.

Foto: Dok. Instagram @violentina.kaif.

Berpose santai di area Masjid Nabawi, Violentina mengenakan khimar set cokelat mocca yang tampak berlapis. Gaya busana ini menunjukkan tampilan modest yang tetap nyaman dan elegan.

Padu Padan Busana Syari

Halaman 3 dari 8

” dtr-evt=”detail multiple page” dtr-sec=”button selanjutnya” dtr-act=”button selanjutnya” dtr-idx=”3″ dtr-id=”8215104″ dtr-ttl=”8 Gaya Violentina Kaif, Istri Andrew Andika Tampil Syari Saat Umrah”>

Padu Padan Busana Syari

Gaya hijab Violentina Kaif saat umrah.

Foto: Dok. Instagram @violentina.kaif.

Violentina tampil pangling dengan khimar panjang berwarna cokelat mocca di halaman Masjid Nabawi. Ia memadukan busana syar’i ini dengan suasana cerah di luar area payung Masjid Nabawi.

Violentina dan Andrew Andika Umrah Bersama

Halaman 4 dari 8

” dtr-evt=”detail multiple page” dtr-sec=”button selanjutnya” dtr-act=”button selanjutnya” dtr-idx=”4″ dtr-id=”8215104″ dtr-ttl=”8 Gaya Violentina Kaif, Istri Andrew Andika Tampil Syari Saat Umrah”>

Violentina dan Andrew Andika Umrah Bersama

Gaya hijab Violentina Kaif saat umrah.

Foto: Dok. Instagram @violentina.kaif.

Violentina dan Andrew Andika terlihat bergandengan tangan di latar belakang bangunan tinggi yang modern di Mekkah. Ia tampil dengan abaya dan khimar hitam, berpadu dengan busana putih yang dipakai oleh Andrew Andika.

Violentina Suarakan Bela Palestina

” dtr-evt=”detail multiple page” dtr-sec=”button selanjutnya” dtr-act=”button selanjutnya” dtr-idx=”5″ dtr-id=”8215104″ dtr-ttl=”8 Gaya Violentina Kaif, Istri Andrew Andika Tampil Syari Saat Umrah”>

Di depan Ka’bah, Violentina mengenakan busana hitam syar’i dan khimar lebar. Ia menarik perhatian dengan lukisan bendera Palestina kecil di pipinya sebagai bentuk dukungan.



Sumber : wolipop.detik.com

Hukum Talak Saat Marah dalam Islam, Apakah Sah?


Jakarta

Ketika menikah, setiap pasangan tentu berharap agar pernikahan tersebut menjadi pernikahan yang langgeng dan penuh kebahagiaan. Namun, dalam perjalanan rumah tangga, tak jarang muncul tantangan yang membuat pasangan suami-istri tidak sejalan dalam pandangan dan sikap terhadap suatu hal.

Perbedaan pendapat yang tidak diselesaikan dengan tenang sering kali berujung pada pertengkaran dan luapan emosi. Dalam kondisi seperti ini, kata-kata bisa meluncur tanpa kendali, termasuk ucapan talak yang diucapkan dalam keadaan marah.

Hal ini menimbulkan pertanyaan yang kerap muncul di benak banyak orang: bagaimana hukum talak yang diucapkan saat sedang marah dan emosi? Apakah talak tersebut tetap sah di mata Islam, atau justru tidak dianggap karena diucapkan tanpa kesadaran penuh?


Hukum Talak Saat Emosi

Dikutip dari website resmi Kementerian Agama, terdapat perbedaan pandangan di kalangan ulama mengenai talak yang diucapkan oleh suami dalam keadaan marah atau emosi. Sebagian ulama berpendapat bahwa talak yang diucapkan dalam kondisi tersebut tetap sah dan memiliki kekuatan hukum.

Salah satu ulama yang berpendapat demikian adalah Syekh Zainuddin al-Malibari dari mazhab Syafi’i, yang menjelaskan bahwa talak orang yang marah tetap dianggap sah selama ia masih dalam keadaan sadar dan mengetahui apa yang diucapkannya.

واتفقوا على وقوع طلاق الغضبان وإن ادعى زوال شعوره بالغضب

Artinya: “Para ulama bersepakat bahwa talak orang yang marah itu tetap jatuh, meskipun ia mengklaim bahwa kesadarannya hilang karena marah.” (Syekh Zainuddin al-Malibari, Fathul Mu’in [Semarang, Thoha Putra: t.t], halaman 112).

Sementara itu, sebagian ulama lain berpendapat bahwa talak yang diucapkan suami dalam keadaan marah berat atau emosi yang memuncak tidak dianggap sah. Alasannya, pada tingkat kemarahan tersebut, seseorang tidak lagi sepenuhnya sadar terhadap ucapan dan tindakannya.

Kondisi ini bahkan disamakan dengan keadaan orang yang kehilangan akal, seperti orang gila atau penderita epilepsi saat kambuh.

وأربع لا يقع طلاقهم: الصبي، والمجنون. وفي معناه المغمى عليه، والنائم، والمكرَه

Artinya: “Empat orang yang penyataan talaknya dianggap tidak berlaku, yaitu anak kecil, orang gila – termasuk di dalamnya adalah penderita epilepsi-, orang yang sedang tidur, dan orang yang dipaksa”. (Syekh Ibnu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib al-Mujib, [Semarang, Thoha Putra: t.t] halaman 48).

Tingkat Kemarahan Suami Saat Mengucap Talak

Masih mengutip dari laman Kemenag, Syekh Abdurrahman al-Jaziri dalam Kitabul Fiqhi ‘alal Madzhabil Arba’ah (Beirut, Darul Kutubil Ilmiyah: 2003), juz IV, halaman 262, menjelaskan bahwa tingkat kemarahan seorang suami saat mengucapkan talak dibagi menjadi tiga.

Pertama, marah tingkat awal, yaitu ketika seseorang mulai marah namun masih mampu mengendalikan diri dan menyadari setiap ucapannya. Dalam kondisi ini, talak yang diucapkan tetap sah karena dilakukan dalam keadaan sadar.

Kedua, marah tingkat puncak, yakni saat emosi telah memuncak hingga menghilangkan akal dan kesadaran. Orang dalam kondisi ini disamakan dengan orang gila, sehingga talaknya tidak sah dan tidak berlaku.

Ketiga, marah tingkat pertengahan, yaitu ketika kemarahan sudah tinggi dan membuat seseorang keluar dari kebiasaannya, tetapi belum sampai kehilangan kesadaran. Dalam kondisi ini, mayoritas ulama berpendapat bahwa talaknya tetap sah, karena pelaku masih dalam keadaan sadar dan mengetahui apa yang diucapkannya.

Menentukan tingkat kemarahan suami saat mengucapkan talak perlu dilakukan dengan penilaian yang objektif melalui bukti, saksi, serta pertimbangan pihak berwenang seperti petugas KUA atau tokoh agama agar keputusan sesuai dengan syariat.

Cara Menahan Amarah dalam Islam

Emosi yang tidak terkendali dapat membuat seseorang kehilangan kemampuan untuk berpikir jernih dan bertindak rasional. Dalam konteks pernikahan, hal ini bisa memicu pertengkaran yang berujung pada retaknya hubungan suami-istri.

Oleh karena itu, penting bagi setiap pasangan untuk menahan amarah dan tidak mengambil keputusan saat emosi memuncak. Islam pun mengajarkan umatnya untuk mengendalikan amarah sebagai bentuk menjaga diri dan keharmonisan rumah tangga.

Menurut Buku Ajar Akidah Akhlak karya Syafiuddin dan Machnunah Ani Zulfah, salah satu cara menahan amarah dalam Islam adalah dengan beristighfar. Dalam menghadapi tantangan rumah tangga, seperti perbedaan pendapat atau kesalahpahaman dengan pasangan, beristighfar membantu menenangkan hati agar tidak terbawa emosi.

Cara kedua adalah menahan diri dari melampiaskan kemarahan. Rasulullah SAW pernah memberi wasiat agar seseorang tidak marah, dan hal ini sangat relevan dalam pernikahan, karena kemampuan menahan diri dapat mencegah ucapan atau tindakan yang bisa melukai pasangan.

Ketiga, amarah juga bisa diredam dengan berwudhu, karena wudhu menyucikan diri dari emosi negatif dan menurunkan panas hati. Dalam kehidupan rumah tangga, berwudhu sebelum melanjutkan pembicaraan dapat membantu suami-istri berpikir lebih jernih dan bijak dalam menyelesaikan masalah.

Cara keempat adalah berdiam diri dan membaca ta’awudz ketika marah. Dengan diam, seseorang dapat menghindari kata-kata yang memperkeruh suasana, dan dengan membaca ta’awudz, ia memohon perlindungan Allah SWT agar setan tidak memperbesar konflik dalam rumah tangga.

(hnh/inf)



Sumber : www.detik.com

Doa Sesudah Berhubungan Suami Istri dan Tata Cara Mandi Wajib



Jakarta

Doa sesudah berhubungan suami istri perlu diketahui oleh umat muslim yang telah memiliki pasangan hidup. Ajaran Islam telah mengatur dengan detail mengenai etika berhubungan suami istri.

Mengutip dari buku Fikih Wanita karya Ust. Muiz al Bantani, tiga etika berhubungan suami istri dalam Islam, yaitu membaca doa sebelum melakukan, berdoa ketika keluar air mani, dan berdoa setelah selesai berhubungan. Berdoa saat berhubungan suami istri juga berguna untuk menghindari gangguan setan.

Membaca doa saat berhubungan suami istri pernah dipesankan oleh Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib dalam kitab Washiyyat al-Musthafa yang dinukil dari buku Nikmatnya Ibadah oleh Ahmad Zacky El-Syafa. Rasulullah SAW berpesan:


يَا عَلِى مَا سَافَرَ أَحَدٌ طَالِبَا الْحَرَامِ مَاشِيًا إِلا كَانَ الشَّيْطَانُ قَرِيْنَهُ وَلَا رَاكِبًا إِلَّا كَانَ رَدِيْفَهُ وَلَا جَمَعَ أَحَدٌ مَالاً حَرَامًا إِلَّا أَكَلَهُ الشَّيْطَانُ وَلَا نَسِيَ أَحَدُ إِسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عِنْدَ الْجِمَاعِ إِلا شَارِكَهُ الشَّيْطَانُ فِي وَلَدِهِ وَذَالِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى : وَشَارِكْهُمْ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ وَعِدُهُمْ

Artinya: “Wahai Ali, tidaklah seseorang berjalan pergi untuk mencari sesuatu yang haram, kecuali setan akan menjadi temannya. Jika ia membawa kendaraan, maka setan akan membuntutinya. Jika seseorang mengumpulkan harta yang haram, maka setan akan memakan harta itu. Dan tidaklah seseorang yang lupa menyebut nama Allah ketika ia sedang berhubungan dengan istrinya kecuali setan akan bergabung dengannya dalam memperoleh keturunan.” Inilah yang dimaksud dalam firman Allah, “Dan bersekutulah mereka dalam harta dan anak-anak serta berjanjilah mereka.”

Berdasarkan pesan Nabi SAW tersebut, apabila seorang muslim lupa tidak membaca doa ketika berhubungan, maka setan akan ikut serta di dalamnya. Lantas seperti apa bacaan doanya? Berikut penjelasannya.

Doa Sebelum dan Ketika Berhubungan Suami Istri

Dilansir dari Kitab Doa Mustajab Terlengkap karya Ustadz H. Amrin Ali Al-Kasyaf, doa yang dibaca sebelum berhubungan suami istri, yaitu:

بِسْمِ اللَّهِ ، اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنْبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا

Latin: Bismillah, Allahumma jannibnasy syaithaana wa jannibisy syaithaana maa razaqtanaa.

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah, Ya Allah jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari rezeki yang Engkau berikan kepada kami.”

Ketika berhubungan suami istri kemudian keluar air mani, dapat membaca doa berikut:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ نُطْفَتَنَا ذُرِّيَةً صَالِحِةً

Latin: Allahummaj’al nuthfatan dzurriyatan shaalihatan.

Artinya: “Ya Allah, jadikanlah air mani kami keturunan yang baik.”

Doa Sesudah Berhubungan Suami Istri

Adapun doa sesudah berhubungan suami istri berdasarkan sumber yang sama, yaitu sebagai berikut:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَ مِنَ الْمَاءِ بَشَرًا

Latin: Alhamdulillahilladzii khalaqa minal maa-i basyaran.

Artinya: “Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan wanita dan air (mani).”

Apabila suami istri ingin mengulangi jima, keduanya tidak perlu mandi besar tetapi cukup berwudhu saja. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْيَعُوْدَ فَلْيَتَوَضًا. رواه مسلم

Artinya: “Siapa yang berhubungan intim dengan istrinya, kemudian ia ingin mengulanginya lagi, berwudhulah satu kali diantara yang dua kali itu.” (HR Muslim).

Tata Cara Mandi Wajib Sesudah Berhubungan Suami Istri

Sesudah berhubungan suami istri, umat muslim juga diwajibkan untuk melakukan mandi wajib atau janabah. Berikut ini tata cara mandi wajib setelah berhubungan suami istri berdasarkan Kitab Lengkap dan Praktis Fiqh Wanita karya Abdul Syukur Al-Azizi.

1. Niat dengan bacaan berikut:

نَوَيْتُ الغُسْلَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ الْأَكْبَرِ فَرْضًا لِلَّهِ تَعَالَى.

Latin: Nawaitul ghusla liraf’il hadastil akbari fardhan lillaahi ta’aalaa.

Artinya: “Aku niat mandi untuk menghilangkan hadats besar karena Allah Ta’ala.”

2. Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum mandi.

3. Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan tangan kiri.

4. Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan sabun atau sejenisnya.

5. Berwudhu yang sempurna seperti ketika hendak salat.

6. Menyiramkan air ke atas kepala sebanyak tiga kali.

7. Mengguyurkan air pada kepala sebanyak tiga kali hingga sampai ke pangkal rambut atau kulit kepala dengan menggosok-gosokkannya dan menyela-nyelanya (bagi wanita tidak wajib untuk mengurai ikatan rambutnya).

8. Mengguyur air ke seluruh badan dimulai dari sisi kanan setelah itu kiri.

Demikian bacaan doa sesudah berhubungan suami istri dan cara mandi wajibnya. Semoga bermanfaat ya, detikers!

(lus/lus)

Sumber : www.detik.com

Image : unsplash.com/ Masjid MABA

2 Kewajiban Material Suami kepada Istrinya dalam Islam, Apa Saja?


Jakarta

Setelah menikah, suami harus bertanggung jawab menghidupi istri dan menjalankan kehidupan pernikahan dengan baik bersama. Untuk itu, terdapat kewajiban material suami kepada istrinya yang harus dipenuhi. Apa saja?

Pernikahan adalah menjalin hubungan sah dan halal antara perempuan dan laki-laki yang awalnya bukan mahram, kemudian menjadi mahram, untuk tujuan beribadah kepada Allah SWT. Dikutip dari buku Untukmu yang Ingin Menikah oleh Misbakir Al Gresikiy, Rasulullah SAW sangat menganjurkan umatnya untuk menikah dan memiliki banyak keturunan. Dari Aisyah RA,

“Menikah adalah bagian dari sunahku. Maka barang siapa tidak mengamalkan sunahku, ia tidak termasuk golonganku. Menikahlah, karena aku akan membanggakan jumlahmu yang banyak di hari akhir kelak.” (HR Ibnu Majah)


Allah SWT berfirman dalam surah Ar-Rum ayat 21 yang berbunyi,

وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ ٢١

Artinya: Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.

Namun, perlu diperhatikan bahwa dalam pernikahan terdapat kewajiban-kewajiban dan hak-hak antara suami istri yang wajib untuk dipenuhi. Termasuk soal kewajiban material suami kepada istrinya.

Dikutip dari buku Fiqh Keluarga Terlengkap oleh Rizem Aizid, kewajiban material suami kepada istrinya dibedakan menjadi dua macam, yaitu mahar dan nafkah lahiriah yang berupa materi.

2 Jenis Kewajiban Material Suami kepada Istrinya

1. Membayar Mahar

Kewajiban material suami kepada istrinya yang paling utama adalah membayar mahar. Mahar sifatnya adalah harus dan wajib ada dalam setiap pernikahan. Seorang suami wajib membayar mahar yang sudah disanggupi saat ijab kabul.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 24 yang berbunyi,

۞ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۚ كِتٰبَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ ذٰلِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوْا بِاَمْوَالِكُمْ مُّحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ ۗ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهٖ مِنْهُنَّ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً ۗوَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهٖ مِنْۢ بَعْدِ الْفَرِيْضَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا ٢٤

Artinya: (Diharamkan juga bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu, yakni kamu mencari (istri) dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk berzina. Karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah kepada mereka imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban. Tidak ada dosa bagi kamu mengenai sesuatu yang saling kamu relakan sesudah menentukan kewajiban (itu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

2. Nafkah Lahiriah

Kewajiban material suami kepada istrinya yang kedua adalah memenuhi nafkah lahiriah yakni, berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan kebutuhan pokok lainnya sesuai dengan kemampuannya.

Allah SWT berfirman dalam surah Ath-Thalaq ayat 7 yang berbunyi,

لِيُنْفِقْ ذُوْ سَعَةٍ مِّنْ سَعَتِهٖۗ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهٗ فَلْيُنْفِقْ مِمَّآ اٰتٰىهُ اللّٰهُ ۗ لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا مَآ اٰتٰىهَاۗ سَيَجْعَلُ اللّٰهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُّسْرًا ࣖ ٧

Artinya: Hendaklah orang yang lapang (rezekinya) memberi nafkah menurut kemampuannya, dan orang yang disempitkan rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari apa (harta) yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah tidak membebani kepada seseorang melainkan (sesuai) dengan apa yang dianugerahkan Allah kepadanya. Allah kelak akan menganugerahkan kelapangan setelah kesempitan.

Mengenai hal ini, Rasulullah SAW jua mengatakan bahwa seorang suami memiliki kewajiban untuk memenuhi hak-hak istrinya sesuai dengan kemampuannya. Beliau bersabda, “Engkau memberi ia makan apabila engkau makan, engkau memberinya pakaian apabila engkau berpakaian, janganlah kau memukul wajahnya dan jangan kau menjelekkannya, dan jangan kau menghardiknya kecuali di rumah.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah)

(rah/rah)



Sumber : www.detik.com